BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah daerah hendaknya

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan suatu penerimaan yang rutin, maka pemerintah menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keleluasaan kepada daerah Kota/kabupaten untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap jumlah penjualan, laba, lapangan pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Daerah di mana sistem pemerintahan negara yang semula. pembangunan perekonomian daerah setempat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

BAB I PENDAHULUAN. keuangan walaupun masih ada aliran dana dari pusat kepada daerah seperti dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. ProvinsiNusa Tenggara Barat yang terletak di sebelah timur Pulau Lombok.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendorong diterapkannya otonomi daerah untuk meningkatkan pelayanan publik guna

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. daya bagi kesehjateraan manusia yakni pembangunan tersebut. Adapun tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata untuk segenap. unggulan yang berlangsung secara terus-menerus.

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai sumber mengatakan bahwa pariwisata adalah salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.program pengembangan dan

BAB I LATAR BELAKANG

DASAR-DASAR PENETAPAN TARGET PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DI KOTA BANDUNG. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memperbesar pendapatan asli daerah maka pemerintah perlu. pariwisata dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat, memiliki wilayah (daerah) tertentu, adanya rakyat yang hidup teratur,

Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat. sekaligus menjadi ibu kota provinsi. Kota ini merupakan kota terbesar

ABSTRAK. Oleh : ROSNI. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, tiap-tiap daerah dituntut untuk mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya Negara Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan peran pemerintah pusat semakin kecil, sebaliknya pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian kian menjadi trend di kalangan pemerintah daerah dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL DI KABUPATEN KARIMUN SKRIPSI. Disusun oleh: JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

BAB I PENDAHULUAN yang tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 dan tahun Bahkan pada tahun 2009 sektor pariwisata. batu bara, dan minyak kelapa sawit (Akhirudin, 2014).

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN. merata dan berkesinambungan (Halim, 2007:229). Pada Era Otonomi saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia yang turut serta menjadi pundi pundi devisa terbesar setelah migas.

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I. Pendahuluan. Pemberlakuan undang - undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, undang - undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRACT... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Nama : Rizka Novri Hardiyanti NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dyah Mieta Setyawati, SE.,MMSI

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia. Berdasarkan landasan yuridis yang telah diamanatkan oleh Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengaturan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahwa Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II secara proporsional perlu diwujudkan dengan pembagian sumber daya nasional yang berkeadilan dan adanya perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ketetapan MPR tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejak lahirnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 dan 33 tahun 2004. Daerah-daerah di Indonesia diberikan kewenangan yang lebih luas dan nyata dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya. Hal ini berdampak tumbuhnya kreatifitas di daerah-daerah untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusianya. 1

2 Konsekuensi dengan diberlakukannya otonomi daerah yakni pemerintah kabupaten/kota harus mampu mandiri dalam penyelenggaraan pemerintah, menentukan arah kebijakan pembangunan serta kemandirian dalam hal pembiayaan program-program pembangunan. Oleh karena itu pemerintah kabupaten/kota dituntut untuk meningkatkan kemampuannya dalam merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan sumber-sumber keuangan sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, sejak Indonesia merdeka sampai saat ini pajak dan retribusi daerah telah menjadi sumber penerimaan yang dapat di andalkan bagi daerah. Sejak tahun 1948 berbagai undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah telah menempatkan pajak dan retribusi sebagai sumber penerimaan daerah, bahkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 pajak dan retribusi daerah dimasukkan menjadi pendapatan asli daerah (Siahaan, 2010:1) Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah yaitu dengan mengoptimalkan potensi dalam sektor pariwisata. Keterkaitan industri pariwisata dengan penerimaan daerah berjalan melalui jalur PAD dan bagi hasil pajak/bukan pajak. Menurut Tambunan yang dikutip oleh Rudy Badrudin (2001), bahwa industri pariwisata yang menjadi sumber PAD adalah industri pariwisata milik masyarakat daerah (Community Tourism Development CTD). Dengan mengembangkan CTD pemerintah daerah dapat memperoleh peluang penerimaan pajak dan beragam retribusi resmi dari kegiatan industri pariwisata yang bersifat multisektoral, yang meliputi hotel, restoran, usaha wisata, usaha perjalanan

3 wisata, profesional convention organizer, pendidikan formal dan informal, pelatihan dan transportasi. Sedangkan pariwisata itu sendiri merupakan industri jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari daerah atau negara asal, ke daerah tujuan wisata, hingga kembali ke negara asalnya yang melibatkan berbagai komponen seperti biro perjalanan, pemandu wisata (guide), tour operator, akomodasi, restoran, artshop, money changer, transportasi dan yang lainnya. Pariwisata juga menawarkan jenis produk dan wisata yang beragam, mulai dari wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, wisata buatan, hingga beragam wisata minat khusus. Menurut Salah Wahab (2003): Tourism Management pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks, ia juga meliputi industriindustri klasik yang sebenarnya seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri. Keberhasilan pengembangan sektor kepariwisataan, berarti akan meningkatkan perannya dalam penerimaan daerah, dimana kepariwisataan merupakan komponen utamanya dengan memperhatikan juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti: jumlah obyek wisata yang ditawarkan, jumlah wisatawan yang berkunjung baik domestik maupun internasional, tingkat hunian hotel, dan tentunya pendapatan perkapita. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi, bahkan mengalami peningkatan disetiap tahunnya.

4 Berikut daftar Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung dalam delapan tahun terakhir: Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung Tahun 2005-2012 (dalam Rupiah) Tahun Realisasi Persentase Pertumbuhan 2005 225.596.438.613,00-2006 253.882.919.542,87 12,54% 2007 287.249.534.044,93 13,14% 2008 314.627.155.412,30 9,53% 2009 360.152.627.690,00 14,45% 2010 440.331.559.083,00 22,26% 2011 803.663.585.485,00 82,51% 2012 1.001.806.364.114,00 24,65% Sumber: Dinas Pelayanan Pajak (2013) (diolah) Dari data diatas dapat diketahui bahwa pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung dari tahun 2003-2012 berfliktuatif setiap tahunnya. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rio Hadi Putra, yang berjudul Analisis Kemampuan Pendapatan Asli Daerah Untuk Memenuhi Besarnya Belanja Operasional Pada Pemerintah Daerah Kota Bandung (2010), mengemukakan bahwa besarnya jumlah Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan daerah khususnya untuk belanja operasional. Namun pada kenyataannya besarnya Pendapatan Asli Daerah belum dapat memenuhi kebutuhan belanja operasional daerahnya. Besarnya Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja operasional hanya sebagian kecilnya. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja operasional daerah utnuk tiga tahun dari tahun 2006, 2007, 2008 yaitu sebesar 6,58%, 6,53%, dan 7,16%. Dari kontribusi tersebut dapat dilihat bahwa Kota Bandung masih

5 belum mampu memenuhi kebutuhan belanja operasional daerahnya, meskipun Pendapatan Asli Daerah untuk setiuap tahunnya meningkat tapi belum mampu mengimbangi besarnya peningkatan belanja operasional daerahnya. Dengan demikian Pemerintah Daerah belum dapat mengurangi kebutuhan akan belanja operasional yang mana setiap tahun mengalami peningkatan. Kota Bandung yang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu tempat yang menjadi tujuan wisata favorit di Indonesia Hal ini ditunjukan dengan penghargaan yang diterima oleh Kota Bandung dalam ajang Indonsian Tourism Award sebagai kota tujuan wisata terfavorit tahun 2010. (Kompas.com, 2010). Berdasarkan LKPJ Kota Bandung (2011) Sektor pariwisata merupakan andalan sektor jasa Kota Bandung yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, membangkitkan kunjungan wisatawan, membangkitkan pertumbuhan sektor pembangunan lainnya, serta menghidupkan kembali seni dan budaya tradisional Bandung. Bandung sebagai kota kreatif merupakan potensi daya tarik wisata yang tinggi. Dalam lingkup nasional, Kota Bandung ditetapkan sebagai destinasi sekunder. Berada di tempat ke-empat, di bawah Jakarta dan Bali sebagai destinasi primer di Indonesia, dan destinasi Borobudur-Yogya-Solo Pada tahun 2011, Kota Bandung telah ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Provinsi Jawa Barat (KPPN Bandung Kota dan sekitarnya) dan merupakan bagian dari Destinasi Pariwisata Nasional (DPN Bandung Ciwidey dan sekitarnya).

6 Dada Rosada sewaktu menjabat sebagai Wali Kota Bandung mengatakan bahwa potensi wisata Kota Bandung memiliki nilai jual yang tinggi dan hal tersebut dicirikan dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan. Menurut Dada hingga triwulan III tahun 2012, wisatawan yang berkunjung melalui gerbang kedatangan mencapai 3,8 juta dan 45% dari wisatawan tersebut atau sekitar 1,9 juta berstatus menginap. (portalbandung.com, 2012) Berikut merupakan jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke kota Bandung berdasarkan data dari dinas pariwisata kota Bandung pada tahun 2005-2012: Tabel 1.2 Data kunjungan Wisatawan ke Kota Bandung Tahun 2005 2012 Tahun Wisatawan Wisatawan Mancanegara Domestik Jumlah Wisatawan 2005 91.350 1.837.500 1.928.850 2006 94.600 1.925.000 2.019.600 2007 137.268 2.420.105 2.557.273 2008 175.111 4.320.134 4.495.245 2009 185.076 4.822.532 5.007.608 2010 228.449 4.951.439 5.179.888 2011 225.585 6.487.239 6.712.824 2012 176.855 5.257.439 5.257.439 Sumber: Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Bandung (2013) Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatwan domestik objek wisata ke Kota Bandung pada tahun 2003-2011 mengalami trend meningkat, sedangkan pada tahun 2012 jumlah kunjungan wisatawan menurun. Keragaman produk dan potensi pariwisata yang ada ditambah dengan tersedianya fasilitas penunjang pariwisata yang memadai seperti penginapan,

7 fasilitas rekreasi, tempat dan atraksi wisata, merupakan aset pariwisata yang besar dan dapat menjadi faktor penunjang dalam pengembangan industri pariwisata bagi Kota Bandung. Berdasarkan data dari Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Bandung (2012), jumlah hotel yang telah berdiri mencapai 250 unit dengan total 11.000 kamar.namun, jumlah itu dinilai masih kurang sehingga rencananya, Pemkot akan menambah kebutuhan tersebut hingga 270 unit atau menambah 14.000 kamar hotel. Wiyasa (2010:3) menyatakan bahwa: Industri perhotelan merupakan bagian dari industri pariwisata yang memiliki arti penting, terutama bila dikaji dari aspek ekonomi. Industri perhotelan ini secara ekonomi dapat membrikan kontribusi yang berarti untuk perekonomian terutama untuk pajak penghasilan, pajak pembangunan I, dan pajak bumi dan bangunan. Hotel berfungsi bukan saja sebagai tempat menginap untuk tujuan wisata namun juga untuk tujuan lain seperti manjalankan kegiatan bisnis, mengadakan seminar, atau sekedar untuk mendapatkan ketenangan. Dalam beberapa tahun terakhir jumlah kamar hotel berbintang maupun melati yang terjual di Kota Bandung mengalami peningkatan. Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda menyatakan bahwa sekitar Rp98 miliar pendapatan asli daerah Kota Bandung disumbang dari sektor pariwisata. Ini bisa dilihat dari kunjungan turis pada saat weekdays yang mencapai 200 orang dan pada weekend jumlahnya naik berlipat ganda. Tentunya jumlah itu mengindikasikan kita sangat butuh penambahan jumlah kamar hotel. (seputarindonesia.com, 2012). Pada 2012, 69% Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota

8 Bandung berasal dari penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah, yakni hotel, restoran, dan lain-lain. (Okezone.com, 2013). Dengan banyaknya potensi obyek wisata yang ada ditambah fasilitas penunjang pariwisata lainnya dan banyaknya obyek wisata yang ditawarkan Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas utama dalam rangka memperbaiki struktur ekonomi daerah serta dapat meningkatkan kemandirian dan daya saing, dengan demikian diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PAD melalui Pajak Hiburan, Pajak Hotel dan Restoran. Berdasarkan penjelasan latar belakang ini, maka judul dalam penelitian ini adalah Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan Terhadap Pajak Hiburan, Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung Tahun 2005-2012. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh jumlah kunjugan wisatawan terhadap Pajak Hiburan 2. Bagaimana pengaruh jumlah kunjugan wisatawan terhadap Pajak Hotel 3. Bagaimana pengaruh jumlah kunjugan wisatawan terhadap Pajak Restoran 4. Bagaimana pengaruh jumlah kunjungan wisatawan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandung

9 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengtahui: 1. Untuk mengetahui Bagaimana pengaruh jumlah kunjungan wisatawan terhadap pajak Hiburan di Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah kunjungan wisatawan terhadap Pajak Hotel di Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah kunjungan wisatawan terhadap pajak Restoran di Kota Bandung. 4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah kunjungan wisatawan, terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan tidak hanya untuk mencapai tujuan yang telah digariskan, melainkan harus pula memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu penelitian ini pun diharapkan dapat memberikan manfaat yang nyata bagi pihak-pihak terkait, dalam hal ini: 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan dalam memberikan acuan, informasi kepada pihak lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoretis yang berupa sumbangan penelitian bagi ilmu Akuntansi kususnya Akuntansi Sektor Publik dengan kajian pentingnya upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah,

10 dengan pengelolaan penerimaan pajak hiburan, pajak hotel dan pajak restoran. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini antara lain sebagai bahan informasi bagi pengembangan sektor pariwisata antara lain: a. Sumbangan pemikiran mengenai hal-hal yang dapat dilakukan utuk meningkatkan pendapatan asli daerah sektor pariwisata dengan mempertimbangkan pendapatan pajak hiburan, pajak hotel dan pajak restoran. b. Bahan masukan bagi tingkatan manajerial pemerintah, dalam memebuat pertimbangan-pertimbangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan pada periode selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan industri pariwisata, melalui penerimaan pajak hiburan, pajak hotel dan pajak restoran dalam upaya meningatkan pendapatan asli daerah. c. Bahan acuan bagi siapa saja yang tertarik dengan masalah ini sebagai manivestasi dari ilmu akuntansi khususnya akuntansi sektor publik. d. Masukan bagi pemerintah Kota Bandung khususnya dalam rangka menggali potensi pariwisata dan perbaikan industri pariwisata sebagai salah satu sumber potensial bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah.