INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 -

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONFERENSI TINGKAT TINGGI ISLAM DI LAHORE

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1977

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN.

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DUKUNGAN DIPLOMASI POLITIK INDONESIA TERHADAP KEMERDEKAAN PALESTINA

POLITIK LUAR NEGERI. By design Drs. Muid

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA YANG BEBAS DAN AKTIF SERTA PENGARUHNYA BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG LEMBAGA PERSAHABATAN ANTAR BANGSA DI INDONESIA

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN KEPALA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA. PADA PERINGATAN HARI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE AGUSTUS 2015

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

BAB II GAMBARAN UMUM

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Islam masuk ke Rusia tidak lama setelah kemunculannya pada pertengahan kedua

Tuduhan Amnesty Internasional terhadap Sudan terkait penggunaan senjata kimia di Jabal Murrah

Assamu alaikumwr. Wb. Yang Mulia Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Para Ketua Delegasi. Yang terhormat Wakil Presiden Jusuf Kalla.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONEESIA KE KOPERENSI KEPENDUDUKAN DUNIA DI BUKHAREST

Sambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, Selasa, 08 Desember 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968

Globalisasi. 1. Pengertian Globalisasi

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB I PENDAHULUAN. Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada hakekatnya diabdikan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SILABUS PEMBELAJARAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Pengertian Pancasila

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

Konferensi Asia Afrika: Pentingnya Diplomasi dalam Menggalang Ingatan Dunia

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

Sambutan Presiden RI pada Silaturahim dengan Para Teladan Nasional, Jakarta, 14 Agustus 2012 Selasa, 14 Agustus 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu memberikan instruksi politik sebagai petunjuk-petunjuk umum untuk Delegasi Pemerintah Republik Indonesia ke Sidang ke-xxvii Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB ). Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 ; 2. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 ; 3. Keputusan Presiden RI Nomor 164 /LN Tahun 1972. M E N G I N S T R U K S I K A N Kepada : Ketua Delegasi Pemerintah Republik Indonesia untuk menghadiri Sidang ke- XXVII Majelis Umum PBB. Untuk : PERTAMA : Dalam menghadapi masalah-masalah yang dibahas pada Sidang Umum PBB tahun 1972 ini, selalu menggunakan landasan dan pedoman hal-hal seperti yang terlampir pada Instruksi ini. KEDUA : Selama masa Sidang PBB, terus-menerus memberikan laporan tentang perkembangan penting di PBB kepada Presiden. KETIGA : Melaporkan hasil pelaksanaan tugas ini kepada Presiden. KEEMPAT : Instruksi ini berlaku selama Delegasi Pemerintah Republik Indonesia menghadiri Sidang ke-xxvii Majelis Umum PBB. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 15 September 1972. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd.

S O E H A R T O JENDERAL TNI LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN R I NOMOR 8 TAHUN 1972 INSTRUKSI POLITIK UNTUK DELEGASI INDONESIA KESIDANG KE-XXVII MAJELIS UMUM PERSERIKATAN BANGSA -BANGSA. Umum. 1. Pemerintah RI mengirimkan Delegasi RI yang cukup bermutu ke Majelis Umum PBB - XXVII yang akan mulai sidangnya pada tanggal 19 September 1972, karena percaya bahwa PBB merupakan badan dan alat yang sangat berguna bagi pengembangan kestabilan politik, ekonomi dan sosial secara sejagad, bahwa idealisme yang terkandung dalam Undang-undang Dasar RI dan Pancasila sejalan dengan dasar, tujuan dan piagam PBB, dan karena itu dipercayai bahwa Indonesia dapat menyumbangkan fikiran dan amal kepada organisasi internasional ini demi kesejahteraan Indonesia sendiri dan dunia pada umumnya. 2. Majelis Umum dimulai pada waktu-waktu kita mencatat perkembanganperkembangan nasional dan internasional yang berikut ini : a. Di Indonesia pendiri pemupukan stabilisasi politik dan ekonomi berjalan terus dengan baik yang memberikan harapan-harapan positip kepada Pemerintah dan Rakyat. b. Suatu kerjasama yang berkembang secara teratur dan berhasil dalam rangka kerjasama ASEAN. c. Di dunia internasional kita melihat suasana saling mendekati mulai

tumbuh di kalangan negara-negara besar. d. Usaha-usaha mencari perdamaian dibeberapa daerah-daerah krisis, seperti Indo Cina, Timur Tengah dan lain-lain masih belum mendatangkan hasil sama sekali. e. Gerakan-gerakan kemerdekaan di Afrika makin hebat. f. Konperensi Non-Aligned di Georgetown, Guyana menampilkan aspekaspek yang cukup negatip dan menimbulkan keprihatinan kita. g. Usaha-usaha negara-negara berkembang untuk memperbaiki struktur ekonominya masih menghadapi bermacam-macam hambatan, seperti krisis moneter internasional dan kemunduran "political will" dari negaranegara maju dalam membantu usaha-usaha pembangunan negara-negara berkembang, halmana dinyatakan kembali dari hasil-hasil Konperensi UNCTAD-III di Santiago yang memang kurang memuaskan bagi negaranegara berkembang. 3. Dengan situasi seperti tersebut itu sebagai latar belakang, maka Delegasi yang diutus oleh Pemerintah Indonesia perlu menggunakan segala kesempatan untuk terus membela kepentingan Indonesia, mengadakan prakarsa-prakarsa yang konstruktip, dan waspada terhadap gejala-gejala yang dapat menghambat kemajuan stabilisasi kita secara langsung atau tidak langsung. a. Pemerintah dan Rakyat Indonesia merasa bangga terhadap kemajuan yang dicapainya ditahun-tahun belakangan ini, dimana bangsa kita telah bergerak maju dari suatu situasi negatip kearah perkembangan yang penuh mempunyai arti bagi kesentosaan bangsa dan perdamaian dunia. Karena itulah dengan hati terbuka Delegasi dapat menceritakan kepada dunia internasional prestasi-prestasi yang telah kita capai sekarang ini. b. Kejadian-kejadian yang negatip di Georgetown tidak mengurangi keyakinan kita kepada Non-Alignment sebagai salah satu pegangan Indonesia dalam politik luar negeri, dan keinginan Republik Indonesia c.q. Delegasi Indonesia, untuk bekerjasama didalam dan dengan kelompok Non-Aligned tidak berkurang selama kerjasama itu bersipat konstruktip dan tidak merugikan kepentingan Negara, Bangsa dan tujuan hidup kita. c. Kerjasama diantara negara-negara ASEAN yang telah digalang dengan baik itu, dan yang telah dimulai pula diforum PBB semenjak tahun yang lalu, merupakan salah satu dasar dari kerjasama internasional kita dan seyogianya patut diperkembangkan lebih lanjut. Sejalan dengan ini kerjasama dengan Kelompok Asia-Afrika, Kelompok 77 dan lain-lainnya yang melakukan usaha -usaha yang paralel dengan kita dapat dilaksanakan sebagai biasa, malahan ditingkatkan jika nyata-nyata menguntungkan. BEBERAPA PERMASALAHAN INTERNASIONAL

4. Pemerintah Indonesia merasakan sebagai salah satu tanggung-jawabnya untuk juga secara wajar memperhatikan masalah-masalah internasional dan ikut menyumbangkan pemikiran dan usul-usul dalam menanggulangi problemaproblema internasional yang dapat mempunyai akibat yang negatip kepada masyarakat sedunia, terutama kepada Bangsa Indonesia yang sedang membangun itu. a. Détente : Kita menyambut baik suasana detente yang mulai terbit dalam hubungan antara Negara-negara Besar, terutama antara Amerika Serikat dengan Republik Rakyat Cina dan Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Akibat baiknya mulai kelihatan di Eropah, tetapi dibenuabenua lain seperti di Afrika, Timur Tengah dan Asia Tenggara rapprochement dan detente itu baru merupakan cerita dan harapan saja dalam efeknya. Dalam kegembiraan kita itu kita sangat waspada agar kepentingan negara-negara yang kecil dan sedang tidak dikorbankan dan terkorban karena kepentingan bersama dari Negaranegara Besar. b. Indo-Cina : Peperangan yang telah berpuluh tahun berkecamuk terus dan segala macam usaha dari berbagai negara telah gagal untuk menciptakan suasana damai dianak benua itu. Bagi Indonesia yang terpenting adalah terciptanya perdamaian dimana bangsa-bangsa dalam wilayah itu dapat hidup tenteram membangun negaranya dari kehancuran perang yang diderita mereka itu. Karena itu unsur-unsur perdamaian menurut pandangan kita adalah : (a) berhentinya tembak menembak, (b) mundurnya pasukan-pasukan asing dari semua wilayah dan negara-negara di Inido-Cina, dan (c) kesempatan bagi negara-negara dan bangsa-bangsa itu berunding dalam suasana bebas untuk menciptakan damai abadi diantara mereka yang memberi kesempatan kepada mereka itu hidup dengan tidak ada perasaan takut dan dengan memberi kemungkinan kepada mereka mengembangkan kepribadian dan cara hidup mereka masing-masing. Dalam rangka inilah negara-negara ASEAN mengusahakan "karya-damai-nya" dan diharapkan MU-PBB yang akan datang ini dapat dijadikan wadah informil untuk meneruskan usaha-usaha ini. c. Korea : Adanya pendekatan antara Republik Demokrasi Rakyat Korea dan Republik Korea adalah suatu perkembangan yang cukup menggirangkan, karena itu usaha ini patut terus disokong secara positip dengan memberi kesempatan lebih lanjut kepada kedua negara itu melanjutkan pendekatannya dengan tidak ada tekanan-tekanan apapun dari luar. d. Bangla Desh : Pengakuan RI terhadap Bangla Desh berdasarkan keyakinan bahwa ia merupakan faktor stabilisasi di Asia Tenggara, dan karena itu belum diterimanya negara Itu dalam PBB patut disesalkan. Dalam pada itu sebagai negara sahabat patut kita ikut berusaha terus agar tercipta suasana dimana negara-negara di anak -benua Asia Tenggara itu dapat

hidup saling percaya dan saling membantu, tanpa terjerumusnya dalam percaturan politik internasional yang melibatkan negara-negara besar yang dengan sendirinya punya gagasan "spheres of influence" mereka. e. Timur Tengah : Setelah gagalnya usaha untuk menghentikan permusuhan antara negara-negara Arab dan Israel secara sekaligus, maka perlu dicarikan penyelesaian yang bertahap-tahap, asalkan saja tidak lepas dari tujuan terakhir, yaitu dibebaskannya wilayah-wilayah Arab dari kekuasaan Israel dan pulihnya hak bangsa Palestina untuk menentukan nasib mereka. f. Perlucutan Senjata : Adanya suasana detente dan sedikit kemajuan dalam mengekang pacuan senjata nuklir (pembicaraan-pembicaraan SALT) antara Amerika Serikat dan Uni Soviet serta keinginan diadakannya Konperensi Keamanan Eropah hendaknya dapat menimbulkan momentum yang menuju kearah usaha-usaha yang Intensip bagi perlucutan senjata yang menyeluruh, seimbang dan bertahap, terutama sekali diantara negara-negara nuklir. Karena itulah Pemerintah Indonesia menyokong gagasan diadakannya Konperensi Perlucutan Senjata Sedunia, asalkan didahului oleh persiapan-persiapan yang matang, sehingga Konperensi tidak hanya menjadi forum propaganda. Pendirian kita mengenai perlombaan senjata nuklir telah diketahui umum dan telah di jelaskan dalam Petunjuk Umum kami kepada Delegasi ke MU-PBB XXVI, yang singkatnya ialah : kita menolak persenjataan nuklir dan menginginkan percobaan-percobaan dihentikan sama sekali. Juga hendaklah dihindarkan pacuan senjata dikalangan negara-negara berkembang sendiri, agar mereka dapat menumpahkan semua tenaga dan kekuatannya untuk pembangunan negara dan bangsanya. Pacuan senjata dikalangan negara-negara berkembang dapat dikurangi jika diantara mereka disesuatu region tercipta saling percaya, tidak adanya subversi-subversi dari negara luar, dan timbulnya ketahanan nasional dan regional, terutama dalam bidang mental dan ekonomi. Pengetahuan dan teknologi yang telah berkeinbang sebagai akibat dari teknologi nuklir dan perlombaan menuju bulan banyak yang dapat dimanfaatkan bagi umat manusia, juga untuk kemajuan ekonomi-sosial negaranegara yang sedang berkembang. Kiranya teknologi ini dapat disebarluaskan kepada negara-negara ini sehingga mereka merasakan pula manfaatnya. g. Dekolonisasi : Politik luar negeri RI yang bebas dan aktif antara lain berdasarkan filsafat anti kolonialisme dan anti-imperalisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Atas landasan ini Indonesia Memberikan dukungan penuh kepada gerakan-gerakan kemerdekaan yang murni, tetapi tidak dapat membenarkan usaha-usaha untuk menunggangi gerakan-gerakan itu guna kepentingan pihak luar. h. Pembangunan Ekonomi dan Sosial : Perkembangan ekonomi/keuangan internasional yang dewasa ini tidak menentu, ditambah dengan kejadian-

kejadian serta gejala-gejala seperti krisis moneter internasional, Sidang UNCTAD-III yang hasil-hasilnya pada umumnya kurang begitu memuaskan bagi negara-negara berkembang, berkurangnya kesediaan dan "political will" negaranegara maju untuk meningkatkan bantuannya kepada serta memberikan bagian yang lebih besar bagi pemasaran hasil-hasil dari negara-negara berkembang, kesemuanya itu memerlukan pemecahan yang sangat mendesak dan merupakan tanggung jawab bersama dari negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Berhubung dengan itu, partisipasi Indonesia dalam Sidang Umum PBB ke - XXVII perlu dikonsentrasikan pada 4 persoalan berikut ; yaitu : situasi moneter internasional, bidang perdagangan, terutama dalam menghadapi Multilateral Trade Negotiations 1973, bidang bantuan dan bidang shipping. Dalam ikut menentukan penyelesaian persoalan-persoalan tersebut, Indonesia lebih cenderung untuk memilih jalan kerjasama yang dapat menuju kesuatu pemecahan yang mungkin diterima bagi semua fihak dan sedapat mungkin menghindarkan jalan konfrontasi terhadap negara-negara maju. Kebijaksanaan ini dilandaskan pada keyakinan bahwa suksesnya pelaksanaan Dasa Warsa Pembangunan PBB ke-ii dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan didalamnya, banyak tergantung pada pemecahan unsur-unsur tersebut diatas, yang hanya dapat dicapai dengan jalan kerjasama dengan negara-negara maju. Untuk memperoleh kerjasama yang diperlukan dari negara-negara maju maka sedapat mungkin diusahakan landasan bersama antara negara-negara berkembang dalam masalah-masalah pokok dan urgen bagi negara-negara berkembang. i. Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi : Pembangunan yang kita lakukan sekarang ini hanya dapat berjalan dengan baik dan lebih cepat, apabila kita juga memiliki dan memperluas ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Maka adalah penting bagi kita agar supaya kita dapat menyerap sebanyak mungkin ilmu pengetahuan dan tekhnologi itu. Dalam hal ini perlu diingat bahwa tingkat pembangunan kita dewasa ini memerlukan pengetrapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dapat secara langsung menambah kesejahteraan rakyat dan memperluas lapangan kerja bagi rakyat. Disamping itu kita telah melihat pada negara-negara maju bahwa kemajuan ekonomi seringkali dicapai dengan menimbulkan luka-luka yang berbahaya pada alam dan lingkungan kehidupan manusia. Hal itu hendaknya menjadi pelajaran bagi kita dan negara-negara berkembang lainnya. Sekalipun persoalan pencemaran alam, air, tanah dan udara bagi kita belum lagi merupakan hal yang pelik namun usaha-usaha mencegah timbulnya lukaluka itu dari sekarang sudah harus menjadi perhatian kita secara nasional dan dimana dapat secara internasional, terutama dengan negara -negara sekeliling kita.

j. Soal-soal Hukum : Konperensi Hukum Laut yang akan datang sangat banyak menyangkut kepentingan vital Indonesia sebagai suatu negara yang sebagian besar dari wilayahnya terdiri dari laut, baik kepentingan-kepentingan ekonomis, politis, juridis, maupun strategis. Kepentingan-kepentingan tersebut akan sangat berpengaruh bagi pembangunan nasional dan keselamatan negara dewasa ini, dan dimasa depan. Segala kemampuan dan kegiatan Delegasi RI hendaknya diarahkan supaya prinsip-prinsip Wawasan Nusantara diakui dalam Konperensi Hukum Laut yang akan datang. Pemerintah Indonesia tidak melihat urgensinya untuk mengadakan konperensi tersebut dalam 1973 tetapi lebih menekankan pada persiapan-persiapan agar konperensi tersebut dapat berhasil, khususnya dipandang dari sudut kepentingan nasional RI.