BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya.

Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ION EXCHANGE DASAR TEORI

THE.. METHODE AT BONDING OXIRANE GROUP ON SILICA GEL FOR DETERMINATION EFFICIENTCY

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

PENGEMBANGAN METODE PENGIKATAN GUGUS EPOKSIDA PADA SILIKA GEL UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan adalah kromium (Cr). Krom adalah kontaminan yang banyak ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PREPARASI DAN APLIKASI SILIKA GEL YANG BERSUMBER DARI BIOMASSA UNTUK ADSORPSI LOGAM BERAT

I. PENDAHULUAN. berbeda menjadi material baru yag memiliki sifat yang lebih baik dari material

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Etilendiaminopropil)-Trimetoksisilan). Perlakuan modifikasi ini diharapkan akan

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

I. PENDAHULUAN. Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan

BAB I PENDAHULUAN. sanitasi dan air untuk transportasi, baik disungai maupun di laut (Arya, 2004: 73).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu material dalam peningkatan produk hasil reaksi tidak

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion

I PENDAHULUAN. Cordierite adalah material zat padat dengan formula 2MgO.2Al 2 O 3.5SiO 2 yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

PENJERAPAN Ni(II) PADA ABU SEKAM PADI TERMODIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Wardaya College IKATAN KIMIA STOIKIOMETRI TERMOKIMIA CHEMISTRY. Part III. Summer Olympiad Camp Kimia SMA

Kuliah 4 Ion Exchange

ADSORPSI Pb(II) OLEH ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ION. Exchange. Softening. Farida Norma Yulia M. Fareid Alwajdy Feby Listyo Ramadhani Fya Widya Irawan

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ion Exchange Chromatography Type of Chromatography. Annisa Fillaeli

Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dapat mencapai hingga 90% atau lebih. Terdapat dua jenis senyawa santalol dalam minyak cendana, yaitu α-santalol dan β-santalol.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas air semakin hari semakin menurun akibat aktivitas manusia yang banyak menimbulkan polusi di perairan. Penurunan kualitas air ini dapat diminimalisir dengan cara pengukuran tingkat polusi secara berkala dilanjutkan dengan penanganan limbah yang biasanya melalui proses kimia. Beberapa teknik telah diusulkan untuk pengolahan air limbah yang mengandung ion logam, seperti presipitasi, koagulasi, pertukaran ion, dan adsorpsi. Salah satu proses kimia yang dapat digunakan untuk penanganan limbah cair adalah proses adsorpsi yang melibatkan polutan sebagai adsorbat dan suatu adsorben yang biasanya memiliki gugus aktif tertentu. Dalam proses adsorpsi biasanya limbah yang terambil adalah dari jenis polutan anorganik khususnya logam. Logam dalam perairan dapat berada dalam bentuk ion sehingga mudah terikat pada adsorben yang memiliki gugus aktif tertentu. Beberapa ion logam yang sering terdapat dalam limbah cair adalah golongan ion logam lunak dan madya, seperti Cd, Pb, Hg, Cr, Cu, Ni, dan As (Inglezakis dkk., 2004). Oleh karena itu, proses adsorpsi yang selama ini sering dilakukan adalah untuk golongan ion tersebut, masih jarang dilakukan terhadap golongan ion logam keras, seperti kalsium dan magnesium. Meskipun kedua unsur ini dalam konsentrasi rendah diperlukan dalam metabolisme tubuh, akan tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi akan mempengaruhi tingkat kesadahan air dan dapat mengakibatkan batu ginjal dalam tubuh. Selain itu, kedua ion logam tersebut juga dapat menyebabkan kerak pada mesin pemanas karena mudah membentuk garam karbonat yang akhirnya bisa menghambat pengaliran panas dan menyebabkan ledakan (Petrucci dkk., 1985). Keberhasilan proses adsorpsi sangat dipengaruhi oleh adsorben yang digunakan. Adsorben harus memiliki gugus aktif yang mudah berinteraksi dengan kation logam sehingga adsorpsi berlangsung efektif. Gugus aktif ini biasanya merupakan gugus dari senyawa organik, seperti amino dan merkapto. Umumnya senyawa organik berfasa cair, sehingga proses pemisahan antara adsorben dan 1

2 media tempat ion berada menjadi sulit. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu padatan pendukung untuk mengikatkan gugus organik tersebut, sehingga diperoleh adsorben dengan fasa padat. Padatan pendukung anorganik yang biasa digunakan adalah silika gel, lempung, alumina, magnesium, zirkonia, dan spesies oksida lain (Prado dkk., 2004 dan Alkan dkk., 2005). Di antara sekian banyak padatan anorganik yang mampu berikatan kovalen dengan senyawa organik, silika gel mendapatkan perhatian khusus karena kelimpahan dan luas permukaannya besar, kemampuan tidak mengalami swelling, kekuatan mekanik yang tinggi, stabil terhadap temperatur tinggi dan bahan kimia (Prado dkk., 2005 dan Innocenzi dkk., 2005). Bahan utama pembentuk silika gel adalah silika pasir kuarsa yang bila ditambang secara terus menerus mengakibatkan kerusakan lingkungan. Selain itu, ekstraksi silika dari pasir kuarsa memerlukan temperatur yang lebih tinggi (sekitar 1.300 C) dan waktu relatif lama, karena tingginya kekristalan bahan. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif sumber silika lain sebagai pengganti pasir kuarsa. Selain keunggulan dari silika gel tersebut, kelemahan penggunaan silika gel adalah rendahnya efektivitas dan selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam sehingga silika gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif untuk ion logam. Hal ini terjadi karena situs aktif yang ada hanya berupa gugus siloksan (Si-O-Si) dan silanol (-Si-OH). Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan efektivitas dan selektivitas permukaan silika gel terhadap ion logam. Peningkatan efektivitas permukaan silika gel dapat dilakukan dengan memodifikasi permukaan tersebut melalui proses hibridisasi yaitu pengikatan senyawa organik yang mengandung gugus aktif menghasilkan senyawa hibrida. Sintesis hibrida silika untuk keperluan adsorpsi telah banyak dilakukan, antara lain dengan menambahkan gugus aktif silanol (Si-OH) (Parida dkk., 2006), amino (-NH 2 ) (Sales dkk., 2004), dan tiazol (-SH) (Quintanilla dkk., 2006; Kang dkk., 2004; Prado dkk., 2004; Evangelista dkk., 2007) pada material silika. Pengikatan gugus aktif tersebut terbukti mampu meningkatkan kemampuan adsorpsi dari hibrida silika. Akan tetapi, kemampuan adsorpsi ini tidak diimbangi oleh kemampuan desorpsinya, sehingga ion logam yang sudah terikat sulit 2

3 terlepas kembali. Diketahui bahwa interaksi antara ion logam dengan gugus aktif amino dan tiazol merupakan kovalen koordinasi sehingga ikatannya sulit diputus kembali. Oleh karena itu, diperlukan gugus aktif tertentu yang mampu berikatan secara ionik dengan ion logam. Biasanya pengikatan senyawa organik ini dilakukan melalui proses grafting, yaitu dengan cara mengikatkan gugus organik pada padatan pendukung yang sudah jadi, seperti silika gel (Kiesel G 60). Sintesis hibrida silika secara grafting membutuhkan kondisi yang rumit, seperti kondisi temperatur reaksi yang tinggi, bebas air, dan waktu pengikatan cukup lama, karena komposisi senyawa yang akan berikatan memiliki fasa yang berbeda. Selain itu, penambahan gugus aktif pada silika gel secara grafting akan memperkecil luas permukaan pori (Kul dkk., 2010). Oleh karena itu, perlu dicari suatu cara untuk mempermudah proses reaksi dan memperoleh hibrida silika dengan luas permukaan pori lebih besar daripada hibrida silika yang diperoleh melalui proses grafting. Beberapa cara untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan pemilihan sumber silika lain selain pasir kuarsa, mengubah sifat dari situs aktif yang berinteraksi secara kovalen menjadi berikatan secara ionik, dan proses pembuatan secara sol-gel dengan senyawa penghubung. Beberapa material yang memiliki kandungan silika tinggi adalah material yang berasal dari gelas (kaca), kulit padi, dan cangkang hewan laut seperti kepiting dan kerang. Bahan-bahan ini dapat digunakan sebagai sumber silika menggantikan pasir kuarsa. Selain karena bahan ini banyak terdapat di Indonesia, juga sebagian bahan ini merupakan bahan limbah yang perlu didaur ulang. Seperti sekam padi yang biasanya hanya dimanfaatkan dalam proses pembakaran batu bata menghasilkan abu sekam padi (ASP). ASP merupakan limbah padat pertanian yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Secara kimia komponen utama ASP dan kaca adalah silika amorf dengan kandungan silika berturut-turut adalah di atas 90% (Sulastri dkk., 2011) dan 75% (Scholes dan Greene, 2002). Pembuatan material berbasis silika dari ASP dan kaca diperkirakan lebih menguntungkan daripada menggunakan pasir kuarsa. Selain kandungan silika yang tinggi (hampir sama dengan kandungan silika dalam pasir kuarsa), ASP dan kaca bersifat amorf dan 3

4 tidak sekeras pasir kuarsa sehingga peleburan ASP dan kaca membutuhkan waktu yang lebih pendek dan temperatur yang lebih rendah. Oleh karena itu, ASP dan kaca dapat digunakan sebagai sumber silika pada pembuatan material berbasis silika yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi, seperti dalam sintesis material hibrida silika. Dalam rangka meningkatkan reversibilitas adsorpsi-desorpsinya dibutuhkan gugus yang mampu berikatan ionik dengan ion logam, seperti sulfonat. Dalam penelitian ini dipilih garam mononatrium asam-4-amino-5- hidroksi-2,7-naftalenadisulfonat (AHNSNa) sebagai gugus aktif yang akan diikatkan dengan silika gel melalui senyawa penghubung kloropropiltrimetoksisilan. Sisi aktif yang berperan pada gugus sulfonat adalah gugus sulfonilnya (- SO - 3 ). Afinitas yang tinggi dari ion logam keras terhadap ion sulfonat dapat dimanfaatkan untuk memisahkan ion logam tersebut dari media cair melalui - ikatan ionik antara SO 3 dengan ion logam. Pengikatan gugus sulfonat yang selama ini pernah dilakukan adalah melalui pengikatan gugus tiazol (-SH) terlebih dahulu, kemudian dioksidasi dengan hidrogen peroksida menghasilkan sulfonat, baik melalui proses sol-gel maupun grafting. Kedua metode tersebut membutuhkan dua kali perlakuan, yaitu pengikatan gugus merkapto pada senyawa penghubung, dan kemudian oksidasi gugus merkapto menghasilkan senyawa sulfonat. Dari hasil pengikatan ini satu molekul merkapto akan menghasilkan satu molekul sulfonat apabila reaksi berjalan sempurna. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang lebih sederhana, yaitu dengan mengikatkan suatu senyawa organik yang memiliki gugus sulfonat sehingga dapat diikatkan secara langsung pada senyawa penghubung. Selain pemilihan senyawa penghubung dan gugus sulfonat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membandingkan proses sintesis hibrida silika sulfonat baik secara sol-gel maupun grafting. Salah satu keunggulan dari teknik proses sol-gel adalah proses yang dilakukan lebih sederhana dan tetap dapat menghasilkan produk yang stabil. Proses grafting dilakukan untuk membandingkan HDSS yang diperoleh dari proses sol-gel tersebut. Selain itu, dalam penelitian ini akan dilakukan kajian hibridisasi 4

5 disulfonat pada silika gel dari ASP melalui proses evaluasi reversibilitas terhadap adsorpsi-desorpsi ion Mg dan Ca serta adsorpsi Cd(II) dan Cu(II). 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sintesis silika termodifikasi gugus sulfonat telah dilaporkan, baik melalui proses grafting maupun sol-gel. Proses grafting dilakukan untuk mengikatkan gugus fungsi pada silika gel yang telah ada, sementara pengikatan gugus organik pada proses sol-gel menggunakan prekursor silika seperti prekursor silika yang digunakan dalam sintesis silika gel, yaitu natrium silikat atau tetraetil-ortosilikat (TEOS). Masing-masing proses ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Dengan proses grafting, akan diperoleh kerangka silika dengan pola jaringan yang tidak berubah, hanya mengalami pengikatan gugus fungsi pada permukaannya yang dapat menurunkan luas permukaan (Kang dkk., 2004 dan Prado dkk., 2004). Sementara pada metode solgel cenderung akan diperoleh jaringan silika yang berbeda antara silika gel dan hibrida silika, karena pembentukan ikatan propiltrimetoksisilandisulfonat terjadi saat proses polimerisasi, mengakibatkan luas permukaan pori akan cenderung lebih besar mengikuti pertambahan ukuran gugus aktif yang ditambahkan, daripada luas permukaan silika gel yang tidak mengikat gugus fungsi (Evangelista dkk., 2007). Sintesis silika termodifikasi sulfonat secara grafting, telah dilakukan dengan mengikatkan gugus tiol terlebih dahulu pada silika gel baru kemudian dioksidasi dengan hidrogen peroksida sehingga diperoleh silika termodifikasi sulfonat (Shylesh dkk., 2004; Karimi dkk., 2005; Oh dkk., 2006; Das dkk., 2008). Metode yang hampir sama dilakukan oleh Sow dkk. (2005) tetapi melalui proses sol-gel. Kedua metode tersebut membutuhkan dua kali perlakuan, yaitu pengikatan gugus merkapto pada senyawa penghubung, dan kemudian oksidasi gugus merkapto menghasilkan senyawa sulfonat. Pemilihan gugus sulfonat yang secara langsung dapat diikatkan pada senyawa penghubung perlu dilakukan supaya hanya diperlukan satu tahap perlakuan dalam sintesis hibrida silika sulfonat. Dalam penelitian ini gugus organik sebagai penyedia gugus fungsi yang 5

6 digunakan berasal dari AHNSNa. Garam AHNSNa telah digunakan dalam penelitian Azmiyawati dkk. (2005). AHNSNa dipilih, karena garam ini memiliki dua sisi sulfonat, sehingga dalam satu molekul terdapat dua sisi aktif sulfonat yang dapat digunakan untuk mengikat kation atau dengan kata lain, terjadinya peluang pengikatan kation lebih besar. Selain itu, diharapkan gugus sulfonat dari AHNSNa yang terikat lebih banyak, karena ikut serta dalam proses pertumbuhan polimer. Gugus aktif sulfonat pada garam asam AHNSNa secara teoritis akan terionisasi menghasilkan gugus sulfonil dengan melepaskan ion logam natrium. Gugus sulfonil ini bersifat sebagai asam kuat sehingga mampu berikatan kuat dengan ion logam divalen melalui pertukaran ion. Ikatan ion yang terjadi antara gugus sulfonil dengan ion logam ini diperkirakan lebih mudah terputus kembali ketika dilakukan elusi, sehingga proses desorpsinya menjadi lebih mudah. Dalam penelitian ini ion logam yang digunakan untuk melihat kemampuan adsorpsidesorpsinya adalah Ca dan Mg. Ion logam Ca dan Mg memiliki kemiripan sifat karena berada dalam satu golongan pada Tabel Periodik Unsur. Sementara ion logam Cu(II) dan Cd(II) digunakan untuk menentukan perbandingan kemampuan adsorpsi dari ion logam lunak dan madya. Proses pengikatan gugus sulfonat secara grafting telah dilaporkan oleh Gu dkk. (2007) dan Hofen dkk. (2011) melalui pengikatan silika gel dengan gugus sulfonil tanpa senyawa penghubung. Sementara pengikatan gugus sulfonat melalui proses sol-gel telah dilakukan oleh Aylward dkk. (2004) dengan gugus organik yang digunakan adalah 2,4-klorosulfonilfeniletiltrimetoksisilan. Meskipun tanpa senyawa penghubung, pengikatan gugus sulfonat ini cukup efektif karena adanya gugus metoksi pada salah satu ujung senyawa organik yang dapat berikatan dengan silika gel. Akan tetapi apabila senyawa organik yang digunakan tidak memiliki sisi aktif yang dapat mengikat silika gel, maka pengikatan gugus aktif dari senyawa organik tersebut menjadi kurang efektif (Terrada dkk., 1998). Azmiyawati dkk. (2005) telah mengikatkan AHNSNa pada silika gel dengan senyawa penghubung γ-glisidoksipropiltrimetoksisilan (GPTS) dan proses grafting. Sementara senyawa penghubung 3-kloropropiltrimetoksisilan (CPTS) telah digunakan untuk pengikatan senyawa merkapto (Evangelista dkk., 6

7 2007), dan senyawa amino (Prado dkk., 2004 dan Sales dkk., 2004) pada silika gel dengan hasil pengikatan yang lebih baik daripada tanpa senyawa penghubung. Dalam penelitian ini, senyawa CPTS digunakan sebagai senyawa penghubung antara garam AHNSNa dengan silika gel, karena CPTS memiliki ujung berupa gugus metoksi yang bisa bereaksi dengan gugus -OH dari silika gel untuk membentuk ikatan siloksan, sementara ujung lain dari CPTS memiliki atom klor yang lebih mudah disubstitusi oleh atom nitrogen dari AHNSNa. Beberapa kegunaan material hibrida silika sulfonat telah dilaporkan antara lain oleh Shylesh dkk. (2004), Aylward dkk. (2004), Karimi dkk. (2005), Sow dkk. (2005), Azmiyawati dkk. (2005), dan Azmiyawati dkk. (2012). Material hibrida silika sulfonat yang telah dibuat antara lain digunakan sebagai katalis, penukar ion, biosensor, dan adsorben. Shylesh dkk. (2004) mensintesis silika sulfonat untuk katalis dalam reaksi asetalisasi dan asetilasi. Aylward dkk. (2004) mensintesis silika hidrogel yang termodifikasi sulfonat sebagai penukar ion. Karimi dkk. (2005) mensintesis dan menggunakan silika sulfonat sebagai katalis untuk mengubah beberapa tipe alkohol dan fenol menjadi tetrahidropiranil (THP). Sow dkk. (2005) mensintesis dan menggunakan SBA-15 yang mengandung gugus sulfonat sebagai katalis dalam reaksi eterifikasi butanol yang menghasilkan air. Pada dasarnya beberapa sintesis hibrida silika sulfonat tersebut berhasil digunakan sebagai katalis, biosensor, dan penukar ion. Akan tetapi masih jarang pemanfaatan hibrida silika sulfonat sebagai adsorben untuk ion logam. Salah satu diantaranya yang pernah dilakukan adalah sintesis hibrida silika sulfonat sebagai adsorben ion logam Mg, Cu(II), dan Ni(II) (Azmiyawati dkk., 2005). Menurut Azmiyawati dkk. (2005), hibrida silika sulfonat yang diperoleh memiliki kapasitas adsorpsi untuk ion logam Mg relatif lebih besar daripada kapasitas adsorpsi untuk ion logam Cd(II) dan Ni(II), yaitu berturut-turut sebesar 0,47; 0,12; dan 0,013 mmol/g. Dalam penelitian ini, proses sintesis hibrida 2,7-disulfonatonaftalena-5- hidroksi-4-amino-n-propil silika yang dikenal sebagai hibrida disulfonato silika (HDSS) dilakukan melalui proses sol-gel dan grafting. Pada sintesis yang dilakukan melalui proses sol-gel, pengikatan terjadi dalam kondisi sol silika, yaitu saat silika masih dalam proses polimerisasi. Sow dkk. (2005) mengikatkan gugus 7

8 tiol melalui proses sol-gel yang kemudian dioksidasi dengan hidrogen peroksida menghasilkan SBA-15. Cara ini cukup efektif dilakukan, tetapi tetap memerlukan dua tahap proses reaksi, yaitu pengikatan gugus tiol melalui proses sol-gel dilanjutkan oksidasi gugus tiol oleh hidrogen peroksida menghasilkan gugus sulfonat. Dalam penelitian ini hibrida silika sulfonat akan dibuat melalui proses sol-gel dengan harapan gugus sulfonat yang terikat semakin banyak, dan kapasitas adsorpsi terhadap ion logam semakin besar disertai kapasitas desorpsi yang meningkat. Produk HDSS yang diperoleh melalui proses sol-gel dibandingkan dengan HDSS yang diperoleh melalui proses grafting. Kedua produk HDSS ini digunakan sebagai adsorben ion logam Cu(II), Cd(II), Mg, dan Ca. Sifat adsorpsi dari HDSS terhadap ion logam Ca, Cu(II), dan Cd(II) ditentukan melalui kemampuan adsorpsi dari HDSS terhadap ketiga ion logam yang memiliki sifat kekerasan berbeda menurut HSAB. Sementara sifat adsorpsi dari HDSS terhadap ion logam yang memiliki kemiripan sifat sebagai ion logam keras dengan ion logam Ca, yaitu ion logam Mg yang berada di periode sebelum Ca dalam golongan yang sama pada Tabel Periodik Unsur dapat ditentukan melalui kemampuan adsorpsi dan desorpsinya. Dengan demikian, dari penelitian ini diketahui sifat adsorpsi dari HDSS secara spesifik terhadap ion logam yang memiliki kemiripan sifat. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah memperoleh hibrida 2,7- disulfonatonaftalena-5-hidroksi-4-amino-n-propil silika (HDSS) melalui pengikatan AHNSNa dengan senyawa penghubung CPTS untuk adsorpsi ion logam Mg, Ca, Cu(II), dan Cd(II) dengan memanfaatkan abu sekam padi (ASP) sebagai sumber silika. Tujuan khususnya sebagai berikut. 1. Mengkaji pembuatan silika gel dari abu sekam padi melalui proses sol-gel, melalui tahapan berikut. a. Penyiapan natrium silikat dari beberapa sumber material berbasis silika. b. Optimasi pembuatan silika gel dari larutan natrium silikat. 8

9 2. Mengkaji pengikatan garam mononatrium asam 4-amino-5-hidroksi-2,7- naftalenadisulfonat melalui penghubung 3-kloropropiltrimetoksisilan. a. Menentukan karakter HDSS yang disintesis melalui metode refluks dan non-refluks. b. Menentukan karakter HDSS yang disintesis melalui proses sol-gel dan grafting. 3. Mengkaji karakteristik adsorpsi ion logam Mg, Ca, Cu(II), dan Cd(II) pada masing-masing hibrida disulfonato silika melalui penentuan nilai beberapa tetapan termodinamika dan kinetika adsorpsi seperti kapasitas, tetapan kesetimbangan, energi, dan tetapan laju adsorpsi dan desorpsi. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi ilmiah tentang salah satu cara memanfaatkan limbah kaca dan abu sekam padi sebagai sumber silika dalam sintesis material berbasis silika. 2. Memberikan informasi ilmiah mengenai metode sintesis hibrida silika sulfonat (HDSS) dalam rangka meningkatkan reversibilitas adsorben. 3. HDSS yang diperoleh dapat digunakan untuk mengurangi kesadahan air dan pencemaran ion logam lain dalam perairan secara adsorpsi dengan ikatan ionik, sehingga lebih mudah didesorpsi kembali. 4. Manfaat lebih lanjut dari material HDSS sebagai adsorben spesifik untuk satu logam, sehingga kedepannya pemisahan ion logam dengan cara adsorpsi akan lebih efektif diarahkan untuk satu logam untuk setiap adsorben. Dengan cara ini akan memudahkan proses recovery ion logam dari adsorben. 9