POLA ANOMALI MAGNET LOKAL DARI APLIKASI TREND SURFACE ANALYSIS (TSA) PADA PEMETAAN GEOLOGI KELAUTAN BERSISTEM DI PERAIRAN SELAT MALAKA SUMATERA UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014

D. Ilahude dan B. Nirwana. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan No. 236, Bandung-40174

POLA ANOMALI MAGNET DAN NILAI SUSCEPTIBILITAS DARI BATUAN DASAR PADA PEMETAAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA DI PERAIRAN TELUK BONE SULAWESI SELATAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan

IDENTIFIKASI STRUKTUR PADA PROFIL MAGNET TOTAL DAN SEISMIK DANGKAL DI PERAIRAN TANJUNG SELOR KALIMANTAN TIMUR

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA

SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

BAB III METODE PENELITIAN

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

Identifikasi Sesar di Perairan Misool, Papua Barat dengan Menggunakan Metode Magnetik Nur Novita Sari a, Okto Ivansyah b, Joko Sampurno a*

PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli

PENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Stratigrafi Seismik Laut Dangkal Perairan Celukanbwang, Bali Utara

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJI BESI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH GUNUNG MELATI KABUPATEN TANAH LAUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur

Pengaruh Pola Kontur Hasil Kontinuasi Atas Pada Data Geomagnetik Intepretasi Reduksi Kutub

BAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Emas Dengan Menggunakan Metode Magnetik Di Papandayan Garut Jawa Barat

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

STUDI ZONA MINERALISASI EMAS MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA SILIWANGA KECAMATAN LORE PEORE KABUPATEN POSO

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK

3. HASIL PENYELIDIKAN

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

STRUKTUR GEOLOGI TELUK BONE - SULAWESI SELATAN GEOLOGICAL STRUCTURES OF THE BONE GULF- SOUTH OF SULAWESI

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2

INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Physics Communication

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN :

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG

ANOMALI MAGNET HUBUNGANNYA DENGAN TATANAN LITOLOGI PADA PEMETAAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA DI PERAIRAN MOROWALI SULAWESI TENGAH

3. HASIL PENYELIDIKAN

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB III TATANAN GEOLOGI. terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH POLA KONTUR HASIL KONTINUASI ATAS PADA DATA GEOMAGNETIK INTEPRETASI REDUKSI KUTUB

SEISMIK STRATIGRAFI PERAIRAN LOMBOK LEMBAR PETA 1807, NUSA TENGGARA BARAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMETAAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA DI PERAIRAN INDONESIA. Lukman Arifin. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

BAB I PENDAHULUAN. di Sulawesi Tenggara. Formasi ini diendapkan selama Trias-Jura (Rusmana dkk.,

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

MENGIDENTIFIKASI POTENSI HIDROKARBON DI KEPULAUAN ARU SELATAN, PAPUA BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET. Tri Nurhidayah, Muhammad Hamzah, Maria

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

Kata kunci : Metode geomagnet, Mineral Sulfida, Foward Modeling, Disseminated.

ZONA SESAR DI PERAIRAN KALIMANTAN SELATAN (LP 1611)

PENENTUAN BATAS KONTAK BATUAN GUNUNG PENDUL DAN GUNUNG SEMANGU, BAYAT, KLATEN MENGGUNAKAN METODA MAGNETIK

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 3 (2014), Hal ISSN :

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Pendugaan Struktur Bawah Permukaan Daerah Prospek Panas Bumi Gunungapi Hulu Lais Lereng Utara dengan Menggunakan Metode Magnetik

Transkripsi:

POLA ANOMALI MAGNET LOKAL DARI APLIKASI TREND SURFACE ANALYSIS (TSA) PADA PEMETAAN GEOLOGI KELAUTAN BERSISTEM DI PERAIRAN SELAT MALAKA SUMATERA UTARA Oleh: D. Ilahude dan B. Rachmat Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung Diterima : 03-02-2011; Disetujui : 13-07-2011 S A R I Analisis intensitas magnet dari penerapan metode TSA orde ke 2 menunjukkan nilai anomali lokal yang cukup signifikan dari pemisahan nilai anomali magnet total di perairan Selat Malaka. Kontur anomali lokal yang dihasilkan diduga berkaitan dengan pola struktur geologi busur belakang Sumatera Utara. Kata kunci : anomali lokal, metode TSA ABSTRACT Analysis of magnetic intensity using 2 nd orde of the TSA method shows a significant value of local anomaly from the separation of total magnetic anomaly value in the Malaka Strait waters. Contour of the local anomaly resulted is assumed to be correlated with the geological structure pattern of back arc of North Sumatera. Keyword : local anomaly, TSA method PENDAHULUAN Latar Belakang Informasi data geofisika khususnya data magnet laut di perairan Selat Malaka dan sekitarnya masih relatif minim, dengan demikian penelitian geofisika khususnya metode magnet di perairan ini diharapkan memberikan kontribusi sebagai data awal untuk mengetahui bentuk anomali magnet di daerah perairan Selat Malaka dan sekitarnya. Analisis anomali magnet menggunakan metode Trend Surface Analysis (TSA) di perairan Selat Malaka ini merupakan pengembangan dari pemetaan geologi dan geofisika secara sistematis yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) tahun 2008 (Rachmat drr., 2008). Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui pola anomali magnet lokal yang dapat menggambarkan tatanan geologi bawah permukaan dasar laut. Lokasi deaerah penelitian terletak di Selat Malaka, Sumatera Utara dengan batas koordinat antara 3º00 00 6º00 00 LU dan 97º30 00 99º00 00 BT (Lembar Peta 0619, 0620 dan 0621) (Gambar 1). Dari peta hidrografi yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa kedalaman laut daerah penelitian antara 20 hingga 120 meter (Dishidros TNI-AL, 2006). Penerapan metode magnet di perairan tersebut dilakukan bersamaan dengan pengukuran kedalaman laut (pemeruman) secara kontinu dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin I milik P3GL dengan mengambil titik pangkal (base station) di 109

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian di Selat Malaka dan sekitarnya, Lembar Peta 0619, 0620 dan 0621 (P3GL, 2008) Pelabuhan Belawan Medan sebagai awal lintasan survei. Lintasan penelitian diambil arah timurlaut-baratdaya dengan lintasan crosscheck dengan arah baratlaut-tenggara. Prinsip metode magnet berdasarkan pada induksi medan magnet utama bumi dan magnetisasi permanen yang umumnya mempunyai arah dan intensitas yang berbeda serta sebagian termagnetisasi sejak proses kristalisasi batuan (Telford drr., 1974). Oleh sebab itu nilai anomali magnet yang diperoleh merupakan gabungan dari keduanya atau hasil induksi murni. Jika arah medan magnet permanen sama dengan arah induksi medan magnet maka anomali tersebut bertambah besar demikian juga sebaliknya. Pengolahan data magnet berdasarkan pada pengukuran intensitas untuk mendapatkan gambaran pola anomali magnetik di daerah penelitian. Dari data tersebut diperoleh posisi bujur, posisi lintang, dan intensitas medan magnet di daerah tersebut. Intensitas medan magnet terukur merupakan penjumlahan dari medan magnet utama, variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan, medan magnet remanen, dan variasi akibat aktivitas di matahari. Data intensitas medan magnet ini sangat dipengaruhi oleh variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan atau yang lebih umum dikenal sebagai anomali magnet lokal. Analisis anomali magnet dalam tulisan ini lebih ditekankan pada bentuk anomali lokal yang dapat menggambarkan pola anomali daerah penelitian dari aplikasi metode TSA orde ke-2 pada penampang anomali total. Metode TSA merupakan salah satu metode polinomial yang merupakan model regresi linear matematik, berupa koordinat polinomial dalam bentuk x dan y dari pola anomali magnet untuk skala besar. Persamaan polinomial linier dan resultan yang dihasilkan, merupakan representasi grafis dari persamaan matematika (Davis,1986). Metode matematis ini digunakan untuk memisahkan data yang direpresentasikan sebagai peta trend dan peta anomali lokal. Anomali magnet total merupakan respon dari berbagai sumber anomali yang relatif dalam, sedangkan anomali magnet lokal merupakan respon dari sumber anomali yang relatif dangkal. Dari anomali magnet total dan lokal tersebut diharapkan pola anomali yang dalam maupun yang dangkal bisa lebih terlihat. Dengan menerapkan metode tersebut maka anomali lokal yang dihasilkan dapat melengkapi data dalam beberapa penafsiran yang menggambarkan tatanan geologi daerah penelitian. 110

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah memetakan pola anomali magnet total di Selat Malaka serta mengaplikasikan metode TSA yang dapat memperjelas bentuk anomali total yang diperoleh di sepanjang lintasan. Penerapan metode ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran pola anomali lokal yang direduksi dari anomali total dan regional, yang mungkin berhubungan dengan pola struktur geologi bawah permukaan. Geologi Selat Malaka Berdasarkan http://en.wikibooks.org/wiki/ The Geology of Indonesia/Sumatra, batas geografis di bagian baratdaya Cekungan Sumatra Utara sekarang ini tidak sesuai dengan batas pengendapan sedimen Tersier. Batas sebenarnya pengendapan lebih luas ke arah baratdaya dibandingkan dengan pengangkatan Pegunungan Barisan baru-baru ini. Pengamatan ini didukung oleh bukti-bukti dari singkapan Serpih Baong di tengah-tengah pegunungan dan juga kehadirannya di Interdeep Sumatra bagian baratdaya. Batas bagian timur dan tenggara cekungan terbentuk oleh tinggian asahan atau Dataran Tebing Tinggi (Gambar 2), dalam skala waktu Tersier perluasan cekungan berkembang di Sumatera tengah dan selatan. Batas pada dasar cekungan ditandai oleh suatu lipatan berarah utara-selatan mengarah ke bagian timur Medan. Batas struktur cekungan bagian barat daya saat ini memanjang sepanjang Pegunungan Barisan, dipisahkan oleh satu atau lebih patahan kompresional dalam daerah yang sempit antara lipatan Medan dan bagian depan Pegunungan Barisan Bagian selatan Selat Malaka didominasi oleh punggungan-punggungan kecil berarah timurlaut-baratdaya dan alur sungai lebar (broad channels) yang sejajar sepanjang pantai (Kudrass & Schlueter, 1983). Punggungan-punggungan ini muncul 10-30 m di atas dasar laut dan beberapa tempat kurang dari 10 m dan menerus hingga ke arah timurlaut. Morfologi dasar laut bagian tengah Selat Malaka lebih halus (smooth) dan banyak dijumpai nodul iderit (Emery drr., 1971). Menurut Caughey dan Wahyudi (1993), umumnya morfologi dasar laut Selat Malaka banyak terbentuk oleh struktur sedimen antara lain sand waves, ripples (gelembur) dengan tinggi 0,2-5 m dan linear furrows dengan lebar 15 m yang mempunyai arah sejajar dengan punggungan dan sumbu Selat Malaka. Secara stratigrafi, batuan tertua di Selat Malaka adalah sekuen arenaceous dan argillaceous metamorfik berumur Devon hingga Karbon, batupasir dan perlapisan serpih berumur Trias - Jura serta intrusi granit. Formasi yang berumur Paleozoik tersingkap di Port Dickson dan Malaka. Sedimen berumur Mesozoik lebih banyak dijumpai di selatan Selat Malaka. Sedimen berumur Tersier dan Kuarter terdapat di sepanjang pantai Sumatera dengan ketebalan mencapai 300 m (Cekungan Sumatra Tengah), dan sedimen Tersier ini menipis ke arah tengah Selat Malaka (Gambar 3). Sedimen Kuarter terdiri dari sedimenter tua berupa pasir lempungan masif asal darat, kompleks aluvial berupa pasir lempungan yang diendapkan di cekungan dalam (deep channels) dan sedimenter muda berupa lumpur laut (Aleva, 1973). Kompleks aluvial dan bagian atas sedimenter tua dipisahkan oleh suatu ketidakselarasan, sedangkan bagian bawah dan atas dari sedimenter muda juga terpisah oleh suatu disconformity. METODE Data intensitas magnet di laut diperoleh dengan menggunakan alat magnet laut yang terdiri dari satu unit magnetometer SeaSpy dengan perangkat lunak SeaLink. Perangkat sensor magnet ini ditarik di belakang kapal pada jarak tiga kali panjang kapal, sedangkan data kedalaman laut diperoleh dengan menggunakan alat gema suara (echo-sounder) model Reson 420DS Navisound sepanjang lintasan kapal. Sensor (transducer) alat ini ditempatkan di bagian kiri lambung kapal dengan posisi tenggelam (draft) 1.5 meter dari permukaan laut. Kedua alat ini dioperasikan secara bersamaan dengan kecepatan jelajah kapal ratarata 5 knot. Untuk menentukan posisi pengambilan data di lapangan, digunakan sistem satelit navigasi terpadu dengan menggunakan satelit DGPS Receiver Model C-Nav. Data ini diterima setiap dua detik dan diproses secara digital menggunakan fasilitas program Hypack Software. Untuk mendapatkan nilai anomali magnet maka dilakukan reduksi efek intensitas magnetik yang ditimbulkan oleh medan magnet bumi. Besarnya intensitas magnetik terukur (M- 111

Gambar 2. Peta Tektonik Cekungan Sumatra Utara (http://en.wikibooks.org/wiki/the Geology of Indonesia/Sumatra/2011) 112

Gambar 3. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Utara (Caughey dan Wahyudi, 1993) 113

obs) dikoreksi terhadap datum kemagnetan global (International Geomagnetic Reference Field / IGRF, tahun 2007) dan intensitas magnet variasi harian (vh), sehingga diperoleh nilai anomali magnet total dalam satuan nano Tesla (nt). Anomali magnet total merupakan gabungan dari anomali magnet regional dan lokal, sehingga untuk mengetahui anomali lokal, dilakukan pemisahan terhadap anomali regional dan anomali total. Menurut Telford drr (1990), besarnya intensitas magnet total disekitar batuan yang termagnetisasi diformulasikan sebagai berikut : ΔM = M obs M IGRF ± M VH...( 1 ) ΔM = anomali magnet total M obs = intensitas magnet total yang terukur M IGRF = intensitas magnet teoritis berdasarkan IGRF pada stasiun M obs = intensitas magnet akibat variasi harian M VH Dari data anomali magnet total dilakukan perhitungan dalam bentuk matrik untuk mendapatkan anomali magnet regional dengan menggunakan metode Trend Surface Analysis (TSA) orde ke-2 yang diformulasikan oleh Krumbein (1963) dengan bilangan polynomial sebagai berikut : f (x i,y i ) =b o +b 1 x +b 2 y +b 3 x n +b 4 xy+b 5 y n... (2) f(x i,y i ) = fungsi anomali regional b = konstanta polinomial x i = koordinat pada sumbu x di setitap titik pengamatan y i = koordinat pada sumbu y di setitap titik pengamatan n = orde sementara nilai anomali lokal (L) diperoleh dari persamaan matematis sebagai berikut : L = M f(x i,y i )... (3) L = anomali lokal M = nilai anomali magnet total f(x i,y i )= anomali regional Nilai anomali magnet total dan lokal diolah dengan menggunakan perangkat lunak Surfer 8 untuk memperoleh peta kontur anomali magnetnya. Dari hasil anomali magnet tersebut dibuat kontur, untuk melihat pola (trend) anomali magnet yang berada di perairan Selat Malaka dan sekitarnya. Kedalaman (meter) 0-10 -20-30 -40-50 -60-70 -80-90 -100-110 Daratan Sumatra Gambar 4. Morfologi dasar laut Selat Malaka U ta ra PEMBAHASAN Morfologi Dasar Laut Kondisi dasar laut daerah penelitian umumnya bergelombang terjal dengan kedalaman laut semakin bertambah ke arah timur dan timur laut (Gambar 4). Di bagian selatan daerah penelitian kedalaman laut berkisar antara 20 m sampai 60 m membentuk morfologi dasar laut yang relatif landai, sedangkan di bagian utara kedalaman laut berkisar antara 20 sampai 110 m membentuk morfologi dasar laut yang agak curam memanjang 114

dengan arah utara-selatan. Morfologi dasar laut tersebut mencerminkan tatanan geologi bawah permukaan dasar laut yang diduga berkaitan dengan proses pembentukan busur belakang Sumatera Utara. Kontras perubahan perairan dangkal ke perairan dalam ditandai dengan warna biru hingga warna hijau (Gambar 4). Dari morfologi dasar laut menunjukkan adanya lembah dan undulasi dasar laut di bagian tengah hingga ke bagian selatan daerah telitian yang menyerupai parit yang mengarah ke timurlaut (lepas pantai). diperoleh merupakan resultante dari komponen intensitas magnet yang diduga berkaitan dengan batuan yang mempunyai sifat kerentanan magnet (susceptibilitas) magnet yang tinggi maupun rendah. Distribusi anomali magnet total ini dibagi dalam 3 kelompok warna, yaitu warna merah (anomali positif) mulai dari nilai 25 sampai Anomali Magnet Total Data pengukuran hasil lapangan merupakan data intensitas magnet total yang masih dipengaruhi oleh komponen medan magnet luar. Pengaruh ini antara lain disebabkan oleh medan magnet yang berasal dari pergerakan bulan dan kondisi temperatur bumi. Sehingga data intensitas magnet yang diperoleh harus dikoreksi terhadap IGRF dan fluktuasi medan magnet variasi harian (vh). Dari hasil perhitungan data intensitas magnet tersebut, diperoleh nilai anomali magnet totalnya yaitu antara -53 nt sampai dengan 70 nt. Secara garis besar anomali magnet relatif tinggi terdapat di bagian barat laut dan di bagian tengah daerah penelitian, sedangkan anomali relatif rendah terdapat di bagian tenggara hingga ke timur daerah penelitian dan sebagian tersebar di bagian baratlaut (Gambar 5). Peta kontur anomali magnet total yang Gambar 5. Peta kontur anomali magnet total di perairan Selat Malaka dan sekitarnya 115

dengan 70 nt, warna kuning antara -15 hingga + 25 nt, warna biru (anomali negatif) antara -15 hingga - 50 nt. Dari hasil analisis intensitas magnet, terdapat anomali positif relatif tinggi (70 nt) yang berada di sebelah barat laut dan tengah daerah penelitian yang ditandai dengan notasi merah. Anomali ini diduga merupakan bagian dari tinggian Bohorok yang dapat dikorelasikan dengan morfologi dasar laut di bagian baratlaut (notasi hijau kekuningan). Sementara di bagian tengah hingga ke arah tenggara daerah penelitian sebagian besar didominasi oleh anomali negatif (notasi biru) dengan nilai mencapai 50 nt. Anomali negatif ini tersebar di bagian tengah hingga ke bagian tenggara membentuk bulatan besar yang menggambarkan susceptibilitas yang rendah yang diduga berupa batuan sedimen. Dari kontur anomali magnet total tersebut terlihat adanya pola anomali positif (+50 nt) dan negatif (-50 nt) saling berhimpitan di bagian tengah daerah penelitian yang diduga merupakan struktur cekungan yang berada pada lapisan yang dalam. Anomali Magnet Lokal Anomali magnet lokal diperoleh dari selisih antara anomali magnet total dengan anomali magnet regional. Secara umum pola anomali lokal ini memperlihatkan nilai anomali positif dan negatif yang disebabkan oleh kedudukan batuan dasar yang dangkal. Dari hasil analisis ini nilai anomali magnet lokal yang diperoleh berkisar antara -11 nt sampai dengan 12 nt dengan pola kontur tertutup yang bernilai positif maupun negatif. Anomali magnet lokal dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok anomali magnet rendah -4 nt sampai dengan -12 nt (warna biru), kelompok anomali sedang antara - 4 nt sampai dengan 4 nt (hijau-kuning) dan kelompok anomali tinggi antara +4 nt sampai dengan +12 nt (merah) (Gambar 6). Pola sebaran anomali magnet lokal khususnya di bagian tenggara daerah telitian, anomali negatif dan positif diperkirakan berasosiasi dengan proses pembentukan busur belakang Sumatera Utara yang ditandai dengan morfologi cekungan dan tinggian. Anomali negatif (notasi biru) di bagian tenggara daerah telitian di diduga merupakan bagian dari Cekungan Langkat (Langkat Sub-Basin). Sementara anomali positf (notasi merah) diduga merupakan bagian dari tinggian Bohorok yang terlihat di bagian tenggara daerah penelitian. Beberapa anomali positif (notasi kuning dan merah) menempati daerah bagian tenggara dan tengah dengan bulatan kecil hingga besar. Kemunculan kontur anomali positif di bagian tengah dan tenggara daerah penelitian ini hampir mirip dengan bentuk morfologi dasar lautnya (Gambar 4). Diperkirakan anomali positif yang menempati bagian tengah dan tenggara daerah penelitian berkaitan dengan efek polarisasi dari batuan bersifat magnetik yang mengalami deformasi akibat proses tektonik di daerah tersebut. Sementara anomali negatif dengan notasi warna biru yang menempati bagian tenggara, ditafsir sebagai bagian dari struktur cekungan busur belakang Sumatera Utara yang terdiri dari batuan sedimen. Nilai anomali negatif dengan notasi warna hijau hingga biru yang membentuk bulatan kecil di bagian tenggara dan timurlaut, diduga merupakan batuan yang mempunyai susceptibilitas yang rendah yaitu berupa batuan sedimen. Kemungkinan lain adalah sifat kemagnitan yang relatif rendah tersebut disebabkan oleh batuan beku yang bersifat asam atau batuan malihan yang mempunyai susceptibilitas yang sedang hingga rendah. Dari bentuk morfologi dasar laut tersebut terlihat bahwa daerah yang mempunyai anomali negatif (biru) berada pada cekungan morfologi bagian tenggara daerah penelitian, sedangkan anomali menengah (warna kuning kehijauan) cenderung menempati bagian baratlaut daerah penelitian. Jika dikaitkan dengan peta tektonik Cekungan Sumatera Utara maka diduga anomali ini merupakan representasi dari bentuk morfologi dasar laut kawasan baratlaut daerah penelitian. Dari penerapan metode TSA tersebut, pola anomali magnet lokal mencerminkan pola kemagnetan dari batuan dasar yang mengalami imbasan magnet yang berkaitan dengan pembentukan busur belakang Sumatera Utara yaitu berupa morfologi cekungan dan tinggian yang berada di Selat Malaka. KESIMPULAN Nilai anomali negatif dengan notasi warna hijau yang menempati sebagian besar daerah penelitian, diduga merupakan batuan sedimen yang mendominasi daerah tersebut. Di bagian 116

Gambar 6. Anomali magnet lokal 117

tenggara daerah penelitian ditempati oleh anomali negatif dengan notasi warna biru yang diperkirakan bagian dari cekungan busur belakang Sumatera Utara. Anomali lokal ini memisahkan sumber penyebab anomali yang berada pada lapisan yang dalam, sedangkan anomali magnet total memperlihatkan nilai yang tinggi dengan dimensi yang besar. Aplikasi metode TSA menghasilkan bentuk anomali magnet yang cukup signifikan yang diduga berkaitan dengan tataan struktur geologi bawah permukaan dasar laut. ACUAN Aleva, G. J. J., 1973. Aspects of the historical and physical geology of the Sunda Shelf, essential to the exploration of submarine tin placers. Geologie en Mijnbouw, 52, 79 91. Caughey, C.A. & Wahyudi, T., 1993. Gas reservoirs in the Lower Miocene Peutu Formation, Aceh Timur, Sumatra, Proc. 22 nd Ann. Conv. IPA, pp 191-218. Davis, G.V., 1986. Numerical Methods in Engineering and Science, London, Proc. Conf. p. 213. Dishidros, TNI-AL, 2006. Peta Hidrografi Lembar Sumatera Utara, Skala 1 : 50.000, Jakarta. Emery, K. O., Uchupi, E., Sunderland, J., Uktolseja, H.L., and Young, E.M., 1971. Geological structure and some water characteristics of the Java Sea and adjacent continental shelf, CCOP Technical Bulletin, vol. 6, p. 197-223. Krumbein, W.C., 1963. Confidence intervals on low-order polynomial trend surfaces, JournalGeophysical Research, 68, 5869-5878. Kudrass, H.R., & Schlueter, H.U., 1983. Report on geophysical and geological offshore surveys in the Malacca Strait, Exploration for offshore placers and construction material, Proc. CCOP, Bangkok, 115-154. Rachmat, B., Saputro, E., Sinaga, A., Subarsyah, Ilahude, D., Rahardiawan, R., Purwanto, C., Silalahi, I., Makmur, A., dan Sutisna, N., 2008. Pemetaan geologi dan potensi energi dan sumber daya mineral bersistem Lembar Peta 0619, 0620 dan 0621 Langsa, perairan Selat Malaka NAD dan Sumatera Utara, Laporan intern Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung (Tidak dipublikasikan). Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R.E. Keys, D.A., 1974. Applied Geophysics, Cambridge University Press, London- New York-Melbourne. Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R.E., 1990. Applied Geophysics, Cambridge University Press, Cambridge, Second Edition. http://en.wikibooks.org/wiki/the Geology of Indonesia/Sumatra/2011 118