LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2002

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

Menimbang : a. Mengingat : 1.

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BADAN HUKUM KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA TAHUN 2008 NOMOR 31 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G RETRIBUSI PELAYANAN PERIJINAN PENYELENGGARAAN KOPERASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 23

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2005 NOMOR 11 SERI C NOMOR 9

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 59 TAHUN 2001

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 11 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN KREDIT DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

L E M B A R A N D A E R A H

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

L E M B A R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENYERTAAN DOKUMEN PELELANGAN PROYEK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR : 08 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJARMASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 1 Tanggal : 25 Juni 1999 Seri : B Nomor : 1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK ATAS PENGUSAHAAN BURUNG SRITI DAN ATAU WALET DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TEGAL TAHUN 2009 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

KETENTUAN PEMBERIAN STATUS BADAN HUKUM KOPERASI, SERTA PENGENAAN RETRIBUSI DAN DANA PEMBINAAN/PENGEMBANGAN KOPERASI DI KOTA MAKASSAR

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN BENGKEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 16 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA DOKUMEN PENGADAAN BARANG / JASA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 7 Tanggal : 25 Juni 1999 Seri : B Nomor : 7

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN BUKTI KEPEMILIKAN TERNAK DALAM KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTA KUPANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P E R A T U R A N D A E R A H

NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 19 Tahun : 2005 Serie : C Nomor : 4 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

1 of 5 02/09/09 11:36

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 10 TAHUN 2001 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 18 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PALANGKA RAYA dan WALI KOTA PALANGKA RAYA MEMUTUSKAN

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

BUPATI SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2005 NOMOR 37 SERI C NOMOR SERI 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 22 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 16

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 18 TAHUN 1999 SERI D NOMOR : 13

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 56 TAHUN 2001

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERIJINAN PEMANFAATAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ATAS IJIN PENEBANGAN KAYU RAKYAT (IPKR) DAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU)

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 06 TAHUN 2003 T E N T A N G IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 3 Tahun 2009 Seri C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI USAHA DI BIDANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PENGUMPULAN DAN PENGIRIMAN LOGAM TUA DAN BARANG BEKAS

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2002 T E N T A N G PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT Menimbang : a. bahwa peran Koperasi dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat sangat strategis, sehingga perlu diciptakan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan Koperasi; Mengingat b. bahwa salah satu upaya untuk menciptakan iklim serta kondisi dimaksud adalah mewujudkan sistem berusaha yang sehat, produktif, mandiri, maju dan berdaya saing dengan memberikan bimbingan, dorongan, kemudahan dan perlindungan bagi koperasi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengembangan Koperasi. : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1649); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran

dasar Koperasi (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3540); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3549); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3591); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3718); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3744); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090); 13. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); 14. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara 3931); 15. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata cara Pengawasan Penyelenggaran Pemerintah Daerah; 16. Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas dan Fungsi Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat; 17. Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 10 Tahun 2001 tentang Lain-lain Pendapatan Asli daerah Yang Sah.

Dengan persetujuan : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 a. Daerah adalah Propinsi Nusa Tenggara Barat; b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat; c. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat; d. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah selanjutnya dapat disingkat Dinas Koperasi dan UKM adalah Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menegah Propinsi Nusa Tenggara Barat; e. Instansi Teknis adalah Instansi atau lembaga yang terkait dengan Pengembangan Koperasi; f. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorangan atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan; g. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang memiliki kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih atau hasil penjualan uasaha kecil. Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang memiliki kekayaan bersih lebih besar daripada kekayaan bersih uasaha menengah; h. Modal Koperasi adalah modal yang dihimpun dari anggota dan atau Pihak Ketiga untuk menjalankan usaha Koperasi; i. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan V dalam meningkatkan kegiatan usahanya; j. Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dan Usaha menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip-prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan; k. Pola Kemitraan adalah bentuk-bentuk kemitraaan yang sesuai dengan kesepatkatan mitra usaha;

l. Sisa Hasil Usaha selanjutnya dapat disingkat SHU Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. B A B II PENDIRIAN KOPERASI (1) Setiap Orang atau Badan yang berkehendak mendirikan Koperasi wajib memiliki Akta Pendirian. (2) Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu disahkan oleh Gubernur cq. Kepala Dinas Koperasi dan UKM sebelum Koperasi melaksanakan kegiatan usaha. (3) Permohonan pengesahan Akta Pendirian Koperasi diajukan dengan melampirkan : a. Dua rangkap Akta Pendirian Koperasi satu diantaranya bermaterai cukup; b. Berita Acara Rapat Pembentukan Koperasi termasuk pemberian kuasa untuk mengajukan permohonan pengesahan apabila ada; c. Surat Bukti Penyetoran Modal, sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok; d. Rencana awal kegiatan Koperasi. B A B III HAK DAN KEWAJIBAN (1) Koperasi mempunyai hak untuk mengembangkan kegiatan usaha yang sehat, produktif, produktif, mandiri, maju dan berdaya saing; (2) Koperasi berhak untuk mendapat perlindungan dan bimbingan guna untuk mengembangkan lembaga dan usaha serta hak-hak lainnya berdasarkan kebijakan Pemerintah; (3) Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berupa kesempatan dan peningkatan usaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi terutama ekonomi kerakyatan; (4) Koperasi mempunyai hak informasi mengenai lapangan kegiatan usaha yang tersedia di Daerah, melalui Instansi Teknis terkait. Pasal 4 (1) Koperasi wajib memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah sebesar 50% (lima puluh persen) dari dana Pembangunan Daerah Kerja Koperasi. (2) Pemerintah Daerah berhak memungut dana dari dana Pembangunan Daerah Kerja Koperasi sebagamana dimaksud dalam ayat (1) yang wilayah keanggotaannya meliputi binaan Propinsi yang akan dipergunakan untuk pembinaan dan pengembangan Koperasi.

Modal Koperasi terdiri dari : BAB IV MODAL KOPERASI Pasal 5 a. Modal sendiri, berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah atau donasi; b. Modal penyertaan, baik yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat; c. Modal pinjaman, berasal dari anggota Koperasi, Koperasi lain, Bank dan Lembaga Keuangan dan sumber lain yang sah BAB V LAPANGAN USAHA Pasal 6 Koperasi menjalankan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Pasal 7 (1) Koperasi dapat melaksanakan kegitan usaha Simpan Pinjam baik dengan menggunakan sistem konvensional maupun pola syariah; (2) Kegiatan Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi. Pasal 8 (1) Pengadaan barang dan jasa oleh Instansi/lembaga Pemerintah dapat dilaksanakan oleh Koperasi; (2) Pelasanaan Pengadaan barang Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan oleh Koperasi kepada Gubernur melalui Dinas Koperasi dan UKM. Pasal 9 Pemerintah Daerah dapat menunjuk Koperasi untuk menangani kegiatan usaha tertentu yang ada di Daerah dengan mempertimbangkan kemampuan Koperasi. Pasal 10 (1) Untuk meningkatkan peran Koperasi; Pengusaha Besar yang mendirikan Supermarket/Mall di Daerah, diwajibkan menyediakan ruangan/space paling sedikit 5% (lima persen) kepada Koperasi; (2) Tata cara pemanfaatan ruangan/space dan kewajiban Supermarket/Mall sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur;

(3) Pengusaha yang menggunakan ruangan/space Supermarket/Mall dan mempunyai kegiatan usaha yang memanfaatkan hasil produksi lokal dapat melibatkan Koperasi dalam pengadaan Barang/Jasa. BAB IV K E M I T R A A N Pasal 11 (1) Kemitraan dalam rangka keterkaitan usaha diselenggarakan melalui pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang dimitrakan dengan memberikan peluang sebesarbesarnya kepada Koperasi; (2) Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan pola : a. Inti Plasma b. Sub Kontrak c. Dagang Umum d. Waralaba e. Keagenan Pasal 12 (1) Pengusaha Menengah dan Pengusaha Besar dalam melaksanakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan usaha koperasi di Wilayah Propinsi harus bermitra dengan Koperasi setempat; (2) Koperasi yang bermitra dengan Pengusaha Menengah dan Pengusaha Besar harus melaporkan hasil kegiatan usaha yang dimitrakan kepada Gubernur melalui Dinas Koperasi. BAB VII PEMBAGIAN SISA HASIL USAHA KOPERASI Pasal 13 (1) Sisa Hasil Usaha Koperasi dipergunakan untuk : a. Cadangan Koperasi ; b. Anggota Berjasa dan Anggota Penyimpan; c. Dana Pengurus; d. Dana Karyuawan;Dana Pendidikan; e. Dana Sosial; f. Dana Pembanguna Daerah Kerja.

(2) Pemabagian Sisa Hasil Usaha Koperasi ditetapkan berdasarkan Keputusan Rapat Anggota Tahunan Koperasi; (3) Sisa Hasil Usaha dimaksud dalam ayat (1) pada dasarnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan anggota Koperasi dan peningkatan modal Koperasi daam rangka mengingkatkan kemandirian Koperasi. BAB VIII P E M B I N A A N Pasal 14 Pemerintah Daerah Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim usaha dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan Koperasi harus : a. memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi; b. meningkatkan kemampuan Koperasi, agar menjadi Koperasi yang baik,sehat,produktif,mandiri,maju,berdaya saing; c. mengupayakan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha yang lainnya; d. memberikan bantuan informasi dan konsultasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi, dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan Prinsip Koperasi; e. memberikan bantuan perkuatan manajemen dan permodalan kepada Koperasi; f. meningkatkan kemampuan SDM Koperasi dalam rangka meningkatkan produktiffitas dan daya saing. BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 15 (1) Selain Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kopearasi,penyidikan dapat dilakukan oleh pejabat Kepolisian Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun l981 tentang Hukum Acara Pidana; (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. menerima,mwncari,mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan kegiatan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterrangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;

c. meminta keterangan atau barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. memeriksa buku-buku,catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan; g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tepat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumenyang dibawa sebagai mana dimaksud huruf e. h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tidak pidana; i. memanggil seseorang untuk didengarketerangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan ; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan penyidik Kepolisian Negara dimulainya Penyidikan dan menyampaikan hasil penyelidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan keteantuan yang diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahu l981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 16 (1) Setiap Koperasi yang karena kealpaannya melanggar ketentuan Pasal 4 sehinghga merugikan Daerah pidana dengan pidana kurungan paling lama 3(tiga) bulan atau denda paling banyak 2(dua) kali jumlah kewajiban pembayaran kontribusi terhutang; (2) Setiap Koperasi yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 4 sehingga merugikan Daerah dipidana dengan kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah kewajiban pembayaran kontribusi terutang. (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka segala ketentuan yang mengatur hal yang sama dinyatakan tidak berlaku. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasala 18 Hal yang mengatur mengenai Pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. Pasal 19 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Ditetapkan di Mataram pada tanggal 1 April 2002 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT ttd. H. HARUN AL RASYID Diundangkan di Mataram pada tanggal 5 April 2002 SEKRETARIS DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ttd. H. LALU DJFAR SURYADI LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2002 NOMOR 1.

PENJELASAN A T A S PERATURAN DADERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2002 T E N T A N G PENGEMBANGANKOPERASI A.PENJELASAN UMUM Dengan memperhatikan peran dan kedudukan Koperasi sangat penting dan strategis serta menumbuhkan dan mengembang kan potensi Ekonomi Rakyat dan mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi degan ciri-ciri, kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan,yang seharusnya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas karena menyangkut kehidupan orang banyak. Peran dan fungsi KOPERAsi tersebut masih belum nampak jika dibandingkan perkembangan ekonomi yang demikian cepat. Untuk menyelaraskan perkembangan Koperasi di Propinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Propinsi berkewajiban untuk menciptakan dan mengembangkan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan Koperasi dengan memberikan bimbingan,kemudahan dan perlindungan,sekaligus untuk menjelaskan dan mempertegas jati diri Koperasi,sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun l992. Atas dasar hal tersebut Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat,perlu menetapkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang perkembangan Koperasi. B.PENJELASAN PASAL DEMIPASAL. Pasal 1 huruf a Cukup jelas huruf b huruf c. huruf d.. huruf e

huruf f huruf g : Usaha menengah adalah yang memiliki asset di atas Rp. 200 juta sampai Rp.10 milyar di luar tanah dan banguan atau memiliki asset diatas 1 milyar sampai 50 milyar. huruf h huruf i huruf j huuf k huruf l Pasal 2 ayat (1) : - Koperasi Primer didirikan oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)orang. - Koperasi Sekunder didirikan oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) buah Koperasi. ayat (2) : Pengusaha Akta Pendirian tersebut harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap. Dalam hal permintaan Akta Pendiri Koperasi. ayat (3) Pasal 3 Pasal 4 ayat (1) ayat (2) ditolak,keputudsan penolakan serta alasannya berikut nberkas permintaan disampaikan kembali secara tertulis kepada pendiri atau penguasanya dengan tercatan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterima permintaan pengesahan secara lengkap : Yang memungut adalah bendaharawan khusus penerima yang ditunjuk

Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 ayat (1) ayat (2) : Kemitraan dilaksankan dengan salah satu pola atau lebih sebagai berikut : a. pola inti plasma adalah hubungan kemitraan antara Koperasi, Usaha Kecil Menengah dan Usaha Besar yang didalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar seabgai inti dan Koperasi dan Usaha Kecil selaku plasma. Perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis sampai dengan pemasaran hasil produksi; b. pola sub kontrak adalah hubungan kemitraan Usaha Kecil, Koperasi dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil, Koperasi memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya. c. pola dagang umum adalah hubungan kemitraaan antara Usaha Kecil, Koperasi dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil, Koperasi atau Usaha Kecil, koperasi memasok kebutuhan yang diperlukan Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya. d. pola waralaba, adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi merek dagang dan saluran

Pasal 12 Pasal 13 ayat (1) Pasal 14 Pasal 15 huruf a distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. e. pola keagenan, adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya Usaha Kecil, Koperasi diberi hak khususnya untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar. huruf b : - anggota berjasa adalah anggota yang mendapatkan Sisa Hasil Usaha menurut perbandingan jasanya dalam melakukan transaksi pada Koperasi ; huruf c huruf d huruf e huruf f huruf g ayat (2) ayat (3) CukupJelas - Anggota penyimpanan adalah anggota yang mendapatkan jasa menurut perbandingan simpanannya dengan ketentuan tidak melebihi bunga Bank pemerintah.

Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1