Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

dokumen-dokumen yang mirip
PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN (Convention Against Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181 TAHUN 1998 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1998 (5/1998) Tanggal: 28 SEPTEMBER 1998 (JAKARTA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG. Lembar Fakta No. 26. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

BAB IV. Penetapan dan Penunjukan Mekanisme-Mekanisme Pencegahan Nasional Berdasarkan Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

UNOFFICIAL TRANSLATION

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

"Itu Kejahatan": Perampasan kemerdekaan secara tidak sah

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H.

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Komite Hak Asasi Manusia. Komentar Umum 1. Kewajiban Pelaporan. (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi Umum

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Timor Leste dan Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan (OPCAT)

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

HUKUMAN MATI dari SISI HAK ASASI MANUSIA. Roichatul Aswidah, Jakarta, 18 Agustus 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Komentar Umum 1. Kewajiban Pelaporan. (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi

INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

STANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. Oleh : Supriyanta. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34/POJK.04/2014 TENTANG KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

2 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega

Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

KONVENSI HAK ANAK Mukadimah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

LAYANAN PENASIHAT DAN KERJA SAMA TEKNIS DI BIDANG HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 3. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

BAB I MONITORING TEMPAT PENAHANAN DALAM KONTEKS

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

HIGH-LEVEL ROUNDTABLE DISCUSSION

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34/POJK.04/2014 TENTANG KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

6.5 KONDISI UNTUK HAK ISTIMEWA PSIKOLOG KLINIS 6.6 HAK ISTIMEWA SEMENTARA & MENGUNJUNGI KLINIK SEMENTARA

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment), yang selanjutnya disebut "CAT", yang diterima oleh Majelis Umum (MU) Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1984, mulai berlaku pada 27 Juni 1987. Pemantauan pelaksanaan CAT di Negara-negara Pihak dilakukan oleh Komite menentang Penyiksaan (Committee against Torture), yang dibentuk berdasarkan CAT dan yang beranggotakan sepuluh pakar independen. Dalam rangka pelaksanaan mandat pemantauannya, Komite ini memeriksa laporan berkala pelaksanaan CAT di Negara-negara Pihak, membuat komentar umum atas laporan tersebut dan menyampaikannya kepada Negara Pihak yang bersangkutan. Dalam hal Komite menerima informasi yang dapat dipercaya tentang adanya indikasi yang berdasar tentang terjadinya praktik penyiksaan secara sistematis di wilayah suatu Negara Pihak, maka Komite meminta agar Negara Pihak yang bersangkutan bekerjasama dengan Komite guna menyelidiki informasi tersebut dan, untuk maksud ini, Negara Pihak yang bersangkutan akan menyampaikan tanggapannya. Dengan persetujuan Negara Pihak yang bersangkutan, penyelidikan demikian meliputi komungklnan kunjungan ke wilayah Negara Pihak yang bersangkutan. Demikianlah secara ringkas mekanisme pemantauan pelaksanaan CAT. Meskipun CAT sudah berlaku sejak 1987 dan cukup besarnya jumlah Negara yang menjadi pihak pada instrumen ini, praktik penyiksaan (atau perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat masih banyak terjadi. Pengamatan menunjukkan bahwa praktik penyiksaan terjadi, terutama, di tempat-tempat di mana orang dirampas kebebasannya (karena diduga atau dinyatakan melakukan pelanggaran hukum), dengan kata-kata lain, di tempat-tempat penahanan dan tempat-tempat penghukuman atau pemenjaraan. Dilatarbelakangi oleh kondisi demikian, komunitas internasional berpendapat tentang perlunya peningkatan efektivitas pemantauan pelaksanaan CAT dan pencegahan terjadinya atau terjadinya lagi penyiksaan (atau perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat) dengan menciptakan mekanisme yang memungkinkan kunjungan ke tempat-tempat penahanan atau penghukuman. Pendapat komunitas internasional untuk menciptakan mekanisme preventif kunjungan reguler ke tempat-tempat penahanan atau penghukuman itu tercermin,terutama, dalam Deklarasi dan Program Aksi Wina yang diterima oleh Konferensi Sedunia tentang HAM, Wina, 14-25 Juni 1993. Bagian II, paragraf 61 Deklarasi dan Program Aksi Wina, 1993 tersebut, di bawah subjudul "Kebebasan dari penyiksaan" menyatakan sebagai berikut:

2 "Konferensi Sedunia tentang HAM menegaskan lagi bahwa upaya untuk menghapuskan penyiksaan hendaknya, pertama dan terutama, dikonsentrasikan pada pencegahan dan, oleh karena itu, menyerukan diterimanya dengan segera sebuah protokol opsional pada Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat, yang dimaksudkan untuk membentuk sistem preventif kunjungan reguler ke tempat-tempat penahanan". Seruan Konferensi Sedunia tentang HAM tersebut sebagaimana dikutip dalam para 3 di atas ditindaklanjuti oleh komunitas internasional yang menghasilkan diterimanya Protokol Opsional pada Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (Optional Protocol to the Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment), yang untuk selanjutnya disebut "OPCAT" oleh MUPBB pada 18 Desember 2002, (resolusi 57/1999). POKOK-POKOK ISI OPCAT OPCAT terdiri atas tujuh para preambuler, 23 paragraf operatif (Pasal 1- Pasal 23), dan 14 paragraf prosedural (Pasal 24-Pasal 37): PARAGRAF Sebagaimana instrumen internasional umumnya, paragraf-paragraf preambuler OPCAT, yang terdiri atas tujuh paragraf, memuat pokok-pokok yang mendasari pembuatan OPCAT dan maksud umum pembuatan OPCAT. Tiga dari tujuh paragraf preambuler yang mencerminkan semangat dan maksud pembuatan OPCAT adalah sebagai berikut: Paragraf preambuler pertama yang menegaskan lagi konsep bahwa penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat dilarang dan merupakan pelanggaran serius HAM; Paragraf preambuler kedua yang menyatakan keyakinan tentang perlu-nya tindakan lebih lanjut untuk dua maksud berikut: Tercapainya maksud CAT; dan Penguatan perlindungan orang yang dirampas kemerdekaannya terhadap penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat; Paragraf preambuler ketujuh yang menyatakan keyakinan bahwa perlindungan orang yang dirampas kebebasannya terhadap penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat

3 dapat diperkuat dengan cara nonyudisial yang bersifat preventif yang didasarkan pada kunjungan reguler ke tempat-tempat tahanan. PARAGRAF OPERATIF Paragraf operatif, yang terdiri atas 23 pasal (Pasal 1-Pasal 23), dikelompokkan dalam empat bagian, yakni, masing-masing, sebagai berikut: 1.Prinsip-prinsip Umum (General Principles) (Bagian I, Pasal 1-Pasal 4); 2.Subkomite tentang Pencegahan (Subcommittee on Prevention) (Bagian II, Pasal 5, Pasal 10); 3.Mandat Subkomite tentang Pencegahan (Mandate of the Subcommittee on Prevention)(Bagian III, Pasal 11-Pasal 16); dan 4.Mekanisme Pencegahan Nasional (National Preventive Mechanism) (Bagian IV, Pasal 17, Pasal 23). Prinsip-prinsip Umum Pokok-pokok utama yang ditetapkan dalam Prinsip-prinsip Umum mencakup empat hal, yakni, tujuan OPCAT, pembentukan Subkomite tentang Pencegahan Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (yang selanjutnya disebut "Subkomite tentang Pencegahan Pencegahan"), mekanisme nasional pencegahan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat (yang selanjutnya disebut' "mekanisme pencegahan nasional", dan kunjungan ke tempat-tempat penahanan atau penghukuman. Pokok-pokok ketentuan masing-masing adalah sebagai berikut: Tujuan OPCAT 1.Membentuk sistem kunjungan reguler oleh badan internasional dan nasional ke tempat penahanan atau penghukuman, guna mencegah penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat (Pasal 1); 2.Pembentukan Subkomite tentang Pencegahan: Dalam rangka pelaksanaan OPCAT akan dibentuk Subkomite Pencegahan yang fungsinya ditetapkan dalam OPCAT serta kerangka dan prinsip kerjanya (Pasal 2); 3.Mekanisme pencegahan nasional: Kewajiban Negara Pihak pada OPCAT untuk menunjuk atau mempertahankan, di tataran dalam negeri, satu atau beberapa badan bagi: pelaksanaan pencegahan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat (yang selanjutnya disebut "mekanisme pencegahan nasional"); Kunjungan ke tempat penahanan atau penghukuman 1.Kewajiban Negara untuk mengizinkan, sesuai dengan OPCAT. melalui mekanisme internasional (Subkomite Pencegahan) dan mekanisme nasional

4 (mekanisme pencegahan nasional) ke setiap tempat penahanan atau penghukuman (Pasal 4 ayat 1); 2.Penetapan pengertian "perampasan kebebasan" (deprivation of liberty"), yakni "setiap bentuk penahanan atau pemenjaraan atau penempatan orang dalam tempat penjagaan publik privat di mana orang tersebut tidak diizinkan pergi semaunya atas perintah pemegang kekuasaan yudisial, administrasi, atau pemegang kekuasaan lain". Subkomite tentang Pencegahan Bagian II OPCAT, yang terdiri atas Pasal 5-Pasal 10, mengatur, esensinya, halhal yang berkenaan dengan keanggotaan Subkomite Pencegahan, seperti: 1.Jumlah (mula-mula sepuluh, kemudian, setelah jumlah ratifikasi atau aksesi mencapai lima puluh, jumlah keanggotaan dinaikkan menjadi 25 (Pasal 5 ayat 1); 2.Komposisi (orang-orang yang berkarakter moral tinggi, telah membuktikan pengalaman profesionalnya di bidang administrasi keadilan, terutama hukum pidana, administrasi penjara atau kepolisian, atau berbagai bidang lain yang berkaitan dengan perlakuan crang-orang yang dirampas kemerdekaannya (Pasal 5 ayat 2); 3.Tata cara nominasi calon anggota (Pasal 6); 4.Tata cara pemilihan anggota (Pasal 7); 5.Tata cara penggantian anggota antarwaktu (Pasal 8); 6.Masa jabatan anggota (Pasal 9); dan 7.Kepengurusan dan peraturan tata tertib (Pasal 10). Mandat Subkomite tentang Pencegahan Bagian III OPCAT, yang terdiri atas Pasal 11-Pasal 16, yang mengatur hal-hal yang berkenaan dengan mandat Subkomite tentang Pencegahan, menetapkan pokok-pokok berikut: 1.Kewenangan mengunjungi tempat-tempat penahanan atau pemenjaraan dan menyampaikan rekomendasi kepada Negara-negara Pihak mengenai perlindungan orang-orang yang dirampas kebebasannya terhadap penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat (Pasal 11 huruf a)); 2.Kewenangan memberi nasihat dan membantu Negara-negara Pihak, apabila perlu, dalam membentuk mekanisme pencegahan nasional (Pasal 11 huruf angka (i)), memelihara hubungan langsung atau, apabila perlu, konfidensial, dengan mekanisme pencegahan nasional dan menawarkan pelatihan dan bantuan teknis kepada mekanisme pencegahan nasional guna memperkuat. kemampuan mereka (Pasal 11 huruf (b) angka (ii)), Memberi nasihat dan

5 membantu mekanisme pencegahan nasional dalam evaluasi kebutuhan dan cara yang perlu bagi penguatan perlindungan orang-orang yang dirampas kebebasannya terhadap penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat (Pasal 11 huruf (b) angka (iii)), menyampaikan rekomendasi dan amatan kepada Negara-negara Pihak pada OPCAT dengan maksud untukmenguatkan kemampuan dan mandat mekanisme pencegahan nasional bagi pencegahan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat (Pasal 11 huruf (b) angka (iv)), dan bekerja sama, bagi pencegahan penyiksaan umumnya, dengan organ-organ dan mekanisme PBB yang relevan serta dengan institusi-institusi atau organisasi-organisasi internasional, regional, dan nasional yang bekerja bagi penguatan perlindungan semua orang yang terhadap penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat (Pasal 11 huruf (c)); (c) Guna memungkinkan Subkomite tentang Pencegahan menjalankan mandatnya sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 11 OPCAT. Negara-negara Pihak berjanji untuk melakukan hal-hal berikut: 1.Menerima Subkomite tentang Pencegahan di wilayahnya dan memberi akses pada tempat-tempat penahanan dan pemenjaraan(pasal 12 huruf (a)); 2.Memberi semua informasi yang relevan yang mungkin diminta oleh Subkomite tentang Pencegahan (Pasal 12 huruf (b)); 3.Mendorong dan memberi kemudahan kontak antara Subkomite tentang Pencegahan dan mekanisme pencegahan nasional (Pasal 12 huruf (c)); dan 4.Mempelajari rekomendasi Subkomite tentang Pencegahan danmengadakan dialog dengan Subkomite ini tentang tindakan-tindakan pelaksanaan yang mungkin dilakukan(pasal 12 huruf (d)); 5.Tata cara dan frekuensi kunjungan reguler oleh Subkomite tentang Pencegahan (Pasal 13); Agar Subkomite tentang Pencegahan dapat melaksanakan mandatnya, Negaranegara Pihak pada OPCAT berjanji untuk melakukan hal-hal berikut: 1.Memberi akses tanpa ada pembatasan (unrestricted access) pada semua informasi mengenai jumlah orang yang dirampas kebebasannya di tempattempat penahanan atau pemenjaraan, semua informasi mengenai perlakuan orang-orang tersebut serta kondisi penahanan mereka, dan semua tempat penahanan beserta instalasi dan fasilitasnya (Pasal 14 ayat 1 huruf (a)-(c)); 2.Memberi kesempatan untuk mengadakan wawancara pribadi dengan orangorang yang dirampas kebebasannya, tanpa saksi (Pasal 14 ayat 1 huruf (d)); 3.Memberi kebebasan untuk memilih tempat yang akan dikunjungi atau orang yang akan diwawancarai (Pasal 1 huruf (e)); Penegasan bahwa keberatan terhadap kunjungan ke tempat penahanan tertentu hanya dapat dinyatakan karena alasan pertahanan nasional yang mendesak dan memaksa, keselamatan publik, atau kekacauan yang serius di tempat yang akan dikunjungi yang, untuk sementara, mencegah pelaksanaan kunjungan demikian serta penegasan lebih lanjut bahwa adanya keadaan darurat yang diumumkan

6 saja tidak dapat digunakan oleh Negara Pihak sebagai alasan keberatan atas kunjungan demikian (Pasal 14 ayat 2); Pelarangan bagi penguasa atau pejabat untuk memerintahkan, melaksanakan, mengizinkan, atau membiarkan sanksi apa pun terhadap orang atau organisasi karena telah menyarapaikan informasi, benar atau salah, kepada Subkomite tentang Pencegahan serta pelarangan memburuksangkakan orang atau organisasi demikian (Pasal 15); Penetapan kewajiban Subkomite tentang Pencegahan untuk: 1.Menyampaikan rekomendasi dan amatannya secara konfidensial kepada Negara Pihak dan, apabila relevan, kepada mekanisme pencegahan nasional yang bersangkutan (Pasal 16 ayat 1); 2.Menerbitkan laporannya, bersama dengan komentar Negara 3.Pihak yang bersangkutan, apabila Negara Pihak yang bersangkutan memintanya. Apabila Negara Pihak yang bersangkutan menyiarkan secara terbuka bagian laporan tersebut, Subkomite tentang Pencegahan dapat menyiarkan laporan itu seluruhnya atau sebagian darinya. Bagaimanapun, data peribadi tidak boleh dipublikasikan tanpa persetujuan jelas orang yang bersangkutan (Pasal 16 ayat 2); 4.Menyampaikan laporan tahunan terbuka tentang kegiatannya kepada Komite menentang Penyiksaan (Pasal 16 ayat 3); 5.Jika Negara Pihak yang bersangkutan menolak bekerja sama dengan Subkomite tentang Pencegahan sesuai dengan Pasal 12 dan Pasal 14 OPCAT atau menolak mengambil langkah-langkah guna memperbaiki keadaan dengan memperhatikan rekomendasi Subkomite tentang Pencegahan, Komite menentang Penyiksaan, atas permintaan Subkomite tentang Pencegahan, dapat memutuskan, dengan suara mayoritas anggotanya, setelah Negara Pihak yang bersangkutan berkesempatan menyampaikan pandangannya: Membuat pernyataan publik tentang masalah tersebut; atau Mempublikasikan laporan Subkomite tentang Pencegahan (Pasal 16 ayat 4) Mekanisme pencegahan nasional Bab IV OPCAT, yang terdiri atas Pasal 17 Pasal 23, yang mengatur hal-hal yang menyangkut mekanisme pencegahan nasional, memuat pokok-pokok berikut:

7 1.Penetapan kewajiban Negara pihak untuk mempertahankan, menunjuk, atau membentuk, paling lambat satu tahun setelah mulai berlakunya OPCAT atau setelah ratifikasi atau aksesinya (oleh Negara Pihak yang bersangkutan), satu atau beberapa mekanisme nasional independen bagi pencegahan penyiksaan di tingkat dalam negeri (Pasal 17); 2. Penetapan kewajiban Negara Pihak untuk: 1. Menjamin independensi fungsional mekanisme pencegahan nasional dan independensi personelnya (Pasal 17 ayat 1); 2. Mengambil tindakan yang perlu guna memastikan agar para pakar mekanisme pencegahan nasional memiliki kemampuan serta pengetahuan profesional yang diperlukan serta untuk mengupayakan keseimbangan jender dan perwakilan kelompok etnis dan minoritas yang memadai di negara yang bersangkutan (Pasal 18 ayat 2); Menyediakan sumbersumber yang diperlukan bagi berfungsinya mekanisme pencegahan nasional (Pasal 18 ayat 3) 3. Dalam membentuk mekanisme pencegahan nasional, memperhatikan Prinsip-prinsip mengenai status institusi-institusi nasional bagi pemajuan dan perlindungan HAM (Pasal 18 ayat 4); 3. Penetapan bahwa mekanisme pencegahan nasional harus diberi kekuasaan minimum berikut: 1. Memeriksa secara reguler perlakuan orang-orang yang dirampas kebebasannya di tempat-tempat penahanan dengan maksud untuk memperkuat, jika perlu, perlindungan mereka terhadap penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat (Pasal 19 huruf (a)); 2. Menyampaikan rekomendasi kepada penguasan yang relevan dengan tujuan perbaikan perlakuan dan kondisi orang-orang yang dirampas kebebasannya dan untuk mencegah penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat (Pasal 19 huruf (b)); dan 3. Menyampaikan usul dan amatan mengenai peraturan perundangundangan yang sudah ada atau yang sedang dalam rancangan (Pasal 19 huruf (c)); Agar mekanisme pencegahan nasional dapat melaksanakan mandatnya, menetapkan kewajiban Negara Pihak yang bersangkutan untuk memberi: 1. Akses pada semua informasi tentang jumlah orang yang dirampas kebebasannya di tempat-tempat penahanan serta jumlah tempat penahanan dan lokasinya (Pasal 20 huruf (a)); 2. Akses pada semua informasi mengenai perlakuan orang-orang yang dirampas

8 kebebasannya serta kondisi penahanan mereka (Pasal 20 huruf (b)); 3. Akses pada semua tempat penahanan dan instalasi serta fasilitasnya (Pasal 20 huruf (c)); 4. Kesempatan guna mengadakan wawancara dengan orang-orang yang dirampas kebebasannya tanpa saksi (Pasal 20 huruf (d)); 5. Kebebasan untuk memilih tempat yang hendak dikunjungi atau orang yang hendak diwawancarai (Pasal 20 huruf (e)); 6. Hak untuk mengadakan kontak dengan Subkomite tentang Pencegahan, guna menyampaikan informasi kepadanya atau bertemu dengannya (Pasal 20 huruf (f)); 7. Pelarangan bagi penguasa atau pejabat untuk memerintahkan, menerapkan, mengizinkan, atau membiarkan sanksi apa pun terhadap orang atau organisasi karena telah menyampaikan informasi, benar ataupun salah, kepada mekanisme pencegahan nasional dan pelarangan untuk memburuksangkakan orang atau organisasi tersebut (Pasal 21 ayat 1); 8. Penetapan bahwa informasi yang dikumpulkan oleh mekanisme pencegahan nasional harus diperlakukan secara istimewa (privileged) sedangkan data pribadi tidak boleh dipublikasi-kan tanpa persetujuan jelas orang yang bersangkutan (Pasal 21 ayat 2); 9. Penetapan kewajiban pada Negara Pihak yang bersangkutan untuk mempelajari rekomendasi mekanisme pencegahan nasional dan membuka dialog dengannya tentang tindakan pelaksanaan yang mungkin dilakukan (Pasal 22); 10. Penetapan kewajiban pada Negara Pihak untuk mempublikasikan dan menyebarluaskan laporan tahunan mekanisme pencegahan nasional (Pasal 23). PARAGRAF PENUTUP Di antara paragraf-paragraf prosedural yang kiranya penting dicatat adalah sebagai berikut: (a) Ketentuan bahwa pada saat ratifikasi, Negara-negara Pihak boleh membuat deklarasi yang menunda pelaksanaan kewajibannya menurut Bagian III atau Bagian IV OPCAT (Bagian V, Deklarasi, Pasal 24 ayat 1) dan bahwa penundaan tersebut berlaku untuk selama maksimum tiga tahun. Setelah permintaan sebagaimana mestinya oleh Negara Pihak yang bersangkutan dan setelah konsultasi dengan Subkomite tentang Pencegahan, Komite menentang Penyiksaan dapat memperpanjang periode penundaan tersebut dengan dua tahun tambahan (ibid ayat 2); (b) Pelarangan reservasi terhadap OPCAT (Bagian VII, Ketentuan Penutup, Pasal 30); (c) Penetapan kewajiban pada para anggota Subkomite tentang pencegahan, sewaktu mengunjungi suatu Negara Pihak, harus: (i) Menghormati hukum dan peraturan Negara yang dikunjungi (Pasal 36 huruf (a)); dan (ii) Tidak melakukan tindak atau kegiatan yang bertentangan dengan sifat imparsial dan internasional tugas mereka (Pasal 36 huruf (b)).

9 PENUTUP Dari hal-hal sebagaimana dikemukakan dalam para 1 sampai dengan para 12 di atas dapat dibuat catatan penutup berikut: (a) OPCAT dimaksudkan untuk memperkuat perlindungan orang-orang yang dirampas kebebasannya terhadap penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat; (b) Konsep perkuatan perlindungan tersebut (a) di atas adalah dengan mengkonsentrasikan upaya pada pencegahan; (c) Konsep pencegahan diterjemahkan dalam bentuk kunjungan reguler kepada orang-orang yang dirampas kebebasannya dan pada tempat-tempat penahanan atau pemenjaraan mereka; (d) Upaya pencegahan dilakukan baik oleh badan internasional (Subkomite tentang Pencegahan) maupun oleh badan nasional (mekanisme pencegahan nasional); (e) Dengan CAT yang dapat dipandang, sebagai instrumen represif dan OPCAT yang dimaksudkan sebagai instrumen preventif layak untuk mengharapkan akan lebih terlindunginya orang-orang yang dirampas kebebasannya terhadap penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat. ---