BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berada di tiga lempeng tektonik dunia, yaitu: Lempeng Indo-

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

Powered by TCPDF (

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

Sambutan Presiden RI pada Peragaan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Wil. Timur, Senin, 29 Maret 2010

BAB I PENDAHULUAN. dan 10 Kelurahan, dengan luas ha. Kabupaten Klaten merupakan BT dan LS LS.

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. respon terhadap penanggulangan bencana sangat berperan penting.

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Bencana alam merupakan bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN. Pemerintahan Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

Empowerment in disaster risk reduction

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN GERAKAN PRAMUKA DALAM PENANGGULANGAN BENCANA 12/23/2009 1

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.3

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara dua samudra yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Di sisi lain, Indonesia juga terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik di dunia yaitu Lempeng Australia di selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian barat dan Lempeng Samudra Pasifik di bagian timur wilayah Indonesia. Hal itu menyebabkan Indonesia termasuk daerah rawan terjadinya bencana, terutama bencana alam geologi. Bencana geologi merupakan bencana yang disebabkan oleh pergerakan bumi. Wilayah Indonesia juga terdiri atas lembah, daratan, pegunungan, dan juga gunung berapi, dan memiliki 2 musim, yakni kemarau dan penghujan, serta berada pada kawasan iklim tropis. Berdasarkan hal tersebut maka wilayah Indonesia rawan terhadap bencana banjir, tanah longsor, gunung meletus dan badai angin (Setiawan, 2010). Berdasarkan posisinya tersebut, maka hampir di seluruh Indonesia, termasuk Bali, berpotensi untuk mengalami kejadian bencana dan akan sangat mungkin terjadi setiap saat serta sangat sukar diperkirakan kapan dan dimana persisnya bencana tersebut akan terjadi. Terdapat pengecualian Kalimantan yang cenderung stabil. Disebutkan bahwa 87% wilayah Indonesia adalah rawan bencana alam, atau setara dengan 383 dari 440 kabupaten atau kota madya merupakan daerah rawan bencana alam (Paidi, 2012). Maka dari itu Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang memiliki fungsi koordinasi dengan berbagai pihak untuk 1

2 melakukan penanggulangan bencana tingkat nasional. Pihak-pihak yang bekerjasama dengan BNPB seperti Badan SAR Nasional, Palang Merah Indonesia, BMKG dan sejumlah instansi lainnya. Untuk tingkat daerah sendiri dibentuk lembaga penanggulangan bencana yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Di Provinsi Bali potensi bencana alam salah satunya adalah masih adanya gunung aktif yaitu Gunung Agung dan Gunung Batur. Aktifnya gunung berapi yang ada di Bali berpotensi menimbulkan bencana seperti gunung meletus dan gempa bumi. Untuk daerah pesisir pantai berpotensi terhadap tsunami sehingga diperlukan peran yang penting dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah untuk melakukan fungsifungsi dari manajemen kebencanaan yang ada. Fungsi dari manajemen kebencanaan terdiri atas 1. Kegiatan prabencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini, 2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian, 3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Manajemen pada tahap pertama yaitu prabencana memegang peranan yang penting karena segala hal yang telah dipersiapkan dalam tahap ini merupakan modal untuk menghadapi bencana dan situasi pasca-bencana. Namun kegiatan pada tahap prabencana ini masih sering dikesampingkan selama ini oleh pemerintah maupun swasta dan masyarakat. Terbukti masih sedikitnya jumlah orang yang memikirkan suatu langkah ataupun kegiatan guna persiapan menghadapi bencana ataupun memperkecil dampak bencana (Rachmat, 2002). Salah satu bentuk dari pencegahan bencana yang dilakukan oleh BNPB adalah pengurangan risiko bencana yang dilakukan melalui usaha pemberdayaan masyarakat yang salah satunya adalah

3 pemberdayaan komunitas sekolah berupa pembentukan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Data Bank Dunia tahun 2013 menyebutkan bahwa 28% penduduk Indonesia adalah anak-anak. Data Bank Dunia tahun 2010 juga menyebutkan Indonesia memiliki jumlah sekolah yang terletak pada daerah rawan bencana terbanyak keempat di dunia. Sejumlah kejadian bencana di Indonesia yang berdampak pada kerusakan sekolah antara lain tsunami Aceh tahun 2004 yang merusak lebih dari 2000 sekolah, gempa di Yogyakarta tahun 2006 yang menghancurkan 2.900 sekolah serta gempa bumi Sumatera Barat tahun 2009 yang menimbulkan kerusakan pada 241 sekolah. Secara kuantitatif, sebesar 75% sekolah di Indonesia berada pada resiko rawan bencana dari sedang sampai tinggi. Untuk itu dibutuhkan sekolah aman bencana yang perlu dijadikan prioritas. Sekolah sebagai tempat berkumpulnya peserta didik selama jam pelajaran penting dalam kesiapsiagaan mengingat kerentanan peserta didik yang tinggi. Upaya pengurangan risiko bencana perlu dilakukan guna mencegah jatuhnya korban jiwa dan kerusakan pada sekolah atau madrasah yang rentan terhadap bencana. (BNPB, 2012) Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana khususnya tahap pra-bencana. Pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi bencana (LIPI UNESCO/ISDR, 2006 dalam Teguh, 2015). Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006-2007). Hasil dari penelitian yang dilakukan Khairuddin, dkk., (2012) menyimpulkan bahwa kesiapsiagaan masyarakat sekolah dalam mengurangi risiko bencana masih pada taraf mengetahui tindakan-tindakan dan belum memiliki

4 keterampilan dalam melakukan kesiapsiagaan. Suatu penelitian kajian risiko bencana gempabumi pada SMP di wilayah Kabupaten Bantul Yogyakarta juga meyebutkan bahwa semua SMP di seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul rawan terhadap risiko bencana alam gempabumi. Namun kesiapsiagaan komunitas SMP agar terhindar dari dampak bencana alam gempabumi masih rendah. Meskipun tingkat kesadaran komunitas SMP terhadap rawannya bencana gempabumi yang mengancam wilayahnya cukup tinggi yaitu 81 % (Dwisiwi, dkk, 2012). Untuk meningkatkan keterampilan dalam melakukan kesiapsiagaan maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali sendiri telah melaksanakan program pembentukan Sekolah Aman Bencana (SAB). Program ini dibentuk pada tahun 2015 yang pelaksanaanya telah di dua sekolah yakni SMPN 2 Tabanan dan SMPN 3 Bangli. Kegiatan yang dilakukan BPBD Provinsi Bali di kedua sekolah menengah tersebut masing-masing dilaksanakan selama 5 hari. Kegiatan diisi dengan pemberian materi kebencanaan, diskusi dan simulasi saat terjadi bencana. Kegiatan pembentukan SAB yang telah dilakukan oleh BPBD Provinsi Bali belum ada evaluasinya. Untuk itu maka penting diketahui capaian ataupun umpan balik dari pelaksanaan program agar kedepannya program Sekolah Aman Bencana dapat terlaksana sesuai dengan harapan dan mencapai tujuan utamanya yaitu membentuk budaya aman bencana sedini mungkin dari komunitas sekolah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui persepsi siswa terhadap program Sekolah Aman Bencana yang dilakukan oleh BPBD Provinsi Bali di SMPN 2 Tabanan. SMPN 2 Tabanan dipilih menjadi lokasi penelitian karena SMPN 2 Tabanan memiliki rasio luas lahan sekolah per jumlah siswa yang jauh lebih rendah dari SMPN 3 Bangli yaitu 0,259 m 2 /siswa berbanding 3,28 m 2 /siswa. Berdasarkan data

5 tersebut maka dapat diketahui bahwa SMPN 2 Tabanan memiliki kerentanan yang lebih tinggi saat terjadi bencana dibandingkan SMPN 3 Bangli. 1.2 Rumusan Masalah Secara kuantitatif sebanyak 75% sekolah di Indonesia berada pada resiko bahaya bencana (BNPB a, 2012). Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali sendiri telah melaksanakan program pembentukan Sekolah Aman Bencana (SAB) sejak tahun 2015 yang dilaksanakan di dua sekolah yakni SMPN 2 Tabanan dan SMPN 3 Bangli. Sebagai program yang masih tergolong baru, belum pernah dilaksanakan suatu evaluasi terhadap program Sekolah Aman Bencana (SAB). Maka dari itu, penelitian terkait persepsi siswa selaku sasaran utama program Sekolah Aman Bencana (SAB) penting untuk dilakukan. Melalui penelitian terhadap persepsi siswa terhadap program ini dapat dihasilkan gambaran capaian atau umpan balik dari pelaksanaan program Sekolah Aman Bencana (SAB). Gambaran capaian dan umpan balik tersebut penting untuk penyempurnaan pelaksanaan program Sekolah Aman Bencana agar sesuai harapan dan dapat mencapai tujuan program. Pemilihan SMPN 2 Tabanan sebagai lokasi penelitian karena SMPN 2 Tabanan memiliki kerentanan terhadap bencana yang lebih tinggi dari SMPN 3 Bangli. 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah gambaran persepsi siswa terhadap program Sekolah Aman Bencana yang dilaksanakan di SMPN 2 Tabanan? 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran persepsi siswa terhadap program Sekolah Aman Bencana di SMPN 2 Tabanan

6 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengetahuan siswa terhadap program Sekolah Aman Bencana yang ada di SMP N 2 Tabanan 2. Mengetahui persepsi siswa terhadap program Sekolah Aman Bencana yang ada di SMP N 2 Tabanan 3. Mengetahui sikap siswa terhadap adanya program Sekolah Aman Bencana yang ada di SMP N 2 Tabanan 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Manfaat secara teoritis yang didapat dari hasil penelitian ini adalah untuk menambah literatur terkait program pengurangan risiko bencana dengan pemberdayaan komunitas khususnya komunitas sekolah sehingga dapat dijadikan acuan untuk penelitian sejenis kedepannya. 1.5.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah adanya masukan ataupun acuan terkait pelaksanaan program Sekolah Aman Bencana dimanfaatkan untuk penyempurnaan program kedepannya yang dapat digunakan baik oleh pihak BPBD Provinsi Bali maupun pihak sekolah. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi ranah bidang ilmu promosi kesehatan. Penelitian ini terkait persepsi siswa terhadap program Sekolah Aman Bencana (SAB) yang bertempat di SMPN 2 Tabanan. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan focus group discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa

7 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Pendekatan penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan hasil yang didapat di lapangan dengan menceritakan kembali hasil yang didapat dengan rancangan penelitian fenomenologi.