PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PEMANTAUAN DIET DAN AKTIFITAS FISIK PADA LANSIA DIABETES MELITUS (DM) DI KELURAHAN SUKAMAJU BARU TAPOS DEPOK TAHUN 2016 Kusdiah Eny Subekti 1. Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Assyafi iyah Jakarta, Indonesia 2. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam As-syafi iyah Jakarta, Indonesia *email : fikesuia@gmail.com ABSTRAK Lansia yang memiliki penyakit kronik DM merupakan kelompok rentan. karena menurunnya kemampuan fisik, psikologis dan sosialnya. Prevalensi lansia DM di Jawa Barat mengalami peningkatan dari 1,3% menjadi 2% di tahun 2013. Kemandirian lansia DM tidak bisa optimal sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhannya memerlukan dukungan dari masyarakat sekitarnya, terutama kader dalam memberikan pelayanan kesehatan terkait DM. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada kelompok lansia di posbindu PTM diantaranya pemeriksaan adanya gula dalam urine sebagai deteksi awal adanya penyakit diabetes mellitus, pemeriksaan aktivitas sehari hari, pemeriksaan status gizi, dan kegiatan olah raga. Dukungan dari keluarga, teman, dan kader kesehatan sangat penting untuk membuat perubahan gaya hidup dalam hal diet dan pola aktivitas. Praktik residensi bertujuan memberi gambaran pemantauan diet dan aktivitas sebagai bentuk pemberdayaan kader dalam mempertahankan kadar gula darah pada lansia DM. Hasil evaluasi kegiatan didapatkan : terjadi peningkatan pengetahuan kader dari rata-rata 3,29 menjadi 9,84; peningkatan sikap kader dari rata-rata 33,29 menjadi 36,50; peningkatan keterampilan kader dari rata-rata 29,29 menjadi 32,50, dan penurunan kadar gula setelah dilakukan pemantauan diet dan aktivitas sebesar 63%. Pemberdayaan kader dan petugas kesehatan dapat meningkatkan kemampuan pendidikan kesehatan baik secara individual maupun kelompok. Pemberdayaan kader dan petugas kesehatan dapat meningkatkan kemampuan pendidikan kesehatan baik secara individual maupun kelompok. Puskesmas perlu memberikan bimbingan dan pembinaan bagi kader kesehatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan lansia DM. Kata Kunci : Diabetes Mellitus, kader, diet, aktifitas, kadar gula
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Lansia mempunyai keterbatasan fisik dan kerentanan terhadap penyakit. Perubahan fisik pada lansia menyebabkan lansia berisiko untuk terkena penyakit kronik dan perburukan fungsional. Secara alami bertambahnya usia akan menyebabkan terjadinya perubahan degeneratif yang ditandai gejala dari beberapa penyakit seperti hipertensi, kelainan jantung dan diabetes mellitus. Penyakit lansia yang multi patologi dan bersifat kronis, akan membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam penanganannya (Kemenkes RI, 2010). Prevalensi lansia DM di Jawa Barat dari 1,3% di tahun 2007 menjadi 2% di tahun 2013 (RISKESDAS, 2013). Hasil penelitian epidemiologis di Indonesia menunjukkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7% di daerah kota Depok pada tahun 2005. Hasil penelitian di Depok menunjukkan DM lebih tinggi prevalensinya pada kelompok umur 46 55 tahun (Handayani, 2012). Diabetes Melitus merupakan penyakit urutan ke tiga terbanyak yang diderita lansia di Depok, sebesar 4754 jiwa (Desiminasi Informasi Program Lansia bagi Petugas Puskesmas Depok, 2015). Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah. Hal tersebut disebabkan karena pengaturan pola makan dan aktivitas yang kurang baik. Faktor lain yang menyebabkan peningkatan kadar gula selain pola makan dan aktivitas fisik adalah faktor usia. Meningkatnya usia menyebabkan semakin tinggi untuk terjadi DM, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun. Proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin. Pada lanjut usia (lansia) terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot yang berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sehingga memicu terjadinya resistensi insulin (Awad dkk, 2013). Pilihan makanan yang tepat dan gizi yang sehat diperlukan untuk memastikan dan menjaga kesehatan. Gizi yang sehat merupakan dasar pengobatan DM tipe 2 yang dapat memelihara glukosa darah dalam rentang normal dan meminimalkan komplikasi penyakit. Hasil penelitian menunjukkan gangguan toleransi glukosa menurun setelah mengikuti program gabungan nutrisi dan olah raga (Keith & Kurt, 1999). Diabetisi perlu diberitahu tentang manfaat kebiasaan diet yang tepat untuk mengontrol gula darah. Program gizi harus disesuaikan dengan keadaan individu, seperti jenis kelamin, usia, berat badan, pekerjaan. Diit yang tepat akan meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi biaya pengobatan (Polikondrioti & Helen, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh The Diabetes Prevention Program (2005), menunjukkan bahwa bertambahnya usia akan berisiko tinggi untuk terjadinya DM tipe 2, dan dapat dicegah atau ditunda dengan program penurunan berat badan dan aktivitas fisik secara teratur. Perilaku makan dan aktivitas fisik memainkan peranan utama dalam pencegahan dan pengobatan DM tipe 2. Intervensi gaya hidup diperlukan untuk mencegah dan mengontrol DM tipe 2 (Aras, 2014).
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perubahan gaya hidup seperti diet, olah raga dan aktivita fisik, serta pemantauan kadar gula. Perubahan gaya hidup dapat diperoleh dengan adanya pendidikan yang diberikan melalui konseling individu atau menghadiri kelompok pendukung. Kelompok pendukung sangat penting bagi lansia DM karena bukan hanya kebutuhan informasi kesehatan, tetapi lansia ingin berbagi pengalaman dengan orang lain yang memiliki kondisi yang sama (Waters & Elizabeth, 2012). Kader merupakan tenaga pelaksana pelayanan kesehatan di posbindu yang dipilih dari kelompok masyarakat. Kader juga dapat melakukan monitoring pemeriksaan status gizi, aktivitas sehari-hari dan pemantauan kadar gula melalui pemeriksaan urine reduksi. Penelitian yang dilakukan oleh Joanne dalam Flenniken, (2010) mengatakan kontrol atas kesehatan diperoleh melalui pemberdayaan kelompok yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Strategi sukses untuk mengontrol diabetes diantaranya dengan cara pemberdayaan kelompok dan pengontrolan diet. Sukamaju Baru merupakan perumahan yang padat dengan jalan yang berkelok dan naik turun, hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua untuk mencapai posbindu. Kondisi jalan yang demikian menjadi salah satu penyebab tidak terjangkaunya lansia untuk datang ke posbindu karena kelemahan fisik pada lansia. Berdasarkan hal tersebut, maka pelaksanaan program dilaksanakan dengan melakukan pemantauan diet, aktivitas dan pemantauan kadar gula lansia melalui pemeriksaan urine reduksi dengan menggunakan kartu. Peran serta kader kesehatan masyarakat sangat diperlukan, karena kader kesehatan masyarakat merupakan perpanjangan tangan untuk pelaksanaan program posbindu pada lansia dengan diabetes. 2. Tujuan Tujuan program adalah memberi gambaran pemantauan diet dan aktivitas dengan pemberdayaan komunitas pada lansia DM di Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok. HASIL 1. Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas Terjadi peningkatan pengetahuan kader dari rata-rata 3,29 menjadi 9,84. Terjadi peningkatan sikap kader dari rata-rata 33,29 menjadi 36,50. Terjadi peningkatan keterampilan kader dari rata-rata 29,29 menjadi 32,50. 2. Asuhan Keperawatan Komunitas Teridentifikasi lansia DM sebanyak 38 orang melalui proses skrening. Terbentuk kelompok lansia yang berjumlah 12 orang. Penurunan kadar gula dalam urine setelah dilakukan pemantauan diet dan aktifitas sebesar 63%. Penurunan berat badan sebesar 37%. Peningkatan peserta yang mengikuti kegiatan senam bulan I sebanyak 6 orang, bulan ke II sebanyak 25 orang, bulan ke III sebanyak 40 orang. 3. Asuhan Keperawatan Keluarga Asuhan keperawatan keluarga dengan masalah DM yang dilakukan pada 10 keluarga, ditemukan masalah ketidakefektifan kadar gula darah, tidak efektifnya manajemen keluarga, resiko penurunan curah jantung dan cemas.
Hasil pengkajian didapatkan data di 10 keluarga terdapat masalah ketidakefektifan kadar gula darah dan tidak efektifnya manajemen keluarga. PEMBAHASAN Penyegaran kader merupakan upaya dalam meningkatkan pemberdayaan kader. Kegiatan yang dilakukan berupa pendidikan kesehatan, melatih kader agar dapat berkomunikasi yang baik, sehingga dapat diterapkan dalam melakukan perawatan pada lansia DM. Peran kader kesehatan menjembatani antara sistem kesehatan dan masyarakat (Nadia Islam dkk, 2014). Hal tersebut sesuai dengan penelitian bahwa kader kesehatan masyarakat dapat membantu memberikan arahan untuk perawatan kesehatan, dan dapat mendorong kepatuhan terhadap perawatan dengan melakukan kunjungan. Program diabetes agar lebih efektif dianjurkan dengan menggabungkan prinsip pemberdayaan, perawatan, perubahan perilaku sehat dan program intervensi diabetes (Joanne, 2010). Pengetahuan dan penerimaan kader merupakan hal yang perlu dinilai untuk melihat kemampuan kader dalam memenuhi peran mereka (Nadia Islam dkk, 2014). Pendidikan dapat diberikan melalui pertemuan dengan professional seperti perawat praktisi pendidik diabetes (Waters & Elizabeth, 2012). Teridentifikasi lansia DM melalui proses skrening sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Samuel Hodge, 2000 yang menyatakan intervensi kesehatan dengan melakukan program skrening secara rutin dapat meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan perkembangan komplikasi diabetes dengan menargetkan pada kelompok tertentu, seperti kelompok lansia. Kelompok lansia yang terbentuk beranggotakan 12 orang hal ini disebabkan lokasi jalan yang berkelok kelok dan naik turun, serta keterbatasan fisik lansia. Penelitian yang dilakukan oleh Waters & Elizabeth, 2012 mengatakan hambatan berupa akses kepelayanan kesehatan akan meningkatkan perawatan diri di masyarakat dan banyak daerah memiliki kelompok pendukung. Penurunan berat badan dan kadar gula disebabkan karena dilakukannya pemantauan secara teratur oleh kader. Adanya kelompok pendukung sehingga lansia selalu diingatkan, saling memberikan dukungan antara anggota kelompok bila terjadi peningkatan kadar gula. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Waters & Elizabeth, (2012) yang mengatakan kelompok pendukung sangat penting karena tidak hanya perawatan kesehatan, anggota kelompok juga ingin berbagi pengalaman dengan orang lain dalam menghadapi situasi yang sama. Penelitian yang lain dilakukan oleh Joanne McCloskey, (2010) mengatakan bahwa seseorang dengan DM, jika benarbenar di kontrol akan lebih sehat dibandingkan orang yang tidak DM dan tidak mengontrol nutrisinya. Dukungan dari teman teman sangat penting untuk membuat perubahan gaya hidup dalam diet dan pola aktivitas. Penurunan kadar gula darah secara bermakna terjadi pada lansia dengan dukungan keluarga. Terjadi peningkatan kemandirian keluarga, hal tersebut disebabkan adanya dukungan keluarga yang terus menerus pada lansia. Dukungan penilaian dapat berupa memberikan support, penghargaan, dan perhatian pada anggota keluarga. Dukungan instrumental dapat berupa tenaga, sarana dan materi. Dukungan emosional berupa menempatkan anggota keluarga dalam tempat yang aman,
nyaman, dandamai (Friedman, 2010). Perawatan diabetes mellitus membutuhkan pemantauan terhadap kepatuhan diit, aktivitas, sehingga diharapkan kadar gula darah akan terpantau. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam pemantauan kadar gula darah, terutama pada lansia yang sudah mengalami penurunan kualitas hidup. Lansia yang tinggal seorang diri, lansia yang tinggal dengan pasangannya membutuhkan dukungan keluarga dalam pemantauan diit dana ktivitas, hal tersebut diatasi dengan cara melibatkan kader posbindu dalam pemantauan diit dan aktivitas melalui kartu pemantauan diit. DM membutuhkan perawatan yang lama, biaya yang tidak sedikit, komunikasi yang baik, oleh karena itu diperlukan kerjasama dengan anggota keluarga yang lain (Kaakinen, 2009). KESIMPULAN Terbentuknya kelompok swabantu lansia dan kelompok pendukung di RW 05 dan 07 Kelurahan Sukamaju Baru, terjadi peningkatan kepatuhan diet dan olah raga pada lansia DM, terjadi peningkatan kemandirian keluarga pada 10 keluarga binaan di RW 05 dan 07 Kelurahan Sukamaju Baru, pengetahuan, sikap dan perilaku kader kesehatan mengalami, terjadi penurunan kadar gula darah pada lansia DM di RW 05 dan 07 Kelurahan Sukamaju Baru. DAFTAR PUSTAKA Awad, N., Langi, Y. A., & Pandelaki, K. (2013). Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Poliklinik Endokrin Bagian/SMF FK-Unsrat RSU Prof. Dr. RD Kandou Manado Periode Mei 2011- Oktober 2011. Jurnal e- Biomedik, 1(1). Desiminasi Informasi Program Lansia bagi Petugas Puskesmas Depok, 2015 Flenniken, D. (2010). Overcoming cultural barriers to diabetes control: a qualitative study of southwestern New Mexico Hispanics. Journal of cultural diversity, 17(3), 110. Handayani. (2012). Modifikasi gaya Hidup dan Intervensi Farmakologis Dini untuk Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2. Media Gizi Masyarakat Indonesia. Vol.2 : 65-70 Kemenkes RI. (2010). Rencana Operasional Promosi Kesehatan dalam Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Pusat promosi Kesehatan (2013). Riset Kesehatan Dasar : Riskesdas 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Polikandrioti, M., & Dokoutsidou, H. (2009). The role of exercise and nutrition in type II diabetes mellitus management. studies, 1, 5. Waters, E. (2012). Access and Barriers to Diabetic Self Care Education and Support Groups in a Rural Southern Minnesota Community. Islam, N., Riley, L., Wyatt, L., Tandon, S. D., Tanner, M., Mukherji-Ratnam, R.,... & Trinh-Shevrin, C. (2014). Protocol for the DREAM Project (Diabetes Research, Education, and Action for Minorities): a randomized trial of a community health worker intervention to improve diabetic management and control among Bangladeshi adults in NYC. BMC public health, 14(1), 177.