BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak yang terlahir sempurna merupakan dambaan setiap orangtua yang

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu suatu periode dimana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia. Melalui alat inderalah manusia dapat memperoleh pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, jumlah anak-anak yang berkebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR BAGAN.ix. DAFTAR TABEL...x. DAFTAR LAMPIRAN.xi BAB I PENDAHULUAN...

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu proses atau kegiatan yang sukar dihindari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan generasi penerus yang diharapkan dalam suatu kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia tersebut salah satunya adalah kematangan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. dilalui seorang individu sepanjang rentang kehidupannya. Keunikan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

I. PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus, anak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan khusus dapat dialami oleh setiap individu. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, sekitar 4% dari anak usia 15-19 tahun mengalami kelainan dalam penglihatan, pendengaran, berjalan, berkonsentrasi dan memahami orang lain serta perawatan diri. Sensus 2010 menemukan bahwa sekitar 2% dari anak usia 0-14 tahun memiliki disabilitas. Dua persen dari semua anak usia 0-18 di Indonesia berjumlah sekitar 1,5 juta anak, ini berarti 4% dari jumlah semua anak akan meningkatkan jumlah total sebesar 3 juta anak-anak dan remaja yang hidup dengan disabilitas (UNICEF, 2013). Pada tahun 2013, menurut BKKBN anak berkebutuhan khusus (ABK) diperkirakan berjumlah 4,2 juta jiwa di Indonesia. Kelahiran dan perkembangan ABK ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kelainan gen dan pengaruh peristiwa-peristiwa traumatis yang menyebakan terhambatnya pertumbuhan biologis (Suharmini, 2009). 1

2 Dari data di atas tersebut patut disadari dalam kehidupan tidak semua orang dilahirkan dengan sempurna. Tidak ada keluarga yang tidak menginginkan kehadiran seorang anak terutama seorang anak yang normal. Namun pada kenyataan orang tua harus menerima bila kehadiran anak yang mereka tunggu adalah anak yang spesial. Anak yang spesial ini sering disebut dengan anak luar biasa, atau sekarang lebih dikenal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) (Delphie, 2006). Disabilitas bukan hanya masalah kesehatan, namun sebuah fenomena kompleks yang mencerminkan ciri individu dan bagaimana individu bertumbuh dan berinteraksi dengan lingkungan dimana ia tinggal (WHO, 2013). Anak berkebutuhan khusus yang juga adalah penyandang disabilitas dapat diklasifikasikan menjadi tunanetra, tunawicara, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, tunaganda serta anak berbakat (Suharmini, 2009). Dari klasifikasi ABK, anak dengan tunagrahita merupakan anak dengan disabilitas mental. Tunagrahita adalah istilah untuk menyebut anak yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata, ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan keterbatasan dalam interaksi sosial (Somantri, 2006). Ada beberapa

3 istilah yang disebutkan oleh Somantri (2006) untuk menyebut anak tunagrahita, yaitu mental illness, mental defiency, mental retardation, mental defective, mental retarded, mentally handicapped, mental subnormality, feeblemindedness, oligopheria, amentia, gangguan intelektual dan terbelakang mental. Santrock (2000), menyatakan tunagrahita (retardasi mental) adalah keadaan kemampuan mental yang terbatas, anak tunagrahita memiliki IQ di bawah 70 dan kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kesehariannya. Menurut American Psyciatric Association dalam Nevid, Rathus dan Greene (2003), retardasi mental yaitu keterlambatan dalam rentang yang luas mencakup perkembangan fungsi kognitif dan sosial. Keluarga yang memiliki ABK akan memiliki kesulitan untuk menerima anak tersebut karena kecewa anak yang dilahirkan tidak memenuhi harapan keluarga. Akan terjadi krisis penerimaan dalam keluarga karena keluarga cenderung menolak kehadiran anak tersebut. Krisis yang dialami ditanggapi dengan bervariasi pada setiap anggota keluarga. Memiliki anak berkebutuhan khusus ini sangat berdampak pada keluarga itu sendiri (Ghoniyah & Savira, 2015).

4 Orang tua akan mengalami shock, guncangan batin dan tidak mempercayai kenyataan yang terjadi pada anaknya saat pertama kali mengetahui anak mereka mengalami keterbelakangan mental (Mangunsong, 2009). Bagi keluarga memiliki anak dengan keterbelakangan mental dapat menjadi beban karena pandangan yang kurang pantas sehingga sering kali ABK diperlakukan dengan tidak sepantasnya dan cenderung diperlakukan dengan kejam (Mangunsong, 2009). Dalam keluarga yang akan paling merasakan stress memiliki anak keterbelakangan mental adalah ibu, karena ibu adalah orang yang akan paling dekat dengan anaknya. Ibu juga adalah orang yang melahirkan dan orang yang memiliki frekuensi waktu yang lebih banyak dengan anaknya ketimbang ayahnya (Ghoniyah & Savira, 2015). Tidak jarang ibu merasa malu dengan keadaan anaknya yang memiliki keterbelakangan mental. Perasaan malu, kecewa dan putus asa ini mempengaruhi kehidupan orang tua sendiri. Namun, tidak hanya perasaan tersebut saja, orang tua terutama ibu akan mengusahakan cara yang terbaik untuk anaknya (Wijayanti, 2015). Dukungan dan penerimaan orang tua akan mempengaruhi perkembangan anaknya. Orang tua yang

5 tidak menerima anaknya yang memiliki keadaan berbeda akan terlihat oleh anak, sehingga anak akan berkembang dengan penolakan dari orang tua. Salah satu faktor yang akan menentukan penerimaan anak ABK adalah orang tuanya terutama ibu yaitu mengenai kesejahteraan psikologis ibu. Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang baik dalam penerimaaan kelebihan maupun kekurangan dirinya, memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, mandiri, mampu menguasai lingkungan, memiliki tujuan hidup dan dapat bertumbuh dalam pribadi (Ryff, 1989). Terdapat 6 dimensi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) menurut Ryff (1989), yaitu penerimaan diri (self-acceptance), relasi yang baik dengan orang lain (positive relations with others), kemampuan menentukan tindakan sendiri (autonomy), kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi diri (environmental mastery), tujuan dalam hidup (purpose in life) dan pertumbuhan diri (personal growth). Kesejahteraan psikologis yang baik memenuhi semua dimensi di atas. Orang tua yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik akan menerima anaknya, sehingga itu menjadi

6 positif bagi perkembangan anak tersebut. Perasaan menerima keadaaan anak ini dapat muncul dan berkembang ketika seseorang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik, dimana penerimaan itu merupakan salah satu dimensi dari kesejahteraan psikologis (Ryff, 1989). Dalam sebuah penelitian mengatakan kesejahteraan psikologis ibu dengan anak-anak retardasi mental, khususnya ibu yang memiliki anak down syndrome memiliki kesejahteraan psikologis yang baik dibanding dengan ibu yang memiliki anak retardasi mental lainnya. Dikatakan demikian, karena ibu yang memiliki anak down syndrome memiliki stres yang lebih rendah dan mendapat dukungan sosial yang banyak. Ibu dengan anak down syndrome juga memiliki lebih optimis terhadap masa depan anaknya (Abbeduto, Seltzer & Shattuck, 2004). Studi pendahuluan dilakukan peneliti dengan mewawancarai salah seorang ibu yang memiliki anak tunagrahita di Kota Salatiga. Ibu ini berinisial E dan memiliki anak down syndrome berumur 11 tahun. Masalah kesejahteraan psikologis yang menonjol dari ibu E adalah dimensi relasi yang baik dengan orang lain. Masalah tersebut kerap kali ibu alami bila berada dalam suatu

7 lingkungan yang baru. Ibu E mengatakan anaknya dilihat dengan tatapan aneh oleh orang di sekitarnya, sehingga ibu E harus membiasakan diri dengan hal tersebut tiap kali berjalan bersama anaknya. Ibu E dapat membangun relasi yang baik dengan orang lain yang melihat anaknya seperti itu dengan terlebih dahulu menjelaskan keadaan anaknya. Dengan demikian relasi tersebut terjalin secara perlahanlahan. Melihat pentingnya kesejahteraan psikologis ibu yang memiliki anak tunagrahita dari latar belakang yang dijelaskan sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran kesejahteraan psikologis ibu yang memiliki anak tunagrahita. 1.2. Fokus Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran kesejahteraan psikologis ibu yang memiliki anak tunagrahita?

8 1.3. Signifikansi dan Keunikan Penelitian Penelitian ini memperlihatkan gambaran kesejahteraan psikologis ibu yang memiliki anak tunagrahita. 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kesejahteraan psikologis ibu yang memiliki anak tunagrahita. 1.4.2. Tujuan Khusus Penelitian ini memiliki tujuan khusus, antara lain adalah: 1. Mendeskripsikan penerimaan diri ibu yang memiliki anak tunagrahita. 2. Mendeskripsikan relasi ibu yang memiliki anak tunagrahita dengan orang lain. 3. Mendeskripsikan otonomi atau kemandirian ibu yang memiliki anak tunagrahita. 4. Mendeskripsikan penguasaan lingkungan ibu yang memiliki anak tunagrahita. 5. Mendeskripsikan tujuan hidup ibu yang memiliki anak tunagrahita.

9 6. Mendeskripsikan pertumbuhan diri ibu yang memiliki anak tunagrahita. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai informasi tentang kesejahteraan psikologis sehingga dapat memberikan wawasan yang lebih baik lagi untuk keperawatan keluarga maupun komunitas dalam peningkatan derajat kesehatan. 1.5.2. Manfaat Praktis 1.5.2.1. Bagi Perawat Sebagai tambahan informasi untuk perawat terutama bagi perawat keluarga maupun komunitas agar dapat mengambil peran dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu. 1.5.2.2. Bagi Peneliti Sebagai tambahan informasi dan wawasan bagi peneliti dalam berhadapan dengan keluarga-keluarga yang memiliki anak tunagrahita ataupun anak berkebutuhan khusus lainnya.