PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS PERTANIAN: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

KEBIJAKAN PENGELOLAAN ALSINTAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah negara pengekspor beras. Masalah ketahanan pangan akan lebih ditentukan

KEMENTERIAN PERTANIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

REVITALISASI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

7. Pencapaian Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROSPEK TANAMAN PANGAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis : Rangkuman Kebutuhan Investasi AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTANIAN.

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN KABUPATEN PACITAN

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI DAN PROGRAM PRIORITAS PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN PASER BIDANG INDUSTRI TANAMAN PANGAN TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

Inovasi Pertanian 2015

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA. dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Kebijakan dan program

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/KU.340/2/2011 TENTANG

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN Dukungan mekanisasi pertanian harus menjadi agenda pembangunan pertanian jika dikaitkan dengan program revitalisasi pertanian, yang mengisyaratkan tiga pilar utama yaitu ketahanan pangan, pengembangan agribisnis, dan kesejahteraan rakyat. Sektor pertanian selalu dikaitkan dengan ketiga hal tersebut, karena merupakan sumber mata pencaharian yang sangat dominan bagi lebih dari 65% penduduknya. Dari sumber penelitian yang dihasilkan dapat dilihat bahwa pada tahun 1999 lebih dari 65% penduduk pedesaan yang hidup dari sektor pertanian, menguasai lahan kurang dari 0,5 ha/keluarga dan berpenghasilan antara Rp. 1.630.000 sampai Rp. 1.679.000/tahun. Petani yang menguasai lahan antara 0,5 ha sampai 1,0 ha, memiliki penghasilan Rp. 2.650.000 sampai dengan Rp. 3.423.000/tahun. Sedangkan penduduk desa yang tidak bekerja di sektor pertanian justru mempunyai penghasilan lebih besar yaitu antara Rp. 3.138.000 sampai dengan Rp. 7.301.200/tahun. Selain itu, penduduk perkotaan yang memiliki pendapatan terendah, telah melampaui pendapatan penduduk yang bekerja di sektor pertanian yang memiliki lahan > 1 ha yaitu Rp. 4.650.000/tahun. Secara nasional penduduk perkotaan mempunyai pendapatan lebih besar dari Rp. 4.600.000/tahun sampai dengan Rp. 9.264.500/tahun. Dengan demikian, makin jelas terlihat bahwa sektor pertanian belum mampu memberikan pendapatan yang lebih baik meskipun pembangunan pertanian telah dijadikan fokus utama pembangunan ekonomi pada masa lalu. Karena itu, revitalisasi pertanian menjadi jawaban untuk melakukan pembaharuan yang lebih terarah dan terfokus. Revitalisasi pertanian tidak akan berjalan bila hanya dikerjakan sendiri oleh sektor pertanian tanpa melibatkan sektor lain seperti infrastruktur, perdagangan, industri dan manufaktur. Pembangunan pertanian perlu dibangun dengan skenario yang bulat sebagai fokus pembangunan ekonomi.

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : Meskipun daya tarik sektor industri makin besar sehingga tenaga kerja di sektor pertanian dirasakan berkurang di beberapa pusat-pusat produksi yang berdekatan dengan kota besar, namun tampaknya kecepatan arus tenaga kerja ke industri dan jasa, belum sepenuhnya mampu menurunkan prosentase keterlibatan tenaga kerja secara cepat, sementara ini prosentase tenaga kerja pertanian pada sektor ekonomi masih di atas 45%. Faktor-faktor exogenous tersebut masih diperkuat lagi dengan makin berkurangnya daya dukung sumber daya lahan. Sampai dengan tahun 1998 kurang lebih 10 juta ha lahan telah dieksplorasi untuk peningkatan produksi beras setiap tahun. Namun data yang ada masih harus dikoreksi dengan makin meluasnya konversi lahan sawah produktif menjadi lahan industri khususnya di Jawa, yang tidak bisa lagi untuk memproduksi beras dan pangan lainnya. Sementara itu selama kurun waktu 10 tahun (1983-1993), lahan pertanian di Indonesia telah berkurang sejumlah 1,3 juta hektar dan 1 juta diantaranya adalah di Jawa dan Bali. Tambahan lagi bencana El-Nino yang membawa dampak kekeringan, harus dipahami sebagai faktor eksternal yang tidak bisa dicegah, namun perlu diwaspadai dan dipakai sebagai indikator untuk melakukan suatu tindakan antisipatif. Mekanisasi Pertanian sebagai supporting systems mempunyai peran penting untuk ikut mendukung revitalisasi pertanian dalam arti yang luas, antara lain memberikan citra pertanian Indonesia yang kuat dan maju, mampu menjadi harapan sebagian besar masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini sekaligus menyediakan pangan yang cukup bagi seluruh masyarakat dan menghasilkan devisa bagi tumbuhnya perekonomian negara dengan teknologi yang dibutuhkan. Karena itu revitalisasi pertanian tidak dapat dipisahkan dari pembangunan infrastruktur, kelembagaan, sumber daya manusia, pengembangan investasi dan permodalan serta teknologi termasuk mekanisasi pertanian. 2

A. Ketersediaan Tenaga Kerja II. KONDISI PADA SAAT INI Dari aspek sumber daya manusia, statistik menunjukkan bahwa tenaga kerja manusia untuk sektor pertanian dalam kurun waktu 1992-1997 telah mengalami penurunan dari 41 juta menjadi 34,5 juta orang. Penurunan lebih kurang 10% atau sekitar 2% per tahun merupakan suatu gambaran bahwa pekerjaan pertanian bukan pekerjaan yang menarik dan menjadi gantungan untuk dukungan hidup utama. Untuk sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, dalam waktu 6 tahun tersebut berkurang 1,3 juta tenaga kerja per tahun. Semakin menurunnya jumlah SDM yang terlibat justru semakin menunjukkan peningkatan produktivitas tenaga kerja, namun belum tentu dimbangi dengan peningkatan pendapatan petani. Perkembangan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dalam beberapa tahun terakhir 2001-2006 (Tabel 1), menunjukkan adanya pertumbuhan rata-rata sebesar 1,29% per tahun. Hal ini diperkirakan terjadi perubahan peralihan tenaga kerja kembali ke sektor pertanian karena belum pulihnya sektor industri dan jasa pada masa terjadinya krisis moneter. Tabel 1. Distribusi persentase tenaga kerja di sektor pertanian, industri dan jasa (dalam ribuan orang) SEKTOR 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Pertanian - orang 39.744 40.634 42.001 40.608 41.814 42.323 - % 62.17 63.58 66.08 63.99 65.29 65.64 Industri - orang 12.086 12.110 10.927 11.070 11.652 11.578 - % 8.91 18.95 17.19 17.44 18.19 17.96 Jasa Lainnya - orang 12.094 11.170 10.631 11.779 10.577 10.572 - % 8.92 17.48 16.73 18.56 16.52 16.40 Sumber : BPS 2001-2006 3

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : B. Mekanisasi Tanaman Pangan 1. Pemanfaatan air irigasi dan pengolahan lahan Efisiensi irigasi masih belum optimal, karena hanya mencapai sekitar 65%, hal ini disebabkan karena sistem jaringan, cara penggunaan dan juga sistem pengelolaan yang belum memadai. Rehabilitasi jaringan irigasi, pemeliharan dan pembangunan kelembagaan irigasi merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung revitalisasi pertanian. Sistem pompanisasi air tanah untuk irigasi memberikan manfaat terhadap peningkatan produksi dan intensitas tanam. Munculnya taxi pompa di daerah sumber air tanah di Madiun dan beberapa wilayah di Jawa Timur untuk komoditas non padi memberikan indikasi yang kuat bahwa kelembagaan pelayanan menjadi kebutuhan mendesak, disamping kemudahan dan kecepatan pelayanan air ke pengguna. Untuk komoditas padi secara teknis dimungkinkan, namun secara ekonomis dan sosial harus dilakukan secara hati-hati agar dapat memberikan keuntungan finansial secara keseluruhan. Demikian pula traktor yang dikelola UPJA, dengan investasi yang begitu besar (12-17 juta rupiah/unit), hampir mustahil jika harus memberikan keuntungan dan mengembangkan usahanya pada lahan irigasi jika ongkos pengolahan tanah kurang dari Rp.400,000/ha atau dengan luas garapan kurang dari 25 ha/musim. Pelaksanaan UPJA ini ternyata belum sepenuhnya berhasil karena masalah inefisiensi dalam manajemen. Disamping hal tersebut, rendahnya daya beli petani dan sulitnya akses perbankan untuk mendapatkan kredit alsintan masih menjadi kendala. Penggunaan traktor di lahan sawah 4

Teknologi budidaya padi, jagung dan kedele tidak hanya memerlukan traktor, pompa dan thresher, tetapi juga penyiang, sprayer, dan alsintan budidaya lainnya. Pada saat sekarang teknologi mekanisasi untuk pembibitan, penanaman (transplanter), penyiangan (power weeder) dan pemanen (reaper) penggunaannya masih terbatas, namun pada masa mendatang jika infrastruktur terbangun, kapasitas adopsi dan kelembagaan sudah mulai berubah seiring dengan semakin langkanya tenaga kerja di subsektor tanaman pangan, teknologi tersebut akan berkembang dengan baik. 2. Optimasi dan efisiensi mekanisasi panen dan pasca panen Sumber pertumbuhan lain yang dapat digali adalah menekan susut panen dan pasca panen yang belum optimal dilaksanakan. Indikasi ini menunjukkan betapa penanganan pasca panen masih tertinggal jauh. Sangat terasa kurang diperhatikan adalah besarnya kehilangan pada saat panen sampai dengan penggilingan dan penyimpanan. Berbagai studi menyebutkan bahwa susut pasca panen padi di Indonesia berkisar antara 11-21%, sedangkan untuk jagung dan kedelai sekitar 15-23% Dengan angka-angka tersebut potensi produksi padi yang dapat diamankan melalui panen dan pasca panen akan semakin besar. Jika diambil angka 1% dari penyusutan rendemen saja untuk produksi padi tahun 2005 (54,75 juta ton), akan dapat diamankan setiap tahun s ejumlah 547.500 ton gabah (GKP) atau sekitar 344.900 ton beras per tahun. Tiap pengamanan 1% akan mempunyai nilai Rp.12,8 miliar rupiah per tahun. Suatu penghematan yang sangat besar secara kuantitatif untuk mengurangi impor. Perkembangan jasa penggilingan padi makin meluas, industri mesin penggilingan padi makin maju, namun demikian kualitas beras yang dihasilkan tidak seiring dengan kemajuan teknologi. Dari hasil studi diketahui bahwa kondisi yang mengkhawatirkan adalah rendemen giling yang semakin menurun dari tahun ke tahun; dari 70% pada tahun 1970-an menjadi hanya 65% pada tahun 1985, kemudian 63,2% 5

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : pada tahun 1999, dan pada tahun 2000 paling tinggi hanya 62%. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian pada studi penggilingan beras tahun 2004 bahkan memperkirakan di bawah 60% saja. Data statistik memberikan kecenderungan kuat bahwa mekanisasi pertanian semakin diperlukan terutama pada kegiatan usaha tani pengolahan tanah, panen dan pasca panen. Jumlah mesin pertanian pada ketiga kegiatan usahatani tersebut (terutama tanaman pangan) cenderung meningkat dari tahun ke tahun, seperti ditunjukkan pada grafik dalam Gambar 1. 2,000,000 1,800,000 Jumlah Alsin 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 Traktor Rd 2 Traktor Rd 4 Thresher Penggilingan Padi RMU Sprayer Pompa Air - 1997 1998 2000 2001 2002 Tahun Gambar 1. Perkembangan jumlah alsintan di Indonesia (1997-2002) Peluang peningkatan mekanisasi pertanian masih terbuka pada beberapa kegiatan usahatani, antara lain: pada pengolahan tanah untuk lahan kering, rawa, pasang surut dan lebak; tanam; pemeliharaan tanaman; irigasi pompa; panen; perontokan; penanganan pascapanen (pengeringan dan penggilingan). Tabel 2 memberikan indikasi bahwa penggunaan mekanisasi pertanian masih sangat rendah. Kontribusi mekanisasi pertanian untuk mendukung pembangunan pertanian tidak dapat dilihat hanya dari satu sisi saja, karena pasar tenaga kerja dan preferensi petani menjadi faktor utama dalam mengisi peluang 6

tersebut. Status penggunaan alat dan mesin pertanian dalam beberapa spektrum usahatani memperlihatkan masih didominasi cara-cara tradisional. Dari beberapa aktivitas usahatani di Indonesia muatan mekanisasi pertanian hanya terlihat pada pengairan, pengolahan lahan, perontokan dan penggilingan. Tabel 2. Status penggunaan alat dan mesin pertanian (padi) dalam beberapa spektrum kegiatan usahatani di Indonesia (%) No Aktifitas Tradisional Mekanisasi Keterangan 1. Pengolahan lahan 62 38 Kapasitas traktor roda 2 = 40 ha /unit/th 2. Tanam 00 0 Masih Tradisional menggunakan Tandur jajar, tugal 3. Penyiangan 100 0 Masih tradisional menggunakan landak manual 4. Pengendalian 0 00 Menggunakan hand spayer hama dan penyakit dan power sprayer 5. Pengairan 50 50 Kapasitas Pompa air =30 ha /unit/th 6. Panen 00 0 Masih tradisional menggunakan sabit dan ani-ani 7. Perontokan 79 2 Kapasitas Power thresher = 60 ha/unit/th 8. Pengeringan 85-90 10-15 Kapasitas Dryer = 360 ton/unit/th 9. Penggilingan 0 00 Kapasitas industri penggilingan padi sudah lebih dari 97% pada tahun 1996. Diperkirakan saat sekarang sudah melebihi 100% dibeberapa tempat. Sumber : Diolah berdasarkan data jumlah mesin tahun 2004 dan survey pasca panen berbagai sumber. Salah satu ketimpangan dalam pengembangan mekanisasi pertanian adalah hanya terpusat pada komoditi tanaman pangan, lebih sempit lagi hanya terfokus pada padi sawah. Sangat tidak seimbang lagi adalah mekanisasi hanya terfokus pada traktor dan pompa air, 7

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : perontok (thresher) dan penggilingan padi. Masih sangat terbatas data statistik atau studi yang memperhatikan status mekanisasi perkebunan, tanaman hortikultura, peternakan dalam hal adopsi dan penggunaannya di Indonesia. Pengertian bidang pertanian tidak hanya mencakup tanaman pangan saja, akan tetapi meliputi hortikultura, peternakan, perkebunan dan perikanan. Melalui revitalisasi pertanian kondisi di atas perlu dirombak, sehingga mekanisasi pertanian tidak hanya difokuskan pada pertanian tanaman pangan yang justru kurang memberikan peningkatan pendapatan secara nyata kepada petani. Penggunaan mesin penyiang di lahan sawah Rice Milling Unit (RMU) Penggunaan mesin pemanen padi (Streaper) 8

C. Mekanisasi Perkebunan Keberadaan mekanisasi di subsektor perkebunan berkorelasi dengan terbatasnya data-data mengenai jumlah alat dan mesin pertanian untuk menunjang kegiatan usaha di bidang perkebunan. Informasi yang ada di tingkat petani masih sangat sedikit, baik jenis maupun jumlahnya. Untuk perkebunan rakyat, penggunaan alat dan mesin pertanian masih jauh dari kebutuhan minimal, baik pada pra dan pasca produksinya. Disamping itu, produktivitas dan peningkatan nilai tambah untuk tanaman perkebunan lain seperti: jarak pagar, kelapa, kelapa sawit, cengkeh dan tanaman obat tampaknya makin mendapatkan perhatian mengingat nilai ekonomi dan potensi pengembangannya cukup besar. Produk bahan olahan tanaman obat seperti: temulawak, kunyit, kencur dan purwoceng yang sekarang muncul, juga makin berkembang. Mengingat keterbatasan data tersebut, maka sangat sulit untuk mengetahui perkembangan alat dan mesin pertanian di subsektor perkebunan. Walaupun demikian dari beberapa data yang didapat, subsektor perkebunan mempunyai prospek yang besar untuk pengembangan alat dan mesin pertanian, khususnya alat dan mesin pengolahan hasil. Ini ditunjukkan dengan masih banyaknya bahan dari komoditas perkebunan yang tidak dapat diserap untuk diolah, dibandingkan dengan kapasitas alat mesin yang tersedia seperti terlihat dalam Tabel 3. Jarak pagar (Jatropha curcas) dua tahun terakhir ini mendapat perhatian cukup besar untuk pengembangannya. Hal ini berkaitan dengan kebijakan nasional untuk mendorong pemanfaatan bahan bakar nabati yang sifatnya baru dan terbarukan untuk menggantikan bahan bakar fosil. Khusus untuk jarak pagar, bijinya dapat diolah secara sederhana untuk menghasilkan minyak mentah (CJCO) sebagai bahan bakar substitusi minyak tanah pada tingkat pedesaan. Sampai dengan tahun 2009 diperkirakan luas tanam jarak pagar akan mencapai 183.000 hektar. Sebagai konsekuensinya akan dibutuhkan mesin pengolahan jarak sederhana dalam jumlah yang relatif 9

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : banyak untuk mendukung kebijakan nasional dalam mewujudkan dan menumbuhkan desa energi mandiri. Perkembangan luas tanam kelapa sawit diperkirakan akan tumbuh per tahun 3,1% sampai dengan tahun 2010. Dalam kaitannya dengan subsektor peternakan, pelepah kelapa sawit dan limbah CPO mempunyai potensi untuk diolah menjadi bahan pakan, yang tentunya membutuhkan tersedianya alsintan. Jumlah produk jadi tanaman obat pada tahun 2003 adalah 1.730 juta kemasan, sedangkan produk ekstrak jenisnya sangat beragam dan jumlahnya mencapai ribuan kilogram. Produk olahan yang berbentuk simplisia dan bahan segar juga cukup potensial untuk dikembangkan. Untuk mengolah tanaman obat tersebut agar dicapai nilai tambah yang tinggi, diperlukan masukan teknologi proses dan mesin pengolahannya. Tabel 3. Alsin perkebunan tahun 2003 Alsin Kapasitas Olah Tersedia yang Dapat Bahan yang Jenis Alsin (Unit) Diserap (Ton) Tidak Dapat % Diserap (Ton) Alsin Pengolahan Minyak Kelapa.010 769.933 1.923.712 73 Alsin Pengolahan Arang Batok Kelapa 55 136.681 2.446.456 93 Alsin Pengolah Kelapa (Kopra) 942 663.426 1.356.488 51 Alsin Pengolah Karet Crumb Ruber (SIR) 119 1.552.970 287.871 18 Alsin Pengolah Karet Slab/ Bokar/ SIT 6304 252.160 1.403.518 85 Alsin Pengolahan Karet SIT (RSS) 494 1.236.587 1.074.646 67 Alsin Pengolahan Kelapa Sawit 206 8.114 8.148.985 10 Alsin Pengolah Kakao 39 240.952 285.098 67 Alsin Pengolah Kopi Hummermill 2.428 218.520 353.839 67 Alsin Pengolah Kopi UPH Mini 45 13.500 512.073 97 Alsin Pengolah Kopi UPH Lengkap 672 98.211 476.344 91 Sumber : Ditjen BSP, Deptan (2003) Alsin di subsektor perkebunan akan menjadi andalan yang perlu diperhatikan terutama untuk industri yang memproduksi bahan olahan yang standar karena potensi penghematan devisanya sangat nyata. 10

D. Mekanisasi Peternakan Kebutuhan alat dan mesin peternakan juga cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4, dimana banyaknya kebutuhan alat dan mesin ruminansia besar dan unggas. Tabel 4. Jumlah dan kebutuhan alat dan mesin peternakan, tahun 2003 No. Jenis Alat dan Mesin Keadaan (unit) Kebutuhan (unit) 1. Inseminasi Buatan : a. Container (10-20 liter) 817.966 b. Container (2-10 liter).088 2.959 c. Mikroskop 4 07 2. Alat dan Mesin Ternak Unggas a. Giling Pakan 308 8.444 b. Pencampur Pakan 90 8.450 c. Mesin Tetas <1000 butir/unit 9.990 29.758 d. Mesin Tetas >1000 butir/unit 94 38 e. Mesin Pembersih Bulu Unggas 110 - f. Kulkas 62 0.768 g. Pemanas 987 32.782 h. Pelet 43 02 3. Alat dan Mesin Ternak Potong a. Mesin Pencacah Rumput 265 6.598 b. Mesin Pengepres Rumput 27 6.564 c. Timbangan kpst 500-1000 kg 141 6.588 Sumber : Database dan Informasi Alsin Peternakan, Ditjen BSP, 2003 1. Alsin ruminansia besar Inseminasi buatan merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan populasi ternak di Indonesia, hampir mustahil kita memenuhi kebutuhan akan produk komoditi peternakan dengan hanya mengandalkan reproduksi secara alami. Container semen merupakan peralatan yang paling dibutuhkan dalam program inseminasi buatan, dimana hanya dalam container ini semen dapat disimpan dalam jangka waktu yang panjang, dan dapat digunakan sewaktu-waktu. Container 11

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : secara umum dalam penggunaannya terbagi menjadi container Depo (biasanya kapasitas 60 lt, 40 lt, sampai 35 lt), container sub depo (di bawah 35 lt) dan container lapang (kapasitas 2 lt). Setiap container dapat berisi ratusan sampai ribuan straw (kemasan semen), dengan ukuran panjang 11,3 cm dan diameter bervariasi dari 1,7 mm sampai 2 mm tergantung kebutuhan. Berbeda dengan sistim peternakan di negara lain, maka container lapang (kapasitas 2 lt) saat ini sangat dibutuhkan untuk meningkatan populasi ternak di Indonesia. Pengganti container dalam ukuran kecil, biasa digunakan termos oleh pengguna yang dapat mempertahankan suhu 60 0 C dalam waktu yang singkat sekitar 2 sampai dengan 3 jam, sebelum semen menjadi rusak, inseminator harus cepat kembali ke depo karena meningkatnya suhu di dalam termos. Guna menekan kerusakan susu ditingkat peternak serta penyebaran penyakit ternak maka di tahun-tahun mendatang diperlukan alat susu dan karkas. 2. Alat dan mesin ternak unggas Kebutuhan alsin ternak unggas pada saat ini terfokus pada usaha untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak yang cenderung terus meningkat harganya, sementara itu ketersediaan komponen pakan di lapang, seperti jagung, dedak, bekatul dan sebagainya cukup besar, sehingga teknologi pembuatan pakan perlu terus dikembangkan. Alat pembuat pelet penting bagi pengembangan populasi unggas disamping alat lainnya, sementara itu peternak pada umumnya masih menggunakan gilingan daging yang diubah fungsinya menjadi alat pembuat pelet. Alsin pembuat pelet yang sangat diperlukan adalah tipe vertikal, yang sampai saat ini masih impor. Alat pencampur pakan merupakan alat kedua yang sangat diperlukan untuk mencampur bahan pakan bentuk tepung, karena alat ini mengambil peranan penting dalam meratakan pencampuran komponen pakan sebagai penentu kualitas pakan. Berbagai akibat dapat terjadi apabila pencampuran tidak merata, seperti keracunan akibat unggas terlalu banyak mengkonsumsi unsur tertentu serta pertumbuhan unggas tidak seperti yang diharapkan. 12

Prioritas berikutnya adalah alat penggiling bahan pakan, diperlukan terutama pada daerah-daerah dimana komponen pakan tidak dijual dalam bentuk tepung. Proses penggilingan diperlukan untuk mempermudah pembuatan pelet dan pencampuran di dalam mixer. Alat penetas telur dibutuhkan untuk pengeraman telur secara buatan di luar cara alamiah. Ketergantungan peternak akan anak ayam masih di suplai secara besar-besaran oleh produsen anak ayam. Alat penetas telur digunakan untuk mengembangkan ayam bukan ras (ayam kampung), dan ini telah berkembang dimana-mana, kapasitas terbaik sebetulnya di atas 1000 butir/unit. Hal ini berkait dengan ambang ekonomis yang tidak terlampaui jika di bawah 1000 butir/unit. E. Mekanisasi Hortikultura Mekanisasi untuk budidaya dan pengolahan tanaman hortikultura khususnya buah dan sayuran sampai sekarang masih belum mendapat perhatian yang cukup. Selama periode 2003-2005 produksi dan ekspor komoditas hortikultura terus meningkat. Namun demikian impor komoditas hortikultura baik segar maupun olahan masih lebih tinggi dari ekspornya. Sementara itu pasar baik lokal maupun internasional mulai menuntut mutu produk buah dan sayur segar dan olahannya dengan harga yang relatip murah. Budidaya buah dan sayuran di Indonesia saat ini pada umumnya masih dilakukan secara tradisional. Irigasi belum diupayakan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Perencanaan kebun, penyiapan lahan, pengendalian hama, pemeliharaan tanaman, panen dan penanganan segar buah dan sayuran, penanganan pasca panen masih dilakukan secara sederhana dengan peralatan seadanya. Dengan cara tersebut daya saing produk hortikultura dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan produk yang berkualitas dan menekan impor. Untuk mendukung pengembangan agribisnis hortikultura agar didapatkan keuntungan usaha yang layak dan mampu bersaing dengan produk impor, diperlukan mekanisasi mulai dari budidaya, pasca panen dan pengolahannya. 13

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : Pada kegiatan budidaya, beberapa alat dan mesin pertanian yang berkembang di tingkat petani adalah traktor tangan untuk pengolahan tanah dan pisau stek/grafting, gunting untuk pruning, bark painting applicator, sprayer baik manual maupun power dan pompa air untuk irigasi mikro. Sedangkan alsintan untuk mendukung kegiatan pasca panen antara lain dalam jumlah, jenis, dan tingkat teknologi yang masih terbatas adalah alsin grader (jeruk, kentang), pengolah puree dan sari buah (juicer, mixer, screener dan pasteurizer), vaccum fryer, alsin pengering, perajang dan penepung (pisang). F. Industri Alat dan Mesin Pertanian Perkembangan mekanisasi pertanian tidak terlepas dari peranan industri alsintan. Oleh karena titik berat pengembangan komoditas di Indonesia adalah padi, maka industri alsintan di Indonesia yang tergolong besar didominasi oleh industri alsintan untuk padi seperti pompa air, traktor tangan, thresher, pengering dan penggilingan padi serta peralatan sederhana seperti sprayer, sabit dan cangkul. Meskipun demikian, banyak industri alsintan dalam negeri yang memproduksi mesin-mesin pertanian di luar padi seperti alsin untuk pengolahan produk perkebunan yang tidak tercatat dalam statistik. Jumlah industri alsintan menengah dan besar 30 buah sedangkan bengkel yang memproduksi alsintan yang tersebar di seluruh Indonesia berjumlah 1063 buah. Sebagian besar dari alat mesin pertanian untuk budidaya padi dan pengolahan beras sudah dibuat di dalam negeri. Data dari Departemen Perindustrian menunjukkan bahwa kapasitas terpasang dari Industri alat dan mesin pertanian cukup besar yaitu 125.000 unit per tahun. Kapasitas ini melebihi kebutuhan alsintan dalam negeri, sehingga sebagian besar dari produsen bekerja di bawah kapasitas terpasang tersebut. Salah satu kendala dalam fabrikasi alsintan dalam negeri adalah mahalnya bahan baku dan komponen utama motor penggerak walaupun volume kandungan komponen lokal sudah mencapai 80%. Selain itu, Indonesia juga mengimpor mesin pertanian terutama dari China karena harganya lebih bersaing. Data dari De- 14

perindag, seperti diperlihatkan pada Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa sejak masa krisis (th 1999 s/d 2002) pertumbuhan ekspor industri mesin pertanian (mesin peralatan pra panen, panen dan pasca panen) cenderung menurun. Sedangkan nilai impor mesin pertanian pada kurun waktu yang sama cenderung meningkat. Sumber : Deperindag, 2003 Jumlah Produksi (Juta) 8 7 6 5 4 3 2-1999 2000 2001 2002 Tahun Gambar 2. Perkembangan ekspor produk mesin pertanian (US $) tahun 999-2002 Mesin Pra Panen T P dan Hort Mesin Pra Panen Kehutanan Mesin Pra Panen Peternakan Mesin Panen T P dan Hort Mesin Panen Peternakan Mesin Pasca P dan Hort Mesin Pasca-P Kehutanan Mesin Pasca-P Perikanan Mesin Pasca-Perikanan Sumber : Deperindag, 2003 Jumlah Produksi (Juta) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5-1999 2000 2001 2002 Tahun Gambar 3. Perkembangan impor produk mesin pertanian ( US $ ) Mesin Pra Panen T P dan Hort Mesin Pra Panen Kehutanan Mesin Pra Panen Peternakan Mesin Panen Tanaman Pangan dan Hortikultura Mesin Panen Peternakan Mesin Pasca-Panen dan Hortikultura Mesin Pasca-Panen Kehutanan Mesin Pasca-Panen Perikanan Mesin Pasca-Panen Perikanan 15

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : III. KEBUTUHAN DAN PROFIL USAHA JASA ALSINTAN A. Kebutuhan Unit dan Investasi Kebutuhan alat dan mesin pertanian sebagai pendukung keberhasilan revitalisasi pertanian diestimasikan per subsektor pertanian sampai dengan tahun 2010. Estimasi ini secara umum didasarkan pada hasil estimasi perkembangan luas lahan dan peningkatan IP dan produktivitas yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Komoditas terkait. Disamping pertimbangan tersebut di atas, estimasi kebutuhan alsintan ini juga menggunakan beberapa asumsi yang meliputi adanya peningkatan intensifikasi penggunaan alat dan mesin pertanian dan harga alsintan. Hasil estimasi kebutuhan unit dan investasi tersaji pada Tabel 5, dan secara rinci tersaji pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 6. Tabel 5. Kebutuhan unit dan investasi alsintan sampai dengan tahun 2010 Komoditas Kebutuhan Unit Kebutuhan investasi dan Jenis alsintan (Unit) (Rp. Juta) Tanaman Pangan Traktor roda 2 686.712 9.343.298 Transplanter 20.356 3.610.668 Alat tanam 9.032 142.041 Weeder 60.178 451.334 Pompa Air 438.337 537.469 Hand Sprayer 2.861.301 286.175 Reaper 20.356 2.407.112 Thresher 361.067 2.874.517 Pemipil 22.660 203.936 Dryer 315.103 50.095.924 Penggiling Padi Kecil 74.833 2.504.658 Rice Milling Unit 85.524 4.130.490 Penggiling Padi Besar 7.517 8.699.533 Hortikultura Traktor roda 2 3.885 61.842 Pompa Air 8.040 14.070 Hand Sprayer 9.411 4.854 Power sprayer 8.870 97.565 Perajang Multiguna (pisang) 975 341 Vacum Frying 4.874 219.350 Grader Jeruk 21.251 318.767 Pemeras Jeruk 8.368 125.514 Jumlah Investasi 86.112.156 16

B. Profil Usaha Analisis profil usaha jasa penyewaan alat dan mesin Pertanian ditujukan untuk menilai kelayakan ekonomis usaha jasa penyewaannya. Parameter indika- Tabel 6. Analisis profil usaha jasa penyewaan alsintan tor kelayakan tersebut No. Nama Alsin BEP 1) B/C IRR adalah Break Even Point (ha/th) Ratio % (BEP), B/C dan IRR. Dari 1 Traktor Tangan, 14,04 1,13 44,91 hasil analisis ini memberi pengertian mini- Bajak singkal 2 Traktor Tangan, Bajak 17,96 1,14 40,81 mum luas cakupan (ha) singkal dan Rotary 3 Transplanter 5,02 1,21 52,23 yang akan memberikan 4 Power weeder 20,89 1,20 68,88 keuntungan pada usaha jasa penyewaan alat 5 Pompa 6,34 1,09 59,19 6 Reaper 52,39 1,25 85,39 dan mesin pertanian. 7 Thresher 3,11 1,17 85,17 Nilai BEP, B/C dan IRR 8 Dryer 28,24 1,29 54,89 tersebut tersaji dalam 9 RMU 03,47 1,32 52,05 Tabel 6, dan secara 10 Pemipil Jagung 15,66 1,14 69,08 rinci tersaji pada Lampiran 7 sampai dengan Lampiran 16. Keterangan : 1) Luas cakupan minimum yang memberikan keuntungan Analisis profil usaha jasa penyewaan alsintan juga dilakukan untuk menilai keuntungan yang mungkin diperoleh per tahun dari pengusahaan penyewaan alsintan. Analisis sensitivitas keuntungan pengusahaan usaha jasa penyewaan alsintan dilakukan untuk dua skenario. Skenario-1 adalah untuk pengusahaan sewa jasa alsintan dimana skala usaha jasa penyewaan alsintan mengelola/mengusahakan setiap jenis alsintan 1 unit. Sedangkan pada skenario-2, skala usaha jasa penyewaan alsintan ditentukan berdasarkan BEP (ha/th) RMU. Berdasarkan BEP RMU, luas cakupan 1 unit RMU adalah 100 ha, dengan demikian untuk skala usaha 100 ha dibutuhkan beberapa unit jenis alsintan yang lain. Tabel 7 dan 8 adalah analisis keuntungan usaha jasa penyewaan alsintan pertahun dari kedua skenario tersebut. 17

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : Tabel 7. Analisis keuntungan usaha jasa penyewaan alsintan untuk skenario-1 Unit yang Unit Investasi Total Biaya Operasi Biaya Sewa Untung Dikelola (Unit) (Rp/th) (Rp/th) (Rp/th) Tr Tangan (8,5 hp) 1 16.000.000 16.000.000 6.734.080 10.000.000 3.265.920 Transplanter 1 30.000.000 30.000.000 6.736.040 13.200.000 6.463.960 Power Weeder 1 7.500.000 7.500.000 2.593.890 3.900.000 1. 306.110 Pompa Air (8,5 hp) 1 6.750.000 6.750.000 5.217.820 6.500.000 1.282.180 Reaper 20.000.000 20.000.000 4.214.443 7.050.000 2.835.567 Thresher (8,5 hp) 1 9.000.000 9.000.000 4.440.323 6.247.500 1.807.177 RMU 00.000.000 100.000.000 31.768.600 63.818.000 32.049.400 Jumlah 189.250.000 189.250.000 49.010.303 Setiap unit alsin menggunakan motor penggerak tersendiri Skala usaha UPJA mengusahakan tiap jenis alsintan 1 unit Tabel 8. Analisis keuntungan usaha jasa penyewaan alsintan untuk skenario-2 Unit yang Unit Investasi Total Biaya Operasi Biaya Sewa Untung Dikelola (Unit) (Rp/th) (Rp/th) (Rp/th) Tr Tangan (8,5 hp) 5 16.000.000 80.000.000 33.670.400 50.000.000 16.329.600 Transplanter 5 30.000.000 150.000.000 33.680.200 66.000.000 32.319.800 Power Weeder 6 7.500.000 45.000.000 15.563.340 23.400.000 7.836.660 Pompa Air (8,5 hp) 5 6.750.000 33.750.000 26.089.100 32.500.000 6.410.900 Reaper 3 20.000.000 60.000.000 12.643.329 21.150.000 8.506.671 Thresher (8,5 hp) 6 9.000.000 54.000.000 26.641.939 37.485.000 10.843.061 RMU 00.000.000 100.000.000 31.768.600 63.818.000 32.049.400 Jumlah 89.250.000 522.750.000 114.296.092 Keterangan: Skala usaha UPJA mengusahakan untuk luasan 100 ha yang merupakan BEP untuk 1 unit RMU 18

IV. TUJUAN DAN SASARAN Pengembangan agribisnis tanaman dan ternak memerlukan dukungan input teknologi mekanisasi untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi dan nilai tambah dari komoditas tersebut. Oleh karena itu pengembangan mekanisasi pertanian ditujukan untuk: (1) mengidentifikasi status mekanisasi pertanian dan posisinya pada pengembangan agribisnis masa kini dan memperkirakan kecenderungan kebutuhan mekanisasi pertanian bagi pengembangan komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan sampai tahun 2010, (2) memperkirakan kebutuhan investasi mekanisasi pertanian yang diperlukan untuk pengembangan komoditas, dan (3) memformulasikan dukungan kebijakan untuk pengembangan mekanisasi pertanian. Sasaran yang akan dicapai adalah menguatnya posisi strategis mekanisasi pertanian, dengan meningkatnya laju adopsi dan penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan agar dicapai peningkatan produksi dan mutu produk dengan efisiensi yang tinggi dan menekan kehilangan hasil. Diharapkan sampai dengan tahun 2010, dapat dicapai tingkat penggunaan mekanisasi pertanian sebagai berikut: A. Mekanisasi Tanaman Pangan Dalam rangka mendukung program peningkatan produksi beras nasional 2 juta ton (6,5%) pada 2007 dan pertumbuhan 5%/tahun pada tahun-tahun berikutnya, maka peran mekanisasi padi sawah ditargetkan terjadi peningkatan penggunaan traktor roda dua, transplanter, weeder, pompa air, hand sprayer, reaper, thresher, dryer, PPK, RMU dan PPB, masing-masing sebesar 100, 20, 10, 30, 100, 10, 60, 70, 20, 40 dan 40% pada tahun 2010. Untuk komoditas jagung dan kedele ditargetkan adanya peningkatan dalam penggunaan traktor, alat tanam, dan alsin pasca panen (Lampiran 1 sampai lampiran 3). 19

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : B. Mekanisasi Tanaman Hortikultura Komoditas hortikultura diprioritaskan pada komoditas jeruk, pisang dan bawang merah. Penggunaan alsintan untuk komoditas jeruk ditargetkan terjadi peningkatan pada alsin penanganan segar, pengolahan terpadu buah jeruk dan pemanfaatan kulit jeruk untuk bahan baku industri aromatik. Untuk pisang ditargetkan terjadi peningkatan penggunaan alsin perajang multiguna, alsin pengering dan vacum frying untuk mendukung industri skala kecil dan menengah pengolahan pisang. Sedangkan untuk bawang merah ditargetkan terjadi peningkatan pada penggunaan alsin traktor roda dua, pompa air dan hand sprayer (Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 6). C. Mekanisasi Tanaman Perkebunan Sektor perkebunan ditargetkan ada peningkatan penggunaan alsintan terutama untuk penanganan pasca panen dan pengolahan hasil untuk komoditas jarak pagar, kelapa sawit, kakao, karet, kelapa, cengkeh dan tanaman obat. Penggunaan alsintan pengolahan biji jarak pagar diarahkan untuk skala usaha kelompok tani guna memproduksi minyak jarak mentah sebagai substitusi bahan bakar rumah tangga. Dengan target luas per tanaman perkebunan jarak pagar rakyat 185.000 ha diperkirakan akan dibutuhkan dukungan alsin pengolahan biji jarak pagar sebanyak 10.000 unit. Untuk tanaman obat terutama rimpang ditargetkan dapat mengolah sebesar 2 miliar kemasan produk jadi, 2.200 ton produk ekstrak, 11.400 ton simplisia dan 131 ribu ton bahan segar. Selain itu ditargetkan juga adanya peningkatan penggunaan alsin untuk pengolahan minyak kelapa sebesar 15%, dan peningkatan penggunaan alsin untuk pengolahan kakao sebesar 10%. D. Mekanisasi Peternakan Sektor peternakan ditargetkan terjadi peningkatan penggunaan alsin container semen beku kapasitas kecil (container lapang), untuk mendukung program inseminasi buatan; Chiller susu dan karkas ayam untuk mendukung program keamanan pangan dan 20

pengendalian penyakit yang disebarkan oleh unggas. Selain itu juga ditargetkan adanya peningkatan penggunaan alsin pembuat pakan (alsin pencampur pakan, pembuat pelet, dan alsin tetas telur) untuk mendukung budidaya ternak unggas. Dalam rangka mendukung percepatan integrasi antara tanaman ternak (Crop Livestock System) maka untuk memenuhi 95% kebutuhan daging nasional ditargetkan terjadi peningkatan penggunaan alsin penyediaan pakan (alsin pencacah jerami dan pencetak roti pakan). 21

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : V. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM A. Kebijakan Pengembangan Mekanisasi Pertanian Pada bab terdahulu telah dijelaskan mengenai posisi, kontribusi, kekuatan dan kelemahan, serta peluang mekanisasi pertanian untuk memberikan dukungan bagi pengembangan komoditas sampai tahun 2010. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa sampai saat ini status mekanisasi pertanian dalam menunjang pengembangan pertanian di Indonesia belum memadai. Guna menciptakan suatu sistem mekanisasi pertanian yang berkelanjutan, maka semua pihak yang terkait dengan mekanisasi pertanian harus memiliki hubungan yang erat dan masing-masing pihak dapat memperoleh manfaat dari keberadaan mekanisasi pertanian tersebut. Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian haruslah merupakan kebijakan yang integral dengan kebijakan pembangunan pertanian menuju ke revitalisasi pertanian. Oleh karena itu, sebagai supporting system posisi mekanisasi pertanian harus kuat dalam menopang modernisasi, dan sekaligus memberdayakan dan memihak kepada petani yang lemah dalam posisi tawar. Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian harus mampu: (a) meningkatkan produktivitas baik pada sumber daya lahan dan tenaga kerja (b) meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, (c) meningkatkan mutu produk dengan nilai tambah tinggi sehingga produk pertanian berdaya memiliki daya saing (d) mendorong bertumbuh-kembangnya industri alat dan mesin dalam negeri secara efisien, dengan kualitas yang dapat diunggulkan, dan dapat dijangkau oleh petani, (e) mendorong kemitraan antara industri besar dan industri kecil alsintan, sehingga terjadi harmonisasi dalam pendalaman industri yang saling menguatkan. B. Strategi Hubungan antar lembaga yang terkait dengan mekanisasi pertanian di Indonesia masih renggang. Contohnya, antara petani dengan pemerintah belum terjadi komunikasi yang cukup baik, sehingga 22

setiap kebijakan pertanian yang diambil pemerintah, termasuk kebijakan dalam bidang mekanisasi pertanian belum mampu menampung aspirasi dan kepentingan petani. Hal yang sama juga terlihat pada hubungan antara petani dengan produsen alsintan sehingga produsen masih belum sepenuhnya dapat menyediakan alsintan yang sesuai dengan kebutuhan petani setempat. Hubungan antara pemerintah dengan pihak swasta juga masih kurang terutama dalam hal riset. Akibatnya perkembangan mekanisasi pertanian Indonesia sangat lambat bila dibandingkan negara lain. Untuk hal tersebut perlu ditempuh strategi dengan tujuan ganda yaitu membangun industri pertanian di pedesaan dengan basis mekanisasi pertanian pada sentra produksi. Pada tahap pertama akan dicapai dengan peningkatan produksi dan produktivitas melalui intensifikasi dan perluasan areal pertanian, dan pada tahap selanjutnya dicapai suatu peningkatan nilai tambah dengan membangun industri pertanian (agroindustri) bagi tumbuhnya diversifikasi pengolahan hasil pertanian baik primer maupun sekunder. C. Program Program pengembangan mekanisasi pertanian perlu dilaksanakan dalam satu sistem yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Program ini melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan pembangunan pertanian, dan bukan merupakan program dari Departemen Pertanian atau sektor pertanian, tetapi merupakan program nasional yang melibatkan sektor ekuin (pertanian, industri, perdagangan, infrastruktur dan keuangan), pendidikan, dan pemerintah daerah. Dari proses evolusi mekanisasi selama lima puluh tahun ini, dan belajar dari pengalaman negara Korea, Thailand dan Vietnam, diperlukan program yang bertujuan untuk (a) membangun kemampuan sistem transfer (riset, rekayasa dan industri), adopsi dan penggunaan mekanisasi pertanian bagi petani, (b) penyediaan sumber daya manusia bagi operasi mekanisasi pertanian melalui pendidikan tinggi, politeknik, dan kejuruan, dan (c) membangun sistem keuangan yang layak bagi berbagai skala usaha tani. 23

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : D. Kelembagaan Mekanisasi Pertanian Hal yang perlu mendapatkan perhatian secara khusus, terutama dari pembelajaran evolusi mekanisasi pertanian dari tahun 1950 sampai pada saat ini adalah masalah lemahnya kelembagaan dalam sistem pengembangan mekanisasi pertanian. Aspek-aspek yang perlu sekali diperhatikan jika mekanisasi pertanian harus disiapkan sebagai mesin penggerak revitalisasi (engine of revitalization), sebagai berikut: 1. Lembaga/asosiasi petani Lembaga petani perlu dibangun dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada petani-petani yang merupakan anggotanya, serta melobi pemerintah dalam hal kepentingan usahatani. Melalui lembaga pertanian ini diharapkan dapat tercipta komunikasi antara pemerintah dengan petani sehingga petani dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingannya dengan lebih baik. Lembaga seperti ini hendaknya dibangun atas inisiatif petani, bukan dari pemerintah. 2. Kebijakan perdagangan alsintan Pengadaan, distribusi dan penggunaan alat dan mesin pertanian dipengaruhi oleh kebijakan perdagangan. Pemerintah perlu menciptakan iklim yang perdagangan yang kondusif dengan menaikkan proteksi terhadap impor alsintan, terutama terhadap negara yang melakukan dumping. Kebijakan proteksi ini selain dapat mendorong perkembangan industri alsintan dalam negeri juga dapat memberikan proteksi terhadap petani sebagai konsumen. Alsintan produksi luar seringkali tidak sesuai untuk digunakan di Indonesia karena kondisi lahan dan ergonomis yang berbeda. Selain itu, pemerintah juga perlu memeratakan distribusi alsintan di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu caranya yaitu dengan tidak memberikan bantuan alsintan hanya pada satu jenis alsintan tertentu atau di daerah tertentu saja. Distribusi alsintan harusnya disesuaikan dengan kebutuhan alsintan di tiap wilayah. 24

3. Penelitian dan pengembangan Penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pihak swasta saja tidak cukup. Pemerintah harus meningkatkan riset dan pengembangan yang dilakukan melalui lembaga pemerintah yang ada seperti BBP Mektan dan LIPI serta membina kerjasama antara lembaga riset pemerintah, swasta, universitas dan asing. Dengan demikian inovasi teknologi dapat lebih ditingkatkan dan menguntungkan semua pihak. Dalam penelitian dan pengembangan yang dilakukan, perlu juga diciptakan penghubung antara peneliti dengan petani. Penghubung ini selain bertugas untuk mendemonstrasikan teknologi baru kepada petani dan meningkatkan kesadaran petani akan pentingnya teknologi, juga berfungsi sebagai sarana bagi petani untuk menyampaikan mengenai jenis alsintan apa yang dibutuhkan dan tingkat mekanisasi seperti apa yang diharapkan. Jadi melalui penghubung ini dapat tercipta feed back bagi penelitian selanjutnya. 4. Kredit Selama ini kesulitan perolehan kredit selalu menjadi kendala bagi petani dalam usaha pengembangan usahatani. Menurut Nuswantara (2003), untuk mengatasi kendala ini, pemerintah perlu mempersiapkan upaya pembentukan bank pertanian. Bank pertanian hendaknya terletak di daerah-daerah sentra produksi pertanian, terutama di pedesaan dan kota-kota kecil yang mudah dijangkau petani. Melalui bank pertanian diharapkan dapat memberi kemudahan bagi petani dalam memperoleh kredit, baik itu sebagai modal usaha maupun untuk pembiayaan aktivitas pertanian. Kredit yang diberikan jangan dibatasi pada jenis alsintan tertentu karena ini akan mempengaruhi pilihan petani terhadap alsintan yang akan digunakan. Petani harus diberikan kebebasan dalam memilih alsintan yang diinginkan dan yang sesuai dengan kebutuhannya. 5. Lembaga pelatihan dan pendidikan Petani Indonesia pada umumnya berpendidikan rendah. Untuk mengintroduksi teknologi baru maka diperlukan pelatihan dan 25

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : pendidikan agar petani mampu mengoperasikan alsintan dengan baik dan aman. Pelatihan dan pendidikan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani sehingga dapat mengembangkan diri di sub sektor lain maupun di bidang agroindusri, serta memajukan cara berpikir petani. 6. Fasilitas produksi dan perbaikan lokal Kondisi lahan di tiap daerah berbeda-beda. Dengan melakukan produksi lokal maka produksi dapat dilakukan secara spesifik sesuai dengan kondisi lahan setempat dan mengurangi biaya transportasi ke petani. Selain itu, penyerapan tenaga kerja di desa juga dapat ditingkatkan. 7. Penyediaan jasa penyewaan mesin Dengan penyediaan jasa penyewaan mesin, petani kecil yang tidak sanggup membeli alsintan dapat tertolong. Mereka dapat menggunakan mesin dan mendapatkan manfaat dari mesin tanpa harus mengeluarkan biaya besar untuk membelinya. Selain itu, petani yang berfungsi sebagai kontraktor dapat mendapatkan manfaat ganda. Mereka dapat memperoleh keuntungan dari pemanfaatan mesin maupun dari penyewaan mesin. Usaha jasa penyewaan alsintan oleh kelompok tani dan KUD kurang menguntungkan karena rendahnya profesionalisme dan pengelolaan yang kurang baik. Karena itu, kemampuan manajemen kelompok tani atau KUD perlu ditingkatkan agar mampu mendapatkan keuntungan dari usaha sewa jasa yang dilakukan. Untuk mendukung perkembangan lembaga-lembaga tersebut di atas, maka peran pemerintah sangatlah penting. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah baik itu di bidang mekanisasi pertanian, pertanian secara umum, perdagangan, perindustrian, keuangan, keagrariaan, maupun ketenagakerjaan dan pendidikan diharapkan dapat diselaraskan dalam mendukung perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia. 26

VI. DUKUNGAN KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pengembangan mekanisasi pertanian antara lain diperlukan dukungan kebijakan nasional mekanisasi sebagai berikut : 1. Pengembangan infrastruktur seperti pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi, jalan dan jembatan untuk memudahkan transportasi sarana produksi, hasil dan alsintan perlu diprioritaskan. 2. Mempermudah akses perbankan untuk mendapatkan kredit alat dan mesin pertanian serta kredit bagi industri alsintan skala kecil dan menengah. 3. Teknologi mekanisasi pertanian yang dimanfaatkan diupayakan adalah produksi dalam negeri. Hal ini, disamping mendukung pengembangan komoditas sekaligus akan menumbuhkan industri alsintan dalam negeri yang secara tidak langsung membuka lapangan kerja baru. 4. Dalam rangka menjamin kualitas alsintan dan perlindungan terhadap konsumen maka diperlukan kebijakan nasional mekanisasi yang menjamin adanya kepastian kualitas alsintan yang beredar di Indonesia, baik melalui penetapan tata cara pengukuran kinerja/kualitas alsintan, seleksi teknologi maupun tata cara pengadaannya. 5. Guna mengoptimalkan penggunaan alsintan baik teknis, ekonomis dan sosial diperlukan penyuluhan kepada petani pengguna, operator dan pengelola UPJA agar pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak negatif. 27

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : 28

LAMPIRAN 29

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : Lampiran 1. Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya padi sawah 1) Tahun 2005 Tahun 2010 Kapasitas Kebutuhan Ketersediaan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi No Jenis Alsin Alat Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan (Ha/musim) (Unit) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi (Rp. Juta) 1 Traktor roda 2 2) 25 427.619 102.756 324.863 16 481.422 6.058.662 2 Transplanter 3) 20 106.905 06.905 30 120.356 3.610.668 3 Weeder 4) 20 53.452 53.452 7,5 60.178 451.334 4 Pompa 5) 15 213.809 217.454 (3.645) 1,75 267.262 238.088 5 Hand Sprayer 6) 6 1.781.745 1.819.427 (37.682) 0,25 2.005.927 54.347 6 Reaper 7) 10 106.905 06.905 20 120.356 2.407.112 7 Thresher 8) 20 320.714 41.676 279.038 9 361.067 2.874.517 8 Dryer 9) 30 249.444 5.045 244.399 175 280.830 48.262.328 9 PPK 10) 54 71.270 29.740 41.530 75 74.833 2.504.658 10 RMU 11) 54 63.351 46.123 17.228 100 85.524 4.130.490 11 PPB 12) 576 5.568 6.961 (1.393) 5000 7.517 8.699.533 Keterangan : 1) Total luas lahan sawah di Indonesia tahun 2005 sebesar 10.690.472 Hektar, Statistik Pertanian 2005. 2) Asumsi 100% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 3) Asumsi 20% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 4) Asumsi 10% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 5) Asumsi 30% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 6) Asumsi 100% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 7) Asumsi 10% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 8) Asumsi 60% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 9) Asumsi 70% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 10) PPK, Penggilingan padi kecil, terpisah, kapasitas < 1 ton per jam, Asumsi 20% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 11) RMU, Rice Milling Unit, kompak, kapasitas 1-3 ton per jam, Asumsi 40% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 12) PPB, Penggilingan Padi Besar, kompak, kapasitas > 3 ton per jam, Asumsi 40% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. Estimasi secara umum didasarkan pada peningkatan intensifikasi penggunaan alsin dan peningkatan produktifitas yang diasumsikan oleh Balai Komoditas. 30

Lampiran 2. Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya jagung 1) Tahun 2005 Tahun 2010 Kapasitas Kebutuhan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi No Jenis Alsin Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan (Ha/musim) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi (Rp. Juta) 1. Traktor roda 2 2) 25 139.887 139.887 16 174.859 2.797.736 2. Pompa air 3) 15 116.572 116.572 1,75 145.715 255.002 3. Alat Tanam 4) 53 13.197 13.197 7,5 16.496 123.721 4. Hand Sprayer 5) 6 582.862 582.862 0,25 728.577 182.128 5. Pemipil 6) 120 20.400 20.400 9,00 22.660 203.936 6. Dryer 7) 60 29.143 29.143 53,5 32.371 1.731.841 Keterangan : 1) Total luas panen jagung di Indonesia tahun 2005 sebesar 3.504.234 hektar, Statistik Pertanian 2005. (Tidak tersedia data tentang jumlah dan jenis alat mesin untuk budidaya dan prosesing jagung). 2) Asumsi 100% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan 3) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan 4) Asumsi 20% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan 5) Asumsi 100% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan 6) Asumsi 70% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan 7) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan Estimasi secara umum didasarkan pada peningkatan intensifikasi penggunaan alsin dan peningkatan produktifitas yang diasumsikan oleh Balai Komoditas. 31

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS : Lampiran 3. Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya kedelai 1) Tahun 2005 Tahun 2010 Kapasitas Kebutuhan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi No Jenis Alsin Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan (Ha/musim) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi (Rp. Juta) 1. Traktor roda 2 2) 25 24.345 24.345 16 30.431 486.900 2. Pompa air 3) 15 20.288 20.288 1,75 25.359 44.379 3. Alat Tanam 4) 60 2.029 2.029 7,5 2.536 19.020 4. Hand Sprayer 5) 6 101.438 101.438 0,25 126.797 31.699 5. Perontok 6) 320 1.141 1.141 9,00 1.426 12.838 6. Dryer 7) 200 1.522 1.522 53,5 1.902 101.754 Keterangan : 1) Total luas panen kedelai di Indonesia tahun 2005 sebesar 611.059 hektar, Statistik Pertanian 2005. (Tidak tersedia data tentang jumlah dan jenis alat mesin untuk budidaya dan prosesing kedelai.) 2) Asumsi 100% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 3) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 4) Asumsi 20% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 5) Asumsi 100% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 6) Asumsi 60% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 7) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. Estimasi secara umum didasarkan pada peningkatan intensifikasi penggunaan alsin dan peningkatan produktifitas yang diasumsikan oleh Balai Komoditas. 32

Lampiran 4. Kebutuhan mekanisasi pertanian untuk mendukung budidaya bawang merah 1) Tahun 2004 Tahun 2010 Estimasi Kapasitas Kebutuhan Kekurangan Harga Alsin Estimasi Estimasi No Jenis Alsin Luas Lahan Alat Alat Alat (Rp. Juta) Kebutuhan Kebutuhan 2010 (Ha) 5) (ha/msm) (Unit) (Unit) Alsin (Unit) Investasi (Rp. Juta) 1. Traktor roda 2 2) 124.191 25 3.597 3.597 6 3.865 61.842 2. Pompa air 3) 124.191 15 2.998 2.998 1,75 3.221 5.637 3. Hand Sprayer 4) 124.191 6 14.989 14.989 0,25 19.411 4.853 Keterangan : 1) Total luas panen bawang merah di Indonesia tahun 2004 sebesar 88.707 hektar, Statistik Pertanian 2005. (Tidak tersedia data tentang jumlah dan jenis alat mesin untuk budidaya dan prosesing bawang merah.) 2) Asumsi 100% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 3) Asumsi 50% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 4) Asumsi 100% pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alsintan. 5) Asumsi perkembangan luas lahan luar jawa 5,9% per tahun. 33