SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

dokumen-dokumen yang mirip
AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

KESEHATAN ANAK. Website:

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

RISET KESEHATAN DASAR 2010 BLOK

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

KESEHATAN REPRODUKSI. Website:

INDONESIA Percentage below / above median

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL. Website:

C UN MURNI Tahun

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

IPM 2013 Prov. Kep. Riau (Perbandingan Kab-Kota)

CEDERA. Website:

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Disabilitas. Website:

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

Buku Indikator Kesehatan

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

Mutu Primary Care: Triono Soendoro

PELAKSANAAN DAN USULAN PENYEMPURNAAN PROGRAM PRO-RAKYAT

Kesehatan Gigi danmulut. Website:

STATUS GIZI. Website:

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN. Website:

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014)

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

SITUASI LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017 STRUKTUR UMUR PENDUDUK INDONESIA TAHUN ,11 GAMBAR III. PRESENTASE PENDUDUK LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BERITA RESMI STATISTIK

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

DATA INSPEKTORAT JENDERAL

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Transkripsi:

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

DAFTAR ISI Kondisi Umum Program Kesehatan... 1 1. Jumlah Kematian Balita dan Ibu pada Masa Kehamilan, Persalinan atau NifasError! Bookmark not defined. a. Lembaga serta Sektor Pendukung Sarana Kesehatan... 2 b. Persentase Program Imunisasi Balita... 4 2. Proporsi Jumlah Gizi Buruk... 5 a. Analisis Korelasi Indikator Jumlah Gizi Buruk dengan Indicator Lainnya... 5 b. Hubungan Jumlah Gizi Buruk dengan Jumlah Penduduk Miskin... 6 SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perbandingan Anggaran Kesehatan Perkapita dengan Jumlah Penduduk... 1 Gambar 2. Perbandingan Jumlah Kematian Balita dengan Ibu pada Masa Kehamilan dan Nifas... 2 Gambar 3. Jumlah Lembaga Pendukung Kesehatan Nasional dan Jumlah Dokter... 3 Gambar 4. Persentase Pertolongan Pertama oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Setiap Provinsi... 3 Gambar 5. Persentase Program Imunisa Campak, DPT, Hepatitis B dan Polio... 4 Gambar 6. Proporsi Jumlah kasus Gizi Buruk di setiap wilayah di Indonesia... 5 Gambar 7. Scatter Plot Jumlah Gizi Buruk dengan Jumlah Penduduk Miskin... 6 DAFTAR TABEL Table 1. korelasi Gizi Buruk, Jumlah Penduduk Miskin dan IPM... 5 SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Kondisi Umum Program Kesehatan Kesehatan merupakan kebutuhan yang penting dalam kehidupan seorang. Di Indonesia anggaran kesehatan jika dibandingkan dengan Kawasan Asean lainnya sangatlah kecil. Kondisi ini berlawan dengan kondisi pertumbuhan penduduk Indonesia yang merupakan penduduk terbesar di Kawasan Asean. Kondisi Indonesia terhadap jumlah penduduk dengan anggaran kesehatan di lampirkan pada Gambar 1. Gambar 1. Perbandingan Anggaran Kesehatan Perkapita dengan Jumlah Penduduk 2111 2000 1500 1516 1000 629 500 0 241.45 86.24 327 133 204 110 92 103 100 82.68 64.86 23.52 13.36 5.63 4.35 1.01 0.36 Indonesia Filipina Vietnam Thailand Malaysia Kamboja Laos Singapura Timor Brunei Leste Anggaran Kesehatan perkapita (U$$) Jumlah Penduduk (Juta) Ket: Anggaran Kesehatan Perkapita (WHO 2009 ) dan Jumlah Penduduk (2008,2009 2010) Gambar 1 menjelaskan bahwa Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk tertinggi namun memiliki anggaran kesehatan yang tergolong rendah. Berdasarkan kondisi tersebut maka wajar rasanya jika pelayanan kesehatan di Indonesia masih kalah baik dari beberapa Negara di Asean, meskipun besarnya anggaran kesehatan tidak menjamin sistem kesehatan di suatu kawasan menjadi lebih baik termasuk di Negara Indonesia. Proses mengevaluasi program kesehatan/pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan umumnya dapat diihat dengan beberapa cara salah satunya melihat hasil beberapa indikator kesehatan tertentu seperti Jumlah kematian balita (usia dibawah 5 tahun) selama setahun terakhir, Jumlah kematian ibu pada masa kehamilan, persalinan atau nifas (40 hari setelah persalinan) selama setahun terakhir serta jumlah penderita gizi buruk di suatu kawasan. Derajat kesehatan dalam suatu negara umunnya dapat dilihat dari indicator-indikator utama kesehatan salah satunya indicator jumlah kematian (mortalitas) balita dan kematian ibu pada masa kehamilan, persalinan atau nifas. Apabila angka mortalitas tinggi di kawasan tertentu maka kondisi tersebut dapat mengambarkan tingkat kesehatan masyarakat disana tergolong rendah. Persebaran angka mortalitas ibu dan balita setiap provinsi ditampilkan dengan jelas pada Gambar 2. 1

Aceh Bali Banten Bengkulu Yogyakarta Jakarta Gorontalo Jambi Jabar Jateng Jatim Kalbar Kalsel Kalteng Kaltim Kep Babel Kep Riau Lampung Maluku Malut NTB NTT Papua Papua Barat Riau Sulbar Sulsel Sulteng Sultra Sulut Sumbar Sumsel Sumut Gambar 2. Perbandingan Jumlah Kematian Balita dengan Ibu pada Masa Kehamilan dan Nifas 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Jumlah kematian balita Jumlah kematian ibu Provinsi di Kawasan Jawa yaitu Provinsi Jawa barat, Jawa tengah serta Jawa timur merupakan 3 provinsi yang memiliki jumlah kematian balita serta jumlah kematian ibu tertinggi pada tahun 2011, dimana Jawa barat merupakan provinsi tertinggi dengan jumlah balita meninggal (7271 orang) dan jumlah Ibu meninggal (1394 orang). Hasil data tersebut tidak mengherankan karena tingkat mortalitas yang tinggi di Kawasan Jawa didukung dengan jumlah penduduk yang sangat besar, namun berbeda halnya dengan kondisi yang terjadi di Provinsi Papua dimana dengan jumlah penduduk relative kecil tetapi memiliki jumlah mortalitas bayi dan ibu yang sangat besar sehingga kemungkinan ada terjadi permasalahan kesehatan di daerah tersebut cukup tinggi. Beberapa indikator-indikator lain yang mempengaruhi peningkatan angka kematian ibu dan balita di suatu wilayah di antaranya adalah: a. Lembaga serta Sektor Pendukung Sarana Kesehatan Lembaga kesehatan seperti polides, puskesmas, rumah sakit bersalin dan poskesda serta faktor pendukung lembaga kesehatan lainnya seperti dokter merupakan indikator-indikator kesehatan yang mempengaruhi tingkat mortalitas pada balita dan ibu pada masa kehamilan, persalinan atau nifas. Gambar 3 mengambarkan proporsi masing-masing lembaga serta faktor pendukung lembaga kesehatan nasional tahun 2011. 2

Jakarta Yogyakarta Bali Sumbar Sumut Jatim Jateng Sulut Kep Riau Aceh Kaltim Bengkulu Riau Kep Babel Sumsel Lampung Kalsel Jambi Jabar Banten NTB Sulsel Papua Barat Kalteng Kalbar Sulteng Papua Maluku NTT Gorontalo Sultra Malut Sulbar Gambar 3. Jumlah Lembaga Pendukung Kesehatan Nasional dan Jumlah Dokter 50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 45291 jumlah dokter 14408 Jumlah Polindes (Pondok Bersalin Desa) 9212 Jumlah Puskesmas 5245 Jumlah Rumah Sakit Bersalin atau Rumah Bersalin 28672 Jumlah Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) Selain lembaga-lembaga pendukung kesehatan nasional seperti puskesmas dan rumah sakit, indikator persentase pertolongan pertama kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih juga ikut mempengaruhi tingkat kematian balita serta ibu masa persalinan. Gambar 4 menjelaskan proporsi persentasi untuk pertolongan pertama kelahiran dengan tenaga kesehatan terlatih. Gambar 4. Persentase Pertolongan Pertama oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Setiap Provinsi 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Proporsi Pertolongan Pertama Kelahiran yang Ditolong oleh Tenaga Kesehatan Terlatih (Persen) Provinsi Jakarta, Yogyakarta serta Bali merupakan 3 provinsi yang memiliki persentase lebih besar dari 90% untuk pertolongan pertama kelahiran oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Kondisi ini mengambarkan tingkat kepercayaan masyarakat mengunakan tenaga kesehatan terlatih seperti dokter, bidan dan sebagainya sangat tinggi. Persentase terendah untuk persentase pertolonagn pertama kelahiran dengan tenaga kesehatan terlatih adalah provinsi Sulawesi Barat sebesar 24.65 %. 3

b. Persentase Program Imunisasi Balita Gambar 5. Persentase Program Imunisa Campak, DPT, Hepatitis B dan Polio Yogyakarta Bali Jateng NTB Sulut Jakarta Lampung Bengkulu Kaltim Jatim Gorontalo NTT Jabar Sultra Kep Riau Sumsel Sulsel Kep Babel Riau Sulteng Kalteng Jambi Kalsel Papua Barat Aceh Sumbar Malut Kalbar Banten Sumut Sulbar Maluku Papua 0 50 100 150 200 250 300 350 400 Campak DPT HEPATITIS B POLIO Provinsi Yogyakarta merupakan provinsi yang tertinggi terhadap kombinasi program imunitasi balita sedangkan provinsi papua merupakan persentase terendah terhadap program imunisasi balita. 4

2. Proporsi Jumlah Gizi Buruk Masalah Gizi buruk merupakan salah satu indicator utama kesehatan. Proporsi jumlah penduduk Indonesia berdasarakan jumlah penderita gizi buruk pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 6. Proporsi Jumlah Kasus Gizi Buruk di Setiap wilayah di Indonesia 89462 4317 36258 111370 48178 85244 Sumatera Jawa Bali Nusra Kawasan Jawa merupakan wilayah yang paling banyak ditemukan kasus gizi buruk (85244 kasus) sedangkan Kawasan Sulawesi memiliki kasus gizi buruk terkecil (4317 kasus). Kawasan Papua yang memiliki jumlah penduuduk yang kecil namun memiliki proporsi kasus gizi buruk besar. Kondisi yang terjadi di Papua menggambarkan terjadiny permasalahan kesehatan yang serius di wilayah tersebut. a. Analisis Korelasi Indikator Jumlah Gizi Buruk dengan Indikator lain Indikator kesehatan salah satunya jumlah kasus gizi buruk sangat memungkinkan berhubungan dengan indikator dalam bidang lain seperti indicator dalam bidang kemiskinan seperti jumlah penduduk miskin serta indicator bidang lainnya yaitu indek pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan suatu nilai yang menggambarkan tingkat ekonomi, pendidikan (angka melek huruf) dan sebagainya sehingga memungkinnkan ada hubungan dengan indikator gizi buruk. Indicator-indikator yang diduga berhubungan dengan jumlah kasus gizi buruk dapat ditentukan dengan analisis korelasi. Hasil dari analisis korelasi ditampilkan pada Tabel 1. Table 1. Korelasi Gizi Buruk, Jumlah Penduduk Miskin dan IPM Jumlah Gizi Buruk Jumlah Pendududk miskin IPM Jumlah Gizi Buruk 1 Jumlah Penduduk miskin 0.647 0.000 1 IPM -0.280 0.114-0.019 0.914 1 5

Berdasarkan hasil dari analisis korelasi menghasilkan 3 hubungan yaitu; Hubungan antara jumlah kasus gizi buruk dengan jumlah penduduk miskin memiliki nilai korelasi sebesar 0.0647 dengan p value 0.000. Nilai tersebut mengambarkan hubungan korelasi positive sehingga semakin meningkat jumlah penduduk miskin meningkatkan kasus gizi buruk Hubungan antara jumlah kasus gizi buruk dengan indeks pembangunan manusia (IPM) memiliki korelasi sebesar -0.280 dengan p value 0.114. Nilai tersebut menggambarkan hubungan kedua indikator memiliki korelasi negative sehingga peningkatan nilai IPM mengakibatkan jumlah kasus gizi buruk menurun namun hasil tersebut tidak berbeda pada taraf nyata 5 % (0.114 > 0.05). Hubungan antara jumlah penduduk miskin dengan IPM memiliki nilai korelasi sebesar -0.019 dengan p value 0.914. Nilai tersebut menggambarkan hubungan kedua indikator memiliki korelasi negative sehingga peningkatan nilai IPM akan menurunkan jumlah penduduk miskin namun hasil tersebut tidak berbeda pada taraf nyata 5% (0.914 > 0.05). b. Hubungan Jumlah Gizi Buruk dengan Jumlah Penduduk Miskin Berdasarkan hasil dari analisis korelasi terdapat satu hubungan kasus gizi buruk yang significant dengan jumlah penduduk miskin yang bersifat positif. atau memiliki hubungan yang berbanding lurus. Hal ini dapat dilihat dari hasil grafik scatter plot yang tertera pada Gambar 6. Gambar 7. Scatter Plot Jumlah Gizi Buruk dengan Jumlah Penduduk Miskin Gambar 6 mengambarkan bahwa plot masing-masing provinsi membentuk mengikuti garis linear. Sebagian besar provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin yang tinggi memiliki memiliki jumlah kasus gizi buruk yang tinggi pula karena berbanding lurus namun kondisi tersebut tidak terjadi pada provinsi NTT. Provinsi NTT meskipun memiliki jumlah penduduk miskin lebih rendah dari provinsi di Kawasan Jawa tetapi memiliki kasus gizi buruk tertinggi (26123 kasus). Kondisi ini mengambarkan bahwa telah terjadi permasalah kesehatan yang serius di NTT. 6

9 7