I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini beras masih merupakan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, 2007) kebutuhan beras dari tahun-ketahun terus meningkat, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan tingkat konsumsi beras di Indonesia telah mencapai 150,06 kg/kapita/tahun. Permintaan beras yang semakin tinggi merupakan tantangan terbesar bagi pemerintah dan petani untuk dapat memenuhi permintaan itu. Banyak hal yang telah dilakukan petani untuk meningkatkan hasil padi, diantaranya penggunaan teknologi pemupukan. Menurut Erfandi dan Kasno (2000), bahwa pemberian pupuk yang efektif dan efisien merupakan hal penting dalam meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Teknologi di bidang pemupukan merupakan salah satu faktor penentu di dalam upaya meningkatkan produksi pangan. Usaha di dalam pemenuhan unsur hara tanaman padi dapat dilakukan dengan pemberian pupuk anorganik maupun organik. Akibat berkembangnya teknologi pemupukan maka para petani terdorong untuk menggunakan berbagai jenis pupuk anorganik untuk meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah.
Permasalahan tanah-tanah sawah di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua masalah pokok, yaitu (1) adanya penyusutan luasan lahan sawah akibat terjadinya konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian, seperti daerah industri, pemukiman, dan lain-lain, terutama terjadi di pulau Jawa dan Bali dan (2) adanya pelandaian produktivitas (levelling off) dalam produksi padi yang disebabkan oleh pemakaian dan pemberian pupuk anorganik yang relatif tinggi sehingga menurunkan tingkat kesuburan tanah (Hardjowigeno dan Rayes, 2005). Untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah pada lahan sawah, maka pengembalian bahan organik ke dalam tanah adalah hal yang mutlak dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif tetapi tidak lepas dari pemakaian pupuk anorganik sesuai dosis yang dibutuhkan oleh tanaman. Erfandi dan Kasno (2000) menganjurkan bahwa untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang baik secara berkelanjutan di bidang pertanian, maka penerapan sistem pertanian organik-anorganik secara seimbang sangat perlu dikaji sesuai dengan kondisi kesuburan tanah setempat (spesifik lokasi). Salah satu hambatan peningkatan produksi padi adalah rendahnya kesuburan tanah, antara lain keterbatasan unsur hara nitrogen. Nitrogen merupakan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, karena perannya dalam memacu pertumbuhan vegetatif (Syekhfani, 1997). Kekurangan unsur hara nitrogen, tanaman akan memperlihatkan gejala klorosis sehingga
dapat menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman yang kekurangan zat hara N tumbuhnya kerdil, anakan sedikit dan daunnya berwarna kuning pucat, terutama daun tua. Sebaliknya tanaman yang dipupuk dengan N berlebihan, tumbuhnya subur, daun hijau anakan banyak tetapi jumlah malai sedikit, mudah rebah dan pemasakan lambat. Berdasarkan dosis anjuran yang biasa diterapkan di lapangan untuk pengelolaan padi sawah berkisar antara 300-400 kg Urea ha -1 (138-184 kg N ha -1 ), tergantung dengan tingkat kesuburan tanahnya (Githa, 1997). Pupuk organik adalah hasil dekomposisi bahan-bahan organik yang terurai (dirombak) dengan bantuan mikrobia tanah, sehingga hasil akhirnya berupa N, P, K dan unsur hara lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk organik sangat penting artinya sebagai penyangga sifat fisik, kimia dan biologis tanah sehingga dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan (Hardjowigeno 1986). Sumber bahan baku organik ini dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber seperti : kotoran ternak, sampah rumah tangga non sintetis, limbah-limbah pabrik makanan/minuman. Pupuk organik Shisako merupakan salah satu pupuk organik hasil teknologi yang berasal dari bokashi dengan berbahan dasar sampah di kota Magelang, yang telah banyak diujicobakan di daerah-daerah. Penggunaan pupuk organik Bokashi Sampah Kota (Shisako) dapat menyuburkan tanah secara fisik, kimia dan biologi, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil
pertanian dan menyelesaikan masalah sampah tanpa menimbulkan masalah. Kandungan hara pupuk Shisako tidak terlalu tinggi dan melepas hara secara slow release, hal ini yang menyebabkan pupuk Shisako tersedia dalam waktu lama. Adapun kandungan hara pupuk organik Shisako yaitu mengandung N (1,53%), P (7,57%), K (3,69%), C-organik (25,24%) serta unsur lain terdapat pada Lampiran 2. Pemberian pupuk organik Shisako secara tunggal 5 t ha -1 juga dapat meningkatkan hasil padi yaitu dengan hasil gabah kering panen perhektar berkisar 3,24 4,03 t ha -1 (Brando, 2007). Arya dkk. (2006) mendapatkan formula pupuk antara pupuk organik Kascing dan pupuk Urea adalah 89% pupuk anorganik + 11% pupuk organik {( 356 kg Urea + 67 kg SP-36 + 67 kg KCl + 990 kg Kascing ) ha - 1 } yang memberikan berat gabah tertinggi yaitu 6,9 t ha -1. Penggunaan pupuk organik Shisako dan pupuk Urea dengan dosis yang seimbang pada budidaya padi sawah diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dan menjaga keseimbangan tanah yang disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Namun, belum diketahui dosis yang tepat dari pupuk organik Shisako dan pupuk Urea pada tanaman padi sawah khususnya di kecamatan Mengwi. Berdasarkan hasil analisis tanah awal (Lampiran 1), menunjukkan bahwa tanah pada tempat penelitian memiliki tekstur lempung berliat, dengan kandungan liat yang lebih besar dibandingkan dengan fraksi yang lain, dengan demikian tanah ini cukup baik untuk tanaman padi, karena daya pegang airnya cukup besar. Oleh
karena itu, penelitian tentang kombinasi dosis pupuk organik Shisako dan Urea terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi perlu dilakukan. 1.2 Tujuan 1. Mendapatkan kombinasi atau keberimbangan antara dosis pupuk organik Shisako dan Urea yang tepat untuk diterapkan di lapangan. 2. Menambah pengetahuan tentang cara budidaya tanaman padi dan pengaruh perlakuan kombinasi antara dosis pupuk organik Shisako dan Urea terhadap hasil tanaman padi dan beberapa sifat kimia tanah di lahan sawah.