BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Tujuan pendidikan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

Karateristik Masyarakat Yang Melakukan Swamedikasi Di Beberapa Toko Obat Di Kota Makassar. Program Studi Diploma III Farmasi Yamasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 1995, WHO Global School Health Initiative telah melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. konsumen/pasien. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making)

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR PENDIDIKAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Drg. Novitasari RA,MPH

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin. (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

PHARMACEUTICAL CARE. DALAM PRAKTEK PROFESI KEFARMASIAN di KOMUNITAS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA. obat atau farmakoterapi. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan resep dokter atau nasehat tenaga medis lainnya (Supardi et al, 2004). Pengobatan sendiri adalah pengobatan yang dilakukan secara sendiri tanpa bantuan dokter atau petugas kesehatan lainnya untuk penyakitpenyakit ringan. Beberapa penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, antara lain demam, nyeri, batuk, flu, sakit maag, kecacingan, diare, serta beberapa jenis penyakit kulit (Depkes RI, 2006). Pengobatan sendiri menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas secara benar akan menguntungkan masyarakat dalam pengobatan sendiri yang efektif dan efisien. Karena bagaimanapun obat bebas dan obat bebas terbatas bukan berarti bebas dari efek samping dan tetap harus digunakan sesuai indikasi, lama pemakaian yang benar dan memperhatikan kontraindikasinya (Kristina et al, 2008). Dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) setidaknya ada 5 komponen informasi yang sesuai yaituinformasi bahan aktif yang dikandung obat tersebut, indikasi, dosis, cara penggunaan, efek samping dan kontraindikasi. Dalam penelitiannya, Supardi et al (2005) menyebutkan bahwa keuntungan pengobatan sendiri adalah aman apabila digunakan sesuai dengan petunjuk (efek samping dapat diperkirakan), efektif untuk menghilangkan keluhan karena 80% sakit bersifat selflimiting, yaitu sembuh sendiri tanpa intervensi tenaga kesehatan, biaya pembelian obat relatif lebih murah daripada biaya pelayanan kesehatan, hemat waktu karena tidak perlu mengunjungi fasilitas atau tenaga 4

5 kesehatan, kepuasan karena ikut berperan aktif dalam pengambilan keputusan terapi, berperan serta dalam sistem pelayanan kesehatan, menghindari rasa malu atau stress apabila harus menampakkan bagian tubuh tertentu di hadapan tenaga kesehatan, dan membantu pemerintah untuk mengatasi keterbatasan jumlah tenaga kesehatan pada masyarakat. Adapun kekurangan pengobatan sendiri adalah obat dapat membahayakan kesehatan apabila tidak digunakan sesuai dengan aturan, pemborosan biaya dan waktu apabila salah menggunakan obat, kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan, misalnya sensitivitas, efek samping atau resistensi, penggunaan obat yang salah akibat informasi yang kurang lengkap dari iklan obat, tidak efektif akibat salah diagnosis dan pemilihan obat, dan sulit bertindak objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya. Masyarakat memerlukan informasi obat yang jelas dan dapat dipercaya agar penentuan jenis dan jumlah obat yang diperlukan berdasarkan kerasionalan. Masyarakat seringkali mendapatkan informasi obat melalui iklan, baik dari media cetak maupun media elektronik, dan itu merupakan jenis informasi yang paling berkesan, sangat mudah ditangkap, serta sifatnya komersial. Ketidaksempurnaan iklan obat yang mudah diterima oleh masyarakat, salah satunya adalah tidak adanya informasi mengenai kandungan bahan aktif. Dengan demikian, apabila hanya mengandalkan jenis informasi ini, masyarakat akan kehilangan informasi yang sangat penting, yaitu jenis zat obat yang dibutuhkan untuk mengatasi gejala sakitnya. Akibat langsung yang dapat dirasakan adalah meningkatnya pola konsumsi obat dengan seringnya didapatkan pemakaian beberapa nama dagang obat yang ternyata isinya persis sama. Dipandang dari segi ekonomi, hal ini merupakan suatu pemborosan (Depkes RI, 2008). 5

6 2. Penggolongan Obat Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi (Undang-Undang Kesehatan No. 36tahun 2009). Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan (Depkes, 2008), yaitu : a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: Parasetamol, vitamin dan mineral. Tanda khusus obat bebas b. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: CTM. Tanda khusus obat bebas terbatas Selain tanda khusus obat bebas terbatas, terdapat pula tanda peringatan. Tanda peringatan ini diberikan karena hanya dengan takaran dan kemasan tertentu obat ini aman dipakai untuk pengobatan sendiri. Tanda peringatan berupa empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang terdiri dari 6 macam, yaitu: 6

7 c. Obat Keras dan Psikotropika Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: Asam Mefenamat. Tanda khusus obat keras Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khaspada aktivitas mental dan perilaku. Contoh: Diazepam, Phenobarbital. d. Obat Narkotika Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin. 7

8 Tanda khusus obat narkotika Menurut Badan POM, terdapat juga penggolongan obat keras, yaitu Obat Wajib Apotek (OWA). Obat Wajib Apotek yaitu obat-obatan yang dapat diserahkan tanpa resep dokter, namun harus diserahkan oleh apoteker di apotek. Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter. Seperti telah kita ketahui bersama, peraturan mengenai daftar OWA tercantum dalam: 1). Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1 2). Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924 / Menkes /Per / X / 1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 3). Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/ 1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 3. Penggunaan Obat yang Rasional Penggunaan obat yang rasional merujuk pada penggunaan obat yang benar, sesuai, dan tepat. Menurut WHO, penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, dengan dosis yang sesuai kebutuhannya, untuk jangka waktu yang adekuat, dan dengan biaya serendah mungkin bagi pasien dan komunitasnya (World Healh Organization, 2010). Masalah-masalah yang sering timbul sebagai bentuk ketidakrasionalan penggunaan obat antara lain polifarmasi (penggunaan obat yang terlalu banyak), penggunaan yang berlebihan dari antibiotika dan injeksi, kegagalan untuk meresepkan obat yang sesuai dengan panduan klinis, serta pengobatan sendiri yang tidak tepat (World Health Organization, 2010). 8

9 Sasaran dari pengobatan yang rasional ini adalah tercapainya penggunaan obat dalam jenis, bentuk, dosis, dan jumlah yang tepat, disertai informasi yang benar, lengkap dan tidak menyesatkan (Kepmenkes RI No 189/Menkes/SK/III/2006). Batasan penggunaan obat rasional adalah bila memenuhi beberapa kriteria, antara lain (Depkes RI, 2008): a. Tepat diagnosis Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan salah. b. Tepat indikasi penyakit Obat yang diberikan harus tepat bagi suatu penyakit. c. Tepat pemilihan obat Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit. d. Tepat dosis Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi, menyebabkan efek terapi tidak tercapai. 1). Tepat jumlah 2). Tepat cara pemberian 3). Tepat interval waktu pemberian 4). Tepat lama pemberian e. Tepat penilaian kondisi pasien Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia, atau bayi. f. Waspada terhadap efek samping Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulnya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya. 9

10 g. Efektif, aman, mutu terjamin, terjamin, tersedia setiap saat, dan harga terjangkau. Untuk mencapai kriteria efektif, maka obat harus dibeli melalui jalur resmi. h. Tepat tindak lanjut (Follow-up) Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke dokter. i. Tetap penyerahan obat (Dispensing) Penggunaan obat rasional melibatkan penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Resep yang dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di puskesmas akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien dengan informasi yang tepat. j. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang diberikan Ketidakpatuhan minum obat dapat terjadi pada keadaan seperti berikut: 1). Jenis sediaan obat beragam 2). Jumlah obat terlalu banyak 3). Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering 4). Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi 5). Pasien tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai cara menggunakan obat 6). Timbulnya efek samping Menurut Cipolle et al (1998), kriteria untuk kerasionalan penggunaan obat dapat terdiri dari beberapa aspek, antara lain ketepatan indikasi, kesesuaian dosis, ada tidaknya kontraindikasi, ada tidaknya efek samping dan interaksi obat, serta ada tidaknya polifarmasi (Kristina et al, 2008). 4. Perilaku Kesehatan Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skinner, seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus 10

11 (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2012) yaitu: a. Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Menurut Notoatmodjo (2012), meskipun perilaku adalah bentuk respons terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam tiga domain, sesuai dengan tujuan pendidikan (Notoatmodjo, 2012). Bloom menyebutnya ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: a. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2012), Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2012), yakni: 11

12 1). Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari. 2). Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3). Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4). Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5). Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6). Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, disingkat AIETA (Notoatmodjo, 2012) yang artinya: 12

13 1). Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2). Interest yakni orang mulai tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. 3). Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4). Trial dimana subjek mulai mencoba perilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. 5). Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2012). b. Sikap Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan suatu reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok (Notoatmodjo, 2012), yakni: 1). Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2). Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, antara lain: 1). Menerima ( receiving) Bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 13

14 2). Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3). Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkap tiga. 4). Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek atau dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. c. Praktik atau Tindakan (Practice) Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan apa yang diketahui dan disikapinya (dinilai baik). Praktik atau tindakan mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2012) yakni: 1). Respons terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat pertama. 2). Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat kedua. 14

15 3). Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara dan pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. 5. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) Program Pengelolaan Penyakit Kronis atau yang biasa disebut Prolanis adalah salah satu program dari PT Askes yang merancang suatu format promotif dan preventif yang terintegrasi dan merancang model pengelolaan penyakit kronis bagi peserta penderita penyakit kronis. Program ini diharapkan akan meningkatkan kualitas hidup peserta Askes yang menderita penyakit kronis melalui pengelolaan penyakit secara spesifik dan terintegrasi yang juga melibatkan peran aktif peserta, Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK), dan PT Askes (Persero) (Askes, 2010). Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) merupakan program yang berawal dari Disease Management Program (DMP) yang telah dilaksanakan di Eropa dan Amerika. Suatu sistem yang memadukan antara penatalaksanaan pelayanan kesehatan dan komunikasi bagi sekelompok peserta dengan kondisi penyakit tertentu yang jumlahnya cukup bermakna melalui upaya-upaya penanganan penyakit secara mandiri (Askes, 2010). Sasaran Prolanis adalah seluruh pesertaaskes Sosial penderita penyakit kronis. Tahapannya, peserta harus mendaftar dahulu di Kantor Cabang PT Askes (Persero) terdekat. Setelah mendaftar, peserta akan mendapatkan dokter keluarga Prolanis yang dipilih serta buku pemantauan status kesehatan. Dokter keluarga di sini berperan dalam 15

16 memberikan pelayanan komprehensif dan terfokus pada upaya promotif dan preventif. Salah satu yang menjadi indikator keberhasilan Prolanis adalah meningkatnya kepuasan peserta Askes dan provider terhadap pelayanan PT Askes (Persero). Hal ini bisa diukur dari melalui survei nasional di seluruh wilayah regional PT Askes (Persero) untuk mengetahui image peserta dan provider sebelum dan sesudah adanya Prolanis. Selain itu, juga dilakuan survei Customer Satisfaction Index dan Provider Satisfaction Index. Dengan program ini, juga diharapkan terjadinya efisiensi dan pengendalian biaya, baik dari aspek Prolanis sendiri maupun pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Askes, 2010). B. Kerangka Konsep Penelitian ini menganalisis pengaruh antara variabel bebas, yaitu pengetahuan, sikap, dan faktor sosiodemografi terhadap variabel terikat, yaitu perilaku pengobatan sendiri pada pasien Prolanis. Pengetahuan Sikap Perilaku pengobatan sendiri Faktor sosiodemografi Gambar 1. Gambar kerangka konsep C. Hipotesis Terdapat pengaruh hubungan antara pengetahuan, sikap, dan faktor sosiodemografi (jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan) terhadap perilaku pengobatan sendiri pada pasien Prolanis. 16