BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga

UNSIGNALIZED INTERSECTION

Dari gambar 4.1 maka didapat lebar pendekat sebagai berikut;

BAB II LANDASAN TEORI. bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masingmasing

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan yang sebenarnya, atau merupakan suatu penjabaran yang sudah dikaji.

IV. ANALISA DATA BAB IV ANALISIS DATA. 4.1 Geometri Simpang. A B C D. Gambar 4.1 Geometri Jl. Sompok Baru IV - 1.

KINERJA SIMPANG LIMA TAK BERSINYAL JL. TRUNOJOYO, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA MARANATHA BANDUNG

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. yang mempegaruhi simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut.

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

DAFTAR ISI. i ii iii iv v. vii. x xii xiv xv xviii xix vii

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. saling berpotongan, masalah yang ada pada tiap persimpangan adalah kapasitas jalan dan

Kajian Kinerja Persimpangan Jalan Harapan Jalan Sam Ratulangi Menurut MKJI 1997

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 7 (Tujuh)

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI... vii

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB 4 PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Masukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Ruas Jalan A. Data Umum, Kondisi Geometrik, Gambar dan Detail Ukuran

ANALISA KINERJA SIMPANG JALAN MANADO BITUNG JALAN PANIKI ATAS MENURUT MKJI 1997

ANALISA KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL DI RUAS JALAN S.PARMAN DAN JALAN DI.PANJAITAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penulisan

JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA.

WEAVING SECTION. Definisi dan Istilah 5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

PERENCANAAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN SULTAN HASANUDIN DAN JALAN ARI LASUT MENGGUNAKAN METODE MKJI

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KINERJA JALINAN JALAN IMAM BONJOL-YOS SOEDARSO PADA BUNDARAN BESAR DI KOTA PALANGKA RAYA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

BAB 4 PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

TINJAUAN PUSTAKA. derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5 (MKJI, 1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini :

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS PERSIMPANGAN SEPANJANG Jl. A. YANI SISI BARAT AKIBAT PEMBANGUNAN FRONTAGE ROAD

Sebidang Atau Tidak Sebidang KATA PENGANTAR

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR. ANALISA KARAKTERISTIK KONFLIK LALU LINTAS PADA SIMPANG TAK BERSINYAL TIGA KAKI (studi kasus pada Jalan RC Veteran)

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA PADA JALAN KOMYOS SUDARSO JALAN UMUTHALIB KOTA PONTIANAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

ANALISIS KINERJA PERSIMPANGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus : Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Dengan Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diambil kesimpulan:

TINJAUAN PUSTAKA. ruas jalan bertemu, disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk. persimpangan (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Sistem jaringan jalan terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu ruas (link) dan persimpangan (node).

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Kondisi Lingkungan Jalan Simpang Bersinyal Gejayan KODE PENDEKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecenderungan yang mempengaruhi transportasi perkotaan, yaitu :

PERENCANAAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN HARAPAN DAN JALAN SAM RATULANGI

BAB IV PEMBAHASAN. arus dan komposisi lalu lintas. Kedua data tersebut merupakan data primer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jaringan Jalan. B. Simpang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERSIMPANGAN Simpang merupakan sebuah bagian dari suatu jaringan jalan dan berfungsi sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan tersebut. Dalam tahap perencanaan jalan, kapasitas simpang merupakan faktor penentu dalam menentukan kapasitas suatu jaringan jalan, selain itu pergerakan kendaraan pada suatu ruas jalan akan sangat dipengaruhi oleh kinerja simpang yang berada pada kedua ujung ruas tersebut. Adapun pergerakan lalulintas pada persimpangan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain : 1. Crossing (berpotongan) Pergerakan lalulintas yang terjadi pada saat adanya pergerakan kendaraan dari dua buah lengan persimpangan yang mendapat waktu hijau (waktu untuk melewati simpang) bersamaan, dimana pergerakan yang terjadi dikarenakan arah pergerakan yang berpotongan. 2. Weaving (bersilangan) Pergerakan lalulintas ini terjadi pada persimpangan dengan bundaran, dimana pergerakan kendaraan tidak diatur oleh sinyal dan terjadi dalam satu arah pergerakan untuk semua lengan persimpangan (umumnya searah jarum jam). Konflik yang terjadi adalah pada saat kendaraan dari suatu lengan telah memutari bundaran dan akan memasuki lengan lainnya bersilangan dengan II-1

kendaraan dari lengan lain yang hendak melewati simpang (akan memutari bundaran). 3. Merging (bergabung) Pergerakan lalulintas ini terjadi pada persimpangan dengan fasilitas belok kiri langsung (Left Turn On Red/LTOR). Konflik terjadi pada saat kendaraan yang akan memasuki suatu lengan bergabung dengan kendaraan yang belok kiri langsung dari lengan disampingnya. 4. Diverging (berpencar) Pergerakan lalulintas ini terjadi pada persimpangan yang memiliki dua lajur atau lebih dalam satu jalur. Terjadi dikarenakan ketidak-sadaran pengendara mengenai pembagian lajur dalam mementukan arah pergerakan kendaraan sehingga terjadi konflik antara kendaraan yang akan berbelok (baik yang ke kiri maupun kanan) dengan yang lurus. Gambar 2.1 Pergerakan pada simpang II-2

Pada suatu simpang, terdapat beberapa titik konflik yang disebabkan oleh pergerakan-pergerakan yang telah disebutkan diatas. Beberapa titik-titik konflik pada persimpangan empat lengan dapat dilihat pada gambar 2.2 Gambar 2.2 Titik konflik pada simpang empat 2.2 KINERJA SIMPANG BERSINYAL Kinerja simpang merupakan ukuran kuantitatif yang menerangkan nilai operasional simpang yang menunjukkan kelayakan suatu simpang dalam melayani arus kendaraan yang ada sebagai bagian dari kesatuan satu sistem jaringan jalan. Berdasarkan MKJI (1997) kinerja suatu simpang diukur dari: 1. Geometri Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau II-3

belok-kiri mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu-lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu-lintas dalam pendekat. Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat lebar efektif (We) ditetapkan dengan mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan ke luar suatu simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok Tabel 2.1 Panduan pemilihan simpang bersinyal yang paling ekonomis di daerah perkotaan, konstruksi baru Keterangan : Rasio : LT/RT : Rasio arus antara jalan utama dan jalan minor Persen arus belok kiri dan kanan (10/10 artinya pada masingmasing pendekat 10% belok kiri dan 10% belok kanan Tipe simpang : Jumlah lengan simpang/jumlah lajur per pendekat jalan minor/jumlah lajur per pendekat jalan utama II-4

2. Arus Lalu Lintas Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Gambar 2.3 Arus Jenuh yang diamati per selang waktu enam detik II-5

Gambar 2.4 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989) Gambar 2.5 Grafik Arus Lalu Lintas II-6

Gambar 2. 6 Grafik ukuran kota II-7

3. Kapasitas Kapasitas merupakan arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dengan melihat kondisi geometrik jalan, lingkungan, komposisi lalu lintas tertentu. Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktorfaktor penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas. Bentuk model kapasitas menjadi sebagai berikut: C=Co FW FM FCS FRSU FLT FRT FMI Variabel-variabel masukan untuk perkiraan kapasitas (smp/jam) dengan menggunakan model tersebut adalah sebagai berikut: Tipe Variabel Uraian variabel dan nama masukan Faktor model Geometri Tipe simpang IT Lebar rata-rata pendekat WI FW Tipe median jalan utama M FM Lingkungan Kelas ukuran kota CS FCS Tipe lingkungan jalan, RE Hambatan samping SF Rasio kendaraan tak bermotor PUM FRSU Lalu lintas Rasio belok-kiri PLT FLT Rasio belok-kanan PRT FRT Rasio arus jalan minor Q MI /QTOT FMI Tabel 2.2 : Ringkasan variabel-variabel masukan model kapasitas Dalam beberapa manual dari Barat sudut pada simpang miring mempunyai pengaruh pada kapasitas. Manual Indonesia tidak berdasarkan metode "pengambilan celah", dan tidak ada perbedaan yang jelas. II-8

Jika hanya arus lalu-lintas harian (LHRT) saja yang ada tanpa diketahui distribusi lalu-lintas pada setiap jamnya, maka arus rencana per jam dapat diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHRT sebagai berikut : Tabel 2.3 Tabel ukuran kota Jika jumlah dan jenis fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan II-9 dua-fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan

gerakan belok kanan biasanya hanya dapat dipertimbangkan kalau suatu gerakan membelok melebihi 200 smp/jam. Tabel 2.4 ukuran simpang 4. Derajat kejenuhan Derajat kejenuhan merupakan rasio antara arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat. Menurut MKJI (1997) nilai derajat kejenuhan suatu simpang disarankan tidak lebih dari 0,75 pada jam sibuk namun pada kenyataannya nilai derajat kejenuhan sebesar 0,85 pada jam puncak masih dapat diterima (belum sampai macet total). Derajat kejenuhan untuk seluruh simpang, (DS), dihitung sebagai berikut: DS = Qsmp / C di mana: Qsmp = Arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut: Qsmp = Qkend Fsmp Fsmp = Faktor smp, dihitung sebagai berikut: Fsmp = (emplv LV%+empHV HV%+empMC MC%)/100 dimana emplv, LV%, emphv, HV%, empmc dan MC% adalah emp dan komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor C = Kapasitas (smp/jam) II-10

Gambar 2.7 Penetapan tundaan lalu lintas rata-rata (DT) 5. Peluang antrian Peluang antrian merupakan panjang kendaraan yang mengantri (atau terhenti) dikarenakan pengaturan sinyal lalulintas. Adapun nilai panjang antrian menurut analisis berdasrkan MKJI 1997 adalah perkalian dari nilai jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m 2 ) dan pembagian dengan lebar masuk. II-11

Gambar 2.8 Jumlah kendaraan antri (smp) yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ) 6. Rasio kendaraan terhenti Rasio kendaraan terhenti adalah rasio kendaraan yang berhenti sebelum melewati garis henti yang diakibatkan pengaturan sinyal lalulintas. 7. Tundaan Tundaan adalah waktu tambahan yang diperlukan kendaraan ketika melewati simpang dibandingkan dengan situasi tanpa melewati simpang. Tundaan pada suatu simpang menurut MKJI 1997 dapat terjadi karena dua hal: a. Tundaan Lalu lintas (DT), yaitu tundaan yang terjadi dikarenakan interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. Sebagai contoh yaitu tundaan karena disebabkan kegiatan menaikkan/menurunkan penumpang oleh angkutan kota. b. Tundaan Geometri (DG), yaitu tundaan yang terjadi dikarenakan perlambatan dan percepatan sebuah kendaraan pada saat membelok pada suatu simpang (disebabkan oleh kondisi geometri simpang) dan/atau terhenti karena lampu merah. Contohnya yaitu berkurangnya kecepatan II-12

kendaraan diakibatkan kondisi geometrik simpang seperti gerakan membelok ke kanan atau ke kiri. Tundaan lalu-lintas seluruh simpang (DT), jalan minor (DTMI) dan jalan utama (DTMA), ditentukan dari kurva tundaan empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel bebas. Tundaan geometrik (DG) dihitung dengan rumus : Untuk DS < 1,0 : DG = (1-DS) (PT 6 + (1-PT ) 3) + DS 4 (det/smp) Untuk DS 1,0: DG = 4 dimana DS = Derajat kejenuhan. PT = Rasio arus belok terhadap arus total. 6 = Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak-terganggu (det/smp). 3 = Tundaan geometrik normal untuk kendaraan yang terganggu (det/smp) 2.3 DAMPAK LINGKUNGAN Selain mempunyai dampak terhadap kesehatan masyarakat, pencemaran udara, khususnya dari sektor transportasi juga berdampak terhadap lingkungan. Salah satu contoh adalah kehadiran zat-zat prekursor hujan asam yang dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor, yaitu Nitrogen oksida dan Sulphur dioksida akan menyebakan korosi II-13

pada berbagai macam barang yang terbuat dari logam, bahan bangunan dan bahkan tekstil. Selain berpengaruh pada benda-benda, hujan asam juga mengakibatkan terjadinya pencemaran tanah, kadar keasaman tanah menjadi meningkat yang pada akhirnya mengganggu pertumbuhan tanaman yang ada diatasnya Penurunan ph tanah mengakibatkan terlepasnya alumunium dari zarah tanah dan mengakibatkan keracunan pada akar tanah, akar menjadi tidak bisa menyerap air dan tumbuhan mati kekeringan. Hal tersebut akan berdampak luas baik terhadap pertanian maupun hutan. Sektor transportasi juga menghasilkan Carbon dioksida (CO2) yang merupakan gas rumah kaca (GRK) utama. Walaupun masih ada perdebatan tentang pengaruh kenaikan kadar GRK dalam atmosfer terhadap pemanasan global, namun hasil penelitian laboratorium menunjukan dengan jelas pengaruh kadar GRK, terutama CO2, terhadap pemanasan global. Gas CO2 mempunyai laju kenaikan kadar terendah dan laju tertinggi dimiliki oleh kelompok CFC. Akan tetapi, kadar CO2 menurut perhitungan mempunyai efek terbesar terhadap pemanasan global dibanding dengan GRK lainnya. Sekitar 50% pemanasan global disebabkan oleh CO2 dan sisanya oleh GRK yang lain. (Soemarwoto, 1992). II-14

2.4 BIAYA BBM (BAHAN BAKAR MOTOR) Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 1980, bagian penjelasan pasal 14 dan pasal 16 disebutkan sebagai berikut : 1. Biaya operasi kendaraan yang melalui jalan yang baik idealnya bisa lebih hemat dibanding yang macet. 2. Biaya operasi kendaraan meliputi antara lain bahan bakar, pelumas, keausan, dan nilai waktu. Dari hal di atas dapat dikatakan pemakai jalan berdasarkan biaya operasi yang dikeluarkannya saat melintas di jalan, idealnya harus selalu hemat. dengan hematnya biaya operasional kendaraan maka pengguna jalan dapat menghemat pengeluaran dan BBM juga dapat dihemat. 2.5 NILAI WAKTU Waktu adalah biaya real dalam transportasi. Nilai waktu, atau nilai penghematan waktu, didefinisikan sebagai jumlah uang yang rela dikeluarkan oleh seseorang untuk menghemat satu satuan waktu perjalanan Adanya tundaan dan antrian mengakibatkan peningkatan waktu tempuh perjalanan dan pada akhirnya meningkatan biaya perjalanan secara keseluruhan. Kemacetan juga akan menimbulkan biaya sosial, yang di II-15

dalamnya tidak hanya mencakup biaya pribadi akan tetapi terdapat biaya lainnya, seperti polusi dan kecelakaan, yang ditanggung secara kelompok. Biaya Kemacetan: biaya perjalanan akibat tundaan lalu lintas maupun tambahan volume kendaraan yang mendekati atau melebihi kapasitas pelayanan jalan (Nash, 1997). Untuk menghitung biaya kemacetan ini diperlukan antara lain : 1. Nilai Waktu Perjalanan: biaya akibat adanya hambatan perjalanan (travel delay) terhadap penumpang, dibuat berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga dan berbanding lurus dengan kecepatan. 2. Biaya Operasional Kendaraan: biaya yang berkaitan dengan pengoperasian sistem transportasi tersebut, antara lain biaya pemakaian bahan bakar, oli, ban, dan biaya pemeliharaan dan berbanding terbalik dengan kecepatan. II-16