254 X. KESIMPULAN DAN SARAN 10. 1. Kesimpulan 1. Struktur kemitraan dalam pola perusahaan inti rakyat (pola PIR) dan perilaku peserta PIR kelapa sawit di Sumatera Selatan (inti, petani plasma dan koperasi) umumnya telah sesuai dengan pedoman tentang tugas peserta proyek PIR (Lampiran 6) serta kewajiban dan hak sebagai peserta proyek perusahaan inti rakyat (Lampiran 7) yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2000. 2. Berdasarkan kriteria kelayakan finansial (harga jual TBS, pendapatan, rasio penerimaan biaya (R/C) dan rasio pendapatan-biaya (B/C)) maka kinerja ketiga pola PIR kelapa sawit masih menguntungkan, berdasarkan kriteria kelayakan teknis (umur tanaman kebun dikonversi, produktivitas, dan periode pelunasan kredit) maka pola PIR-Trans relatif lebih baik dibandingkan pola PIR lainnya (PIR-Sus dan PIR-KUK). 3. Struktur pasar dengan kemitraan pada pola PIR kelapa sawit cenderung tidak kompetitif (imperfect market) yang dicirikan oleh lebih rendahnya posisi tawar (bargaining position) petani daripada inti (petani hanya sebagai penerima harga sedangkan inti sebagai penentu harga produk TBS) sehingga jenis kemitraan pola PIR ini belum mampu memberikan manfaat setara bagi pesertanya dimana cenderung merugikan petani plasma dan menguntungkan inti. 4. Meskipun sistim penetapan harga TBS berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tahun 1998 dan 2000, akan tetapi harga jual TBS yang ditetapkan untuk kebun plasma dan cara pembayarannya cenderung lebih menguntungkan inti dibandingkan petani plasma, akan tetapi rata-rata harga jual TBS aktual (pasar dengan kemitraan) masih lebih tinggi dibandingkan harga TBS
255 tanpa kemitraan (pasar monopsoni) dan lebih rendah daripada harga TBS pada pasar monopoli bilateral. 5. Perilaku ekonomi rumahtangga petani plasma kelapa sawit saling terkait (non rekursif) yaitu antara perilaku produksi (penggunaan input pupuk) dengan perilaku pengeluaran (konsumsi pangan), antara pengeluaran investasi kebun plasma (pengeluaran asuransi) dengan pengeluaran investasi sumberdaya manusia (pengeluaran pendidikan). 6. Ketersediaan input adalah faktor penentu dalam keputuasan produksi (luas areal dan produktivitas kebun plasma), dan keputusan peningkatan produktivitas kebun plasma juga ditentukan oleh harga produk TBS, dimana ketersediaan input yang mencukupi dan harga TBS yang menguntungkan akan memotivasi rumahtangga petani plasma untuk meningkatkan kinerja produktivitas kebun plasma. 7. Keputusan suami untuk bekerja di kebun maupun di luar kebun plasma selain ditentukan oleh faktor upah/kompensasi juga ditentukan oleh karakteristik usahatani (luas areal kebun plasma dan umur tanaman kelapa sawit), sedangkan keputusan curahan kerja istri ditentukan oleh faktor yang lebih kompleks yaitu karakteristik usahatani, individu (umur, pengalaman dan pendidikan) dan karakteristik keluarga (jumlah anak balita). 8. Keputusan rumahtangga petani plasma menggunakan input (pupuk dan pestisida) cenderung lebih ditentukan oleh karakteristik usahatani (terutama luas areal kebun plasma) daripada harga input dan harga produk TBS kecuali pada penggunaan pupuk Kalium. Akan tetapi jika rumahtangga petani plasma memperluas areal kebun plasma maka dosis penggunaan pupuk cenderung menurun, meskipun penggunaan pupuk pada pola PIR-Trans relatif lebih tinggi
256 dibandingkan pola PIR lainnya (PIR-Sus dan PIR-KUK), sedangkan dosis penggunaan pestisida hanya sedikit meningkat pada ketiga pola PIR kelapa sawit. 9. Perilaku pengeluaran rumahtangga petani plasma (konsumsi dan investasi) ditentukan oleh ukuran rumahtangga (jumlah anggota keluarga), pendapatan keluarga (dari kebun plasma dan luar kebun plasma) dan pengeluaran untuk kebutuhan lain (pengeluaran untuk konsumsi, investasi dan produksi di kebun kelapa sawit). 10. Kemampuan petani mempersiapkan dana peremajaan kebun plasma (pengeluaran asuransi) tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan di kebun plasma (produksi dan harga produk yang tinggi), akan tetapi ditentukan juga oleh kompensasi di luar kebun plasma (besarnya pendapatan di luar kebun plasma) dan besarnya pengeluaran lain (pengeluaran untuk pendidikan, produksi, dan biaya cicilan kredit). 11. Keberhasilan rumahtangga petani plasma melunasi kredit ditentukan oleh banyak faktor baik faktor internal di kebun plasma (produktivitas kebun), dalam rumahtangga petani plasma (total pengeluaran keluarga), maupun faktor eksternal yaitu biaya pengelolaan KUD (fee KUD) dan kondisi kebun kelapa sawit (jarak kebun plasma ke pabrik pengolahan kelapa sawit inti). 12. Kenaikan harga produk TBS saja akan meningkatkan produktivitas kebun, pendapatan kelapa sawit (terutama pada pola PIR-KUK) dan mempercepat waktu pelunasan kredit (terutama pada pola PIR-Trans). Hal sebaliknya terjadi jika terjadi kenaikan harga input (pupuk dan pestisida), biaya pasca panen (fee KUD dan ongkos angkut) secara sendiri atau bersama, umumnya akan menurunkan kinerja rumahtangga petani plasma yaitu menurunkan produksi,
257 pendapatan kelapa sawit (terutama pola PIR-KUK) dan memperlambat waktu pelunasan kredit. 13. Kebijakan menaikkan harga produk TBS meningkatkan lebih besar kinerja ekonomi rumahatangga petani plasma daripada kebijakan menurunkan atau memberi subsidi harga input, yaitu meningkatkan produksi dan curahan kerja di kebun plasma, pendapatan kelapa sawit (terutama pola PIR-KUK) dan mempercepat waktu pelunasan kredit (terutama pola PIR-Trans). 14. Perluasan kebun kelapa sawit rumahtangga petani plasma (dengan mengkonversi lahan di luar kebun plasma menjadi kebun kelapa sawit) dapat meningkatkan penggunaan tenaga kerja keluarga di kebun plasma, tetapi mengurangi sedikit curahan kerja istri di luar kebun plasma. Secara umum perluasan kebun plasma meningkatkan kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma pada ketiga pola PIR yaitu meningkatkan produksi sekaligus pendapatan kelapa sawit (terutama pola PIR-KUK) dan mempercepat waktu pelunasan kredit (pada semua pola PIR). 15. Peningkatan tenaga kerja keluarga untuk mengurangi tenaga kerja upahan memberikan sedikit dampak negatif pada rumahtangga petani pola PIR-Sus dan PIR-Trans yaitu menurunkan luas kebun plasma dan penggunaan input (pupuk dan pestisida), mengurangi pengeluaran asuransi pada pola PIR-Sus, sebaliknya akan meningkatkan pengeluaran asuransi pada pola PIR-Trans dan PIR-KUK. Secara umum peningkatan tenaga kerja keluarga di kebun plasma mampu meningkatkan pendapatan kelapa sawit dan mempercepat waktu pelunasan kredit pada ketiga pola PIR kelapa sawit. 16. Peningkatan penggunaan tenaga kerja keluarga dengan mengurangi curahan tenaga kerja keluarga di luar kebun plasma umumnya meningkatkan kinerja
258 ekonomi rumahtangga petani plasma yaitu meningkatkan produksi kelapa sawit (terutama pada pola PIR-Sus dan PIR-KUK), pendapatan kelapa sawit dan persiapan peremajaan kebun (pengeluaran asuransi) terutama pada pola PIR- KUK dan mempecepat waktu pelunasan kredit (terutama pola PIR-Trans). 10. 2. Saran 10. 2. 1. Implikasi Kebijakan 1. Upaya meningkatkan kekuatan tawar petani agar lebih setara dengan inti (struktur pasar monopoli bilateral) dapat dilakukan dengan mengoreksi struktur pasar dengan kemitraan yang tidak kompetitif yaitu dengan memberdayakan kelompok tani/koperasi dari aspek manajemen dan finansial dimana lembaga ekonomi petani ini diharapkan mempunyai posisi tawar yang lebih kuat sehingga dapat menjadi wakil petani plasma pada setiap transaksi dengan inti terutama dalam menentukan harga produk TBS. 2. Setiap kebijakan berkaitan dengan proyek PIR kelapa sawit selayaknya memperhatikan juga karakteristik rumahtangga petani plasma (umur, jumlah anggota, asal daerah atau etnis, pendidikan dan pengalaman usahatani kelapa sawit) dan perilaku ekonomi rumahtangga petani plasma yang kompleks atau saling terkaitnya keputusan ekonomi rumahtangga petani plasma yaitu antara keputusan produksi dengan keputusan pengeluaran konsumsi dan antara keputusan investasi sumberdaya manusia (pengeluaran pendidikan) dengan investasi produksi kebun plasma (pengeluaran asuransi). 3. Upaya meningkatkan produksi kelapa sawit di kebun plasma tidak hanya dengan memperbaiki ketersediaan input (pupuk dan pestisida) tetapi juga dengan menekan harga input dan memperbaiki harga produk TBS untuk memotivasi
259 rumahtangga petani plasma dalam meningkatkan curahan kerjanya di kebun plasma sehingga dapat meningkatkan pendapatan kelapa sawit dan meningkatkan dana peremajaan kebun plasma (berupa pengeluaran untuk asuransi Idapertabun). 4. Untuk mempersingkat waktu pelunasan kredit kebun plasma, perlu dilakukan perbaikan kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma dan kinerja kemitraan PIR kelapa sawit sebagai suatu sistem kerjasama antara petani plasma, inti dan koperasi yaitu dengan mengawasi pelaksanaan kerjasama ini secara konsisten dan adil agar mampu memberikan manfaat yang setara bagi semua peserta kemitraan. 5. Upaya memperbaiki harga jual TBS sebaiknya dilakukan pemerintah dengan merevisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tahun 1998 tentang penentuan harga TBS kebun plasma yaitu dengan memperhitungkan juga rendemen TBS per kelompok tani dalam menentukan faktor k sehingga lebih mewakili kondisi kebun petani dalam kelompok yang lebih kecil, selanjutnya perlu dilakukan pengawasan implementasi penetapan harga TBS tersebut agar pendapatan kelapa sawit rumahtangga petani plasma dapat ditingkatkan. 6. Perluasan areal kebun plasma dengan mengkonversi lahan yang tersedia dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan pemanfaatan tenaga kerja keluarga di kebun plasma sekaligus dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga petani plasma. Pembukaan kebun dan penanaman bibit sebaiknya difasilitasi oleh pemerintah daerah (melalui dinas perkebunan) atau perkebunan besar (inti), dilakukan secara kelompok dan dikoordinir oleh koperasi atau kelompok tani.
260 10. 2. 2. Penelitian Lanjutan 1. Disarankan analisis ekonomi rumahtangga petani plasma juga merinci penggunaan waktu anggota rumahtangga untuk kegiatan konsumsi (home time) dan kegiatan non usahatani. Selain itu dapat dikaji juga pendapatan bukan dari kegiatan kerja (warisan, kiriman dan hadiah) sebagai salah satu komponen pendapatan total (full income). 2. Untuk penelitian lanjutan dapat digunakan harga bayangan (shadow price) untuk memperkuat salah satu asumsi perilaku non rekursif (adanya pasar tenaga kerja yang tidak sempurna) sehingga hasil analisis diharapkan lebih sesuai dengan kondisi rumahtangga petani di negara berkembang. 3. Untuk penelitian selanjutnya perlu dikaji juga perilaku dan dampak adanya pekerjaan lain di luar kebun plasma terhadap kinerja produksi dan curahan kerja di kebun plasma dan terhadap kesejahteraan rumahtangga petani plasma. 4. Untuk penelitian lanjutan disarankan mengkaji perilaku pelaku kemitraan lain pada pola PIR kelapa sawit (perusahaan inti dan koperasi) secara lebih detail, agar dapat dibuat implikasi kebijakan pola PIR secara lebih luas di masa yang akan datang. 5. Disarankan menggunakan panel data agar dapat dikaji perubahan perilaku/keputusan penting dalam rumahtangga petani plasma secara dinamis terutama pada saat produksi puncak atau kegiatan peremajaan kebun plasma kelapa sawit.