WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KOTA LANGSA

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI POLEWALI MANDAR

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN ACEH TIMUR ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KOTA BENGKULU

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG. ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BADUNG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI PROVINSI BALI

M.Arie w. FKM Undip. M. Arie W, FKM Undip

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BIREUEN

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

KEGUNAAN SURVEILANS TUJUAN SUMBER INFORMASI 15/11/2013. PENGERTIAN (Surveilans Malaria)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 293/MENKES/SK/IV/2009 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYELENGGARAAN SURVEILANS DAN SISTEM INFORMASI MALARIA. DAERAH PEMBERANTASAN dan DAERAH ELIMINASI MALARIA

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

KUESIONER. Petunjuk : Lingkari jawaban yang menurut saudara paling benar. 1. Salah satu upaya pemberantasan malaria dilakukan dengan surveilans

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

Penanggulangan Penyakit Menular

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI SULAWESI UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 93 TAHUN 2014 T E N T A N G PEMBENTUKAN KOMISI PENANGGULANGAN AIDS DAERAH

PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR MINIMAL PELAYANAN POSYANDU PLUS DI KABUPATEN ACEH TIMUR

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman.

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH TIMUR

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN GAMPONG TERBERSIH SE-KOTA LANGSA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 97 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

PA TI B PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 01/PRT/M/2013

WALIKOTA LHOKSEUMAWE PROVINSI ACEH

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/258/2016 TENTANG PANITIA PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA TAHUN 2016

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BELITUNG

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA LANGSA PADA PERSEROAN TERBATAS BANK ACEH

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BLITAR

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERANTASAN DAN ELIMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN SIAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

SALINAN WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LANGSA, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2010 tentang Pedoman Eliminasi Di Aceh, Kota Langsa merupakan salah satu target sasaran Eliminasi Malaria Tahun 2014; b. bahwa dalam rangka efektifitas dan keberhasilan target eliminasi malaria di Kota Langsa menuju Kota Langsa bebas malaria, perlu disusun pedoman eliminasi malaria; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas perlu menetapkan Peraturan Walikota Langsa tentang Pedoman Eliminasi Malaria di Kota Langsa. : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Langsa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4110); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 6. Undang-Undang

6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447); 10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 574/Menkes/SK/ IV/2000 tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat; 11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional; 12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan; 13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia; 14. Qanun Provinsi Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan (Lembaran Daerah Aceh Tahun 2011 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Aceh Nomor 30); 15. Qanun Kota Langsa Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan Kota Langsa (Lembaran Kota Langsa Tahun 2008 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kota Langsa Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Qanun Kota Langsa Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan Kota Langsa (Lembaran Kota Langsa Tahun 2013 Nomor 4). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA LANGSA TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KOTA LANGSA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kota adalah Kota Langsa. 2. Pemerintah Kota yang selanjutnya disebut Pemerintahan Kota adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Kota yang terdiri atas Walikota dan perangkat daerah Kota. 3. Walikota

3. Walikota adalah Walikota Langsa. 4. Perangkat Daerah Kota yang selanjutnya disebutkan Perangkat Kota adalah Unsur pembantu Walikota dalam Penyelenggaraan Pemerintah Kota yang terdiri dari Sekretariat Daerah Kota Langsa, Sekretariat DPRK, Dinasdinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan; 5. Satuan Kerja Perangkat Kota yang selanjutnya disingkat SKPK adalah Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintahan Kota Langsa; 6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kota Langsa; 7. Kepala Dinas Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Langsa; 8. Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat PKM adalah fasilitas kesehatan masyarakat yang ada di kecamatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat. 9. Dunia Usaha adalah semua usaha termasuk Rumah Sakit Swasta, Klinik Pelayanan Kesehatan Swasta dan Praktek Pelayanan Kesehatan Swasta. 10. Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium spesies yang selanjutnya disebut Plasmodium sp, yang ditularkan oleh vector nyamuk Anopheles spesies yang selanjutnya disebut Anopheles sp. 11. Eliminasi Malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria dalam satu wilayah geografis tertentu. 12. Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Aceh adalah suatu wadah koordinasi lintas program dan lintas sektor tingkat provinsi. 13. Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kota adalah suatu wadah koordinasi lintas program dan lintas sektor tingkat Kota. 14. Kelompok Kerja Eliminasi Malaria yang selanjutnya disingkat Pokja adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tugas melaksanakan operasional kegiatan eliminasi malaria. 15. Sertifikasi Eliminasi Malaria adalah suatu kegiatan dalam penilaian untuk menyatakan suatu daerah telah mencapai eliminasi malaria yang dilakukan oleh Tim Internal dan Tim eksternal. 16. Indikator eliminasi malaria adalah ukuran untuk menyatakan suatu wilayah telah mencapai eliminasi malaria, dimana tidak ditemukan lagi penularan malaria setempat dalam suatu wilayah geografis tertentu selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan dijamin adanya pelaksanaan surveilans yang baik. 17. Vector malaria adalah nyamuk anopheles betina. 18. Surveilans Epidemiologi adalah suatu rangkaian proses pengamatan secara terus menerus, sistematik dan berkesinambungan melalui pengumpulan, analisa, interprestasi, dan diseminasi data malaria dalam upaya memantau peristiwa malaria agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien. 19. Mikroskopis adalah petugas pemeriksaan darah menggunakan mikroskop. 20. Rapid Diagnostic Test yang selanjutnya disingkat RDT adalah suatu alat pemeriksaan/diagnosis penyakit secara cepat. 21. Annual Parasite Incidence yang selanjutnya disingkat API adalah angka kesakitan per seribu penduduk dalam 1 (satu) tahun yang diperoleh dari jumlah sediaan darah positif dibandingkan dengan jumlah penduduk dinyatakan dalam 0 /00 (permil). 22. Slide

22. Slide Positivity Rate yang selanjutnya disingkat SPR adalah persentase dari specimen atau sediaan darah yang positif dari seluruh specimen atau sediaan darah yang diambil dan diperiksa secara laboratorium/mikroskopis. 23. Annual Blood Examination Rate yang selanjutnya disingkat ABER adalah persentase dari specimen atau sediaan darah yang diambil dan diperiksa secara laboratorium/mikroskopis dari seluruh jumlah penduduk pada suatu daerah tertentu. 24. Indoor Residual Spraying yang selanjutnya disingkat IRS adalah penyemprotan dinding rumah menggunakan bahan insektisida yang aman bagi manusia untuk memutus rantai penularan nyamuk malaria. BAB II TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS ELIMINASI MALARIA Pasal 2 Tujuan umum eliminasi malaria adalah: 1. Terwujudnya masyarakat yang sehat dan terbebas dari malaria di Kota Langsa pada Tahun 2014; 2. Pemerintah Kota dan jajarannya dapat mewujudkan strategi operasional dalam rangka penyusunan program/kegiatan yang berkaitan dengan upaya peningkatan cakupan dan kualitas pelaksanaan program eliminasi malaria; dan 3. Pemerintah Kota melalui PKM dan RSUD Kota Langsa wajib melakukan pemeriksaan sediaan darah mikroskopis malaria dan memberikan pengobatan yang tepat sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan, terjangkau dan gratis. Pasal 3 Tujuan khusus eliminasi malaria adalah: 1. Pemerintah Kota wajib menekan angka kematian karena malaria pada Tahun 2013, menurunkan angka kesakitan malaria <1/1.000 penduduk per tahun pada seluruh gampong; 2. Pada Tahun 2014, menurunkan angka kesakitan malaria <1/1.000 penduduk per tahun pada seluruh gampong; dan 3. Terwujudnya sistem pelayanan kesehatan dan jejaring kerja yang mampu mengeliminasi malaria di Kota Langsa pada Tahun 2014. BAB III KEBIJAKAN DAN STRATEGI ELIMINASI MALARIA Bagian Kesatu Kebijakan Pasal 4 Kebijakan eliminasi malaria adalah: 1. Dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan bertahap oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kota serta mitra kerja lainnya (lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat) yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya setempat; 2. Pemerintah

2. Pemerintah Kota melakukan langkah proaktif dan responsif serta membangun jejaring kerja dan kemitraan dalam upaya eliminasi malaria di Kota; 3. Pemerintah Kota berkewajiban melakukan pembinaan dan peningkatan sumber daya dengan melakukan bimbingan teknis serta kendali mutu dan pelatihan di Kota; 4. Pemerintah Kota berkewajiban melaksanakan operasional kegiatan eliminasi malaria dan penguatan sistem dalam hal pendanaan dan sumber daya manusia di Kota; dan 5. Pemerintah Kota berkewajiban meningkatkan komitmen, koordinasi dan jejaring kerja dengan berbagai elemen. Bagian Kedua Strategi Pasal 5 Strategi eliminasi malaria adalah: 1. Peningkatan sistem penemuan dan pengamatan kasus (surveilans) malaria; 2. Peningkatan upaya promosi kesehatan dalam eliminasi malaria; 3. Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian malaria; 4. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan dan pengendalian malaria yang berkualitas dan terintegrasi; 5. Pengendalian faktor resiko lingkungan terhadap eliminasi malaria; 6. Peningkatan komitmen Pemerintah Kota terhadap eliminasi malaria; dan 7. Peningkatan pembiayaan dalam program eliminasi malaria. BAB IV TARGET, SASARAN DAN INDIKATOR Bagian Kesatu Target Pasal 6 (1) Pada Tahun 2013, seluruh sarana pelayanan kesehatan milik Pemerintah Kota mampu melakukan pemeriksaan parasit malaria bagi semua penderita malaria klinis. (2) Pada Tahun 2013, pelayanan kesehatan swasta berperan aktif dalam pemeriksaan parasit malaria secara mikroskopis dan wajib melaporkan setiap kasus dalam waktu 2 x 24 jam ke PKM dalam wilayah kerjanya, untuk keperluan Surveilans epidemiologi. (3) Pada Tahun 2013, Rumah Sakit dalam Kota wajib melaporkan setiap ada kasus malaria positif dalam waktu 2 x 24 jam ke Dinas Kesehatan Kota, untuk keperluan Surveilans epidemiologi. (4) Pada Tahun 2014, seluruh PKM melakukan stratifikasi dan pentahapan eliminasi per gampong berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium secara mikroskopis atau RDT. (5) Pada

(5) Pada Tahun 2014, seluruh gampong di Kota menjadi gampong endemis rendah (Low Case Incidence). (6) Pada tahun 2014, seluruh gampong sudah mencapai eliminasi. Bagian Kedua Sasaran Pasal 7 Pada Tahun 2014, PKM sasaran eliminasi malaria adalah: a. Langsa Lama; b. Langsa Barat; c. Langsa Kota; d. Langsa Timur; dan e. Langsa Baro. Bagian Ketiga Indikator Pasal 8 Kota dinyatakan sebagai daerah tereliminasi malaria bila tidak ditemukan lagi kasus penularan setempat di seluruh Kota selama 3 (tiga) tahun berturut-turut serta dijamin dengan kemampuan pelaksanaan surveilans yang baik. BAB V PENTAHAPAN TEKNIS KEGIATAN MALARIA MENUJU PENCAPAIAN ELIMINASI MALARIA KOTA TAHUN 2013 Pasal 9 (1) Hasil yang harus dicapai sampai akhir Tahun 2013, adalah: a. Untuk Kota yaitu: 1) Mempertahankan API Kota < 1/1.000 penduduk; 2) Mempertahankan SPR Kota < 5/1.000 penduduk; 3) Meningkatkan ABER Kota sampai 5% (lima persen) pada penduduk beresiko malaria; 4) Mempertahankan tidak ada angka kematian karena malaria; 5) Meningkatkan cakupan informasi laboratorium pada penderita suspect malaria mencapai 100% (seratus persen) pada PKM dan Rumah Sakit; 6) Cakupan pengobatan > 95% (sembilan puluh lima persen) kasus malaria positif dari PKM dan Rumah Sakit diobati sesuai standar; 7) Menurunkan 30% (tiga puluh persen) jumlah gampong fokus A dan B dari data Tahun 2012; 8) Terbentuknya tim koordinasi eliminasi malaria kota;dan 9) 60% (enam puluh persen) dari jumlah PKM masuk kategori pra eliminasi. b. Untuk

b. Untuk PKM pra eliminasi yaitu: 1) API PKM > 1/1.000 penduduk; 2) 80% (delapan puluh persen) gampong di wilayah kerja PKM API < 1/1.000 penduduk; 3) SPR PKM < 5% (lima persen); 4) ABER PKM 10% (sepuluh persen); 5) Cakupan konfirmasi laboratorium pada penderita suspect malaria mencapai 90% (sembilan puluh persen) pada PKM dan pelayanan kesehatan swasta; 6) Cakupan pengobatan malaria sesuai standar pada PKM dan pelayanan kesehatan swasta mencapai 90% (sembilan puluh persen); 7) 60% (enam puluh persen) kasus malaria terkonfirmasi laboratorium dilakukan penyelidikan epidemiologi; dan 8) 60% (enam puluh persen) kasus malaria positif yang diobati dilakukan pengawasan lanjutan sesuai dengan prosedur tetap. (2) Hasil yang harus dicapai sampai akhir Tahun 2014 adalah: a. Untuk Kota yaitu: 1) Mempertahankan API Kota < 1/1.000 penduduk; 2) Mempertahankan SPR Kota < 5/1.000 penduduk; 3) Meningkatkan ABER Kota sampai 10% (sepuluh persen) pada penduduk beresiko malaria; 4) Mempertahankan tidak ada angka kematian karena malaria; 5) Cakupan konfirmasi laboratorium pada tersangka malaria harus 100% (seratus persen) pada PKM, Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan swasta; 6) Cakupan pengobatan kasus malaria positif dari PKM, Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan swasta diobati 100% (seratus persen) sesuai standar; 7) Seluruh PKM memiliki gampong stratifikasi; 8) Melakukan pertemuan tim koordinasi eliminasi malaria Kota tiap 3 (tiga) bulan sekali; dan 9) 90% (sembilan puluh persen) dari jumlah PKM sudah masuk kategori eliminasi. b. Untuk PKM kelompok eliminasi yaitu: 1) API PKM < 1/1.000 penduduk; 2) Seluruh gampong di wilayah kerja PKM API < 1/1.000 penduduk; 3) SPR PKM < 5% ( lima persen); 4) ABER PKM 10% (sepuluh persen); 5) Cakupan konfirmasi laboratorium pada penderita suspect malaria mencapai 100% (seratus persen) pada PKM dan pelayanan kesehatan swasta; 6) Cakupan pengobatan malaria sesuai standar pada PKM dan pelayanan kesehatan swasta mencapai 100% (seratus persen); 7) Seluruh kasus positif malaria terkonfirmasi laboratorium dilakukan penyelidikan epidemiologi; dan 8) 90% (sembilan puluh persen) kasus malaria positif yang diobati dilakukan pengawasan lanjutan sesuai dengan prosedur tetap. BAB VI

BAB VI PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN DAN ORGANISASI TIM KOORDINASI ELIMINASI MALARIA KOTA Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 10 Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kota dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Bagian Kedua Kedudukan Pasal 11 Tim Koodinasi Eliminasi Malaria Kota berkedudukan di Langsa. Kota Bagian Ketiga Organisasi Pasal 12 (1) Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kota terdiri dari Penanggung Jawab, Penasehat, Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Pokja. (2) Pokja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Pokja I (Informasi, Data dan Pengamatan), Pokja II (Penggerakan Masyarakat dan Kemitraan), Pokja III (Pengobatan dan Pelayanan), Pokja IV (Pengendalian Lingkungan), dan Pokja V (Edukasi dan Sumber Daya Manusia). (3) Anggota masing-masing Pokja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah paling banyak 8 (delapan) orang terdiri dari 1 (satu) orang ketua dan 7 (tujuh) orang anggota operasional. (4) Sekretariat Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kota berkedudukan di Dinas Kesehatan Kota berkoordinasi dengan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. BAB VII TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TIM KOORDINASI ELIMINASI MALARIA KOTA Pasal 13 (1) Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kota Mempunyai tugas dan bertanggung jawab: a. melakukan koordinasi pencegahan dan penanggulangan malaria secara lintas sektoral dan menyeluruh dalam upaya mencapai eliminasi malaria Kota pada Tahun 2014 sejalan dengan eliminasi malaria Aceh; b. melakukan

b. melakukan kerjasama dan mengadakan konsultasi dengan organisasi masyarakat yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan malaria; c. melakukan pengawasan kebijakan eliminasi malaria Kota; d. menyusun strategi Petunjuk Pelaksana (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) tentang cara pencegahan dan penanggulangan malaria sesuai pentahapan teknis; e. melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan malaria sesuai pentahapan teknis eliminasi malaria Kota; f. mengembangkan dan menerapkan sistem data dan informasi eliminasi malaria di Kota; dan g. membuat dan menyampaikan laporan tertulis yang disampaikan kepada Walikota dan DPRK Kota Langsa. (2) Pokja bertugas dan bertanggung jawab: a. melakukan upaya program pencegahan dan penanggulangan malaria pada unit kerja masing-masing sektor; b. melakukan kerjasama dan mengadakan konsultasi dengan organisasi masyarakat yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan malaria; c. menyusun strategi petunjuk pelaksana (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) cara pencegahan dan penanggulangan malaria sesuai pentahapan teknis; d. mengembangkan dan menerapkan sistem data dan informasi eliminasi malaria; dan e. membuat dan menyampaikan laporan tertulis yang disampaikan kepada Ketua Umum Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kota. BAB VIII PEMBENTUKAN, PERAN, TUGAS, PELAPORAN, DAN PEMBIAYAAN KADER GAMPONG KOTA Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 14 Kader malaria adalah Kader Posyandu yang bekerja sama dengan bidan di gampong yang sudah terlatih tentang eliminasi malaria Kota. Bagian Kedua Peran Kader Pasal 15 (1) Melakukan pemetaan tempat perindukan nyamuk (breeding place). (2) Mengajak

(2) Mengajak dan membantu masyarakat dalam pengendalian nyamuk (vector). (3) Kader malaria gampong wajib menemukan kasus demam secara dini dilingkungannya dan melaporkan 1 X 24 jam kepada bidan di gampong atau pelayanan kesehatan terdekat. (4) Melakukan pemantauan pemakaian kelambu dan melaporkan ke bidan di gampong. Bagian Ketiga Tugas Pasal 16 Tugas bulanan kader malaria gampong adalah: 1. Membuat jadwal kunjungan rumah untuk 1 (satu) bulan sesuai dengan kriteria wilayah lingkungan binaannya; 2. Memberikan informasi secara aktif ke masyarakat mengenai malaria, pencegahan, pengendalian nyamuk (vector) dan peran kader di lingkungan masing-masing; 3. Bekerjasama dan membantu tokoh masyarakat untuk pengendalian nyamuk, pembersihan tempat perindukan, pengaliran genangan air dan pengawasan jentik; 4. Menghadiri pertemuan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh PKM minimal 1 (satu) tahun sekali; dan 5. Membuat laporan bulanan dan menyerahkan laporan kepada bidan di gampong dan diteruskan kepada petugas malaria pada PKM. Pasal 17 Tugas harian kader gampong adalah: 1. Mengunjungi rumah penduduk sesuai dengan stratifikasi gampong fokus C dan D; 2. Memberitahukan kepada bidan di gampong apabila terdapat penderita yang demam dan membantu bidan di gampong mengambil darah jari penderita demam; 3. Membantu bidan di gampong mengambil darah ulang pada penderita malaria sesuai hari yang telah ditentukan; 4. Mencatat kasus malaria yang ditemukan berdasarkan nama, umur, jenis kelamin, dan alamat lengkap; dan 5. Mencatat penduduk yang baru datang dari luar lingkungannya yang menderita demam dalam waktu 1 x 24 jam. Bagian Keempat Pelaporan Pasal 18 Kader malaria gampong melaporkan hasil kerjanya per minggu ke bidan di gampong di masing-masing wilayah kerjanya. Bagian Kelima

Bagian Kelima Pembiayaan Pasal 19 (1) Juru malaria gampong (kader gampong /Posyandu) dapat diberikan insentif berdasarkan kemampuan keuangan daerah. (2) Pembiayaan pelatihan kader gampong dibebankan pada APBN, APBA, APBK Kota Langsa dan sumbangan pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat pada masing-masing instansi terkait. BAB IX PERAN, TUGAS, PELAPORAN BIDAN DI GAMPONG Bagian Kesatu Peran Bidan Di Gampong Pasal 20 (1) Memberikan informasi secara aktif ke masyarakat mengenai malaria, pencegahan, pengendalian nyamuk (vector) dan peran kader di lingkungan masing-masing. (2) Bekerjasama dan membantu tokoh masyarakat untuk pengendalian nyamuk, pembersihan tempat perindukan, pengaliran genangan air dan pengawasan jentik. Bagian Kedua Tugas Bidan Di Gampong Pasal 21 (1) Melakukan pengawasan, pemantauan dan pembinaan terhadap kader malaria gampong. (2) Menindaklanjuti penderita malaria sesuai prosedur tetap. (3) Bila ditemukan peningkatan jumlah vector, bidan di gampong wajib berkoordinasi kepada Geuchik dan pengelola program malaria PKM. Bagian Ketiga Pelaporan Pasal 22 (1) Bidan di gampong menyampaikan laporan ke pengelola program malaria PKM sebulan sekali paling lambat tanggal 3 (tiga) setiap bulannya. (2) Melaporkan penderita malaria kepada pengelola program malaria PKM dalam waktu 1 X 24 jam. BAB X

BAB X PERAN SERTA MASYARAKAT DAN DUNIA USAHA DALAM ELIMINASI MALARIA Pasal 23 (1) Pemerintah Kota dan jajarannya, dunia usaha serta masyarakat perseorangan maupun kelompok bertanggung jawab dalam usaha pencegahan penularan malaria di daerahnya masing-masing. (2) Pemerintah Kota dan jajarannya, dunia usaha serta masyarakat bertanggung jawab dalam usaha pengendalian vector dan tempat-tempat perindukan nyamuk di daerahnya masing-masing. (3) Pemerintah Kota dan jajarannya dapat memberdayakan masyakarat dalam usaha surveilans aktif dan migrasi pada kasus dan vector, seperti yang diatur dalam Petunjuk Teknis (Juknis). (4) Masyarakat, dunia usaha dan perkantoran berkewajiban menerima petugas berwenang untuk melakukan pengendalian dan pencegahan di sekitar tempat tinggalnya, sebagai upaya perlindungan terhadap penularan malaria di daerahnya. (5) Apabila menderita demam, masyarakat berkewajiban memeriksakan diri kepada petugas berwenang untuk dipastikan secara laboratorium, apakah masyarakat menderita malaria atau tidak. (6) Apabila pendatang menderita demam, maka pengelola dunia usaha atau sektor pariwisata dan masyarakat berkewajiban memberitahukan kepada penderita untuk memeriksakan diri kepada petugas berwenang, untuk dipastikan secara laboratorium apakah masyarakat menderita malaria atau tidak, sebagai pencegahan penyebab penularan malaria di Kota yang berasal dari kasus luar (import). (7) Masyarakat bersedia diperiksa darah jarinya oleh petugas berwenang apabila pada jarak 500 (lima ratus) meter dari tempat tinggalnya terdapat penderita malaria positif terkonfirmasi laboratorium yang berstatus kasus lokal. (8) Masyarakat berhak mendapatkan pemeriksaan laboratorium malaria dan pengobatan malaria secara gratis pada tempat pelayanan kesehatan pemerintah. BAB XI PERAN SERTA RUMAH SAKIT DAN MASYARAKAT AKADEMIS DALAM ELIMINASI MALARIA Pasal 24 (1) Rumah Sakit Pemerintah Kota, serta Rumah Sakit Swasta yang berada di Kota berperan serta dalam upaya pelayanan diagnosis malaria, pengobatan, penanganan dan pencegahan di lingkungan Rumah Sakit sesuai dengan standar World Health Organizations dan Kementerian Kesehatan RI. (2) Rumah Sakit Pemerintah Kota dan Rumah Sakit Swasta bertanggung jawab mencatat, menyimpan dan melaporkan upaya pelayanan malaria harian untuk kasus positif malaria bulanan

bulanan dan tahunan kepada Dinas Kesehatan Kota dengan tembusan kepada Walikota. (3) Masyarakat akademis bertanggung jawab untuk mengikuti kurikulum standar pelayanan diagnosis, pengobatan dan pencegahan malaria sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan. (4) Masyarakat akademis bertanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam eliminasi malaria dengan melakukan penelitian dan penilaian secara akademis. BAB XII PEREDARAN OBAT MALARIA Pasal 25 (1) Pemerintah Kota menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat malaria sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan di pelayanan pemerintah melalui Dinas Kesehatan Kota dan Rumah Sakit Pemerintah Kota. (2) Dinas Kesehatan Kota berwenang untuk mengatur dan mengawasi peredaran dan penjualan obat malaria di apotek, depot obat maupun kios berdasarkan peraturan perundangundangan. BAB XIII SISTEM DATA DAN INFORMASI ELIMINASI MALARIA Pasal 26 (1) Pemerintah Kota berwenang mengelola sistem data dan informasi eliminasi malaria yang berkedudukan di Dinas Kesehatan Kota. (2) Pelaporan kegiatan yang berhubungan dengan eliminasi malaria dan penderita malaria wajib disampaikan secara rutin oleh pelayanan kesehatan pemerintah, swasta, maupun instansi lainnya sesuai dengan Petunjuk Teknis (Juknis). BAB XIV KERJASAMA ANTAR DAERAH Pasal 27 (1) Mengingat keterbukaan pergerakan penduduk Kota maupun luar Kota yang keluar dan masuk Kota, maka perlu adanya kerja sama antardaerah dalam hal pemberitahuan kasus malaria dan tindakan pencegahan penularan malaria. (2) Apabila terdapat penduduk Kota yang menderita malaria positif terkonfirmasi laboratorium, yang ditularkan dari Daerah lain maupun sebaliknya, maka Dinas Kesehatan berkewajiban untuk mengirimkan surat pemberitahuan kepada Dinas Kesehatan Kota lain dengan tembusan kepada Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kota. BAB XV

BAB XV PEMBIAYAAN Pasal 28 (1) Segala biaya yang timbul akibat ditetapkan Peraturan ini dibebankan pada APBN, APBA, APBK Langsa dan sumbangan pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat pada masing-masing instansi terkait. (2) Pemerintah Kota wajib menyediakan pembiayaan operasional dan pemenuhan kebutuhan logistik obat dan non obat program malaria bagi masyarakat di wilayah kerjanya. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Walikota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 30 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Langsa. Diundangkan di Langsa pada tanggal 11 Nopember 2013 M 7 Muharram 1435 H SEKRETARIS DAERAH KOTA LANGSA ttd MUHAMMAD SYAHRIL BERITA DAERAH KOTA LANGSA TAHUN 2013 NOMOR 428 Ditetapkan di Langsa pada tanggal 11 Nopember 2013 M 7 Muharram 1435 H WALIKOTA LANGSA, ttd USMAN ABDULLAH