BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB V HASIL PENELITIAN. 1. Rekap Tema dan Matriks Antar Tema

Gambaran Trust Pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 Tahun.

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah. dalam sebuah pernikahan. Seperti pendapat Saxton (dalam Larasati, 2012) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan (Orford, 1992). Dukungan

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB III PSIKOLOGIS SUAMI YANG DITINGGAL ISTRI SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA TEMBONG

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pernikahan. Pernikahan merupakan sarana dalam mempersatukan dua anak manusia

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

Written by Daniel Ronda Saturday, 08 February :22 - Last Updated Wednesday, 29 October :08

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB II LANDASAN TEORI. Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang berbeda pada masing-masing masa. Diantara masamasa

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4.5 Rangkuman Hasil Tabel 4.2 Perbandingan Tema Pengalaman Suami Istri pertama Istri kedua 1. Keadilan Sebelum dipoligami 1. Perasaan diabaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah kemudian terdapat peran dan status sosial baru sebagai suami atau istri. Suami adalah pasangan hidup istri. Suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga dan suami mempunyai peran yang penting, dimana suami dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan diputuskan, termasuk merencanakan keluarga. Suami yang berperan sebagai kepala keluarga bertanggung jawab untuk menghasilkan barang dan jasa yang akan dikonsumsi bersama. Suami juga berperan sebagai pendidik, pelindung, pemberi rasa aman, serta sebagai anggota masyarakat di lingkungannya. Istri adalah pasangan hidup suami. Istri mempunyai gambaran yang jauh lebih luas daripada sekedar melahirkan dan mengasuh anak. Istri juga bertanggung jawab mengajarkan norma-norma baik rasional maupun non-rasional di sekitar pengasuhan dan membesarkan anak. Istri dituntut untuk melayani dan merawat suaminya dengan baik, lemah lembut dan kasih sayang. Istri sebagai ibu rumah tangga melakukan peranan yang utama dalam proses sosialisasi anak. Terkadang istri juga berperan sebagai pencari nafkah tambahan.

Kepercayaan mengacu pada perasaan saling percaya, terbuka dan saling berbagi dalam suatu hubungan. Kepercayaan dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan pasangan kita dan merasa cukup aman dengan pasangan kita. Kepercayaan dalam pasangan suami istri ini memunculkan komitmen untuk hidup bersama dalam sebuah ikatan perkawinan. Pasangan suami istri diikat dalam sebuah kelekatan kepercayaan yang berupaya untuk memberikan dukungan dan keterbukaan dengan pasangannya. Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan responden pada tanggal 29 Oktober 2015 dengan usia pernikahan 3 tahun, sebagai berikut : Saya biasa telpon suami sampai 5 atau 6 kali sehari, tapi tergantung kerjaannya juga. Suami saya selalu kasih kabar kalau dia gak ada kerjaan, tapi kalau dia lagi sibuk biasa dia nelpon 2 atau 3 kali sehari. jadi dalam sehari itu harus ada komunikasi supaya kita tetap tau gimana kondisi satu sama lain. Ya kalau dia sibuk nelponnya jarang-jarang di situ uda pasti mulai ributlah. (Wawancara tanggal 29 Oktober 2015) Meninjau hasil wawancara tersebut, maka dapat dilihat bahwa komunikasi menjadi salah satu bentuk dari kepercayaan dan hasrat di mana kesediaan untuk menjaga sebuah hubungan seabadi mungkin, saling mengekspresikan ketertarikan dan perasaan positif yang melahirkan kenyamanan dan keengganan untuk berpaling dari dirinya. Kepercayaan juga berperan seperti otoritas, pengambilan keputusan, dan konflik, serta interaksi sekaligus proses menjadi suami istri yang senantiasa dinamis dari waktu ke waktu di mana melekat perasaan dan perilaku ketergantungan satu sama lain, pemenuhan kebutuhan dan kelekatan emosional.

Kepercayaan adalah pondasi dari hubungan antara pasangan dan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan psikologis keduanya. Dalam interaksi yang percaya, pasangan suami istri akan saling menunjukkan ruang privat mereka masing-masing, saling berbagi atas apa yang boleh jadi menjadi rahasia bagi orang lain di mana mereka menerima satu sama lain yang disertai hasrat dan gairah untuk menghabiskan waktu bersama Prager, 2003: 941 (dalam Widjanarko, 2010) Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan responden pada tanggal 29 Oktober 2015 dengan usia pernikahan 7 tahun, sebagai berikut : Saya gak maksa suami untuk pulang cepat, ya kalau kerjaannya uda selesai dia juga pasti pulang. Tapi saya selalu menuntut kalau uda pulang, seminggu jangan kerja dulu dan saya usahakan untuk menghindari adanya konflik. Suami biasa kalau uda pulang selalu ngajak liburan ntah pergi kemana, pasti ada aja kegiatan satu harian yang kita kerjakan sama-sama. Kebiasaan kayak gitu yang buat saya rindu kalau suami kerja ke luar kota. (Wawancara tanggal 29 Oktober 2015) Meninjau hasil wawancara tersebut, maka dapat gambaran bahwa keintiman emosional terlihat dari rasa rindu yang mendalam pada pasangan karena sudah lama tidak bertemu karena berpisah dapat menyegarkan hubungan dan megingatkan individu apa yang paling dia cintai dari pasangannya (Tessina dalam Wright, 2013) Mencari nafkah biasanya dilakukan seorang suami dengan bekerja. Namun terkadang karena alasan tertentu suami tidak bisa tinggal serumah dengan istri dan anak-anaknya. Keadaan pernikahan ini biasanya disebut commuter marriage.

Gerstel & Gross (dalam Scott, 2002) menyatakan commuter marriage sebagai perkawinan yang terbentuk secara sukarela dimana pasangan mempertahankan dua tempat tinggal yang berbeda lokasi geografisnya dan (pasangan tersebut) terpisah paling tidak tiga malam per minggu selama minimal tiga bulan. Ada kelebihan dan kekurangan pada commuter marriage. Salah satu kelebihan commuter marriage menyediakan pemenuhan dua kebutuhan utama: personal fulfillment (pemenuhan diri) dan emotional intimacy (keintima emosional). Personal fulfillment (pemenuhan diri) benar-benar tinggi pada pasangan commuter marriage Farris, 1978 (dalam Pribadi, 2014). Kekurangan pada pernikahan ini adalah tingginya emosi yang meliputi kemarahan, kecemasan, kesepian, kelelahan, dan kurangnya dukungan dibandingkan pernikahan biasa pada umumnya Chang & Brown-wood, 1996 (dalam Pribadi, 2014). Kekurangan ini paling dirasakan oleh istri. Istri yang ditinggal di rumah sendirian memiliki beban dan tangung jawab hampir sama dengan orangtua tunggal dimana ia dihadapkan dengan urusan rumah tangga yang cukup kompleks seorang diri. Kelelahan fisik yang dialaminya inilah yang dapat berakibat terhadap kelelahan psikis sehingga berujung pada tingginya emosi seperti agresivitas (Margiani & Ekayati, 2013). Suami yang tidak selalu bisa membuat wanita suka berpikiran yang tidak rasional sehingga timbul rasa cemburu. Cemburu adalah sifat mendasar dari wanita dan secara umum ditakdirkan memiliki karakter setia. Jika sudah mencintai seorang pria maka seluruh cintanya dicurahkan pada pria tersebut. Sehingga wanita memiliki kadar cemburu yang lebih tinggi daripada pria. Alasan

utama munculnya kecemburuan ini adalah takut kehilangan, terlebih bila suami tidak serumah dengannya maka wanita akan dipenuhi pikiran yang irasional (Dewi, 2013). Penelitian memang menunjukkan bahwa wanita lebih menginginkan kedekatan dalam hubungan romantisnya dibandingkan pria. Selain itu, wanita cenderung suka berpikir dan bercerita mengenai pasangannya DeGenova, 2008 (dalam Pribadi, 2014). Berdasarkan penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Sandow, 2013 (dalam Amanah, 2014) ditemukan bahwa pasangan commuter atau pasangan jarak jauh ini memiliki 40% risiko lebih tinggi mengalami perceraian dari pada pasangan pada umumnya. Dalam penelitiannya juga ditemukan bahwa pasangan yang sudah menjalani commuter marriage lebih lama memiliki risiko perceraian lebih kecil. Tahun pertama pasangan menjalani pernikahan jarak jauh juga dianggap sebagai masa paling berat. Brehm, 2012 (dalam Amanah, 2014) mengatakan bahwa salah satu hal yang dapat memprediksi perceraian adalah waktu bersama. Ia menemukan bahwa pasangan yang menghabiskan lebih banyak waktu bersama memiliki kemungkinan lebih kecil untuk bercerai. Duncan, Schuman, dan Duncan (dalam Scott, 2002) menyatakan bahwa kebanyakan wanita merasa kebersamaan dengan suami merupakan aspek yang paling berharga dalam pernikahan, bahkan lebih penting daripada cinta, pengertian, standar hidup, dan kesempatan memiliki anak. Padahal dalam commuter marriage wanita tentu kurang mendapatkan kebersamaan dengan suaminya karena jarangnya waktu yang dapat dihabiskan bersama.

Ada dua tipe dari pasangan commuter marriage, yang pertama adalah pasangan adjusting, yaitu pasangan suami istri yang usia perkawinnanya cenderung lebih muda, menghadapi commuter marriage di awal perkawinan dan memiliki sedikit atau tidak ada anak, kedua adalah pasangan established, yaitu pasangan suami istri yang usia perkawinannya lebih tua, telah lama bersama dalam perkawinan dan memiliki anak yang sudah dewasa dan telah keluar dari rumah Harriett Gross, 2009 (dalam Arida, 2011). Dalam commuter marriage sendiri, kepercayaan menjadi masalah besar bagi pasangan adjusting karena pasangan ini telah menjalani commuter marriage di awal perkawinan dimana diantara mereka belum tercipta keyakinan sepenuhnya. Akibatnya, timbul rasa takut kehilangan (Harriate Gross dalam Anderson, Elaine A., 2008). Pasangan yang menjalani commuter marriage juga mengalami perasaan khawatir dan kurang mempercayai pasangan (Ekasari, dkk, 2007 dalam Arida 2011). Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan responden pada tanggal 29 Oktober 2015 dengan usia pernikahan 7 tahun, sebagai berikut : Setiap hubungan pasti pernah ribut, saya biasa ribut sama suami karna saya kadang merasa curiga. Saya suka kesel aja kalau suami gak sempat ngabarin. Karna suami saya kan jauh dan dia laki-laki biasa yang bisa saja tergoda oleh perempuan lain di sana. Saya cemburu makanya kadang untuk keributan tentang hal itu gak terelakkan juga. (Wawancara tanggal 29 Oktober 2015)

Hasil wawancara juga dilakukan dengan responden lain pada tanggal 12 Maret 2016 dengan usi pernikahan 3 tahun, sebagai berikut : Setiap hubungan suami istri itu pasti ada aja ributnya, saya biasa ribut karna salah paham aja. Saya juga kadang suka curiga-curiga gitu sama dia tapi saya gak mau terlalu berfikir negatif. Saja juga gak mau munafik, namanya laki-laki dan kami tinggal berjauhan pasti ada juga hal-hal lain yang tidak saya ketahui. (Wawancara tanggal 12 Maret 2016) Meninjau hasil wawancara tersebut, maka dapat gambaran bahwa kepercayaan sendiri merupakan aspek penting dalam semua hubungan, terutama dalam hubungan perkawinan. Perkawinan tanpa rasa saling percaya mungkin bisa mengakibatkan hal yang buruk seperti perceraian. Menurut (Lefrancois, 1993) ada tiga periode dalam pernikahan yang memiliki tingkat kerawana. Pertama, priode usia nikah 1-5 tahun dimana pondasi pernikahan sesungguhnya belum cukup kuat dan tuntutan untuk saling mencocokkan dan menyesuaikan diri membutuhkan banyak usaha. Untuk usia pernikahan yang masih muda ini hubungan jarak jauh akan mengakibatkan banyaknya tekanan, bentuk dari tekanan itu seperti; rasa cemburu, curiga, sulitnya berkomunikasi, dan tugas-tugas suami yang harus dikerjakan oleh istri selama masa commuter marriage. (Lefrancois, 1993). Kedua, periode pernikahan 5-15 tahun dimana pasangan sudah mulai memiliki anak, menjadi orangtua merupakan transisi hidup yang penuh tekanan yang melibatkan perubahan yang postitif dan negatif. Selain itu, perpisahan karna tidak bisanya pengawasan yang diberikan dari kedua orangtua mengakibatkan penurunan yang lebih tajam pada wanita dibandingkan pria dikarenakan tanggung jawab yang lebih besar terhadap pengasuhan anak dilimpahkan pada istri saja.

Karena perpisahan tempat tinggal ini seluruh peran untuk pengasuhan anak diberikan kepada istri (Lefrancois, 1993). Ketiga, periode pernikahan 15-25 tahun dimana pasangan sudah lama menikah, anak-anak sudah beranjak dewasa. Pada usia pernikahan ini orang tua membutuhkan penyesuaian lagi. Dengan kondisi perpisahan jarak jauh ini membuat salah satu orang tua merasa tertekan. Penyesuaian ini meliputi keadaan ekonomi karena biaya kehidupan ganda dan ekonomi untuk pendidikan anak. Pada masa ini pasangan akan rawan dengan konflik dan merupakan kesulitan besar bagi pasangan sehingga mengakibatkan pasangan semakin menjauh atau bercerai (Lefrancois, 1993). Dalam commuter marrige ini diperlukan kepercayaan, selain juga kejujuran, kesetiaan dan komitmen Maines, 2009 (dalam Arida, 2011). Farris (dalam Rusconi, 2002) menyatakan bahwa keberhasilan yang sangat penting dalam commuter marriage adalah dasar kepercayaan, dukungan dari pasangan, komitmen yang kuat pada perkawinan dan pasangan, serta komunikasi yang terbuka antara pasangan. Apabila salah satu pasangan mulai tidak percaya dan tidak jujur maka pasangan yang lain akan sendirinya merasa tidak aman dan tidak nyaman Sadarjoen, 2007 (dalam Arida, 2011). Menurut Hendrick & Hendrick 1992, (dalam Arida, 2011) kepercayaan merupakan faktor yang diperlukan untuk tercapainya hubungan yang sukses. Adanya kepercayaan merupakan suatu keharusan di dalam suatu hubungan. Suatu hubungan tumbuh dari rasa saling percaya, dan tidak dapat bertahan tanpa rasa saling percaya.

Meninjau uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kepercayaan seorang istri yang menjalani commuter marriage. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan seorang istri yang menjalani commuter marriage? 2. Bagaimana karakteristik kepercayaan seorang istri yang menjalani commuter marriage? 3. Bagaimana membangun kepercayaan seorang istri yang menjalani commuter marriage? 4. Apa saja faktor-faktor yang memepengaruhi terjadinya commuter marriage? 5. Bagaimana karakteristik commuter marriage berperan dalam kepercayaan istri? 6. Bagaimana dampak kepercayaan seorang istri yang menjalani commuter marriage? C. Signifikansi dan Keunikan Penelitian Melihat bagaimana kepercayaan istri yang menjalani commuter marriage. Pada dasarnya kepercayaan merupakan faktor yang diperlukan untuk tercapainya hubungan yang sukses. Sebagaimana hasil penelitian terdahulu yaitu Gambaran Kepercayaan Istri pada Pasangan Commuter Marriage yang dilakukan oleh

Marini pada tahun 2013 dari hasil penelitian yang di dapatkan yaitu pasangan yang menjalani commuter marriage dapat memberikan kepercayaannya terhadap pasangannya yang berada jauh darinya, adapun hal yang menjadi masalah dalam commuter marriage adalah komunikasi yang tidak selalu bisa dilakukan yang menyebabkan banyak hal-hal yang tidak bisa tersampaikan dengan baik. Kemudian study berikutnya Pemenuhan Karaktersitik trust pada Pasangan yang Menjalani Hubungan Pernikahan Jarak jauh yang dilakukan oleh Suryadi pada tahun 2013 ditemukan alasan pasangan melakukan commuter marriage yaitu karena adanya kepentingan tersendiri, namun mereka masih bisa menjalin komunikasi dengan baik melalui telepon, sms, bahkan media sosial. Namun, ada juga ditemukan pasangan yang pernah mengalami perselingkuhan sehingga berdampak pada kepercayaan terhadap pasangannya yang sudah tidak utuh seperti sebelum terjadi perselingkuhan. Selanjutnya study Gambaran Trust Pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 Tahun oleh Amanah pada tahun 2014 mengungkapkan bahwa pasangan yang menjalani commuter marriage tipe adjusting, yaitu pasangan commuter marriage ini mampu menjalin komunikasi yang baik, dan percaya terhadap perilaku pasangannya masing-masing, mereka mampu diandalkan untuk masa kini dan masa depan pasangannya masing-masing dan selalu mengungkapkan isi hati mereka. Oleh karena itu peneliti berkeinginan untuk meneliti mengenai kepercayaan istri pada pasangan yang menjalani commuter marriage dimana pada

penelitian ini berfokus kepada kepercayaan istri dalam hal komunikasi, tanggung jawab, keterbukaan dan keintiman. D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan seorang istri yang menjalani commuter marriage. 2. Mengetahui karakteristik kepercayaan seorang istri yang menjalani commuter marriage. 3. Mengetahui bagaimana membangun kepercayaan seorang istri yang menjalani commuter marriage. 4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya commuter marriage. 5. Mengetahui karakteristik commuter marriage berperan dalam kepercayaan istri. 6. Mengetahui dampak kepercayaan seorang istri yang menjalani commuter marriage.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, mampu memberikan sumbangan dan informasi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi psikologi perkembangan serta menjadi bukti empriris untuk penelitian di masa depan khususnya yang berhubungan dengan kepercayaan dan commuter marriage. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi para calon pasangan suami istri yang akan menjalani commuter marriage dan pasangan suami istri yang menjalani commuter marrige agar dapat menjalani dan mengisi hari-hari dalam kehidupannya dengan lebih baik.