D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 U M U M

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Katalog BPS :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

Katalog BPS :

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

KABUPATEN BENGKULU TENGAH

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL POKOK...

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

Produk Domestik Regional Bruto

KATA PENGANTAR. Malang, September 2014 Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA 2010/2011. Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality

Badan Perencananan Pembangunan Daerah Bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjar

Katalog BPS : Kerjasama : BAPPEDA Kabupaten Kudus Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. Drs.HADI PURWONO Pembina Utama Muda NIP

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2011

Katalog BPS :


PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN TASIKMALAYA (PER KECAMATAN) MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

KATA PENGANTAR. Bandung, November 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. K e p a l a,

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PONOROGO

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok. dengan. PDRB Kecamatan Kota Depok Tahun 2014

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

Tinjauan Ekonomi Berdasarkan :

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menilai kinerja ekonomi secara makro di suatu wilayah dalam periode waktu

TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013


Kerjasama : KATALOG :

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

Produk Domestik Regional Bruto Kota Probolinggo Menurut Lapangan Usaha

PENDAHULUAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2010


Tinjauan Ekonomi. Kabupaten Magelang 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN


VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL. Minggu 3

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA BANDA ACEH TAHUN

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BATU

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Perbedaan GDP dan GNP

PRODUK DOMESIK REGIONAL

1.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto 1.2 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional 1.3 Perubahan Tahun Dasar

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

batukota.bps.go.id ISBN : No. Publikasi : Katalog BPS : Naskah : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Produk Domestik Bruto (PDB)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN SINJAI 2012*

Transkripsi:

D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep dan Definisi Umum Yang Digunakan 1.3. Metode Penghitungan Pendapatan Regional 1.4. Cara Penyajian dan Angka Indeks 14 1.5. Penghitungan Seri Pendapatan Nasional/ Regional Atas Dasar Harga Konstan i iii v vi vii 4 11 16 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 BAB III TINJAUAN EKONOMI KOTA SAMARINDA TAHUN 2008-2011 3.1 Kondisi Umum Ekonomi 91 3.2 Pertumbuhan Ekonomi 94 3.3 Struktur Ekonomi 102 3.4 PDRB Dan Pendapatan Per Kapita 107 3.5 Indeks Implisit PDRB Dan Indeks Harga Konsumen (IHK) 67 91 111 3.6 Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral 120 BAB II URAIAN SEKTORAL 19 2.1 Sektor Pertanian 19 2.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian 27 2.3 Sektor Industri Pengolahan 30 2.4 Sektor Listrik dan Air 36 2.5 Sektor Bangunan/Konstruksi 40 2.6 Sektor Perdagangan, Restoran dan Perhotelan 48 2.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi 54 iii iv

DAFTAR GRAFIK DAFTAR TABEL Grafik 3.1 PDRB Kota Samarinda Tahun 2000, 2008 2011 95 Tabel 3.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Tahun 2000, 2008-2011 97 Grafik 3.2 Struktur Sektor Ekonomi Tahun 2000, 2008 2011 102 Tabel 3.2 Struktur Sektor Ekonomi Tahun 2000, 2008-2011 (Persen) 106 Grafik 3.3 PDRB Per Kapita dan Pendapatan Per Kapita ADHK Tahun 2000, 2008 2011 110 Tabel 3.3 PDRB Per Kapita Kota Samarinda Tahun 2000, 2008-2011 108 Grafik 3.4 Grafik 3.5 Perkembangan Laju Inflasi Dan Implisit PDRB Tahun 2000 2011 Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2000 dan 2011 119 123 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Menurut Kelompok Komoditi Tahun 2008 2011 (2007 = 100) Perkembangan Indeks Harga Produsen (Implisit PDRB) Kota Samarinda Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2011 (2000 = 100) 113 114 Tabel 3.6 Perkembangan Laju Inflasi/Deflasi Kota Samarinda Menurut Kelompok Komoditi Tahun 2008-2011 118 Tabel 3.7 Produktivitas Rata-Rata Tenaga Kerja dan Laju Pertumbuhan Tahun 2000 dan 2011 121 v vi

DAFTAR TABEL POKOK PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SAMARINDA TAHUN 2009 2011 Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 Indeks Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 Indeks Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 Indeks Berantai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 Indeks Berantai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 Indeks Implisit PDRB Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 Agregat PDRB Kota Samarinda, Tahun 2009 2011 125 127 129 131 133 135 137 139 141 143 vii

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kota Samarinda Tahun 2009 2011 (Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. PERTANIAN 449 828,67 515 777,86 562 981,39 a. Tanaman Bahan Makanan 241 784,76 288 277,65 316 061,48 b. Tanaman Perkebunan 16 731,05 19 827,56 21 497,15 c. Peternakan & Hasil- Hasilnya 184 035,68 199 675,42 215 793,64 d. Kehutanan 716,39 769,52 796,61 e. Perikanan 6 560,79 7 227,72 8 832,50 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 1 578 011,03 2 030 541,55 2 376 473,67 a. Minyak & Gas Bumi 31 995,87 44 999,61 75 118,71 b. Pertambangan Tanpa 1 335 743,09 1 760 452,87 2 059 418,48 Migas c. Penggalian 210 272,08 225 089,07 241 936,47 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4 209 562,62 4 778 344,62 5 297 809,82 a. Industri Migas 0,00 0,00 0 00 b. Industri Non Migas 4 209 562,62 4 778 344,62 5 297 809,82 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 257 408,64 277 215,56 298 887,86 a. Listrik 223 610,32 241 055,94 260 469,02 b. Air Bersih 33 798,32 36 159,62 38 418,84 5. BANGUNAN 1 118 885,84 1 227 388,76 1 333 179,88 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 6 164 727,26 7 285 662,14 8 436 954,24 a. Perdagangan 4 928 601,07 5 854 351,56 6 801 297,33 b. Hotel 320 422,11 353 571,21 392 759,56 c. Restoran 915 704,09 1 077 739,37 1 242 897,35 (Lanjutan) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI (1) (2) (3) (4) 2 134 109,12 2 289 111,17 2 490 201,46 a. Pengangkutan 1 788 946,63 1 903 957,18 2 072 064,66 a.1 Angkutan Jalan Raya 349 711,20 376 747,94 410 213,19 a.2 Angkutan Sungai 238 383,62 252 698,43 272 950,83 a.3 Angkutan Laut 514 425,83 527 649,64 562 683,47 a.4 Angkutan Udara 20 399,17 23 107,17 27 042,06 a.5 Jasa Penunjang Angkutan 666 026,81 723 754,00 799 175,11 b. Komunikasi 345 162,50 385 153,98 418 136,80 b.1 Pos & Telekomunikasi 331 594,08 370 982,82 403 398,79 b.2 Jasa Penunjang Komunikasi 13 568,42 14 171,17 14 738,01 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 2 656 181,70 2 910 845,15 3 430 309,58 a. Bank 1 218 307,80 1 334 413,08 1 619 878,43 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 44 513,03 48 259,98 53 674,52 c. Jasa Penunjang Keuangan 198,13 228,96 252,09 d. Sewa Bangunan 1 183 089,44 1 304 008,12 1 512 460,29 e. Jasa Perusahaan 210 073,29 223 935,01 244 044,25 9. JASA-JASA 2 508 703,15 2 799 445,86 3 200 436,23 a. Pemerintahan Umum 2 052 475,76 2 293 649,02 2 628 546,30 b. Swasta 456 227,39 505 796,84 571 889,93 b.1 Jasa Hiburan & Rekreasi 162 423,25 179 452,98 208 068,20 b.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 24 813,20 28 818,23 32 327,48 b.3 Jasa Perorangan & Rumahtangga 268 990,95 297 525,63 331 494,25 PDRB dengan Migas 21 077 418,03 24 114 332,67 27 427 234,13 PDRB tanpa Migas 21 045 422,16 24 069 333,06 27 352 115,42 Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 119 120

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Samarinda Tahun 2009 2011(Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. PERTANIAN 244 797,67 261 284,71 268 452,24 a. Tanaman Bahan Makanan 143 452,53 155 349,59 159 110,54 b. Tanaman Perkebunan 7 285,64 7 935,20 7 992,62 c. Peternakan & Hasil- Hasilnya 90 734,69 94 590,92 97 709,98 d. Kehutanan 376,97 359,18 355,26 e. Perikanan 2 947,84 3 049,83 3 283,83 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 654 480,84 764 799,39 807 305,56 a. Minyak & Gas Bumi 29 502,65 39 875,02 54 186,38 b. Pertambangan Tanpa 510 018,05 603 913,70 627 837,54 Migas c. Penggalian 114 960,14 121 010,67 125 281,64 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 2 335 401,27 2 428 865,59 2 537 855,47 a. Industri Migas 0,00 0,00 0,00 b. Industri Non Migas 2 335 401,27 2 428 865,59 2 537 855,47 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 134 754,07 138 315,32 144 958,24 a. Listrik 117 130,01 119 753,65 125 708,51 b. Air Bersih 17 624,06 18 561,67 19 249,73 5. BANGUNAN 646 287,98 677 085,98 711 141,09 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 3 026 653,89 3 275 633,83 3 578 978,29 a. Perdagangan 2 477 457,82 2 679 118,00 2 935 248,47 b. Hotel 167 657,83 180 113,77 190 869,10 c. Restoran 381 538,24 416 402,05 452 860,73 (Lanjutan) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI (1) (2) (3) (4) 1 288 368,72 1 348 556,86 1 413 249,03 a. Pengangkutan 1 025 435,37 1 064 486,55 1 108 011,50 a.1 Angkutan Jalan Raya 227 051,30 240 988,87 257 194,20 a.2 Angkutan Sungai 133 454,19 139 696,04 146 832,75 a.3 Angkutan Laut 314 108,77 318 822,33 325 364,48 a.4 Angkutan Udara 13 070,00 13 466,32 15 337,61 a.5 Jasa Penunjang Angkutan 337 751,11 351 512,99 363 282,46 b. Komunikasi 262 933,35 284 070,31 305 237,53 b.1 Pos & Telekomunikasi 253 705,57 274 688,74 295 497 b.2 Jasa Penunjang Komunikasi 9 227,78 9 381,57 9 740,43 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 1 348 275,95 1 437 931,73 1 531 071,56 a. Bank 498 402,07 529 618,48 574 685 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 26 616,31 26 961,54 28 859,64 c. Jasa Penunjang Keuangan 119,95 123,61 130,67 d. Sewa Bangunan 692 073,47 745 524,52 787 633, 20 e. Jasa Perusahaan 131 064,14 135 703,58 139 763,09 9. JASA-JASA 1 392 750,46 1 471 541,93 1 590 613,54 a. Pemerintahan Umum 1 102 921,54 1 160 533,75 1 259 862,66 b. Swasta 289 828,92 311 008,17 330 750,88 b.1 Jasa Hiburan & Rekreasi 94 432,58 99 631,04 108 939,20 b.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 16 622,10 18 029,99 19 371,90 b.3 Jasa Perorangan & Rumahtangga 178 774,24 193 347,15 202 439,78 PDRB dengan Migas 11 071 770,84 11 804 015,34 12 583 625,01 PDRB tanpa Migas 11 042 268,19 11 764 140,32 12 529 438,63 Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 121 122

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 3. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kota Samarinda Tahun 2009 2011 (Persen) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. PERTANIAN 2,13 2,14 2,05 a. Tanaman Bahan Makanan 1,15 1,20 1,15 b. Tanaman Perkebunan 0,08 0,08 0,08 c. Peternakan & Hasil- Hasilnya 0,87 0,83 0,79 d. Kehutanan 0,00 0,00 0,00 e. Perikanan 0,03 0,03 0,03 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 7,49 8,42 8,66 a. Minyak & Gas Bumi 0,15 0,19 0,27 b. Pertambangan Tanpa 6,34 7,30 7,51 Migas c. Penggalian 1,00 0,93 0,88 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 19,97 19,82 19,32 a. Industri Migas 0,00 0,00 0,00 b. Industri Non Migas 19,97 19,82 19,32 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 1,22 1,15 1,09 a. Listrik 1,06 1,00 0,95 b. Air Bersih 0,16 0,15 0,14 5. BANGUNAN 5,31 5,09 4,86 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 29,25 30,21 30,76 a. Perdagangan 23,38 24,28 24,80 b. Hotel 1,52 1,47 1,43 c. Restoran 4,34 4,47 4,53 (Lanjutan) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI (1) (2) (3) (4) 10,13 9.49 9.08 a. Pengangkutan 8,49 7.90 7.55 a.1 Angkutan Jalan Raya 1,66 1.56 1.50 a.2 Angkutan Sungai 1,13 1.05 1.00 a.3 Angkutan Laut 2,44 2.19 2.05 a.4 Angkutan Udara 0,10 0.10 0.10 a.5 Jasa Penunjang 3,16 3.00 2.91 Angkutan a. Komunikasi 1,64 1.60 1.52 b.1 Pos & Telekomunikasi 1,57 1.54 1.47 b.2 Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 0,06 0.06 0.05 12,60 12.07 12.51 a. Bank 5,78 5.53 5.91 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 0,21 0.20 0.20 c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0.00 0.00 d. Sewa Bangunan 5,61 5.41 5.51 e. Jasa Perusahaan 1,00 0.93 0.89 9. JASA-JASA 11,90 11.61 11.67 a. Pemerintahan Umum 9,74 9.51 9.58 b. Swasta 2,16 2,10 2,09 b.1 Jasa Hiburan & Rekreasi 0,77 0,74 0,76 b.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 0,12 0,12 0,12 b.3 Jasa Perorangan & Rumahtangga 1,28 1,23 1,21 PDRB 100,00 100,00 100,00 Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 123 124

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 4. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Samarinda Tahun 2009 2011 (Persen) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. PERTANIAN 2,21 2,21 2,13 a. Tanaman Bahan Makanan 1,30 1,32 1,26 b. Tanaman Perkebunan 0,07 0,07 0,06 c. Peternakan & Hasil- Hasilnya 0,82 0,80 0,78 d. Kehutanan 0,00 0,00 0,00 e. Perikanan 0,03 0,03 0,03 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 5,91 6,48 6,42 a. Minyak & Gas Bumi 0,27 0,34 0,43 b. Pertambangan Tanpa 4,61 5,12 4,99 Migas c. Penggalian 1,04 1,03 1,00 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 21,09 20,58 20,17 a. Industri Migas 0,00 0,00 0,00 b. Industri Non Migas 21,09 20,58 20,17 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 1,22 1,17 1,15 a. Listrik 1,06 1,01 1,00 b. Air Bersih 0,16 0,16 0,15 5. BANGUNAN 5,84 5,74 5,65 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 27,34 27,75 28,44 a. Perdagangan 22,38 22,70 23,33 b. Hotel 1,51 1,53 1,52 c. Restoran 3,45 3,53 3,60 (Lanjutan) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI (1) (2) (3) (4) 11,64 11,42 11,23 a. Pengangkutan 9,26 9,02 8,81 a.1 Angkutan Jalan Raya 2,05 2,04 2,04 a.2 Angkutan Sungai 1,21 1,18 1,17 a.3 Angkutan Laut 2,84 2,70 2,59 a.4 Angkutan Udara 0,12 0,11 0,12 a.5 Jasa Penunjang 3,05 2,98 2,89 Angkutan b. Komunikasi 2,37 2,41 2,43 b.1 Pos & Telekomunikasi 2,29 2,33 2,35 b.2 Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 0,08 0,08 0,08 12,18 12,18 12,17 a. Bank 4,50 4,49 4,57 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 0,24 0,23 0,23 c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 d. Sewa Bangunan 6,25 6,32 6,26 e. Jasa Perusahaan 1,18 1,15 1,11 9. JASA-JASA 12,58 12,47 12,64 a. Pemerintahan Umum 9,96 9,83 10,01 b. Swasta 2,62 2,63 2,63 b.1 Jasa Hiburan & Rekreasi 0,85 0,84 0,87 b.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 0,15 0,15 0,15 b.3 Jasa Perorangan & Rumahtangga 1,61 1,64 1,61 PDRB 100,00 100,00 100,00 Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 125 126

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 5. Indeks Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Samarinda Tahun 2009 2011 (Tahun 2000=100) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. PERTANIAN 310,64 356,18 388,77 a. Tanaman Bahan Makanan 323,84 386,12 423,33 b. Tanaman Perkebunan 312,80 370,69 401,91 c. Peternakan & Hasil- Hasilnya 293,53 318,48 344,18 d. Kehutanan 250,43 269,00 278,47 e. Perikanan 361,26 397,98 486,34 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 481,90 620,10 725,74 a. Pertambangan Tanpa 495,16 652,60 763,42 Migas b. Penggalian 364,47 390,16 419,36 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 217,13 246,47 273,26 a. Industri Migas 0,00 0,00 0,00 b. Industri Non Migas 217,13 246,47 273,26 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 272,50 293,47 316,41 a. Listrik 266,31 287,09 310,21 b. Air Bersih 322,01 344,51 366,03 5. BANGUNAN 442,55 485,46 527,31 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 469,75 555,16 642,89 a. Perdagangan 495,59 588,68 683,90 b. Hotel 422,86 466,60 518,32 c. Restoran 378,26 445,19 513,42 (Lanjutan) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI (1) (2) (3) (4) 318,74 341,89 371,93 a. Pengangkutan 311,93 331,98 361,29 a.1 Angkutan Jalan Raya 305,43 329,04 358,27 a.2 Angkutan Sungai 300,33 318,37 343,88 a.3 Angkutan Laut 327,96 336,39 358,73 a.4 Angkutan Udara 234,31 265,41 310,61 a.5 Jasa Penunjang 311,12 338,08 373,31 Angkutan b. Komunikasi 359,43 401,08 435,42 b.1 Pos & Telekomunikasi 364,78 408,11 443,77 b.2 Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 264,67 276,43 287,48 340,21 372,83 439,36 a. Bank 458,54 502,24 609,69 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 267,71 290,24 322,80 c. Jasa Penunjang Keuangan 257,12 297,12 327,14 d. Sewa Bangunan 287,35 316,72 367,35 e. Jasa Perusahaan 242,50 258,51 281,72 9. JASA-JASA 450,73 502,96 575,01 a. Pemerintahan Umum 479,39 535,72 613,94 b. Swasta 355,19 393,78 445,24 b.1 Jasa Hiburan & Rekreasi 126,45 139,71 161,99 b.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 281,71 327,18 367,02 b.3 Jasa Perorangan & Rumahtangga 339,07 375,04 417,86 PDRB dengan Migas 346,81 396,78 451,29 PDRB tanpa Migas 346,28 396,04 450,06 Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 127 128

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 6. Indeks Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Samarinda Tahun 2009 2011 (Tahun 2000=100) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. PERTANIAN 169,05 180,43 185,38 a. Tanaman Bahan Makanan 192,14 208,07 213,11 b. Tanaman Perkebunan 136,21 148,36 149,43 c. Peternakan & Hasil- Hasilnya 144,72 150,87 155,84 d. Kehutanan 131,77 125,56 124,19 e. Perikanan 162,32 167,93 180,82 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 199,87 233,56 246,54 a. Pertambangan Tanpa 189,06 223,87 232,74 Migas b. Penggalian 199,26 209,75 217,16 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 120,46 125,28 130,90 a. Industri Migas 0,00 0,00 0,00 b. Industri Non Migas 120,46 125,28 130,90 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 142,66 146,43 153,46 a. Listrik 139,50 142,62 149,72 b. Air Bersih 167,91 176,85 183,40 5. BANGUNAN 255,62 267,81 281,28 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 230,63 249,60 272,72 a. Perdagangan 249,12 269,40 295,15 b. Hotel 221,26 237,69 251,89 c. Restoran 157,61 172,01 187,07 (Lanjutan) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI (1) (2) (3) (4) 192,43 201,42 211,08 a. Pengangkutan 178,80 185,61 193,20 a.1 Angkutan Jalan Raya 198,30 210,47 224,63 a.2 Angkutan Sungai 168,13 176,00 184,99 a.3 Angkutan Laut 200,25 203,26 207,43 a.4 Angkutan Udara 150,13 154,68 176,17 a.5 Jasa Penunjang 157,77 164,20 169,70 Angkutan b. Komunikasi 273,80 295,81 317,86 b.1 Pos & Telekomunikasi 279,09 302,18 325,07 b.2 Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 180,00 183,00 190,00 172,69 184,17 196,10 a. Bank 187,59 199,34 216,30 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 160,07 162,15 173,56 c. Jasa Penunjang Keuangan 155,66 160,41 169,57 d. Sewa Bangunan 168,09 181,07 191,30 e. Jasa Perusahaan 151,30 156,65 161,34 9. JASA-JASA 250,23 264,39 285,78 a. Pemerintahan Umum 257,61 271,06 294,26 b. Swasta 225,64 242,13 257,50 b.1 Jasa Hiburan & Rekreasi 234,29 247,19 270,28 b.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 188,71 204,70 219,93 b.3 Jasa Perorangan & Rumahtangga 225,35 243,72 255,18 PDRB dengan Migas 182,18 194,22 207,05 PDRB tanpa Migas 181,69 193,57 206,16 Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 129 130

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 7. Indeks Berantai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Samarinda Tahun 2009 2011 (Tahun sebelumnya=100) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. PERTANIAN 110,42 114,66 109,15 a. Tanaman Bahan Makanan 108,46 119,23 109,64 b. Tanaman Perkebunan 107,29 118,51 108,42 c. Peternakan & Hasil- Hasilnya 113,56 108,50 108,07 d. Kehutanan 104,09 107,42 103,52 e. Perikanan 107,29 110,17 122,20 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 115,87 128,68 117,04 a. Minyak & Gas Bumi 69,56 140,64 166,93 b. Pertambangan Tanpa 119,01 131,80 116,98 Migas c. Penggalian 108,68 107,05 107,48 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 106,71 113,51 110,87 a. Industri Migas 0,00 0,00 0,00 b. Industri Non Migas 106,71 113,51 110,87 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 109,68 107,69 107,82 a. Listrik 109,36 107,80 108,05 b. Air Bersih 111,87 106,99 106,25 5. BANGUNAN 108,62 109,70 108,62 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 116,85 118,18 115,80 a. Perdagangan 118,10 118,78 116,18 b. Hotel 111,05 110,35 111,08 c. Restoran 112,52 117,70 115,32 (Lanjutan) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI (1) (2) (3) (4) 111,47 107,26 108,78 a. Pengangkutan 111,57 106,43 108,83 a.1 Angkutan Jalan Raya 110,87 107,73 108,88 a.2 Angkutan Sungai 106,23 106,00 108,01 a.3 Angkutan Laut 113,31 102,57 106,64 a.4 Angkutan Udara 120,64 113,28 117,03 a.5 Jasa Penunjang 112,36 108,67 110,42 Angkutan b. Komunikasi 111,00 111,59 108,56 b.1 Pos & Telekomunikasi 111,11 111,88 108,74 b.2 Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 108,33 104,44 104,00 109,65 109,59 117,85 a. Bank 113,19 109,53 121,39 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 107,04 108,42 111,22 c. Jasa Penunjang Keuangan 106,59 115,56 110,10 d. Sewa Bangunan 106,31 110,22 115,99 e. Jasa Perusahaan 109,80 106,60 108,98 9. JASA-JASA 114,93 111,59 114,32 a. Pemerintahan Umum 116,55 111,75 114,60 b. Swasta 108,17 110,87 113,07 b.1 Jasa Hiburan & Rekreasi 106,96 110,48 115,95 b.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 116,39 116,14 112,18 b.3 Jasa Perorangan & Rumahtangga 108,21 110,61 111,42 PDRB dengan Migas 112,27 114,41 113,74 PDRB tanpa Migas 112,37 114,37 113,64 Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 131 132

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 8. Indeks Berantai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Samarinda Tahun 2009 2011 (Tahun sebelumnya=100) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. PERTANIAN 104,59 106,73 102,74 a. Tanaman Bahan Makanan 103,25 108,29 102,42 b. Tanaman Perkebunan 102,32 108,92 100,72 c. Peternakan & Hasil- Hasilnya 107,14 104,25 103,30 d. Kehutanan 96,39 95,28 98,91 e. Perikanan 100,62 103,46 107,67 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 110,98 116,86 105,56 a. Minyak & Gas Bumi 89,78 135,16 135,89 b. Pertambangan Tanpa 113,83 118,41 103,96 Migas c. Penggalian 105,65 105,26 103,53 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 100,84 104,00 104,49 a. Industri Migas - - - b. Industri Non Migas 100,84 104,00 104,49 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 101,60 102,64 104,80 a. Listrik 101,30 102,24 104,97 b. Air Bersih 103,62 105,32 103,71 5. BANGUNAN 104,94 104,77 105,03 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 104,29 108,23 109,26 a. Perdagangan 104,29 108,14 109,56 b. Hotel 103,83 107,43 105,97 c. Restoran 104,51 109,14 108,76 (Lanjutan) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI (1) (2) (3) (4) 107,49 104,67 104,80 a. Pengangkutan 106,71 103,81 104,09 a.1 Angkutan Jalan Raya 106,15 106,14 106,72 a.2 Angkutan Sungai 102,70 104,68 105,11 a.3 Angkutan Laut 109,02 101,50 102,05 a.4 Angkutan Udara 109,72 103,03 113,90 a.5 Jasa Penunjang 106,51 104,07 103,35 Angkutan a. Komunikasi 110,65 108,04 107,45 b.1 Pos & Telekomunikasi 110,83 108,27 107,58 b.2 Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 105,88 101,67 103,83 105,22 106,65 106,48 a. Bank 108,56 106,26 108,51 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 105,35 101,30 107,04 c. Jasa Penunjang Keuangan 103,66 103,05 105,71 d. Sewa Bangunan 102,77 107,72 105,65 e. Jasa Perusahaan 106,10 103,54 102,99 9. JASA-JASA 105,12 105,66 108,09 a. Pemerintahan Umum 104,76 105,22 108,56 b. Swasta 106,48 107,31 106,35 b.1 Jasa Hiburan & Rekreasi 105,50 105,50 109,34 b.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 116,11 108,47 107,44 b.3 Jasa Perorangan & Rumahtangga 106,19 108,15 104,70 PDRB dengan Migas 104,49 106,61 106,60 PDRB tanpa Migas 104,54 106,54 106,51 Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 133 134

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 9. Indeks Implisit PDRB Kota Samarinda Tahun 2009 2011 (Persen) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. PERTANIAN 183,76 197,40 209,71 a. Tanaman Bahan Makanan 168,55 185,57 198,64 b. Tanaman Perkebunan 229,64 249,87 268,96 c. Peternakan & Hasil- Hasilnya 202,83 211,09 220,85 d. Kehutanan 190,04 214,24 224,24 e. Perikanan 222,56 236,99 268,97 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 241,11 265,50 294,37 a. Minyak & Gas Bumi 108,45 112,85 138,63 b. Pertambangan Tanpa 261,90 291,51 328,02 Migas c. Penggalian 182,91 186,01 193,11 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 180,25 196,73 208,75 a. Industri Migas 0,00 0,00 0,00 b. Industri Non Migas 180,25 196,73 208,75 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 191,02 200,42 206,19 a. Listrik 190,91 201,29 207,20 b. Air Bersih 191,77 194,81 199,58 5. BANGUNAN 173,12 181,28 187,47 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 203,68 222,42 235,74 a. Perdagangan 198,94 218,52 231,71 b. Hotel 191,12 196,30 205,77 c. Restoran 240,00 258,82 274,45 (Lanjutan) LAPANGAN USAHA 2009 2010 r) 2011 *) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI (1) (2) (3) (4) 165,64 169,75 176,20 a. Pengangkutan 174,46 178,86 187,01 a.1 Angkutan Jalan Raya 154,02 156,33 159,50 a.2 Angkutan Sungai 178,63 180,89 185,89 a.3 Angkutan Laut 163,77 165,50 172,94 a.4 Angkutan Udara 156,08 171,59 176,31 a.5 Jasa Penunjang 197,19 205,90 219,99 Angkutan b. Komunikasi 131,27 135,58 136,99 b.1 Pos & Telekomunikasi 130,70 135,06 136,52 b.2 Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 147,04 151,05 151,31 197,01 202,43 224,05 a. Bank 244,44 251,96 281,87 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 167,24 179,00 185,98 c. Jasa Penunjang Keuangan 165,18 185,23 192,92 d. Sewa Bangunan 170,95 174,91 192,03 e. Jasa Perusahaan 160,28 165,02 174,61 9. JASA-JASA 180,13 190,24 201,21 a. Pemerintahan Umum 186,09 197,64 208,64 b. Swasta 157,41 162,63 172,91 b.1 Jasa Hiburan & Rekreasi 172,00 180,12 190,99 b.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 149,28 159,83 166,88 b.3 Jasa Perorangan & Rumahtangga 150,46 153,88 163,75 PDRB dengan Migas 190,37 204,29 217,96 PDRB tanpa Migas 190,59 204,60 218,30 Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 135 136

T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a T a b e l P o k o k P D R B K o t a S a m a r i n d a Tabel 10. Agregat Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009 2011 I. ATAS DASAR HARGA BERLAKU Uraian 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) 1. Produk Domestik Regional Bruto (Juta Rupiah) 21 077 418,03 24 114 332,67 27 427 234,13 II. (Lanjutan) Uraian 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 1. Produk Domestik Regional Bruto (Juta Rupiah) 11 071 770,84 11 804 015,34 12 583 625,01 2. Penyusutan (Juta Rupiah) 427 962,90 441 680,42 454 032,29 2. Penyusutan (Juta Rupiah) 3. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga Pasar (Juta Rupiah) 719 228,30 748 160,84 778 357,90 20 358 189,73 23 366 171,83 26 648 876,23 3. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga Pasar (Juta Rupiah) 4. Pajak Tidak Langsung (Juta Rupiah) 10 643 807,94 11 362 334,92 12 129 592,72 344 395,90 352 687,02 360 717,87 4. Pajak Tidak Langsung (Juta Rupiah) 5. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Faktor Produksi (Juta Rupiah) 6. Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa) 7. Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (Rupiah) 8. Produk Domestik Regional Netto per Kapita (Rupiah) 589 951,30 630 290,54 643 554,22 19 768 238,43 22 735 881,29 26 005 322,01 706 316 727 500 755 628 29 841 343,01 33 146 849,03 36 297 270,79 27 987 810,59 31 252 070,50 34 415 508,70 5. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Faktor Produksi (Juta Rupiah) 6. Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa) 7. Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (Rupiah) 8. Produk Domestik Regional Netto per Kapita (Rupiah) Keterangan: r) Angka Revisi *) Angka Sementara 10 299 412,04 11 009 647,90 11 768 874,86 706 316 727 500 755 628 15 675 378,78 16 225 450,64 16 653 201,06 14 581 875,59 15 133 536,63 15 574 958,65 137 138

P e n d a h u l u a n BAB I PENDAHULUAN 1.1 U M U M Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan satu dari beragam indikator ekonomi yang digunakan dalam mengukur kinerja perekonomian. Indikator tersebut memberikan gambaran mengenai nilai barang dan jasa yang dapat diproduksi oleh suatu ekonomi. Pemanfaatan indikator PDRB, seperti pertumbuhan ekonomi, dengan indikator ekonomi dan sosial lainnya dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai perkembangan kesejahteraan manusia dalam suatu wilayah. Penerapan Undang-undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah berimplikasi pada munculnya hak, wewenang, serta kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan implementasi kedua undang-undang tersebut, diharapkan bahwa pemerintah daerah dapat memanfaatkan sumber daya (resources) yang ada di daerahnya secara lebih optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut, PP No. 38 Tahun 2007 Pasal 7 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menyatakan bahwa urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota diantaranya adalah pelayanan dasar yang mencakup kegiatan statistik dan perencanaan pembangunan. Selain itu, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional juga mendasari kegiatan penyusunan perencanaan di tingkat daerah, dimana sesuai dengan definisi perencanaan, Pemerintah Daerah perlu menyelenggarakan suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pembangunan yang baik didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, perencanaan yang sistematis dan komprehensif hanya dapat diwujudkan apabila setiap tahapan perencanaan dilengkapi dengan data yang akurat. Demikian halnya dengan perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah, akan memerlukan data statistik sebagai dasar penentuan strategi, pengambilan keputusan dan evaluasi hasil- PDRB Kota Samarinda menerut Lapangan Usaha 2011 1 2

P e n d a h u l u a n P e n d a h u l u a n hasil pembangunan yang telah dicapai. Kebijaksanaan dan strategi yang telah dilakukan perlu dimonitor dan dilihat hasilnya, sehingga data statistik yang memberikan ukuran kuantitas ekonomi secara makro, mutlak diperlukan untuk memberikan gambaran keadaan masa lalu dan masa kini serta sasaran yang hendak dicapai pada masa yang akan datang. Untuk itu dibutuhkan ketersediaan data ekonomi yang cukup representatif sebagai suatu indikator, seperti PDRB. Terdapat perhatian besar berkaitan dengan pengembangan sistem data untuk memantau perkembangan kemajuan di seluruh sektor, khususnya disektor ekonomi, baik untuk daerah propinsi maupun untuk daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, tuntutan akan ketersediaan data PDRB sebagai salahsatu indikator ekonomi daerah semakin meningkat, terutama di era otonomi daerah. Pemerintah daerah Kota Samarinda menyadari bahwa keberadaan data PDRB sebagai bahan evaluasi dan perencanaan pembangunan di daerah sangat penting. Oleh karena itu, Bappeda Kota Samarinda bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Samarinda melakukan penghitungan PDRB Menurut Lapangan Usaha. Diharapkan data yang dihasilkan dapat memberikan gambaran yang representatif bagi perkembangan ekonomi Kota Samarinda, baik secara umum maupun secara masing-masing sektor ekonomi. 1.2 KONSEP DAN DEFINISI UMUM YANG DIGUNAKAN 1.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar Angka Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar dapat diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (biaya produksi). Nilai tambah bruto disini mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah & gaji, bunga, sewa tanah & keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari seluruh sektor tadi, akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar. 1.2.2 Produk Domestik Regional Netto (PDRN) Atas Dasar Harga Pasar Perbedaan antara konsep netto dan konsep bruto ialah karena pada konsep bruto di atas, penyusutan masih termasuk didalamnya, sedangkan pada konsep netto komponen penyusutan telah dikeluarkan. Dengan demikian, produk 3 4

P e n d a h u l u a n P e n d a h u l u a n domestik regional bruto atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan akan memperoleh produk domestik regional netto atas dasar harga pasar. Penyusutan ( depresiasi) yang dimaksud disini adalah nilai susutnya (ausnya) barang -barang modal yang terjadi selama barang modal tersebut ikut serta dalam proses produksi. Jika susutnya barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, maka hasilnya merupakan penyusutan yang dimaksud di atas. 1.2.3 Produk Domestik Regional Netto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor Perbedaan antara konsep biaya faktor dengan konsep harga pasar di atas adalah karena adanya pajak tidak langsung yang dipungut Pemerintah dan Subsidi yang diberikan oleh Pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan. Pajak tak langsung dari unit-unit produksi biasanya dapat mengakibatkan kenaikan harga. Jadi pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang, hanya saja yang satu berpengaruh menaikan harga sedang yang lain menurunkan harga, sehingga apabila pajak tidak langsung dikurangi subsidi akan diperoleh pajak tidak langsung netto. Selanjutnya produk domestik regional netto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung netto akan merupakan produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor. 1.2.4 Pendapatan Regional Dari konsep-konsep yang diterangkan di atas dapat diketahui bahwa produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor sebenarnya merupakan jumlah balas jasa faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di wilayah tersebut. Produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor merupakan jumlah dari pendapatan yang berupa upah & gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari wilayah tersebut. Akan tetapi pendapatan yang dihasilkan tadi ternyata tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk regional, sebab ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk region (wilayah) lain, seperti suatu perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi perusahaan tadi beroperasi diwilayah tersebut, maka dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu sebagian akan menjadi milik orang luar, yaitu milik orang yang mempunyai modal tadi. Sebaliknya kalau ada penduduk wilayah ini menanamkan modal diluar wilayah maka sebagian keuntungan perusahaan tadi akan mengalir kedalam wilayah tersebut, dan menjadi pendapatan pemilik modal tadi. Apabila produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi dengan pendapatan yang mengalir tadi, maka 5 6

P e n d a h u l u a n P e n d a h u l u a n hasilnya akan merupakan produk regional netto yaitu merupakan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income received) oleh seluruh penduduk yang tinggal di region dimaksud. Produk regional netto inilah yang seharusnya merupakan Pendapatan Regional ( Regional Income). Akan tetapi untuk mendapatkan angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar/ masuk wilayah ( income transfer) masih sangat sukar diperoleh maka produk wilayah tersebut terpaksa belum dapat dihitung dan untuk sementara dalam penghitungan ini Produk Domestik Regional Netto dianggap sebagai pendapatan regional. Bila pendapatan regional ini dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di wilayah tersebut, maka akan diperoleh rata-rata pendapatan perkapita. 1.2.5 Pendapatan Orang Seorang (Personal Income) dan Pendapatan Siap Dibelanjakan (Disposable Income) Dari yang diutarakan sebelumnya, maka konsep-konsep yang dipakai dalam pendapatan regional, sehingga dapat diperoleh angka pendapatan orang seorang ( personal income) dan pendapatan yang siap dibelanjakan ( disposable income) diuraikan sebagai berikut : (1). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga pasar (GRDB at market prices), dikurangi penyusutan akan sama dengan; (2). Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar harga pasar (NRDP at market prices), kemudian apabila dikurangi dengan pajak tidak langsung netto akan sama dengan ; (3). Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar biaya faktor ( NRDP at factor cost), kemudian apabila ditambah pendapatan netto yang mengalir dari/ke daerah akan sama dengan ; (4). Pendapatan Regional ( Regional Income) dan kemudian apabila dikurangi pajak pendapatan perusahaan (corporate income taxes), keuntungan yang tidak dibagikan (undistributed profit), iuran kesejahteraan sosial ( social security contribution), ditambah transfer yang diterima oleh rumah tangga, bunga netto atas bunga pemerintah, akan sama dengan ; (5). Pendapatan orang perorang ( personal income) yang apabila dikurangi pajak rumah tangga, transfer yang dibayarkan oleh rumah tangga akan sama dengan ; (6). Pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income). Dengan susunan ini terlihat bahwa pendapatan orang seorang merupakan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Ternyata tidak seluruh pendapatan regional diterima oleh rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh karena sebagian tidak 7 8

P e n d a h u l u a n P e n d a h u l u a n dibayar kepada rumah tangga akan tetapi pajak pendapatan perusahaan diterima oleh pemerintah, keuntungan yang tidak dibagikan ditahan oleh perusahaan-perusahaan, dan dana jaminan sosial dibayarkan kepada instansi-instansi yang berwenang. Tetapi sebaliknya, rumah tangga masih menerima tambahan yang merupakan transfer baik dari pemerintah maupun perusahaan dan bunga netto atas hutang pemerintah. Bila pendapatan orang seorang ini dikurangi dengan pajak yang langsung dibebankan kepada rumah tangga, maka hasilnya merupakan pendapatan yang siap dibelanjakan ( disposable income). 1.2.6 Produk Domestik dan Produk Regional Seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari/atau dimiliki oleh penduduk wilayah tersebut, merupakan produk domestik regional yang bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pedapatan domestik. Yang dimaksud dengan wilayah domestik atau regional adalah meliputi wilayah yang berada didalam batas geografis wilayah tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang melakukan kegiatan produksi disuatu wilayah berasal dari wilayah lain, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki wilyah tersebut ikut pula dalam proses produksi di wilayah lain. Hal ini akan mempengaruhi nilai produksi domestik yang diterima penduduk wilayah tersebut. Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar wilayah ini (termasuk juga dari/ke lu ar negeri) yang pada umumnya berupa upah & gaji, deviden dan keuntungan, maka timbul perbedaan antara produk domestik dan regional. 1.2.7 Pendapatan Regional Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Seperti telah diuraikan sebelumnya, angka-angka pendapatan regional antara lain dapat dipakai untuk mengukur kenaikan tingkat pendapatan, dimana kenaikan itu dapat disebabkan oleh dua faktor : (1). Kenaikan pendapatan yang betul-betul dapat menaikkan daya beli penduduk/kenaikan riil. (2). Kenaikan pendapatan yang disebabkan karena adanya inflasi (merosotnya nilai uang). Jenis kenaikan pendapatan ini tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan seperti ini merupakan kenaikan semu (tidak riil). Oleh karena itu untuk mengetahui pendapatan yang sebenarnya, faktor inflasi ini terlebih dahulu harus dikeluarkan, yang kemudian disebut pendapatan regional atas dasar harga konstan. Pendapatan regional dengan faktor inflasi yang masih 9 10

P e n d a h u l u a n P e n d a h u l u a n ada didalamnya merupakan pendapatan regional atas dasar harga berlaku. Dengan alasan inilah, maka pendapatan regional perlu disajikan dalam dua bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Sejak tahun 2004, harga konstan yang digunakan adalah harga tahun 2000. 1.3 METODE PENGHITUNGAN PENDAPATAN REGIONAL Pendapatan regional dapat dihitung melalui dua metode pendekatan yaitu : (1). Metode langsung (Direct Method) (2). Metode tidak langsung (Indirect Method) Yang dimaksud dengan metode langsung adalah metode penghitungan PDRB dengan mempergunakan data di daerah secara terpisah dengan data nasional sehingga hasil penghitungannya memperlihatkan seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan daerah tersebut. Metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) macam pendekatan yaitu : (1). Pendekatan produksi (production approach) (2). Pendekatan pendapatan (income approach) (3). Pendekatan pengeluaran (expenditure approach) Sedangkan metode tidak langsung antara lain dengan cara alokasi, yaitu mengalokasikan pendapatan propinsi dan nasional menjadi pendapatan regional dengan memakai berbagai macam indikator produksi sebagai alokatornya. 1.3.1 Metode Langsung 1.3.1.1 Pendekatan Produksi Pendekatan produksi ini bermaksud menghitung nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara/produksi dari masingmasing total produksi bruto tiap-tiap sektor atau sub sektor. Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari kegiatan-kegiatan produksi yang berbentuk barang, seperti pertanian, pertambangan, industri dan sebagainya. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi. 1.3.1.2 Pendekatan Pendapatan Dalam pendekatan pendapatan maka nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji, surplus 11 12

P e n d a h u l u a n P e n d a h u l u a n usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Dalam hal sektor pemerintah dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang dimaksud surplus disini adalah bunga netto, sewa tanah dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan ini banyak dipakai pada sektor yang produksinya berupa jasa seperti sektor pemerintah. Hal ini terutama disebabkan oleh tidak tersedianya dan kurang lengkapnya data mengenai nilai produksi dan biaya antara (production account). 1.3.1.3 Pendekatan Pengeluaran Pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri. Jadi kalau dilihat dari segi penggunaan, maka total supply dari barang dan jasa itu digunakan untuk : (1). Konsumsi rumah tangga (2). Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung (3). Konsumsi pemerintah (4). Pembentukan modal tetap bruto (5). Perubahan stok (inventori) (6). Ekspor netto Dipakainya istilah ekspor netto disini adalah karena yang dihitung hanya nilai barang dan jasa yang berasal dari produksi dalam negeri/daerah saja, maka dari jumlah penyediaan diatas perlu dikeluarkan kembali nilai impornya. 1.3.2 Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung adalah semacam cara mengalokasikan Produk Domestik Bruto Indonesia ke tiap Propinsi atau Kabupaten/Kota dengan menggunakan alokator tertentu, alokator yang dapat didasarkan atas : (1). Nilai produksi bruto atau netto setiap sektor/sub sektor (2). Jumlah produksi fisik (3). Tenaga Kerja (4). Penduduk (5). Jumlah pengguna/pengunjung, dan (6). Alokator tidak langsung. 1.4 CARA PENYAJIAN DAN ANGKA INDEKS Agregat-agregat pendapatan seperti yang telah diuraikan di atas, secara series juga selalu disajikan dalam angka indeks pada dua bentuk yaitu atas dasar harga yang berlaku dan atas dasar harga konstan suatu tahun dasar. Pendapatan agregat juga disajikan dalam bentuk angka indeks yaitu indeks perkembangan, indeks berantai, dan indeks implisit, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut : 13 14

P e n d a h u l u a n P e n d a h u l u a n (1). Indeks Perkembangan, diperoleh dengan membagi nilainilai pada masing-masing tahun dengan nilai pada tahun dasar, dikalikan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun terhadap tahun dasarnya. (2). Indeks Berantai, diperoleh dengan membagi nilai pada masing-masing tahun dengan nilai pada tahun sebelumnya dikalikan 100. Jadi disini tahun sebelumnya selalu dianggap 100. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan agregat pendapatan setiap tahun terhadap tahun sebelumnya. (3). Indeks Implisit, diperoleh dengan membagi nilai atas dasar harga yang berlaku dengan nilai atas dasar harga konstan untuk masing-masing tahunnya, dikalikan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan harga dari agregat pendapatan terhadap harga pada tahun dasar. Yang disebut juga perkembangan indeks harga produsen (IHP) sektoral/sub sektor. Selanjutnya bila dari indeks implisit ini dibuatkan indeks berantainya, akan terlihat tingkat perkembangan harga/harga produsen setiap tahun terhadap tahun sebelumnya. 1.5 PENGHITUNGAN SERI PENDAPATAN NASIONAL/ REGIONAL ATAS DASAR HARGA KONSTAN Seperti telah diuraikan sebelumnya, penghitungan seri pendapatan nasional/regional atas dasar harga konstan 2000 sangat penting untuk melihat perkembangan riil dari tahun ke tahun dari setiap agregat ekonomi yang diamati. Agregat yang dimaksud dapat merupakan produk domestik bruto secara keseluruhan, dari nilai tambah sektoral atas dasar harga konstan, yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut: 1.5.1 Revaluasi Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 1993, dan hasilnya merupakan output dan biaya antara hasil penghitungan diatas. Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang terlalu banyak, disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas masingmasing tahun dengan rasio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar. 15 16

P e n d a h u l u a n P e n d a h u l u a n 1.5.2 Ekstrapolasi Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masingmasing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang dihitung. Ekstrapolasi dapat juga dilakukan terhadap perhitungan output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan. 1.5.3 Deflasi Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masingmasing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga perdagangan besar dan sebagainya. Indeks harga di atas dapat pula dipakai sebagai inflator, dalam keadaan dimana nilai tambah atas dasar harga yang berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut. 1.5.4 Deflasi Berganda Dalam deflasi berganda ini, yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk penghitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks harga perdagangan besar sesuai dengan cakupan komoditinya. Sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar. Kenyataan sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara disamping karena komponen dan komoditinya juga terlalu banyak disamping indeks harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu dalam penghitungan harga konstan, deflasi berganda ini belum banyak dipakai. Walaupun penghitungan komponen penggunaan produk domestik bruto atas dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara diatas, menyesuaikan dengan data yang tersedia di masing-masing daerah, maka cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak dipakai. 17 18

U r a i a n S e k t o r a l BAB II URAIAN SEKTORAL Uraian sektoral yang disajikan dalam bab ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor, sub-sektor dan komoditinya, sumber datanya serta cara-cara penghitungan Nilai Tambah Bruto (NTB) baik atas dasar harga berla ku maupun atas dasar harga konstan 2000. 2.1 SEKTOR PERTANIAN Yang dicakup dalam sektor pertanian adalah segala pengusahaan yang didapat dari alam dan merupakan barangbarang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk memenuhi hidup sendiri atau dijual kepada pihak lain, tidak termasuk kegiatan yang tujuannya untuk hobi saja. Kegiatan pertanian pada umumnya berupa cocok tanam, pemeliharaan ternak, penangkapan ikan, pengambilan hasil laut, penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan serta perburuan binatang liar. Sektor Pertanian meliputi lima sub sektor yaitu : sub sektor Tanaman Bahan Makanan (Tanaman Pangan), Tanaman Perkebunan, Peternakan dan hasilhasilnya, Kehutanan dan Perikanan. Pendekatan yang digunakan dalam memperkirakan nilai tambah bruto (NTB) sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan adalah melalui pendekatan dari sudut produksi. Pendekatan ini didasarkan pada pertimbangan ketersediaan data produksi dan data harga dari masing-masing komoditi pertanian. Secara umum, nilai output setiap komoditi diperoleh dari hasil perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga produsen komoditi bersangkutan. Menurut sifatnya, output diibedakan atas dua jenis yaitu output utama dan output ikutan. Total output suatu subsektor merupakan penjumlahan dari nilai output utama dan ikutan dari seluruh komoditi ditambah dengan nilai pelengkapnya. NTB suatu sub sektor diperoleh dari penjumlahan NTB tiap-tiap komoditi. NTB ini didapat dari pengurangan nilai output atas dasar harga produsen terhadap seluruh biaya-biaya antara, yang didalam prakteknya biasa dihitung melalui perkalian antara rasio NTB terhadap output komoditi tertentu. Untuk keperluan penyajian data NTB atas dasar harga konstan 2000 (2000=100), digunakan metode revaluasi yaitu metode dimana seluruh produksi dan biayabiaya antara dinilai berdasarkan harga tahun dasar 2000. Khusus untuk subsektor Peternakan, penghitungan produksinya tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi diperoleh melalui suatu rumus persamaan yang menggunakan tiga peubah, yakni : banyaknya ternak yang dipotong ditambah selisih antara ekspor dan impor ternak. 19 20

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l 2.1.1 Tanaman Bahan Makanan Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, sayur-sayuran, buahbuahan dan tanaman bahan makanan lainnya. Data produksi diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Samarinda, sedangkan harga produsen yang dipergu-nakan bersumber dari Survei Harga Perdagangan Besar dan sebagian bersumber dari instansi yang bersangkutan. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produksi, yaitu mengalikan jumlah produksi dengan harga masing-masing komoditi. Kemudian hasilnya dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga berlaku pada setiap tahun. Biaya antara tersebut diperoleh dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi. 2.1.2 Tanaman Perkebunan a. Tanaman Perkebunan Rakyat Tanaman perkebunan rakyat mencakup semua jenis kegiatan tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat (tidak berbadan hukum). Komoditi yang dihasilkan meliputi karet, kelapa, kopi, teh, tebu, tembakau, cengkeh, pala, kakao, lada, kayu manis, jarak dan kapas. Data produksi dapat diperoleh dari Direktori Jenderal Perkebunan dan Dinas Perkebunan Kota Samarinda. Data harga perdagangan besar diperoleh dari Dantor Perkebunan dan BPS Kota Samarinda. Output atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengalikan produksi dengan harga pada tahun yang bersangkutan, kemudian dikurangi dengan biaya pengangkutan dan margin perdagangan. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengurangi output tersebut dengan biaya antaranya (metode produksi). Sedang output atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara revaluasi. b. Tanaman Perkebunan Besar Tanaman perkebunan besar mencakup semua jenis kegiatan tanaman perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan yang mempunyai bentuk badan hukum dan dilakukan secara profesional. Komoditi yang dicakup meliputi: karet, kopi, teh, kelapa sawit, rami, serat manila, serta tanaman perkebunan lainnya. Produk ikutannya sama seperti pada tanaman perkebunan rakyat. 21 22

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l Data produksi dan harga perdagangan besar diperoleh dari Dinas Perkebunan setempat atau dari BPS Kota Samarinda. Rasio biaya antara dan rasio biaya pengangkutan dan margin perdagangan diperoleh dari survei khusus. Penghitungan output dan NTB atas dasar harga berlaku menggunakan pendekatan produksi, sedang penghitungan output atas dasar harga konstan menggunakan cara revaluasi. 2.1.3 Peternakan dan Hasil-hasilnya Sub sektor peternakan meliputi kegiatan pemeliharaan ternak dengan tujuan untuk dikembangkan, dibesarkan, digemukkan, baik untuk bibit serta dimanfaatkan untuk dipotong dan keperluan lainnya. Jenis ternak meliputi ternak besar, ternak kecil, unggas, dan hasil ikutan lainnya termasuk kulit, tulang dan tanduk Data yang digunakan berupa data populasi (yan g dianggap sebagai stok awal dan akhir tahun), dapat diperoleh dari Dinas Peternakan Kota Samarinda. Karena data ekspor dan impor antar daerah masih sulit diperoleh maka ekspor neto diasumsikan sama dengan nol. Sedang data harga perdagangan besar perkomoditi bisa diperoleh dari Dinas Peternakan Kota Samarinda dan BPS Kota Samarinda. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak netto. Data mengenai jumlah ternak yang dipotong, populasi, produksi telur dan hasil ikutan lainnya diperoleh dari Dinas Peternakan Kota Samarinda. Harga produsen diperoleh dari survei harga perdagangan besar dan sebagian dari Dinas Peternakan Kota Samarinda. Nilai produksi bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi dengan harga produsen. Nilai produksi atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara revaluasi. Nilai tambah bruto baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengeluarkan biaya antara dari nilai produksi bruto. 2.1.4 Kehutanan dan Hasil-hasilnya Subsektor ini mencakup semua kegiatan penebangan segala jenis kayu serta pengambilan daun-daunan, getah-getahan dan akar-akaran, termasuk kegiatan perburuan. Hasil penebangan yang utama adalah kayu gelondongan (baik yang berasal dari hutan rimba maupun hutan budidaya), sedangkan hasil penebangan lainnya meliputi kayu bakar, arang dan bambu. Pemungutan hasil hutan antara lain damar, kopal dan nipah. Kegiatan perburuan meliputi penangkapan binatang liar seperti buaya, babi hutan, biawak, menjangan, dan harimau, baik untuk 23 24

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l dikonsumsi dagingnya maupun diambil kulit, bulu, dan tanduknya (tidak termasuk rusa). Termasuk juga hasil buruan lainnya seperti pengambilan sarang burung, telur dan tanduk. Akan tetapi perburuan yang lebih menekankan unsur hobi tidak dimasukkan sebagai kegiatan perburuan. Sumber data adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Pere-daran Hasil Hutan (UPTD -PPH) Samarinda, yaitu berupa data produksi dan harga produsen. Penghitungan nilai tambah sub sektor ini dilakukan melalui pendekatan produksi sama seperti yang dilakukan pada sub sektor lain sebelumnya. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan cara pendekatan produksi. Biaya antaranya diperoleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Nilai tambah brutto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara revaluasi. 2.1.5 Perikanan Sub sektor ini meliputi semua kegiatan penangkapan, pembenihan, dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya (kerang, siput, dan udang), baik yang berada di air tawar maupun air asin. Termasuk juga kegiatan pengambilan hasil-hasil binatang air seperti telur ikan, telur penyu, sirip ikan, bibit ikan tuna dan jenis ikan laut lainnya, ikan mas dan jenis ikan darat lainnya, ikan bandeng dan ikan payau lainnya, udang dan binatang berkulit keras lainnya, cumi-cumi dan binatang lunak lainnya, rumput laut serta tumbuhan lainnya. Secara umum, sub sektor ini terbagi menjadi: (1). Penangkapan dan pengumpulan ikan darat (2). Penangkapan dan pengumpulan ikan laut (3). Pengolahan ikan basah laut maupun darat Pada kegiatan penangkapan dan pengumpulan ikan darat dan ikan laut serta hasil-hasilnya adalah berupa ikan dan binatang air dengan kualitas basah dan segar. Sedangkan kegiatan pengolahan meliputi pengeringan dan penggaraman ikan. Proses pengasinan disini adalah dilakukan dengan memanaskan/ pengeringan melalui sinar matahari. Data produksi diperoleh melalui Dinas Perikanan Kota Samarinda. Rasio biaya antara dan penyusutan diperoleh melalui Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dengan jalan mengalikan jumlah produksi dengan ratarata harga masing-masing komoditi. Sedang nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara revaluasi. 25 26

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l 2.1.6 Jasa Pertanian Kegiatan jasa pertanian dikategorikan sebagai jasa-jasa khusus yang diberikan untuk menunjang kegiatan ekonomi pertanian berdasarkan suatu pungutan atau kontrak tertentu. Termasuk dalam jasa pertanian adalah penyewaan alat pertanian dengan operatornya dengan syarat pengelolaan dan resiko usaha tersebut dilakukan secara terpisah oleh orang lain (contohnya: pelelangan ikan, penyemprotan hama dan lain-lain). Kegiatan ini pada umumnya masih banyak dilakukan oleh rumah tangga tani dan sulit untuk memisahkan datanya dari kegiatan lainnya di bidang pertanian. Dalam penghitungan nilai tambah sektor pertanian, secara konsep nilai tambah jasa pertanian ini terdistribusi pada masimg-masing sub-sektor (misalnya jasa dokter hewan pada sub-sektor peternakan, jasa memetik kopi pada sub sektor perkebunan). Akan tetapi karena sampai saat ini belum dapat diperoleh informasi yang lengkap mengenai jasa pertanian, maka untuk praktisnya nilai tersebut dianggap terwakili dalam besaran persentase mark-up tiap-tiap subsektor pertanian. 2.2 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN Kegiatan pertambangan dan Penggalian adalah kegiatan yang mencakup penggalian, pengeboran, penyaringan, pencucian, pemilihan dan pengambilan segala macam barang tambang, mineral dan barang galian yang tersedia di alam, baik berupa benda padat, benda cair maupun gas. Kegiatan ini dapat dilakukan di bawah tanah maupun di atas permukaan bumi. Sektor ini dikelompokkan dalam tiga sub sektor, yaitu sub sektor Pertambangan Migas, sub sektor Pertambangan Tanpa Migas, serta sub sektor Penggalian. 2.2.1 Pertambangan Migas Sub sektor ini mencakup semua kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi meliputi kegiatan pencarian kandungan minyak bumi dan gas bumi, penyiapan pengeboran, penambangan, penguapan, pemisahan serta penampungan untuk dapat dijual dan dipasarkan. Komoditi yang dihasilkan adalah minyak bumi kondensat dan gas bumi. Metode penghitungan yang digunakan adalah melalui pendekatan produksi. Output utama diperoleh melalui perkalian antara kuantum barang yang dihasilkan dengan harga per unit produksi, ditambah nilai barang dan jasa lainnya yang merupakan produk sampingan perusahaan pertambangan. Untuk beberapa komoditi tambang, harga produsen dianggap sama dengan harga ekspor (f.o.b) dengan alasan bahwa sebagian besar barang tambang yang dihasilkan dipasarkan ke luar negeri (di ekspor). Nilai tambah bruto atas dasar harga 27 28

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l berlaku diperoleh dengan cara mengeluarkan biaya antara dari nilai produksi bruto. Sedangan output atas dasar harga konstan 2000, diperoleh dengan cara revaluasi. Kemudian melalui perkalian antara output dengan rasio NTB terhadap output tahun 2000 diperoleh NTB atas dasar harga konstan 2000. 2.2.2 Pertambangan Tanpa Migas Pertambangan tanpa migas meliputi pengambilan dan persiapan untuk pengolahan lanjutan dari benda padat, baik di bawah maupun di atas permukaan bumi serta seluruh kegiatan yang bertujuan untuk memanfaatkan bijih logam dan hasil tambang lainnya. Hasil kegiatan ini di Kota Samarinda adalah batubara. Sumber data mengenai produksi dan harga serta penghitungan output dan NTB atas dasar harga berlaku dan konstan sama seperti penghitungan sub sektor Pertambangan Migas. 2.2.3 Penggalian Subsektor ini mencakup penggalian dan pengambilan segala jenis barang galian seperti batu-batuan, pasir dan tanah yang pada umumnya berada pada permukaan bumi dan biasa disebut dengan Galian Golongan C. Hasil kegiatan ini antara lain batu gunung, batu kali, batu kapur, koral, kerikil, batu karang, batu marmer, pasir bahan bangunan, pasir silika, pasir kwarsa, kaolin, tanah liat dan sebagainya. Perkiraan output sub sektor ini dihitung dengan pendekatan tenaga kerja, yaitu melalui hasil perkalian antara jumlah tenaga kerja dengan rata-rata output per tenaga kerja. Data mengenai jumlah tenaga kerja diperoleh dari Bagian Perekonomian Pemda dan Dinas Pertambangan Kota Samarinda. Data mengenai rata-rata output dan rasio biaya antara diperoleh dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh setelah mengeluarkan komponen biaya antara terhadap output sub sektor ini. Sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 1993 dipeoleh dengan cara revalusi. 2.3 SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN Kegiatan industri adalah kegiatan merubah bentuk baik secara mekanis maupun kimiawi dari bahan organik atau anorganik menjadi produk baru yang lebih tinggi mutunya. Proses tersebut dapat dilakukan dengan mesin atau dengan tangan, baik di buat di pabrik atau pada rumah tangga, termasuk perakitan bagian-bagian suku cadang barang-barang industri di pabrik seperti perakitan mobil dan alat elektronik. 29 30

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l Menurut kegiatan utama yang dihasilkan kegiatan sektor Industri pengolahan dikelompokan menjadi sembilan kelompok komoditi sebagai berikut: 31. Industri makanan, minuman, dan tembakau 32. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit 33. Industri kayu, bambu, rotan dan perabot rumah tangga 34. Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan 35. Industri kimia dan barang-barang dari bahan-bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik 36. Industri barang-barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara 37. Industri logam, mesin dan peralatannya 38. Industri barang dari logam dan peralatannya 39. Industri pengolahan lainnya Pengelompokkan kegiatan industri dalam penghitungan pendapatan regional ini dikelompokkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu: (1). Industri besar adalah perusahaan industri yang menggunakan tenaga kerja lebih besar atau mencapai 100 orang. (2). Industri sedang adalah dengan tenaga kerja 20-99 orang. (3). Industri kecil adalah dengan tenaga kerja 5-19 orang. (4). Industri kerajinan rumah tangga adalah dengan tenaga kerja 1-4 orang. Tidak selamanya barang yang diolah segera menjadi barang yang selesai dalam waktu singkat. Banyak contoh barang yang memerlukan waktu penyelesaian yang cukup lama. Seperti pembuatan kapal yang membutuhkan waktu tahunan dari mulai persiapan hingga tahap penyelesaian akhir. Berkaitan dengan contoh ini, tidak jarang pada akhir periode tahun kapal tersebut belum selesai dikerjakan atau dengan kata lain barang tersebut masih dalam proses pengerjaan. Secara prinsip, pengerjaan yang dilakukan oleh kegiatan industri, seperti pembuatan kapal, perakitan mobil, radio, perabot rumah tangga, dimasukkan sebagai output dari kegiatan industri. Penilaiannya adalah sebesar nilai barang pada komoditi setengah jadi tersebut. Pengolahan bahan mentah menjadi makanan dan minuman yang dilakukan oleh rumah tangga dan langsung dijual pada konsumen akhir dimasukkan ke dalam kegiatan perdagangan (restoran). Misalnya membuat pisang goreng dan rempeyek. Tetapi bila makanan tersebut dititipkan ke warung-warung maka kegiatan tadi tetap dimasukkan ke dalam sektor industri. Sedangkan pengolahan bahan mentah menjadi bukan makanan dan minuman walaupun langsung di jual kepada konsumen akhir 31 32

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l tetap di masukkan kedalam kegiatan industri, misalnya membuat mainan anak-anak. Metode penghitungan yang digunakan dalam sektor ini adalah pendekatan produksi, yaitu nilai tambah diperoleh dari output dikurangi dengan biaya antara. Output kegiatan industri dapat berbentuk barang dan dapat berbentuk jasa atau keduanya. Output berbentuk barang adalah barang jadi dan barang dalam pengerjaan setengah jadi. Output berbentuk jasa antara lain adalah industri yang di berikan oleh pihak lain yaitu dengan jalan melakukan proses kegiatan industri dengan memakai alat produksi yang ada dalam perusahan sendiri, sedangkan bahan mentahnya milik perusahaan industri lain, dan setelah diolah hasilnya akan diserahkan kembali kepada perusahaan pemesan tadi. Disamping penerimaan jasa yang ada kaitannya dengan kegiatan industri ada juga penerimaan jasa yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan industrinya. Jasa seperti ini misalnya keuntungan dari perdagangan (misalnya menjual kembali kelebihan bahan baku) dan penerimaan penyewaan ruangan milik perusahaan. Rincian yang dicakup dalam output perusahaan industri terdiri dari: barang yang dihasilkan; jasa industri yang diberikan pada pihak lain; selisih nilai stok barang setengah jadi; tenaga listrik yang dijual; keuntungan dari penjualan barang-barang yang dijual dalam bentuk yang sama seperti pada waktu pembelian; dan penerimaan lain dari jasa non industri. Biaya antara sektor industri meliputi segala jenis pengeluaran yang bukan merupakan balas jasa faktor produksi dan penggunaan barang tersebut habis pakai dalam suatu proses produksi, usia pemakaiannya kurang dari satu tahun, dan nilai per unitnya relatif kecil. Sama halnya dengan output perusahaan industri, maka biaya antara juga dapat berupa barang atau jasa. Biaya antara yang berupa barang terutama adalah bahan baku, bahan bakar, dan bahan penolong, sedangkan yang berbentuk jasa misalnya jasa industri dan penyewaan, ongkos angkutan, listrik dan telepon. Rincian biaya antara lain terdiri dari : bahan baku; bahan bakar; tenaga listrik dan gas; barang lainnya (selain bahan baku/penolong); jasa industri; sewa gedung, mesin dan alat-alat; dan jasa non industri lainnya. Sering juga ditemui pada pembukuan perusahaan industri, pengeluaran-pengeluaran lainnya yang seharusnya merupakan balas jasa faktor industri, misalnya upah dan gaji serta pengeluaran oleh perusahaan pada pihak lain yang sifatnya cuma-cuma, misalnya sumbangan dimasukan dalam kelompok biaya antara. Untuk kedua jenis pengeluaran seperti upah dan gaji serta pemberian cuma-cuma tidak boleh dikelompokkan sebagai biaya antara, akan tetapi merupakan bagian dari nilai 33 34

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l tambah bruto. Untuk mendapatkan nilai biaya antara sektor industri diperoleh dengan jalan mengalikan kuantum barang yang dipergunakan untuk proses produksi dengan harga per unit masing-masing barang tersebut. Khusus untuk jasa yang biasanya sukar untuk mengukur kuantumnya, maka nilai jasa sebagai biaya antara diperoleh langsung dari sejumlah nilai yang yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pihak lain untuk jasa yang dipergunakan perusahaan tersebut. Dalam penghitungan ini, untuk kelompok industri besar dan sedang disatukan, sedangkan untuk industri kecil dan rumahtangga dipisahkan. Data yang diperlukan untuk penghitungan nilai tambah sektor ini diperoleh dari Dinas Perindustrian, Indeks Harga Perdagangan Besar Sektor Industri, hasil Survei Industri Besar dan Sedang, serta Survei Industri Kecil dan Kerajinan Rumahtangga oleh BPS. Untuk industri besar dan sedang, output maupun nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dari hasil survei tahunan industri besar dan sedang Badan Pusat Statistik. Sedangkan output dan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan menggunakan cara deflasi. Sedangkan untuk industri kecil dan kerajinan rumahtangga, output atas dasar harga berlaku diperkirakan dengan mengalikan rata-rata output per tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja masing-masing tahun. Sedangkan nilai tambah bruto diperoleh melalui hasil pengurangan antara nilai output dengan biaya antaranya. Baik rata-rata output per tenaga kerja maupun rasio biaya antara diperoleh dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara deflasi. 2.4 SEKTOR LISTRIK DAN AIR 2.4.1 Listrik Kegiatan ini mencakup pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik, baik yang diselenggarakan oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) maupun oleh perusahaan non PLN seperti pembangkitan listrik oleh perusahaan pemerintah daerah dan listrik yang diusahakan oleh swasta (perorangan maupun perusahaan), dengan tujuan untuk dijual. Listrik yang dibangkitkan atau yang diproduksi meliputi listrik yang dijual, dipakai sendiri, hilang dalam transmisi dan listrik yang di curi. Kegiatan listirk non PLN dapat digolongkan menjadi dua yaitu : listrik non PLN 1 dan non PLN 2. Listrik non PLN 1 adalah listrik yang di bangkitkan oleh perusahaan listrik non PLN yang hasil/produksinya dibeli dan disalurkan oleh PLN. Sedangkan Listrik non PLN 2 adalah listrik yang dibangkitkan oleh 35 36

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l perusahaan listrik non PLN yang hasilnya dijual dan disalurkan secara langsung oleh perusahaan itu sendiri ke konsumen. Sering ditemukan adanya kelebihan arus listrik yang dihasilkan sebagai hasil ikutan dari proses produksi barang utama, misalnya pada perusahaan produksi industri, perusahaan gas negara, perusahaan air minum dan perusahaan pertambangan. Apabila sebagian atau keseluruhan dari kelebihan arus listrik ini dijual secara komersial kepada pihak lain, seperti rumah tangga atau perusahaan, maka kegiatan ini dimasukkan sebagai kegiatan sektor listrik, tetapi apabila kelebihan tersebut digunakan sendiri tidak dimasukkan kedalam sub sektor listrik. Data produksi, harga dan biaya antara subsektor ini dapat diperoleh dari laporan perusahaan listrik negara PLN dan perusahaan lain yang mengusahakan listrik (non PLN), Sensus Ekonomi 1996 (listrik non PLN), indikator ekonomi dan bulletin bulanan (data IHK) dan hasil Survei Industri Besar/Sedang (data listrik yang dijual oleh perusahaan industri) oleh Badan Pusat Statistik. Metode penghitungan yang dilakukan untuk subsektor ini adalah pendekatan produksi, yaitu NTB yang diperoleh dari nilai output dikurangi dengan biaya antara. Nilai produksi kegiatan pelistrikan ini diperoleh dari perkalian antara kuantum listrik yang di bangkitkan dengan harga per unit listrik tersebut. Listrik yang dibangkitkan atau yang diproduksi meliputi listrik yang dijual, dipakai sendiri, hilang dalam transmisi dan listrik yang di curi. Disamping itu, perusahaan mungkin mempunyai pendapatan lainnya dan kegiatan operasional atau kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pelistrikan dan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan utama pelistrikan tersebut. Misalnya hasil penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain seperti penyewaan ruangan. Biaya antara kegiatan pelistrikan adalah segala pengeluaran atas penggunaan barang dan jasa yang habis terpakai dalam sekali proses produksi, usia pemakaiannya kurang dari setahun dan biaya per unit relatif kecil. Oleh karena output dihitung berdasarkan listrik yang dibangkitkan, maka biaya antara termasuk listrik yang dipakai sendiri dalam proses produksi, hilang dalam transmisi dan distribusi, di samping biaya operasi dan pemeliharaan mesin dan alat pengeluaran operasional lainnya. Nilai tambah bruto diperoleh dengan mengurangkan output terhadap biaya antara. Perhitungan atas dasar harga konstan menggunakan metode revaluasi, yaitu output diperoleh dari perkalian antara produksi masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Cara lain adalah menggunakan metode deflasi yaitu dengan menggunakan indeks tarif listrik gabungan tertimbang dari masing-masing jenis tarif tiap tahun sebagai 37 38

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l deflator atau bisa juga dengan cara ekstrapolasi, dimana indeks produksi gabungan tertimbang masing-masing jenis produksi tiap tahun digunakan sebagai ekstrapolator. 2.4.2 Air Minum Kegiatan subsektor ini mencakup proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya yang menghasilkan air minum serta pendistribusian dan penyaluran ke rumah tangga, instansi pemerintah dan instansi swasta, baik yang dilakukan oleh perusahaan Air Minum (PAM) maupun bukan PAM. Kegiatan ini mencakup usaha air bersih melalui sumur artesis yang dikomersilkan. Pembotolan air mineral dan air yang mengandung karbonat tidak termasuk dalam subsektor ini tetapi dimasukkan dalam sektor Industri Pengolahan. Data produksi, harga dan biaya antara sub sektor ini diperoleh dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Samarinda dan perusahaan lainnya yang mengusahakan air minum, dan Indikator Ekonomi. Metode penghitungan yang digunakan untuk subsektor ini adalah pendekatan produksi yaitu NTB diperoleh dari nilai output dikurangi biaya antara. Nilai produksi kegiatan ini diperoleh dari perkalian antara kuantum air minum yang disalurkan dengan harga per unitnya, termasuk output lainnya yang diterima perusahaan yang berasal dari kegiatan lain seperti pemeriksaan kualitas tanah dan penyewaan ruangan. Biaya antara adalah pemakaian bahan bakar dan bahan penolong yang habis dipakai dalam proses pembersihan dan permunian. Bahan baku utama adalah bahan kimia yang banyak dipakai untuk menyaring air menjadi bersih dan memenuhi syarat higienis, juga bahan bakar dan pelumas lainnya yang dipakai untuk mesin penggerak termasuk biaya pemeliharaan mesin dan pengeluaran opersional lainnya. Output atas dasar harga berlaku diperoleh dari perkalian jumlah produksi dengan harga masing-masing tahun. Sedangkan output atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara ekstrapolasi. Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan mengalikan rasio nilai tambah terhadap output, begitu juga halnya dalam memperkirakan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku. 2.5. SEKTOR BANGUNAN/KONSTRUKSI Sektor bangunan mencakup kegiatan konstruksi di wilayah domestik suatu daerah yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain, maupun oleh kontraktor khusus, yaitu unit usaha atau individu yang melakukan kegiatan konstruksi untuk dipakai. 39 40

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l Kegiatan konstruksi meliputi pembuatan, pembangunan, pemasangan dan perbaikan (berat maupun ringan) semua jenis konstruksi seperti bangunan tempat tinggal, bangunan bukan tempat tinggal, jalan, jembatan, pelabuhan (laut atau udara), terminal, monumen dan instalansi jaringan listrik, gas air dan jaringan komunikasi serta bangunan lainnya. Sub kontraktor yang mengerjakan sebagian dari suatu pekerjaan yang lebih besar, misalnya pemasangan instalasi listrik dari suatu gedung, pemasangan saluran telepon, pemasangan pipa minyak dan pembuatan pondasi diklasifikasikan sebagai sektor konstruksi. Demikian juga unitunit yang terutama melakukan kegiatan konstruksi untuk perusahaan induknya dan dapat melaporkan data dari semua kegiatannya secara terpisah. Untuk menghitung nilai tambah sektor bangunan, ada tiga pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan arus barang (commodity flow). Untuk pendekatan arus barang, sumber data yang dapat di gunakan antara lain: kayu dan bambu dari dinas kehutanan, bahan bangunan dalam daerah dari publikasi statistik tahunan industri dan untuk bahan bangunan impor didapat dari Seksi Statistik industri, sedang struktur ongkos biaya lainnya dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Untuk pendekatan produksi dan pendekatan pendapatan, sumber data yang digunakan adalah hasil sensus atau survei perusahaan konstruksi mengenai data rasio struktur input dan rata-rata nilai produksi (output) per perusahaan atau tenaga kerja. a. Pendekatan Produksi Pendekatan produksi dipakai untuk memperoleh nilai tambah sektor bangunan dengan cara output sektor dikurangi biaya antaranya. Untuk mengestimasi output sektor ini ada dua alternatif : ( i) meneliti perusahaan bangunan/konstruksi yang berdomisili di suatu daerah; dan ( ii) meneliti perusahaan bangunan/konstruksi yang membangun mengerjakan proyekproyek di daerah tersebut. Pada alternatif pertama output didefinisikan sebagai jumlah nilai pendapatan dari seluruh perusahaan konstruksi yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Hasil dari kedua cara perhitungan tersebut dapat berbeda, disebabkan adanya perusahaan konstruksi di luar daerah yang melakukan kegiatan didaerah tersebut atau sebaliknya. Output dari kegiatan konstruksi pada satu tahun atas dasar berlaku adalah nilai semua pekerjaan yang telah dilaksanakan disuatu daerah selama tahun tersebut tanpa memperhatikan bangunan yang dikerjakan tersebut telah selesai atau belum. Jadi dari kegiatan konstruksi yang kadang-kadang memakan 41 42

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l waktu lebih dari satu tahun, harus dapat ditentukan output dari satu tahun tertentu. Sebagai gambaran dapat dicontohkan sebagai berikut : Nilai bangunan tempat tinggal tahun 2005 adalah nilai bangunan tempat tinggal yang pembuatannya dilaksanakan seluruhnya dalam tahun 2005 mulai dikerjakan sampai selesai (A). Nilai bangunan kantor tahun 200 5 adalah nilai bangunan kantor yang pembuatannya mulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 dikurangi dengan nilai pekerjaan yang dikerjakan pada tahun 2004 (B). Nilai jalan 2005 adalah pekerjaan bangunan jalan yang sudah dilaksanakan sampai dengan akhir tahun 2005. Output jalan pada tahun 2005 yaitu bangunan yang masih dalam proses pengerjaan barang setengah jadi (C). Output dari bangunan irigasi tahun 2005 yang pembuatannya dimulai tahun 2004 dan masih terus dikerjakan untuk diselesaikan sampai jadi pada tahun berikutnya adalah nilai bangunan dalam keadaan belum selesai pada akhir tahun dikurangi nilai bangunan tersebut pada awal tahun (D). Output kegiatan konstruksi pada tahun 200 5 meliputi bangunan yang sudah jadi maupun yang masih dalam proses pengerjaan. Dalam contoh diatas output konstruksi tahun 2005 meliputi A, B, C dan D pada tahun yang bersesuaian. Biaya antara sektor bangunan terdiri dari nilai pemakaian barang dan jasa yang telah digunakan dalam melakukan kegiatan selama satu tahun kalender. Prinsipnya biaya antara di sini sama seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya dalam pendekatan arus barang. Secara umum dapat juga digolongkan sebagai bahan pokok atau bahan baku untuk bangunan, bahan penolong, bahan bakar, bahan-bahan lainnya termasuk alat tulis untuk keperluan administrasi, jasa-jasa dan sewa alat dan ongkos-ongkos lainnya. Output dan NTB atas dasar harga konstan bisa diperkirakan dengan metode ekstrapolasi dengan indeks banyaknya perusahaan/tenaga kerja sebagai ekstrapolator atau dengan metode deflasi dengan indeks harga perdagangan besar (IHPB) sebagai deflator. b. Pendekatan Pendapatan Menurut pendekatan pendapatan, NTB sektor bangunan merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian NTB, kecuali faktor diatas termasuk pula komponen penyusutan barang modal dan pajak tidak langsung neto. Upah dan gaji sektor ini dapat diestimasi dengan jalan mengalikan jumlah tenaga kerja dengan rata-rata jumlah hari kerja dalam setahun dan rata-rata 43 44

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l upah/gaji sektor bangunan. Tenaga kerja dapat dirinci menjadi tenaga kerja administrasi, tenaga kerja lapangan termasuk tenaga kerja lepas/harian dan pekerja bebas/pemilik/pengusaha. Lapangan usaha bangunan yang berbentuk badan usaha atau perusahaan dapat dengan jelas memisahkan tenaga kerja administrasi dan operasi, sehingga dapat diperhitungkan dengan cermat balas jasa tenaga kerjanya. Lain halnya dengan pekerja bebas atau pemborong/pengusaha di bidang konstruksi yang biasanya langsung bertindak sebagai pekerja lapangan akan sulit memisahkan balas jasa dan surplus usahanya. Ketiga komponen yaitu sewa tanah, modal dan keuntungan dikenal sebagai operating surplus atau surplus usaha. Penyusutan merupakan perkiraan susutnya barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Pajak tidak langsung merupakan pajak yang dikenakan kepada produsen atas produksinya, sedangkan subsidi merupakan bantuan pemerintah untuk menambah pendapatan produsen atau kegiatan produksi. Pajak tidak langsung neto adalah nilai pajak yang dibayarkan dikurangi dengan subsidi yang diterima. Nilai output dan NTB atas dasar harga konstan dapat diestimasi dengan metode deflasi atau ekstrapolasi. c. Pendekatan Arus Barang. Pendekatan ini adalah suatu metode penghitungan nilai output berdasarkan input yang digunakan dalam sektor tersebut yang diperoleh dari output sektor lain. Input dapat dibedakan menjadi dua yaitu input primer dan input antara dan jumlah keduanya akan sama dengan output. Input antara sektor bangunan dikelompokkan menjadi: bahan-bahan dari sektor pertanian seperti kayu gelondongan, bambu dan sebagainya; bahanbahan hasil penggalian seperti pasir, tanah uruk dan batu; bahan bangunan produksi industri dalam negeri; bahan bangunan impor, aspal dan bahan lain-lain. Output dan NTB dihitung setelah penggunaan masing-masing komoditi biaya lain-lain diperoleh nilainya. Nilai bahan bangunan impor yang dipakai sebagai input diperoleh dari hasil perkalian antara rasio alokasi komoditi ke sektor bangunan dengan nilai impor. Nilai komoditi impor merupakan jumlah cost, insurance and freight (CIF), bea masuk, pajak penjualan (ppn) dan pajak -pajak lainnya. Penilaian yang digunakan adalah nilai di lokasi penggunaan, oleh karena itu nilai perkalian antara rasio alokasi komoditi impor dengan nilai impor masih harus ditambah dengan margin perdagangan dan biaya pengangkutan serta biaya lainnya. Rasio alokasi dan margin tersebut diperoleh dari SKPR Kota Samarinda. Nilai input menurut harga konstan diperoleh dengan mendeflasikan nilai menurut harga berlaku. 45 46

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l Deflator yang digunakan adalah rata-rata tertimbang indeks harga perdagangan besar atau indeks nilai unit. Nilai bahan bangunan produksi dalam negeri yang dipakai sebagai input diperoleh dari hasil perkalian antara rasio alokasi komoditi domestik atas dasar harga pembeli. Seperti halnya bahan bangunan impor, nilai yang digunakan adalah nilai di lokasi penggunaan maka masih ditambah dengan margin perdagangan dan biaya pengangkutan serta biaya lainnya yang di peroleh dari SKPR. Nilai input menurut harga konstan diperoleh dengan mendeflasikan nilai menurut harga berlaku. Deflator yang digunakan adalah rata-rata tertimbang indeks harga perdagangan besar bahan bangunan produksi dalam negeri. Kedua pendugaan tersebut di lakukan apabila data tersedia secara series, bila data tidak tersedia pendugaan dihitung berdasarkan tahun dasar. Pendugaan tahun-tahun lain di buat dengan cara ekstrapolasi terhadap nilai bahan. Pendugaan atas dasar harga berlaku diperoleh dengan menginflasikan nilai yang di peroleh dengan cara tersebut. 2.6 SEKTOR PERDAGANGAN, RESTORAN DAN PERHOTELAN 2.6.1 Perdagangan Subsektor perdagangan mencakup kegiatan menjual dan membeli barang, baik barang baru maupun bekas, untuk tujuan penyaluran atau pendistribusian tanpa merubah bentuk barang tersebut. Subsektor perdagangan dibagi menjadi dua kelompok yaitu: perdagangan besar dan eceran. Perdagangan besar mencakup kegiatan pembelian dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir pedagang besar lainnya, pedagang eceran, perusahaan dan lembaga yang tidak mencari untung. Sedangkan pedagang eceran mencakup kegiatan pedagang yang umumnya melayani konsumen perorangan atau rumah tangga tanpa merubah bentuk, baik barang baru maupun bekas. Bila menggunakan metode arus barang, ouput sektoral yang diperoleh pada saat menghitung nilai tambah sektor yang bersangkutan. Rasio margin perdagangan dan rasio barang yang diperdagangkan dapat di peroleh dari Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda atau 47 48

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l berdasarkan Tabel Input-Output, serta dinas/instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Bila menggunakan metode pendekatan produksi, banyaknya perusahaan/tenaga kerja di estimasi berdasarkan hasil Sensus Ekonomi atau dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Rasio biaya antara dan NTB dapat di peroleh dari SKPR Kota Samarinda. Output atau margin perdagangan merupakan selisih antara nilai beli barang yang diperdagangkan setelah dikurangi biaya angkutan yang dikeluarkan oleh pedagang. Sedangkan biaya antaranya adalah seluruh biaya yang digunakan untuk kepentingan usaha perdagangan, seperti perlengkapan tulis menulis, bahan mengepak dan pembungkus, rekening listrik dan telepon, serta biaya iklan. Pada umumnya perhitungan output subsektor perdagangan (untuk perhitungan PDB Nasional) dilakukan dengan cara pendekatan arus barang yaitu dengan menghitung besarnya margin perdagangan barangbarang yang diperdagangkan dari sektor pertanian, pertambangan, dan penggalian, industri pengolahan (tidak termasuk LNG, methanol dan sebagian hasil pengilangan yaitu bahan bakar avtur) serta barang-barang dari impor yang diperdagangkan. Sehingga dalam pendekatan ini dibutuhkan rasio margin perdagangan, dan rasio jumlah barang yang diperdagangkan (marketed surplus ratio). sedangkan NTB-nya diperoleh dengan mengalikan rasio NTB dengan total output. Secara sistematis perhitungan output dan NTB dengan pendekatan arus barang adalah sebagai berikut : 1. Menghitung output (baik konstan maupun berlaku) untuk sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri dan impor. 2. Menghitung output (baik konstan maupun berlaku) dengan cara mengalikan output sektoral dengan rasio barang yang diperdagangkan. 3. Menghitung NTB (baik konstan maupun berlaku) dengan cara mengalikan total output sektoral dengan rasio NTB nya. Untuk penghitungan regional, output dan NTB atas dasar harga berlaku dapat diestimasi dengan cara lain yaitu menggunakan metode/pendekatan produksi. Banyaknya perusahaan/tenaga kerja merupakan indikator produksi dan rata-rata output per indikator produksi sebagai indikator harganya. Perkalian banyaknya indikator produksi dengan rata-rata output per indikator produksi merupakan output. NTB diperoleh dengan mengurangkan output dengan biaya antaranya. Untuk mendapatkan nilai atas dasar harga konstan digunakan cara revaluasi atau deflasi dimana Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) atau Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai deflatornya. 49 50

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l 2.6.2 Hotel Subsektor ini mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan. Yang dimaksud akomodasi disini adalah hotel berbintang, serta tempat tinggal lainnya yang digunakan untuk menginap seperti losmen, motel, dan hostel. Termasuk pula penyediaan fasilitas lainnya bagi para tamu yang menginap dimana kegiatan tersebut berada dalam satu kesatuan manajemen dengan penginapan yang datanya sulit dipisahkan. Penyediaan penginapan yang diusahakan oleh yayasan atau pemerintah juga dikelompokkan disini bila segala macam keterangan dan data mengenai kegiatan ini dapat dipisahkan dengan kegiatan utamanya Data mengenai indikator produksi dan harga dapat diperoleh dari instansi/asosiasi yang terkait atau Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) atau dari Tabel Input Output. NTB dapat diperoleh dengan pendekatan produksi. Indikator produksi yang dapat digunakan dalam jumlah malam kamar, jumlah tempat tidur, jumlah hotel atau penginapan, jumlah tenaga kerja dan jumlah tamu yang menginap. Indikator harganya adalah rata-rata tarif per malam kamar, rata-rata output per tempat tidur, rata-rata output perhotel, rata-rata output per tenaga kerja, dan rata-rata output tamu yang menginap. Output atas dasar harga berlaku subsektor hotel dapat diperoleh dengan mengalikan indikator produksi dan indikator harganya. NTB diperoleh dengan mengalikan output dengan rasio nilai tambahnya. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan dapat diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi atau metode deflasi dengan indeks tarif hotel tertimbang sebagai deflatornya. 2.6.3 Restoran Kegiatan subsektor restoran mencakup usaha penyediaan makanan dan minuman jadi yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan baik dengan tempat tetap maupun tidak tetap, termasuk pedagang makanan/minuman keliling. Kegiatan yang termasuk dalam subsektor ini adalah rumah makan, warung nasi, warung sate, warung kopi, katering, kantin, tukang bakso, tukang rujak dorongan dan tukang es. Penyediaan makanan dan minuman jadi serta usaha katering, pelayanan restoran kereta api dan kantin yang merupakan usaha sampingan, sejauh datanya dapat dipisahkan, masuk dalam kategori subsektor ini. 51 52

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l Data mengenai indikator produksi dapat diperoleh dari sensus atau asosiasi yang terkait, sedangkan indikator harga dan rasio NTB dapat diperoleh dari SKPR, survei khusus atau Tabel Input Output. Untuk konsumsi makanan dan minuman jadi di luar rumah dapat diperoleh dari hasil SUSENAS dan jumlah penduduk dapat diperoleh dari hasil Sensus Penduduk. NTB dapat diperoleh dengan pendekatan produksi. Indikator produksi yang dapat digunakan adalah jumlah tenaga kerja, jumlah restoran atau jumlah pengunjung yang datang ke restoran. sedangkan indikator harga yang digunakan adalah rata-rata output per tenaga kerja, rata-rata output per restoran, atau rata-rata output per pengunjung. Output atas dasar harga berlaku dapat diperoleh berdasarkan perkalian antara indikator produksi dan indikator harga. Sedangkan NTB-nya dihitung berdasarkan perkalian rasio NTB dengan outputnya. Output dan NTB atas dasar harga konstan dapat diperoleh dengan metode ekstrapolasi dengan indeks produksi (sesuai dengan indikator produksi yang dipakai) sebagai ekstrapolatornya. Selain cara di atas, output subsektor restoran atas dasar harga berlaku dapat pula diperkirakan berdasarkan indikator konsumsi makanan dan minuman jadi di luar rumah. Dalam cara ini konsumsi makanan dan minuman jadi di luar rumah dianggap sebagai output dari restoran. Penghitungan pengeluaran konsumsi makanan dan minuman jadi di luar rumah atas dasar harga berlaku diperkirakan dengan cara mengalikan pengeluaran bahan makanan dan minuman per kapita selama setahun dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Atau dengan kata lain jumlah penduduk sebagai indikator produksi dan rata-rata pengeluaran makanan dan minuman per kapita sebagai indikator harga. Sedangkan untuk harga konstannya diperoleh dengan metode deflasi, dimana IHK kelompok makanan sebagai deflatornya, sedangkan NTBnya dihitung berdasarkan perkalian antara rasio NTB dengan output. 2.7 SEKTOR ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang dan penumpang baik melaui darat, laut dan udara, termasuk jasa penunjang angkutan dan komunikasi. 2.7.1 Angkutan Jalan Raya Jenis kegiatan ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kendaraan umum angkutan jalan raya baik bermotor maupun tidak bermotor. Jenis kegiatan bermotor antara lain meliputi bus, taksi, truk, mikrolet, dan sejenisnya, sedangkan kendaraan tidak bermotor meliputi 53 54

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l becak, delman/dokar, gerobak/pedati dan sebagainya. Kendaraan tersebut dapat merupakan kendaraan wajib uji baik yang memakai plat nomor kuning (umum) maupun plat hitam (pribadi) yang tujuannya untuk usaha komersial. Kegiatan penyewaan/charter kendaraan baik dengan atau tanpa pengemudi juga termasuk dalam kegiatan ini. Tetapi kegiatan kendaraan operasi perusahaan yang diusahakan sebagai satu satuan usaha dalam kegiatan perusahaan tersebut (seperti truk mengangkut pasir dalam usaha penggalian, jasa bongkar muat) tidak termasuk dalam kegiatan ini. Data mengenai jumlah kendaraan bermotor diperoleh dari Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR), dan Dinas Pendapatan Daerah. Sedangkan rata-rata output per kendaraan dan rasio biaya antara diperoleh dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) terhadap perusahaan angkutan jalan raya (termasuk pengemudi). Dengan metode produksi, output angkutan jalan raya dasar harga berlaku untuk kendaraan bermotor atau tidak bermotor merupakan perkalian indikator produksi (jumlah armada/kendaraan) dengam indikator harga (rata -rata output per armada) untuk masing-masing jenis angkutan. Jika data kendaraan tidak bermotor tidak tersedia maka outputnya dapat diperkirakan dengan menggunakan hasil pengolahan SKPR yaitu persentase output kendaraan tidak bermotor terhadap kendaraan bermotor. Output atas dasar harga konstan dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa metode, yaitu : i. metode revaluasi (mengalikan jumlah armada/ kendaraan yang beroperasi dengan rata-rata output per armada tahun dasar) ii. metode ekstrapolasi (i ndeks tertimbang jumlah armada/kendaraan sebagai ekstrapolator). iii. metode deflasi (indeks harga konsumen ko mponen pengangkutan sebagai deflator) Selanjutnya NTB diperoleh berdasarkan perkalian antara rasio NTB dengan outputnya. Jika struktur input tahun perjalanan relatif sama dengan tahun dasar, maka metode ekstrapolasi ataupun metode deflasi bisa digunakan langsung terhadap NTB. 2.7.2 Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan. Jenis kegiatan ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan kendaraan/kapal sungai dan danau baik bermotor maupun tidak bermotor. Termasuk juga di sini kegiatan penyewaan (charter) kapal baik dengan maupun tanpa kemudi. Tidak termasuk disini kegiatan lain yang 55 56

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l sifatnya menunjang kegiatan pengangkutan seperti pelabuhan sungai, perbaikan dan pemeliharaan kapal, baik yang dilakukan dibawah satu satuan usaha dengan angkutan sungai maupun secara terpisah. Data mengenai jumlah armada kapal sungai baik yang bermotor maupun tidak bermotor dapat diperoleh dari Kantor Angkutan Sungai dan Penyeberangan (ASDP). Data mengenai rata-rata output per kapal dan rasio NTB diperoleh dari hasil survei khusus (SKPR) terhadap perusahaan/pengusaha angkutan sungai dan penyeberangan. Dengan pendekatan produksi, output atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengalikan indikator produksi (jumlah armada) dengan indikator harga (rata-rata output per armada). Untuk menjaga konsisten hasil penghitungan antar daerah, digunakan data jumlah penumpang dan barang yang berangkat dari daerah/tempat penyeberangan asal. Output atas dasar harga konstan dapat diperoleh dengan metode revaluasi ataupun metode ekstrapolasi. NTB diperoleh dengan perkalian antara rasio NTB dengan outputnya. 2.7.3 Angkutan Laut Kegiatan yang mencakup subsektor ini pengangkutan penumpang barang dengan menggunakan kapal laut yang beroperasi didalam dan keluar daerah. Kegiatan yang dikenal dengan nama pelayaran ini hanya mencakup perusahaan pelayaran nasional. Menurut daerah operasinya dibedakan atas pelayaran samudera (antar region), pelayaran nusantara (antar pulau/daerah) dan pelayaran khusus, pelayaran perintis, pelayaran lokal dan pelayaran rakyat. Tidak termasuk kegiatan pelayaran laut yang diusahakan oleh perusahaan pelayaran lain yang berada dalam satu satuan usaha, dimana kegiatan pelayaran ini sifatnya hanya menunjang dari kegiatan induknya dan data yang tersedia sulit dipisahkan, misalnya tanker-tanker Pertamina untuk angkutan dalam negeri, kapal milik perusahaan ikan dan angkutan khusus lainnya. Data mengenai indikator produksi diperoleh dari laporan setiap pelabuhan, sedangkan data mengenai rata-rata output per indikator produksi dan rasio NTB diperoleh dari survei khusus terhadap perusahaan angkutan laut. Dengan pendekatan produksi, output atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengalikan indikator produksi (jumlah barang dan penumpang yang diangkut) dengan indi-kator harga (rata-rata output per indikator produksi). Untuk menjaga konsistensi hasil penghitungan antar daerah, diguna-kan data jumlah penumpang dan barang yang berangkat dari setiap pelabuhan muat. Output atas dasar harga konstan dapat di 57 58

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l peroleh dengan metode ekstrapolasi. NTB di peroleh dengan perkalian antara rasio NTB dengan outputnya. 2.7.4 Angkutan Udara Jenis kegiatan ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan pesawat udara yang diusahakan oleh perusahaan penerbangan yang beroperasi di daerah tersebut (perusahaan penerbangan nasional). Menurut wilayah operasinya dibedakan atas penerbangan dalam negeri (domestik) dan luar negeri (internasional). Termasuk juga penggunaan pesawat terbang untuk di charter/disewa baik secara sebagian maupun keseluruhan. Termasuk disini kegiatan lainnya yang diusahakan oleh perusahaan penerbangan yang datanya sulit dipisahkan, seperti Ekspedisi Muatan Kapal Udara (EMKU) baik untuk angkutan penerbangan yang sifatnya tidak komersial, yang hanya digunakan untuk kepentingan suatu organisasi/perkumpulan seperti penerbangan milik misionaris dan perkumpulan terbang layang. Data mengenai indikator produksi dan harga dapat diperoleh dari laporan pengusaha dan pengelola pelabuhan udara. Rasio NTB diperoleh dari survei khusus terhadap perusahaan penerbangan. Dengan pendekatan produksi, output atas dasar harga berlaku merupakan jumlah penerimaan perusahaan angkutan udara di daerah tersebut baik yang mempunyai klasifikasi operasi berjadwal maupun tidak berjadwal (charter). ini bisa diperkirakan dengan mengalikan indikator produksi dengan indikator harga. Indikator produksi adalah jumlah muatan penumpang dan barang yang dimuat yang dirinci menurut berat dan jarak tempuhnya. Indikator harga adalah rata-rata output per unit indikator produksi dari muatan dan barang. Pedapatan lain yang diperoleh dari sewa dan dari usaha lain yang bukan dari kegiatan angkutan diestimasi dengan menggunakan rasio terhadap pendapatan utama. Output atas dasar harga konstan dapat diperoleh dengan metode revaluasi ataupun metode ekstrapolasi. NTB diperoleh dengan perkalian antara rasio NTB dengan outputnya. 2.7.5 Jasa Penunjang Angkutan Jenis kegiatan yang dicakup disini adalah kegiatan yang bersifat menunjang dan memperlancar usaha pengangkutan dan jasa penyediaan fasilitas yang berkaitan dengan pengangkutan, yang meliputi pelayanan jasa terminal dan parkir, keagenan, ekspedisi, bongkar muat, pergudangan, jalan tol dan kegiatan lainnya yang belum tercakup. 59 60

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l 1. Terminal dan Parkir Kegiatan ini meliputi jasa pelayanan untuk muatan barang dan penumpang termasuk pelayanan kendaraannya. Jasa terminal dan parkir merupakan fasilitas berlabuh untuk menaikkan/menurunkan muatan pada: stasiun (untuk angkutan rel dan angkutan darat), pelabuhan (angkutan laut), pelabuhan sungai/laut (angkutan sungai, danau dan penyeb erangan dan angkutan laut) dan pelabuhan udara (angkutan udara). Jasa penunjang ini pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah melalui lembaga/badan usaha yang ditunjuk seperti Perum Angkasa Pura, PD Parkir Jaya dan BPP Pelabuhan Laut. Data mengenai indikator produksi dan pendapatan berupa laporan keuangan (rugi laba) didapat dari dinas/badan yang menangani kegiatan-kegiatan tersebut seperti terminal dan parkir dari Dinas Perhubungan, pelabuhan sungai dari ASDP, pelabuhan laut dari PT Pelindo, pelabuhan udara dari Perum Angkasa Pura atau dari Pemda, sedangkan data indikator harga dan rasio struktur input didapat dari survei khusus. Pada umumnya output atas dasar harga berlaku diperkirakan berdasarkan pendekatan produksi yang sesuai. Pada terminal dan parkir, output diperoleh dengan mengalikan jumlah armada/kendaraan dengan tarif karcis retribusi yang dikenakan. Pada pelabuhan sungai, output diperoleh dengan mengalikan jumlah kapal yang dilayani dengan rata-rata uang labuh, tambat dan penyediaan fasilitas lainnya. Pada pelabuhan laut, output diperoleh dari jasa pelayanan kapal laut beserta muatannya termasuk penyediaan fasilitas pelabuhan lainnya, sehingga pendapatannya berasal dari uang labuh, uang tambat, uang demarga, uang pandu, angkutan bandar, penjualan air tawar dan fasilitas lain di pelabuhan laut. Pada pelabuhan udara, output di peroleh dari jasa pelayanan pesawat udara yang berlabuh baik datang maupu berangkat, sehingga pendapatannya berasal dari bea pendapatan, bea penempatan, bea lampu landasan, bea pelayanan penerbangan dan penyediaan fasilitas lain di pelabuhan udara. 2. Keagenan Keagenan merupakan kegiatan jasa penghubung antara produsen dan konsumen/pemakai angkutan. Menurut jenisnya kegiatan ini dibedakan menjadi tiga yaitu keagenan kendaraan/ armada, keagenan penumpang dan keagenan barang. Keagenan barang pada umunya berkaitan dengan kegiatan pengangkutan laut dan udara, sedangkan kegiatan (keagenan penumpang dan barang) sudah tercakup pada kegiatan angkutan utamanya masing-masing. 61 62

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l Guna memperoleh data berupa laporan keuangan (rugi/ laba) perusahaan, perlu dilakukan survei khusus untuk mendapatkan indikator serta rasio yang diperlukan. Output merupakan perkalian antara jumlah indikator produksi yang berupa jumlah armada, jumlah penumpang, jumlah barang yang dilayani dengan rata-rata pendapatan yang di terima (contohnya komisi). 3. Ekspedisi Ekspedisi merupakan kegiatan pelayanan muatan barang yang berhubungan dengan pengurusan surat atau dokumen termasuk jasa pengirimannya. Kegiatan ini dikenal dengan nama EMKA untuk muatan kereta api, EMKL untuk muatan kapal laut dan EMKU untuk muatan kapal udara. Data mengenai indikator produksi diperoleh dari kegiatan masing-masing pelabuhan sedang data mengenai indikator harga dan rasio struktur input diperoleh dari survei khusus. Output bisa diperoleh dengan mengalikan indikator produksi yang berupa banyaknya muatan barang yang dilayani dengan rata-rata output per unit indikator produksinya. 4. Bongkar Muat Jasa penunjang ini meliputi kegiatan membongkar dan memuat barang dari/ke kendaraan angkutannya. Jasa ini adakalanya dilakukan oleh tenaga manusia ataupun dengan menggunakan peralatan khusus dan beroperasi di batas wilayah pelabuhan. Kegiatan ini dipisahkan menjadi bongkar muat angkutan darat, bongkar muat angkutan sungai, angkutan laut dan angkutan udara. Bila kegiatan ini menjadi satu dengan kegiatan angkutan utamanya (sulit untuk dipisahkan) maka tidak dimas ukkan dalam jenis kegiatan ini. Data mengenai indikator produksi diperoleh dari lapangan kegiatan perusahaan bongkar muat sedang data mengenai indikator harga (rata -rata output per ton barang), rasio pengeluaran bongkar muat oleh angkutan jalan raya dan rasio struktur input diperoleh dari survei khusus. Output bisa diestimasi dari hasil perkalian jumlah muatan barang yang dilayani (dibongkar dan muat) dengan rata-rata output per unit indikator produksinya. 5. Pergudangan Jenis kegiatan ini meliputi kegiatan penyediaan fasilitas penyimpanan dan penggudangan yang disewakan kepada umum, baik untuk gudang terbuka maupun gudang tertutup 63 64

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l yang berada di wilayah pelabuhan laut dan pelabuhan udara. Usaha pergudangan tersebut untuk melayani muatan barang pelayaran dan penerbangan domestik maupun asing. Gudang terbuka misalnya berupa lapangan terbuka sedangkan gudang tertutup adalah gudang yang dibatasi dinding (dalam suatu bangunan tertutup), misalnya gudang-gudang pendingin (cold storage). Data mengenai indikator produksi dapat diperoleh dari kegiatan pergudangan sedang data mengenai indikator harga dan rasio struktur input diperoleh dari survei khusus. Output bisa diperoleh dengan mengalikan indikator produksi (jumlah barang yang digudangkan) dengan indikator harga (rata-rata output per unit indikator produksinya). 2.7.6 Komunikasi Subsektor ini dibagi menjadi dua kegiatan utama yaitu Telekomunikasi dan PT Posindo serta Jasa Penunjang Komunikasi. a. Telekomunikasi dan PT Posindo Jenis kegiatan telekomunikasi meliputi kegiatan pemberian jasa kepada pihak lain dalam hal pengiriman berita melalui telepon, telex, telegram dan kegiatan lain yang diusahakan oleh PT.Telekomunikasi dan PT. Indosat. PT. Telekomunikasi melayani kegiatan ini untuk wilayah domestik, sedangkan PT. Indosat untuk pelayanan internasional. Jenis kegiatan PT Posindo meliputi pemberian jasa kepada pihak lain dalam hal pengiriman surat, wesel, paket pos dan sebagainnya. Termasuk di sini pemberian jasa kepada pihak ketiga seperti jasa giro, jasa tabungan, pemungutan iuran radio dan televisi dan lainnya yang diusahakan oleh PT Posindo. Output dan struktur input Pos & Giro diperoleh dari laporan keuangan tahunan Perum Pos & Giro. Output telekomunikasi merupakan penjumlahan dari penerimaan atas kegiatan telekomunikasi (oleh PT. Telekomunikasi dan PT. Indosat). Metode estimasi menggunakan pendekatan produksi melalui pendekatan perusahaan, output atas dasar harga berlaku kegiatan ini merupakan penjumlahan dari penerimaan atas kegiatan pos dan giro. NTB diperoleh berdasarkan perkalian antara rasio NTB dengan outputnya. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan dihitung dengan metode ekstrapolasi. b. Jasa Penunjang Komunikasi Kegiatan ini mencakup jasa kegiatan lain yang menunjang kegiatan telekomunikasi dan pos dan giro yang belum tercakup 65 66

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l dari kegiatan tersebut, antara lain penjualan benda pos dan usaha telekomunikasi yang dilakukan oleh perorangan/badan usaha tertentu lainnya (wartel). Kegiatan tersebut berupa usaha perantara/penghubung antara produsen dan konsumen/pemakai jasa pos dan telekomunikasi. Data output, indikator produksi, indikator harga dan struktur input dapat diperoleh dari survei khusus terhadap pengusahapengusaha tersebut. Output kegiatan ini bisa diestimasi melalui pendekatan produksi dengan memperoleh laporan keuangan perusahaan, output tersebut berupa pendapatan dari hasil komisi atas pelayanan yang di berikan. NTB diperoleh dari pengurangan output dengan biaya antaranya. Output dan NTB atas dasar harga konstan diestimasi dengan metode ekstrapolasi 2.8 SEKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN Sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya disebut juga sektor finansial, karena secara umum kegiatan utamanya berhubungan dengan kegiatan pengelolaan keuangan berupa penarikan dana dari masyarakat dan penyalurannya. Dalam klafisifikasi baru, sektor ini berubah menjadi sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang terdiri atas subsektor bank, lembaga keuangan tanpa bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan. 2.8.1 Bank Kegiatan yang dicakup adalah kegiatan yang memberikan jasa keuangan pada pihak lain seperti: menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito, memberikan kredit/pinjaman baik kredit jangka pendek/menengah dan jangka panjang, mengirim uang, memberi dan menjual surat-surat berharga, mendiskonto surat wesel/kertas dagang/surat hutang dan sejenisnya, menyewakan tempat menyimpan barang berharga dan sebagainya. Output, struktur input dan NTB atas dasar harga berlaku setiap tahun diperoleh dari laporan Bank Indonesia (BI) dan dibedakan menurut pendekatan produksi dan pendekatan pendapatan. Output adalah jumlah penerimaan atas jasa pelayanan bank yang diberikan kepada pemakainya, seperti biaya administrasi atas transaksi dengan bank, biaya pengiriman wesel dan sebagainya. Dalam output bank dimasukkan pula imputasi jasa bank yang besarnya sama dengan selisih antara bunga yang diterima dengan bunga yang dibayarkan karena apabila output hanya didasarkan pada jasa pelayanan yang benar-benar diterima bank maka bank tidak akan mampu menutupi biaya 67 68

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l operasioanalnya. Dalam penghitungan BI, output bank terdiri dari: - imputasi jasa, - penerimaan neto dari transaksi devisa, - provisi dan komisi - pendapatan operasional lainnya. NTB atas dasar harga konstan diperkirakan dengan metode deflasi, dimana komponen biaya tenaga kerja menggunakan deflator Indeks Harga Konsumen (IHK ) umum, sedangkan komponen biaya lainnya seperti surplus usaha, pajak dan penyusutan menggunakan deflator Indeks Harga Implisit PDRB subsektor bank 2.8.2 Lembaga Keuangan Tanpa Bank Subsektor lembaga keuangan bukan bank mencakup kegiatan asuransi, dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam dan lembaga pembiayaan (sewa guna usaha, modal ventura, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan kartu kredit). a. Asuransi Asuransi adalah salah satu jenis usaha keuangan bukan bank yang usaha pokoknya menanggung resiko atas terjadinya kerugian menanggung resiko atas terjadinya kerugian finansial terhadap sesuatu barang atau jiwa yang disebabkan terjadinya musibah/kecelakaan atas barang atau orang, sehingga mengakibatkan terjadinya kematian. Jasa asuransi ini dapat dibedakan menjadi jasa asuransi jiwa, asuransi sosial serta asuransi kerugian (termasuk agen/broker, unit pengatur dana pensiun yang berdiri sendiri, adjuster dan sejenisnya). Asuransi jiwa adalah jasa perasuransian yang khusus menanggung resiko kematian, kecelakaan atau sakit, termasuk juga jaminan hari tua/masa depan pihak tertanggung. Nilai pertanggungan ditentukan dan disetujui oleh kedua pihak yang dicantumkan dalam surat perjanjian. Asuransi kerugian adalah usaha perasuransian yang khusus menanggung resiko atas dasar kerugian, kehilangan atau kerusakan harta benda/milik termasuk juga tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin saja terjadi terhadap harta benda/milik tertanggung karena sebab-sebab tertentu dengan suatu nilai pertanggungan yang besarnya telah ditentukan dan disetujui oleh kedua pihak yang dicantumkan dalam surat perjanjian. Asuransi sosial adalah usaha perasuransian yang mencakup usaha asuransi jiwa (kerugian) yang dibentuk pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pihak asuransi dengan seluruh/segolongan masyarakat untuk tujuan sosial. Pihak asuransi ini akan 69 70

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l menerima/menampung sejumlah iuran/sumbangan wajib dari masyarakat yang menggunakan jasa kesehatan, jasa/pelayanan terhadap pemilik kendaraan bermotor dan pelayan hari tua. Data mengenai output dan NTB dapat diperoleh dari asosiasi atau masing-masing kantor asuransi dan survei khusus. Jika datanya tidak tersedia, dapat digunakan metode alokasi regional Provinsi Kalimantan Timur dengan menggunakan berbagai alokator seperti jumlah polis, jumlah premi yang diterima, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Output dari kegiatan asuransi merupakan rekapitulasi dari output asuransi jiwa, asuransi sosial, asuransi dan reasuransi kerugian serta broker asuransi. Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan asuransi berupa biaya umum (seperti pembelian alat tulis kantor, BBM, rekening listrik dan sebagainya), biaya pemeliharaan, sewa gedung dan biaya administrasinya. NTB atas dasar harga berlaku diperoleh berdasarkan selisih antara output dan biaya antara yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Sedangkan untuk NTB atas dasar harga konstan di peroleh dengan cara sebagai berikut: untuk asuransi jiwa menggunakan metode ekstrapolasi dan sebagai ektrapolatornya adalah jumlah pemegang polis; untuk asuransi sosial menggunakan metode ekstrapolasi dan sebagai ekstrapolatornya adalah jumlah peserta; untuk asuransi kerugian menggunakan metode deflasi dan sebagai deflatornya adalah Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) umum. b. Dana pensiun Dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola program yang menjanjikan manfaat pensiun. Manfaat pensiun adalah pembayaran berkala yang dibayarkan kepada peserta pada saat peserta pensiun dan dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun. Manfaat pensiun normal, manfaat pensiun dipercepat, manfaat pensiun tertunda. Jenis data pensiun dibedakan menjadi dua yaitu dana pensiun pemberi kerja dan dana pensiun lembaga keuangan. Data dapat diperoleh dari laporan Departemen Keuangan (Dirjen Lembaga Keuangan Bukan Bank). Output dan NTB dari kegiatan Dana Pensiun diperoleh dari hasil pengolahan laporan keuangan kegiatan tersebut. Sedangkan estimasi output dan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan cara deflasi/ekstrapolasi dan sebagai deflatornya/ektrapolatornya adalah IHK umum atau jumlah peserta. 71 72

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l c. Pegadaian Pegadaian mencakup usaha lembaga perkreditan pemerintah yang bersifat monopoli dan dibentuk berdasarkan ketentuan undang-undang, yang tugasnya antara lain membina perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai dengan cara yang mudah, cepat, aman dan hemat. Kegiatan utamanya adalah memberikan pinjaman uang kepada semua golongan masyarakat dengan menerima jaminan barang bergerak. Besarnya pinjaman sesuai dengan nilai barang jaminan yang diserahkan pihak peminjam tanpa syarat apapun mengenai penggunaan dananya. Data dapat diperoleh dari laporan keuangan Perum Pegadaian. Output dan NTB atas dasar harga berlaku dari kegiatan pegadaian diperoleh dari hasil pengolahan laporan keuangan (Neraca dan Rugi/Laba) Perum Pegadaian. Outputnya terdiri dari sewa modal, bunga deposito dan lain-lain (sewa rumah). NTB diperoleh dengan mengurangkan output dengan biaya antara. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi dan sebagai ekstrapolatornya adalah jumlah nasabah. d. Lembaga Pembiayaan Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang bergerak di sektor keuangan dengan melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat. Lembaga kegiatan ini mencakup kegiatan sewa guna usaha, modal ventura, anjak piutang, kartu kredit dan pembiayaan konsumen. Data dapat diperoleh dari Departemen Keuangan. Output dan struktur input atas dasar harga berlaku lembaga pembiayaan diperoleh dari Direktorat Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan Departemen Keuangan. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan metode ektrapolasi dan sebagai ektrapolatornya adalah jumlah perusahaan. e. Koperasi Kegiatan ini hanya meliputi koperasi simpan pinjam. Data mengenai pendapatan koperasi simpan pinjam diperoleh dari Dinas Koperasi Kota Samarinda. Sedangkan rasio biaya antara diperoleh dari hasil Survei kkhusus Pendapatan Regional (SKPR). Output dasar harga berlaku diperoleh dengan cara menjumlahkan semua hasil usaha dari kegiatan koperasi simpan pinjam. Sedangkan NTB atas dasar harga berlaku 73 74

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l diperoleh setelah mengeluarkan biaya antara terhadap output. NTB atas dasar harga konstan tahun dasar 1993 dihitung dengan cara deflasi, dengan indeks harga konsumen (IHK) umum sebagai deflatornya. 2.8.3 Jasa Penunjang Keuangan Subsektor ini mencakup kegiatan pedagang valuta asing, pasar modal dan jasa penunjangnya, manajer investasi, penasehat investasi, reksa dana, biro administrasi efek, tempat penitipan harta sejenisnya. a. Pedagang valuta asing Pedagang valuta asing adalah suatu badan usaha/perusahaan yang memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk melakukan transaksi valuta asing serta membeli travel check, dan perusahaan tesebut tidak boleh melakukan pengiriman uang dan menagih sendiri keluar negeri. Data mengenai pedagang valuta asing bersumber dari Bank Indonesia. Output dari pedagang valuta asing merupakan selisih penjualan valuta asing dengan pemberian valuta asing. NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dari perkalian rasio NTB terhadap outputnya. Sedangkan NTB atas dasar harga konstan di peroleh dengan menggunakan metode deflasi. b. Pasar modal Pasar modal adalah tempat atau sistem yang mempertemukan penjual dan pembeli modal/dana jangka panjang. Modal yang diperjualbelikan secara konkrit diwakili oleh bentuk-bentuk efek (surat berharga). Data pasar modal diperoleh dari laporan keuangan perusahaan pasar modal. Output dan NTB atas dasar harga ber-laku diperoleh dari laporan tahunan perusahaan (BEJ, BES dan BPI). Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan di peroleh dengan menggunakan metode deflasi. c. Perantara perdagangan efek/pialang/broker Perantara perdagangan efek/pialang/broker adalah perusahaan perantara perdagangan efek yang berperan mempertemukan antara penjual dan pembeli efek, menyediakan informasi bagi kepentingan para pemodal dan lain-lain. Yang bertindak sebagai perantara perdagangan efek yang dapat dilakukan oleh perorangan atau institusi badan hukum. d. Undewriter (penjamin emisi) Adalah suatu lembaga yang berfungsi menilai kewajaran harta kekayaan emiten. Penilaian khususnya meliputi tanah, bangunan, mesin-mesin dan sarana pelengkap lainnya. Di 75 76

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l samping itu juga meneliti apakah harta kekayaan-kekayaan tersebut digunakan sesuai dengan tujuan semula serta mempunyai manfaat secara teknis dan ekonomis. e. Lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan Lembaga ini adalah suatu lembaga yang menyelenggarakan kliring dan penyelesaian transaksi di bursa efek, serta penyimpanan efek dalam penitipan untuk kepentingan pihak lain. f. Manajer investasi Manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola porto polio efek untuk nasabah, termasuk perusahaan asuransi, dana pensiun atau bank berdasarkan izin yang diperoleh dari bank. g. Penasehat investasi Penasehat investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya memberi nasehat, membuat analisa, dan membuat laporan mengenai efek tak terkecuali kepada sekurang-kurangnya 15 (lima belas) pihak lain, tetapi tidak termasuk: pinjaman emisi efek, pihak penyelenggara perusahaan yang kegiatannya bukan dalam bidang efek dan setiap profesi yang tidak memerlukan izin usaha sebagai penasehat investasi. h. Biro Administrasi Efek Biro Administrasi Efek (BAE) adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten secara teratur menyediakan jasa-jasa melaksanakan pembukuan, transfer dan pencatatan, pembayaran deviden, pembagian hak opsi, emisi sertifikat atau laporan tahunan untuk emiten. i. Reksa dana Reksa dana adalah emiten yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi kembali atau perdagangan efek. j. Tempat penitipan harta Tempat penitipan harta adalah perusahaan yang menyelenggarakan penyimpanan harta dalam penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. NTB untuk jasa penunjang keuangan ini belum dihitung secara terpisah, dikarenakan belum tersedia datanya. NTB dianggap dicakup di dalam mark-up sektor ini. 2.8.4 Sewa Bangunan Subsektor ini meliputi usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bukan 77 78

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal seperti perkantoran, pertokoan, usaha persewaan tanah persil. a. Sewa bangunan bukan tempat tinggal Jenis kegiatan ini mencakup kegiatan usaha persewaan jual beli barang-barang tidak bergerak (bangunan dan tanah), termasuk agen real estate, broker dan marker yang mengurus persewaan, pembelian, penjualan dan penaksiran nilai tanah/bangunan atas dasar harga balas jasa atau kontrak. Data mengenai perusahaan yang bergerak dalam persewaan bangunan bukan tempat tinggal dapat diperoleh dari asosiasi atau instansi terkait. Rata-rata ouput per perusahaan dan rasio nilai tambah diperoleh dari survei khusus (SKPR). Perkiraan output atas dasar harga berlaku dapat menggunakan pendekatan produksi, yaitu banyaknya perusahaan atau tenaga kerja dikalikan dengan rata-rata output per perusahaan atau tenaga kerja. Sedangkan output atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara ekstrapolasi dimana jumlah perusahaan atau tenaga kerja sebagai ekstrapolatornya, atau dengan cara deflasi dimana IHK sebagai deflatornya. NTB diperoleh berdasarkan perkalian antara output dengan rasio NTB. b. Sewa bangunan tempat tinggal Sewa bangunan tempat tinggal mencakup kegiatan atas penggunaan rumah/bangunan sebagai tempat tempat tinggal oleh rumahtangga tanpa memperhatikan apakah rumah itu milik sendiri atau disewa, dikontrak, sewa beli atau rumah dinas. Oleh sebab itu, output sewa rumah adalah besarnya nilai sewa suatu rumah (termasuk biaya pemeliharaan dan perbaikan kecil), sedangkan biaya perbaikan besar bangunan tempat tinggal yang dilakukan oleh rumah tangga dimasukkan dalam sektor Bangunan. Kontrak adalah jika tempat tinggal tersebut disewa rumahtangga atau salah seorang anggota rumahtangga dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kontrak antara pemilik dengan pemakai, misalnya satu atau dua tahun. Cara pembayaran sewa biasanya sekaligus dimuka atau diangsur menurut persetujuan kedua belah pihak. Pada akhir masa perjanjian pihak pengontrak harus meninggalkan tempat tinggal yang didiami, tetapi kedua belah pihak setuju bisa diperpanjang dengan mengadakan perjanjian kontrak baru. Sewa adalah jika tempat tinggal tersebut disewa oleh rumah tangga atau salah seorang anggota rumah tangga dengan pembayaran sewanya secara teratur dan terus menerus tanpa batas waktu tertentu. 79 80

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l Sewa beli adalah jika tempat tinggal tersebut pada mulanya berstatus sewa, tetapi setelah jangka waktu tertentu menjadi milik sendiri. Rumah dinas adalah jika tempat tinggal tersebut disediakan oleh instansi pemerintahaan atau swasta, baik dengan membayar sewa, sewa beli maupun tanpa membayar sewa. Data mengenai jumlah penduduk dan rumahtangga atau kepala keluarga setiap tahunnya diperoleh dari BPS Kota Samarinda yang dapat di perkirakan dari hasil Sensus Penduduk, sedangkan data mengenai rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita untuk sewa, kontrak dan perbaikan dapat diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Daerah (SUSEDA) yang kemudian di - inflate dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) komponen biaya tempat tinggal untuk memperkirakan rata-rata pengeluaran sewa rumah untuk tahun yang bersangkutan. Data rata-rata tarif sewa rumahtangga dan rasio NTB diperoleh melalui hasil survei sewa rumah atau survei khusus. Output untuk persewaan bangunan tempat tinggal atas dasar harga berlaku diperkirakan berdasarkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk sewa rumah, kontrak rumah serta ongkos pemeliharaan dan perbaikan rumah. Output tersebut dihitung dengan cara mengalikan pengeluaran konsumsi rumahtangga per kapita untuk sewa, kontrak dan per- baikan dengan jumlah penduduk daerah tersebut. Output atas dasar harga berlaku dapat pula diperkirakan dengan perkalian jumlah rumah tangga dan rata-rata pengeluaran untuk sewa rumah tangga per kepala keluarga. NTB atas dasar harga berlaku diperoleh berdasarkan perkalian antara rasio NTB dengan outputnya. Sedangkan output dan NTB atas dasar harga konstan dapat diperkirakan dengan metode revaluasi atau deflasi dengan IHK komponen biaya tempat tinggal sebagai deflator. 2.8.5 Jasa Perusahaan a. Jasa hukum (Advokat/pengacara, notaris ) Yang dimaksud dengan advokat adalah ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasehat atau pembela perkara dalam pengadilan, baik perkara pidana maupun perdata. Sedangkan notaris adalah orang yang ditunjuk dan diberi kuasa oleh departemen kehakiman untuk mensyahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, akte dan sebagainya. b. Jasa akuntansi dan pembukuan Jasa akuntansi dan pembukuan adalah usaha jasa pengurusan tata buku dan pemeriksaan pembukuan termasuk juga jasa pengolahan data dan tabulasi yang merupakan bagian dari jasa akuntansi dan pembukuan. 81 82

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l c. Jasa pengolahan dan penyajian data Jasa pengolahan dan penyajian data adalah usaha jasa pengolahan dan penyajian data yang bersifat umum baik secara elektronik, komputer maupun manual atas dasar balas jasa atau kontrak. Termasuk di dalamnya adalah jasa pembuatan program komputer dan sebagainya yang ada hubungannya dengan kegiatan komputer. d. Jasa bangunan, arsitek dan teknik Jasa bangunan, arsitek dan teknik adalah usaha jasa konstruksi bangunan, jasa survei geologi, penyelidikan/pencarian komoditi pertambangan dan jasa penyelidikan serta sejenisnya. e. Jasa perikanan dan riset pemasaran Jasa perikanan dan riset pemasaran adalah suatu kegiatan usaha yang memberikan pelayanan kepada pihak lain dalam bentuk pembuatan dan pemasangan iklan, yang bertujuan untuk menyampaikan informasi, membujuk dan mengingatkan kepada konsumen tentang produk dari suatu perusahaan/usaha serta dalam penyampaiannya dapat melalui berbagai media massa. f. Jasa persewaan mesin dan peralatan Jasa persewaan mesin dan peralatan adalah usaha persewaan mesin dan peralatannya untuk keperluan pertanian, pertambangan dan ladang minyak, industri pengolahan, konstruksi, dan mesin-mesin keperluan kantor. Output jasa perusahaan diperoleh dari perkalian antara indikator produksi (jum lah perusahaan atau tenaga kerja) dengan indikator harga (rata -rata output per perusahaan atau per tenaga kerja). Subsektor ini mencakup kegiatan jasa pengacara, jasa angkutan, notaris, jasa arsitektur, jasa pengolahan data, jasa periklanan dan sebagainya. Perkiraan output dan NTB didasarkan pada jumlah tenaga kerja serta rata-rata output dan rasio biaya antara yang bersumber dari Survei Khusus Pendapatan Regional. Perkiraan NTB atas dasar harga konstan tahun dasar 2000 dihitung dengan cara deflasi menggunakan IHK umum sebagai deflatornya. 83 84

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l 2.9 SEKTOR JASA JASA 2.9.1 Pemerintahan Umum Perkiraan nilai tambah untuk sub sektor ini adalah merupakan penjumlahan seluruh komponen belanja pegawai baik pegawai Pemerintah Pusat yang diperbantukan di daerah maupun pegawai pemerintah daerah itu sendiri, perkiraan komponen upah belanja pembangunan dan belanja barang ditambah perkiraan penyusutan. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku untuk Pemerintah Pusat dihitung dengan cara estimasi berdasarkan indeks pegawai. Sedangkan perkiraan nilai tambah dari pemerintah daerah dan pertahanan dihitung dengan penjumlahan komponen-komponen yang telah disebutkan di atas. Data mengenai jumlah belanja pegawai, belanja barang, belanja pembangunan untuk pemerintah daerah diperoleh dari kantor-kantor perwakilan seluruh angkatan dan polri yang berada di Kota Samarinda. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara deflasi. 2.9.2 Jasa Hiburan dan Kebudayaan jasa studio radio dan lainnya yang dikelola oleh swasta. Output masing-masing kegiatan diperoleh dengan cara mengalikan masing-masing indikator produksi denga rata-rata output masing-masing indikator. Sedangkan perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan rasio nilai tambah terhadap output. Data mengenai jumlah masing-masing indikator diperoleh dengan melakukan pendekatan langsung ke perusahaan-perusahaan yang melakukan usaha seperti yang telah diuraikan di atas. Selanjutnya untuk memperoleh informasi mengenai rata-rata output per indikator produksi dan rasio biaya antara per indikator didapat melalui Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara ekstrapolasi. 2.9.3 Jasa Sosial Kemasyarakatan Sub sektor ini mencakup kegiatan jasa pendidikan, jasa kesehatan serta jasa kemasyarakatan lainnya, seperti panti asuhan, rumah ibadah dan sebagainya terbatas yang dikelola oleh lembaga swasta lainnya. Sub sektor ini mencakup kegiatan perusahaan/lembaga swasta yang bergerak dalam jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan, seperti jasa bioskop, bilyard, jasa video, klub malam, diskotik, 85 86

U r a i a n S e k t o r a l U r a i a n S e k t o r a l a. Jasa pendidikan Yang termasuk kedalam jasa pendidikan swasta adalah segala macam lembaga pendidikan swasta mulai dari taman kanakkanak sampai dengan perguruan tinggi, termasuk kursus menjahit, montir, mengemudi dan lain-lainnya yang sejenis. Perkiraan output pada kegiatan ini adalah dengan cara mengalikan jumlah murid/mahasiswa dengan rata-rata output per murid/mahasiswa. Data mengenai jumlah murid diperoleh dari Dinas Pendidikan Nasional Kota Samarinda dan data mengenai jumlah mahasiswa diperoleh dari masing-masing perguruan tinggi yang ada di Kota Samarinda. Sedangkan ratarata output per unit produksi di dapat dari hasil SKPR Kota Samarinda. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan cara mengeluarkan biaya antara dan outputnya. Sedangkan perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara ekstrapolasi. b. Jasa kesehatan Mencakup jasa rumah sakit, dokter praktek, dukun dan bidan bayi serta jasa kesehatan lainnya yang dikelola oleh swasta. Perkiraan output masing-masing kegiatan didasarkan pada hasil perkalian antara jumlah indikator masing-masing kegiatan dengan rata-rata output per indikator. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku didasarkan pada rasio nilai tambah terhadap output. Data mengenai jumlah tempat tidur rumah sakit, jumlah dokter praktek dan jumlah dukun/bidan bayi didapat dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Selanjutnya untuk mendapatkan informasi mengenai rata-rata output per indikator dan rasio biaya antara per indikator diperoleh dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional Kota Samarinda. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara ekstrapolasinya. c. Jasa sosial dan kemasyarakatan lainnya Mencakup kegiatan panti asuhan dan rumah ibadah. Perkiraan output atas dasar harga berlaku dihitung dengan cara mengalikan rata-rata output per anak asuh dan rata-rata output per rumah ibadah dengan jumlah anak asuh dan jumlah rumah ibadah. Sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan rasio nilai tambah terhadap output. Data mengenai jumlah anak asuh diperoleh dari Dinas Sosial Kota Samarinda. Sedangkan data mengenai jumlah rumah ibadah didapat dari kantor Departemen Agama Kota Samarinda. Sementara itu data mengenai rata-rata output per unit produksi dan rasio biaya antara per unit produksi diperoleh melalui Survei Khusus Pendapatan Regional Kota Samarinda. Perkiraan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara ekstrapolasi. 87 88

U r a i a n S e k t o r a l 2.9.4 Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Sub sektor ini meliputi segala jenis kegiatan jasa yang melayani perorangan dan rumah tangga, seperti reparasi dan pemeliharaan alat-alat rumah tangga, binatu, tukang cukur, pembantu rumah tangga dan sebagainya. Namun berhubung adanya kesulitan dalam memperoleh data mengenai kegiatankegiatan tersebut, maka untuk menghitung output sub sektor ini dihitung dengan menggunakan pendekatan tenaga kerja, yaitu merupakan hasil perkalian antara jumlah tenaga kerja dengan rata-rata output per tenaga kerja. Data mengenai jumlah tenaga kerja diperoleh dari SUSEDA. Sedangkan data mengenai ratarata output per tenaga kerja dan rasio biaya antara diperoleh dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) Kota Samarinda. Perkiraan nilai tambah atas dasar harga berlaku didapat setelah mengeluarkan komponen biaya antara terhadap output. Selanjutnya untuk memperkirakan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara deflasi. 89

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 BAB III TINJAUAN EKONOMI KOTA SAMARINDA TAHUN 2008 2011 3.1 KONDISI UMUM EKONOMI Pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi di Kota Samarinda hampir sama jika dibandingkan dengan tahun 2010. Besaran pertumbuhan ekonomi tahun 2011 sebesar 6,60 persen, dimana angka ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai 6,61 persen. Apabila diamati secara rinci, percepatan pertumbuhan terjadi di sektor-sektor ekonomi dominan, seperti sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran serta sektor Jasa-Jasa. Hal ini juga tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain kedua sektor dominan tersebut, semua sektor juga mengalami percepatan ekonomi pada tahun 2011. Sektorsektor yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi antara lain sektor Pertambangan dan Penggalian serta sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan. Sektor-sektor tersebut berpotensi untuk dikembangkan dan diupayakan sehingga dapat berperan sebagai sektor pendorong dan penggerak ekonomi di masa yang akan datang. Pertumbuhan pembangunan yang dialami Kota Samarinda juga tidak terlepas dari peranan Pemerintah dalam mengelola anggaran publik. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2001, Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan, termasuk kegiatan pembangunan dibidang ekonomi. Hal tersebut tercermin pada peningkatan total nilai APBD Kota Samarinda sejak tahun 2001 yang mengindikasikan kemandirian daerah dalam membangun ekonominya. Percepatan yang telah tercipta tersebut selanjutnya diharapkan dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Sehingga selain menciptakan pertumbuhan, yang lebih penting adalah kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengalokasikan anggaran secara tepat guna menjamin terciptanya distribusi hasil-hasil pembangunan secara adil, serta memanfaatkan hasil pertumbuhan ekonomi tersebut bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. PDRB, yang dilengkapi dengan beberapa data turunan, merupakan suatu indikator ekonomi yang digunakan untuk melihat perkembangan ekonomi daerah. PDRB adalah indikator yang menunjukkan kemampuan semua faktor produksi di dalam suatu wilayah dalam menghasilkan barang dan jasa atau menciptakan pendapatan dalam periode atau tahun tertentu. 91 92

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 Beberapa indikator yang dapat diturunkan dari nilai PDRB adalah perkembangan ekonomi, laju pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, gabungan inflasi produsen dan konsumen (indeks implisit), perkembangan PDRB per kapita dan pendapatan perkapita, serta produktivitas tenaga kerja secara rinci dan lain sebagainya. Secara bersama-sama keseluruhan data tersebut dapat memberikan pemahaman mengenai makro ekonomi Kota Samarinda. Sebagai data ekonomi yang disajikan secara tahunan, PDRB dapat menjelaskan perkembangan kondisi ekonomi makro Kota Samarinda. Melalui data tersebut, secara historis dapat terlihat perubahan jumlah nilai tambah (value added) dari produksi barang dan jasa pada suatu periode tertentu. Lebih lanjut, data tersebut juga dapat digunakan sebagai bahan kajian ekonomi regional, karena berdasarkan data tersebut dapat diperoleh informasi mengenai perubahan ekonomi dari tahun ke tahun. Hasil kajian tersebut selanjutnya dapat berguna sebagai dasar dalam menentukan strategi dan arah kebijakan perencanaan pembangunan di semua sektor ekonomi suatu wilayah sesuai dengan perkembangan waktu. 3.2 PERTUMBUHAN EKONOMI Selama kurun waktu empat tahun terakhir, perekonomian Kota Samarinda berkembang cukup pesat. Ini ditunjukkan oleh besaran nilai PDRB atas dasar harga yang terus meningkat sejak tahun 2008 hingga 2011. Selama periode tersebut, Kota Samarinda mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5,90 persen per tahun. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan yang konsisten terjadi selama periode yang sama di hampir seluruh sektor ekonomi di Kota Samarinda. Terjadi kenaikan pada besaran pertumbuhan atau percepatan ekonomi selama tahun 2008-2011. Pada tahun 2008, besaran pertumbuhan adalah 4,82 persen. Percepatan tersebut sebagian bersumber dari aktivitas Pekan Olahraga Nasional (PON) di tahun 2008. Kemudian, pada tahun 2009 perekonomian Kota Samarinda mengalami perlambatan ekonomi, dimana terjadi penurunan besaran pertumbuhan ekonomi menjadi 4,49 persen, yang disebabkan terutama oleh perlambatan yang terjadi di sektor dominan Kota Samarinda, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi di Kota Samarinda mengalami peningkatan menjadi 6,61 persen. Percepatan di tahun 2010 ini disebabkan adanya peningkatan produksi di sektor Pertambangan dan Penggalian, khususnya pada minyak bumi dan pertambangan batu bara. Pada tahun 2011 ini, sektor 93 94

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 dominan yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Jasa-Jasa kembali mengalami percepatan ekonomi. Di samping itu sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan juga memberikan andil terhadap besaran pertumbuhan ekonomi di Kota Samarinda. Sektor Pertambangan dan Penggalian mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun lalu. Walaupun tidak sebesar tahun lalu namun pertumbuhan yang dihasilkan di sektor ini juga masih cukup tinggi. Perkembangan ekonomi Kota Samarinda selama tahun 2000 dan 2008-2011 dapat dilihat pada Grafik 3.1. Grafik 3.1 PDRB Kota Samarinda Tahun 2000, 2008 2011 ( Milyar Rupiah ) Berdasarkan Grafik 3.1 terlihat bahwa selama kurun waktu 11 (sebelas) tahun, terdapat kecenderungan peningkatan pada nilai PDRB baik itu harga berlaku maupun harga konstan. Selama periode 2000-2008, rata-rata pertumbuhan ekonomi kota Samarinda sebesar 7,20 persen per tahun. Bila dibandingkan dengan periode berikutnya, yaitu tahun 2008-2011, perekonomian wilayah mengalami perlambatan (rata-rata pertumbuhan sebesar 5,90 persen per tahun). Perlambatan yang terjadi di tahun 2009, dimana besaran pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan, dari 4,82 persen pada tahun 2008 menjadi 4,49 persen pada tahun 2009 (Tabel 3.1). Pada tahun 2009, terjadi perlambatan yang cukup tinggi di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Hal ini disebabkan adanya perlambatan di sektor perhotelan, hal ini merupakan dampak tidak langsung dimana pada tahun 2008 terdapat aktivitas Pekan Olahraga Nasional (PON), dimana di tahun 2008 sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dan kemudian melambat di tahun berikutnya. 95 96

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 Tabel 3.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Tahun 2000, 2008 2011 PDRB ( Juta Rp ) Laju Tahun Harga Konstan Pertumbuhan Harga Berlaku 2000 per tahun (%) (1) (2) (3) (4) 2000 6.077.497 6.077.497 2008 18.773.923 10.595.535 4,82 2009 21.077.418 11.071.771 4,49 2010 r) 24.114.333 11.804.015 6,61 2011 *) 27.427.234 12.583.625 6,60 2000-2011 6,84 Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara Pertumbuhan ekonomi 6,61 persen berasal dari peningkatan aktivitas di hampir seluruh sub sektor ekonomi di Kota Samarinda. Percepatan pertumbuhan terjadi terutama di sektor dominan, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta sektor-sektor jasa lainnya dengan kontribusi yang cukup besar. Besaran pertumbuhan di sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran mencapai 9,26 persen, sektor Jasa-Jasa mencapai 8,09 persen, dan sektor Industri Pengolahan mencapai 4,49 persen. Pada tahun 2008, besaran nilai PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 18,73 trilyun rupiah atau lebih dari tiga kali lipat PDRB di tahun 2000, sebesar 6,08 trilyun rupiah. Kenaikan pada nilai PDRB atas dasar harga berlaku berlanjut hingga tahun 2011 nilainya mencapai 27,43 trilyun rupiah atau lebih dari empat kali lipat dibandingkan nilai PDRB di tahun 2000. Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang konsisten selama kurun waktu 12 (dua belas) tahun terakhir. Secara riil, pada tahun 2011 terdapat kenaikan sekitar 779,61 milyar rupiah, sehingga nilai nominal atas dasar harga konstan pada tahun 2011 mencapai 12,58 trilyun rupiah. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan terjadi di hampir seluruh sub sektor ekonomi. Kenaikan tersebut menciptakan pertumbuhan sebesar 6,60 persen. Dibandingkan tahun 2010, besaran kenaikan tersebut tidak jauh berbeda jika dibandingkan kenaikan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2009, sebesar 732,24 milyar rupiah. Hal tersebut menunjukkan kondisi yang sama yang terjadi pada perekonomian Kota Samarinda di tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 2010. Pada tahun 2011, sektor dominan yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mengalami percepatan. Sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan sektor lain, yakni 9,26 persen. Pada tahun 2008, sektor ini sangat signifikan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi, bahkan percepatan ekonomi. Pelaksanaan PON Juli 2008 berpengaruh sangat signifikan dalam menciptakan 97 98

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan selesainya pelaksanaan PON, walaupun terjadi pertumbuhan yang positif, aktivitas sektor tersebut menjadi bergerak lebih lambat dibandingkan periode sebelumnya. Sektor Jasa-Jasa juga mengalami kenaikan besaran persentase pertumbuhan atau terjadi percepatan yang cukup tinggi, yaitu dari 5,66 persen di tahun 2010 menjadi 8,09 persen di tahun 2011. Pada tahun 2011, besaran pertumbuhan di sektor Bangunan (5,03 persen) lebih tinggi jika dibandingkan besaran pertumbuhan pada tahun 2010 (4,77 persen). Hal ini menunjukkan bahwa geliat sektor tersebut masih cukup signifikan. Pergerakan ekonomi yang cukup signifikan di wilayah Kota Samarinda adalah kegiatan pembangunan properti yang cukup meningkat. Ini ditandai dengan munculnya perumahan baru, serta ruko dan mall yang tersebar di wilayah Kota Samarinda. Sementara di sektor Pengangkutan dan Komunikasi, besaran pertumbuhan di tahun 2011 sebesar 4,80 persen. Besaran ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 4,67 persen. Sektor Listrik, Gas, dan Air pada tahun 2011 ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yakni sebesar 4,80 presen. Besaran ini lebih tinggi jika dibandingkan pada tahun 2010, yakni hanya 2,64 persen. Hal ini dikarenakan mulai banyaknya pemasangan listrik baru, dimana PLN mulai menggalakkan pemasangan listrik prabayar untuk penduduk di wilayah Kota Samarinda. Sektor Industri Pengolahan juga mengalami pertumbuhan yang positif yakni sebesar 4,49 persen. Walaupun memiliki pertumbuhan yang relatif kecil dibanding sektor lainnya, namun karena peranan sektor tersebut signifikan dalam kegiatan ekonomi Kota Samarinda, maka pertumbuhan yang terjadi di sektor tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda secara keseluruhan. Sektor lain yang juga mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun 2010 adalah sektor Keuangan, Persewaan, maupun Jasa Perusahaan. Sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi di tahun 2010 yaitu 6,65 persen, kemudian mengalami penurunan besaran pertumbuhan menjadi 6,48 persen pada tahun 2011. Walaupun mengalami penurunan besaran pertumbuhan, namun sektor ini masih berpotensi untuk terus dikembangkan, hal ini terlihat dari kecilnya besaran penurunan yang terjadi. 99 100

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 Sektor Pertambangan dan Penggalian ini mengalami pertumbuhan sebesar 5,56 persen di tahun 2011. Besaran ini jauh lebih kecil jika dibandingkan tahun 2010, yakni sebesar 16,86 persen. Pada tahun 2010, terjadi peningkatan lifting yang cukup signifikan pada produksi minyak bumi jika dibandingkan tahun 2009. Hal ini disebabkan adanya perkembangan teknologi dalam meningkatkan produksi minyak bumi. Selain meningkatnya produksi minyak bumi, di tahun 2010 produksi batu bara juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2011 ini, produksi batubara di Kota Samarinda mengalami penurunan jumlah produksi. Di tahun 2011, sektor Pertanian juga mengalami perlambatan ekonomi jika dibandingkan tahun 2010, yakni sebesar 6,73 persen di tahun 2010 menjadi 2,74 persen di tahun 2011 ini. Perlambatan yang terjadi di sektor ini, bersumber menurunnya produksi sub sektor Tanaman Bahan Makanan dan Tanaman Perkebunan. Sementara di sektor Kehutanan mengalami perlambatan minus 1,09 persen. Pertumbuhan ekonomi yang dirasakan selama periode tersebut merupakan salah satu dampak positif dari otonomi daerah, melalui peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam pembangunan. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi tersebut juga tidak terlepas dari peran swasta dalam melakukan aktivitas ekonominya di Kota Samarinda. Sehingga kedepan, perlu sinergi serta kerjasama dari kedua pihak dalam menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi di Kota Samarinda yang dapat meningkatkan penciptaan lapangan kerja serta kesejahteraan masyakarat. 3.3 STRUKTUR EKONOMI Selama periode tahun 2000 hingga 2011, terjadi perubahan dalam struktur perekonomian Kota Samarinda. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dinamika perubahan struktur tersebut adalah perkembangan teknologi, adanya perbedaan insentif yang diterima atas investasi yang dilakukan, serta perkembangan dan ketersediaan sumber daya atau faktor produksi suatu sektor usaha. Selain itu, perubahan struktur ekonomi dapat juga disebabkan oleh adanya perbedaan laju pertumbuhan antar sektor ekonomi. Sektor ekonomi yang tingkat pertumbuhannya lebih tinggi akan memiliki kontribusi yang semakin besar, sebaliknya sektor dengan pertumbuhan yang kecil akan mengalami penurunan kontribusi terhadap total nilai tambah wilayah. Perubahan tersebut berimplikasi pada perubahan distribusi pendapatan sektoral dari para pelaku ekonomi. Akibatnya adalah sektor dengan kontribusi yang semakin menurun pada beberapa tahun terakhir akan menjadi kurang menarik 101 102

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 dibandingkan sektor ekonomi lain yang pertumbuhan dan kontribusinya semakin besar. Akibatnya adalah akan terjadi pergeseran faktor produksi ke sektor-sektor yang semakin berkembang dengan potensi pendapatan yang lebih tinggi. Peranan sektor dan sub sektor ekonomi sangat mempengaruhi karakteristik ekonomi suatu daerah. Hal tersebut terkait dengan potensi masing-masing sektor atau sub sektor dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan/pertumbuhan ekonomi daerah. Beberapa sektor atau sub sektor mungkin memiliki potensi pertumbuhan tinggi, sedangkan yang lain memiliki potensi pertumbuhan lambat. kontribusi sebesar 54,62 persen pada tahun 2000, kemudian terus meningkat hingga menjadi 64,02 persen di tahun 2011. Ini berdampak pada penurunan peranan di sektor Produksi (manufacture) yaitu dari 43,00 persen pada tahun 2000, menjadi hanya 33,93 persen pada tahun 2011. Sedangkan kontribusi sektor Pertanian ( agriculture) cenderung tetap dan sangat kecil dibanding kedua sektor yang lain, yaitu dari 2,38 persen pada tahun 2000 menjadi 2,05 persen pada tahun 2011. Grafik 3.2 Struktur Sektor Ekonomi Tahun 2000, 2008 2011 (persen) Secara umum, kegiatan perekonomian dapat dibagi kedalam 3 (tiga) kelompok yaitu Pertanian ( agriculture), Produksi (manufacturing) dan Jasa ( services). Grafik 3.2 menunjukkan bahwa selama tahun 2000-2009 telah terjadi pergeseran kontribusi dalam pembentukan nilai tambah (added value) barang dan jasa. Seperti pada umumnya wilayah perkotaan, sektor Jasa sangat mendominasi perekonomian di Kota Samarinda, yang kemudian diikuti oleh sektor Produksi. Sejak tahun 2000, terjadi pergeseran pada peranan masingmasing sektor dalam perekonomian Kota Samarinda (Tabel 3.2.). Peranan sektor Jasa (services) terhadap pembentukan total PDRB terus meningkat. Sektor tersebut memberikan 103 104

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 Berdasarkan klasifikasi 9 (sembilan) sektor ekonomi atau lapangan usaha, pada tahun 2011 sektor yang mempunyai sumbangan tertinggi adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan kontribusi sebesar 30,76 persen. Peranan sektor tersebut selama sebelas tahun terakhir terus meningkat, dari sekitar 21,59 persen pada tahun 2000 menjadi 30,76 persen pada tahun 2011. Sektor yang mempunyai kontribusi terbesar kedua adalah sektor Industri Pengolahan. Pertumbuhan sektor tersebut belum mampu tumbuh di atas lima persen sepanjang kurun waktu 2000-2010, sehingga kontribusi relatif menurun dari 31,90 persen pada tahun 2000 menjadi menjadi 19,32 persen pada tahun 2011. Kondisi tersebut disebabkan oleh sulitnya memperoleh bahan baku, terutama untuk sektor industri kayu lapis ( plywood) yang mengalami kesulitan pasokan hingga membuat beberapa perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja di awal tahun 2008. Bahkan di akhir tahun 2008, terdapat 2 (dua) industri kayu lapis yang terpaksa menghentikan kegiatan produksinya. Namun mulai tahun 2009 sampai sekarang, industri pengolahan di Kota Samarinda mulai menggeliat kembali. Makin banyaknya industri mikro kecil dan industri rumahtangga yang berkembang, menyebabkan percepatan ekonomi yang cukup tinggi di sektor industri Pengolahan ini. Selain kedua sektor di atas, lapangan usaha atau sektor ekonomi lain yang juga cukup signifikan (memiliki kontribusi di atas 10 persen) dalam perekonomian Kota Samarinda adalah sektor Keuangan (12, 51 persen) dan sektor Jasa-jasa ( 11,67 persen. Sedangkan kontribusi yang relatif kecil diberikan oleh sektor Listrik dan Air Minum yang berkisar antara 1,09 persen dari total nilai tambah bruto Kota Samarinda, dan sektor Pertanian sebesar 2,05 persen pada tahun 2011. Tabel 3.2 Struktur Sektor Ekonomi Tahun 2000, 2008 2011 (persen) Lapangan Usaha 2000 2008 2009 2010 r) 2011 *) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Sektor A 2,38 2,17 2,13 2,14 2,05 1. Pertanian 2,38 2,17 2,13 2,14 2,05 Sektor M 43,00 35,00 33,99 34,48 33,93 2. Pertambangan & Penggalian 5,39 7,25 7,49 8,42 8,66 3. Industri Pengolahan 31,90 21,01 19,97 19,82 19,32 4. Listrik dan Air Minum 1,55 1,25 1,22 1,15 1,09 5. Kontruksi/Bangunan 4,16 5,49 5,31 5,09 4,86 Sektor S 54,61 62,83 63,88 63,38 64,02 6. Perdagangan, Restoran & Hotel 21,59 28,10 29,25 30,21 30,76 7. Angkutan dan Komunikasi 11,02 10,20 10,13 9,49 9,08 8. Keuangan 12,85 12,90 12,60 12,07 12,51 9. Jasa-Jasa 9,16 11,63 11,90 11,61 11,67 JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara 105 106

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 3.4 PDRB DAN PENDAPATAN PER KAPITA Keberhasilan pembangunan tidak cukup hanya memperhatikan kenaikan PDRB secara total, tetapi perlu juga dilihat perkembangan PDRB per kapita, khususnya pendapatan regional per kapita atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000. Tabel 3.3 menyajikan perkembangan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000 untuk periode 2000-2011. Perlu dipahami bahwa angka PDRB per kapita ini masih bersifat kotor (bruto). Karena angka tersebut ini belum memperhitungkan pendapatan yang keluar atau masuk antar daerah. Secara teknis, dibutuhkan pendataan khusus atau survei khusus untuk mengetahui besarnya transfer dari pendapatan penduduk dan perusahaan yang ada di Samarinda. Akan tetapi hingga saat hal tersebut belum pernah dilakukan. Namun demikian, PDRB per kapita masih banyak digunakan di berbagai daerah dan dianggap cukup memadai sebagai salah satu indikator kemakmuran atau potensi ekonomi daerah. Perkembangan PDRB per kapita, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000, selama periode 2008-2011 menunjukkan adanya peningkatan. Selama periode 2007 hingga 2011, PDRB per Kapita mengalami pertumbuhan positif. Pada tahun 2008, PDRB per Kapita mengalami pertumbuhan sebesar 1,46 persen dan kemudian mengalami perlambatan walaupun tidak terlalu besar di tahun 2009 yaitu sebesar 1,16 persen. Pada tahun 2010, PDRB per Kapita mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 3,20 persen. Di tahun2011, PDRB per Kapita mengalami sedikit perlambatan yakni sebesar 2,64 persen. Sehingga rata-rata pertumbuhan per tahun selama periode 2008-2011 menjadi sebesar 1,82 persen. Tabel 3.3 PDRB Per Kapita Kota Samarinda Tahun 2000, 2008 2011 PDRB per Kapita Harga Pertumbuhan Tahun Harga Konstan Berlaku US$ /tahun (%) 2000 (Rupiah) (Rupiah) (1) (2) (3) (4) (5) 2000 11.585.917 1.208 11.585.917-2008 27.455.765 2.446 15.495.352 1,46 2009 29.841.343 3.159 15.675.379 1,16 2010 *) 33.146.849 3.668 16.225.451 3,51 2011 r) 36.297.271 3.983 16.653.201 2,64 2008-2011 1,82 Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara 107 108

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 Apabila dicermati, terdapat peningkatan yang konsisten pada nilai PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku. Dimana selama 11 (sebelas) tahun terakhir, nilai PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku meningkat dari dari 11,59 juta rupiah tahun 2000 menjadi 36,30 juta rupiah tahun 2011. Hal yang sama juga terjadi pada nilai PDRB per Kapita atas dasar konstan, dimana pada periode yang sama juga terus mengalami peningkatan hingga mencapai lebih dari 16 juta rupiah, atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,35 persen per tahun. Gambaran yang sama diperoleh pada besaran Pendapatan per Kapita (Grafik 3.3). Selama 200 8 hingga 2011, terjadi peningkatan yang kontinyu pada nilai Pendapatan per Kapita yaitu rata-rata sebesar 1,99 persen per tahun. Hal ini menggambarkan perkembangan pendapatan masyarakat dimana terdapat kecenderungan peningkatan pendapatan riil. Kondisi ini mengimplikasikan adanya peningkatan kemampuan pada daya beli masyarakat di masa yang akan datang. Untuk itu, perlu diteliti faktor-faktor penyebab serta bagaimana cara yang tepat guna semakin meningkatkan daya beli masyarakat lebih lanjut. Grafik 3.3 PDRB Per Kapita dan Pendapatan Per Kapita ADHK Tahun 2000, 2008 2011 Walaupun terdapat kecenderungan fluktuasi pada nilai tukar rupiah, akan tetapi hal tersebut tidak berdampak secara negatif terhadap besaran nilai PDRB per Kapita. Ini ditunjukkan oleh kecenderungan nilai PDRB per Kapita Kota Samarinda (dalam dollar Amerika) yang terus meningkat selama tahun 2000-2011. Pada tahun 2011, PDRB per Kapita mencapai US$ 3.983 atau lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun 2000 yang hanya sebesar US$ 1.208. 109 110

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 3.5 INDEKS IMPLISIT DAN INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) Inflasi merupakan salah satu indikator untuk mengukur stabilitas ekonomi suatu wilayah ( region) dengan melihat perubahan harga barang dan jasa secara umum. Selain itu, inflasi juga dapat digunakan untuk melihat kestabilan nilai tukar uang terhadap barang dan jasa. Perkembangan inflasi dapat dilihat dari dua indikator statistik. Pertama, Indeks Harga Konsumen (IHK) yang diterbitkan secara bulanan, sedangkan yang kedua adalah Indeks Implisit PDRB (dengan melihat harga berlaku dan harga konstan PDRB di tahun yang bersangkutan) yang diterbitkan setiap tahun oleh BPS Kota Samarinda. Indeks implisit secara umum menggambarkan tingkat harga produsen, sedangkan IHK menggambarkan tingkat harga yang harus dibayar konsumen. Pada tahun 2011, IHK gabungan atau umum sebesar 138,22 (2007=100). Dengan angka indeks tersebut, maka IHK Kota Samarinda berada di atas angka IHK Nasional (gabungan dari 66 kabupaten/kota) yakni sebesar 129,18. Nilai tersebut merupakan akibat kenaikan yang terjadi selama kurun waktu satu tahun sebesar 6,23 persen. Apabila dicermati, kenaikan IHK di tahun 2011 tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan di seluruh kelompok komoditi. Kelompok Bahan Makanan memiliki indeks harga tertinggi yaitu 160,352, sedangkan indeks kelompok Makanan Jadi, Rokok dan Tembakau adalah 146,36. Indeks kelompok Perumahan dan Sandang masing-masing adalah 140,01 dan 156,31. Sedangkan indeks komoditi Kesehatan, komoditi Pendidikan dan komoditi Transpor masing-masing adalah sebesar 131,41, 129,01 dan 102,42 (Tabel 3.4). Kenaikan yang terjadi pada IHK disebut sebagai inflasi. Inflasi dapat berdampak secara signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Apabila inflasi suatu daerah atau negara tidak dapat dikendalikan, maka yang menerima dampak langsung dari kondisi tersebut adalah masyarakat yang menerima penghasilan tetap dan masyarakat penerima penghasilan rendah. Untuk itu laju inflasi perlu terus diamati, sehingga perubahannya dapat terus diantisipasi atau dikendalikan. Secara umum, Kota Samarinda masih memiliki suasana ekonomi yang baik dan kondusif, terutama dalam hal inflasi. Hal ini tidak terlepas dari partisipasi dan peran para pelaku perdagangan yang tidak melakukan spekulasi penimbunan barang, serta kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan pembelian secara berlebihan. Kondisi tersebut perlu terus dijaga dan diantisipasi oleh Pemerintah Kota Samarinda serta aparat terkait agar keberadaan stok, khususnya kebutuhan pokok selalu terjaga. Pada tahun 2011, harga komoditi di Kota 111 112

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 Samarinda mengalami inflasi yang moderat, yaitu sebesar 6,23 persen. Tabel 3.4 Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) Menurut Kelompok Komoditi Tahun 2008 2011 (Th 2007=100) Kelompok Komoditi 2008 2009 2010 2011 ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) 1. Bahan Makanan 128,22 135,87 151,92 160,35 2. Makanan Jadi, Minuman Rokok dan Tembakau 119,09 128,11 138,02 146,36 3. Perumahan 118,04 123,55 129,84 140,01 4. Sandang 118,85 125,44 139,06 156,31 5. Kesehatan 113,16 120,67 127,75 131,41 6. Pendidikan & Olah Raga 111,56 113,07 117,23 129,01 7. Transportasi, Komunikasi, & Jasa Keuangan Gabungan/Umum Kota Samarinda 102,63 99,56 101,14 102,42 116,86 121,60 130,11 138,22 Gabungan Kalimantan Timur 116,63 121,65 130,50 138,78 Gabungan Nasional 102,52 117,03 125,17 129,18 Catatan: Untuk Kaltim merupakan gabugan 3 Kota Untuk Nasional merupakan gabungan 66 Kota Sumber : BPS Kota Samarinda Perkembangan indeks implisit PDRB tahun 2008-2011 disajikan pada Tabel 3.5. Indeks implisit sangat identik dengan indeks harga produsen makro di wilayah Kota Samarinda. Tabel 3.5 Perkembangan Indeks Harga Produsen (Implisit PDRB) Kota Samarinda Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 2011 (Tahun 2000 = 100) Lapangan Usaha 2008 2009 2010 r) 2011 *) ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) 1. Pertanian 174,05 183,76 197,40 209,71 2. Pertambangan dan Penggalian 230,94 241,11 265,50 294,37 3. Industri Pengolahan 170,32 180,25 196,73 208,75 4. Listrik, Air Minum 176,95 191,02 200,42 206,19 5. Kontruksi/Bangunan 167,25 173,12 181,28 187,47 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 181,78 203,68 222,42 235,74 7. Angkutan & Komunikasi 159,72 165,64 169,75 176,20 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 189,04 197,01 202,43 224,05 9. Jasa-Jasa 164,74 180,13 190,24 201,21 Gabungan/Umum 177,19 190,37 204,29 217,96 Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara Sumber : BPS Kota Samarinda 113 114

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 Perkembangan indeks implisit menunjukkan perubahan harga barang dan jasa pada tingkat produsen dibandingkan terhadap tahun dasar. Dari Tabel 3.5 diperoleh gambaran peningkatan indeks harga gabungan semua sektor ekonomi dari 204,29 di tahun 2010 menjadi 217,96 pada tahun 2011. Berarti selama periode 2010-2011 telah terjadi kenaikan harga barang dan jasa di tingkat produsen untuk wilayah Samarinda rata-rata sebesar 6,69 persen. Sedangkan untuk periode yang sama kenaikan harga konsumen adalah sekitar 6,23 persen. Berdasarkan klasifikasi 9 (sembilan) lapangan usaha, pada tahun 2011 masing-masing sektor memberi sumbangan yang cukup tinggi bagi pembentukan indeks implisit. Sektor-sektor dengan indeks implisit yang tinggi adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta Sektor Pertanian masing-masing sebesar 294,34, 135,74, 224,05, dan 209,71. Perubahan pada kedua angka indeks tersebut memberikan informasi mengenai laju inflasi yang terjadi di wilayah Kota Samarinda, baik itu inflasi atas dasar harga konsumen maupun harga produsen ( berdasarkan perubahan indeks implisit PDRB). Perlu diketahui bahwa komoditi/sektor yang mencatat angka indeks tinggi tidak selalu mencerminkan angka inflasi yang tinggi pula. Laju inflasi berdasarkan harga konsumen di Kota Samarinda pada tahun 2011 sebesar 6,23 persen, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2010 yakni sebesar 7,00 persen. Inflasi Kota Samarinda hanya sedikit lebih rendah jika dibandingkan inflasi Provinsi Kalimantan Timur, namun lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional. Inflasi yang cukup tinggi di Kota Samarinda ini akibat ketergantungan barang dari luar daerah, yakni Jawa dan Sulawesi untuk komoditi bahan pangan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, daging dan telur. faktor inflasi dari luar daerah juga menjadi faktor penentu yang cukup signifikan bagi terjadinya inflasi di Kota Samarinda. Ditambah lagi dengan ongkos transportasi dari daerah asal ke Kota Samarinda cukup tinggi. Hal ini diperparah bahwa Kota Samarinda bukanlah penghasil barang, sehingga kapal pembawa barang dari luar daerah akan kembali tanpa membawa muatan dari Kota Samarinda. Namun dibalik tingginya angka inflasi yang terjadi di Kota Samarinda, kondisi inflasi yang terjaga juga merupakan indikasi cukup baiknya upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh Pemerintah, sehingga hal tersebut berdampak positif bagi masyarakat baik itu dari aspek ekspektasi inflasi maupun sisi daya beli masyarakat. Inflasi memberikan dampak yang cukup luas terhadap kebijakan dan perencanaan pembangunan, terutama terkait 115 116

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 penyediaan anggaran dan daya beli masyarakat. Oleh karena itu angka inflasi sangat diperlukan dalam setiap penyusunan perencanaan dan kebijakan pembangunan agar hasil yang diperoleh dapat lebih realistis dan tajam. Inflasi sangat dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan barang/jasa dalam suatu wilayah. Beberapa kondisi yang memungkinkan terjadinya inflasi adalah: pertama, faktor jumlah persediaan barang/jasa tetap, sedangkan permintaan naik; kedua, jumlah persediaan barang/jasa berkurang tetapi pada saat yang sama jumlah permintaan naik; ketiga, jumlah barang/jasa naik karena adanya kebijakan di bidang keuangan. Perkembangan inflasi Kota Samarinda disajikan pada Tabel 3.6. Dengan membandingkan perkembangan inflasi dan laju implisit, terlihat bahwa perubahan harga produsen dan konsumen relatif sejalan. Ini ditunjukkan oleh pola gerakan perubahan kedua jenis harga tersebut yang sejalan yang mengindikasikan keterkaitan yang cukup tinggi antara kedua indeks tersebut (Grafik 3.4). Tabel 3.6 Perkembangan Laju Inflasi/Deflasi Kota Samarinda Menurut Kelompok Komoditi Tahun 2008 2011 (Persen) Kelompok Komoditi 2008 2009 2010 2011 ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5) 1. Bahan Makanan 20,38 5,97 11,81 5,55 2. Makanan jadi, minuman, Rokok dan tembakau 12,94 7,57 7,74 6,04 3. Perumahan 15,91 4,67 5,09 7,83 4. Sandang 7,85 5,54 10,86 12,40 5. Kesehatan 7,64 6,64 5,87 2,86 6. Pendidikan dan Olah Raga 8,50 1,35 3,68 10,05 7. Transpor dan Komunikasi 3,53-2,99 1,59 1,27 Gabungan Samarinda 12,69 4,06 7,00 6,23 Kaltim 13,06 4,31 7,28 6,35 Nasional 11,06 2,78 6,96 3,79 Catatan: Untuk Kaltim merupakan gabungan 3 Kota Untuk Nasional merupakan gabungan 66 Kota Sumber : BPS Kota Samarinda Berdasarkan grafik, terlihat bahwa secara umum perekonomian Samarinda relatif stabil selama 11 tahun. Pada tahun 2005, terjadi inflasi yang sangat tinggi baik di Samarinda maupun nasional. Inflasi 2005 Kota Samarinda mencapai 16,64 persen. Hal ini disebabkan adanya peningkatan harga BBM secara drastis yang mengakibatkan kenaikan harga pada komoditikomoditi lain, misalnya transportasi dan bahan makanan. Pada tahun 2008, juga terjadi inflasi yang cukup tinggi. Kejadian ini mirip dengan kejadian di tahun 1998 pada saat krisis ekonomi 117 118

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 berlangsung. Ini menunjukkan bahwa kondisi Nasional sangat berpengaruh terhadap perekonomian suatu daerah. Keterkaitan yang sama ditunjukkan melalui inflasi pada tahun 2008, dimana pada saat krisis finansial global terjadi yang berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah, mengakibatkan laju inflasi mencapai dua dijit atau 12,96 persen. Grafik 3.4 Perkembangan Laju Inflasi dan Implisit PDRB Tahun 2000 2011 3.6 PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTORAL Produktivitas tenaga kerja diperoleh dengan menggunakan pendekatan penghitungan rasio antara nilai tambah dengan jumlah tenaga kerja. Indikator tersebut menunjukkan besaran nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap tenaga kerja. Semakin tinggi nilai produktivitas, maka tenaga kerja dinilai semakin produktif. Peningkatan pada produktivitas tenaga kerja diharakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sehingga manfaat ekonomi yang diperoleh dapat lebih banyak. Terdapat pergeseran struktur ekonomi wilayah Kota Samarinda dari tahun ke tahun. Perekonomian Kota Samarinda terus berkembang dari ekonomi agraris tradisional menjadi struktur ekonomi yang lebih maju, yaitu ekonomi yang didukung oleh sektor jasa-jasa dan industri yang makin kuat. Selain itu, sektor pertanian yang juga semakin tangguh, sehingga mempunyai daya serap tenaga kerja akan semakin meningkat. Kondisi tersebut pada akhirnya mampu mengurangi angka pengangguran. Situasi penguatan pemulihan ekonomi Kota Samarinda yang semakin membaik juga didukung oleh adanya pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang baik sepanjang periode 2000-2011 (Tabel 3.7). 119 120

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 Tabel 3.7 Lapangan Usaha Produktivitas Rata-Rata Tenaga Kerja dan Laju Pertumbuhan Tahun 2000 & 2011 Produktivitas Tenaga Kerja (000 Rp) 2000 2011 Laju Pertumbuhan per Tahun (%) (1) (2) (3) (4) SEKTOR (A) 7.907 31.626 13,43 SEKTOR (M) 40.094 104.363 9,09 SEKTOR (S) 25.295 80.305 11,07 GABUNGAN 28.305 84.233 10,42 Secara umum produktivitas tenaga kerja sektoral dapat dibedakan berdasarkan sektor dengan produktivitas serta penyerapan tenaga kerja tinggi. Dari hal tersebut dapat diketahui sektor mana saja yang padat karya dan sektor padat modal. Dari gambaran Tabel 3.7 dapat diketahui peningkatan rata-rata laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja antara tahun 2000 dengan tahun 2011. Artinya perubahan produktivitas dihitung dari PDRB atas dasar harga berlaku terhadap jumlah tenaga kerja. penggalian, industri pengolahan, gas, listrik dan air, serta konstruksi), dan Services (sektor S, terdiri dari perdagangan, transportasi, lembaga keuangan dan jasa-jasa). Sektor padat karya seperti sektor pertanian dan bangunan cenderung bersifat massal dalam menyerap tenaga kerja yang berpendidikan rendah dengan teknologi yang sederhana. Hal tersebut menyebabkan terdapat kesulitan dalam memacu tingkat produktivitas yang tinggi. Sebaliknya sektor padat modal, yang diasumsikan sebagai sektor modern, mempunyai kecenderungan melibatkan investasi yang besar dengan menyerap jumlah tenaga kerja sedikit dan berkualitas dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dan biasanya menggunakan teknologi tinggi dalam operasional kegiatannya. Beberapa sektor yang termasuk sektor modern adalah sektor Keuangan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, dan sektor Listrik, Gas dan Air Minum. Secara rinci, tenaga kerja di sektor-sektor tersebut memiliki tingkat produktivitas tinggi ini ditunjukkan oleh tingginya nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap tenaga kerja. Dengan menggunakan klasifikasi 3 (tiga) kelompok besar sektor PDRB, yaitu Agriculture (sektor A atau pertanian), Manufacturing (sektor M, terdiri dari pertambangan dan 121 122

T i n j a u a n E k o n o m i K o t a S a m a r i n d a 2 0 0 8 2 0 1 1 Grafik 3.5 Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2000 dan 2011 Berdasarkan ilustrasi Grafik 3.5, tampak kekuatan masingmasing sektornya. Selama periode 2000-2011 produktivitas tenaga kerja di Kota Samarinda meningkat rata-rata 10,42 persen per tahun. Dengan rincian sektor Agriculture (A) sebesar 13,43 persen, sektor Manufacturing (M) 9,09 persen dan sektor Services (S) sebesar 11,07 persen. 123