BAB I PENDAHULUAN. terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour)

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Investigasi Kelompok terhadap Keterampilan Sosial Siswa Tunaningu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia dalam sebuah Negara. dikembangkan dalam semua aspek kehidupan. Karena itu negara harus

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan menciptakan sumber daya manusia

I. PENDAHULUAN. (Langeveld, dalam Hasbullah, 2009: 2). Menurut Undang-Undang Republik. Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I. aktivitas guru sebagai pengajar. Siswa dapat dikatakan belajar dengan aktif

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

yang kuat sejak dini (Depdiknas, 2004: 387).

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

KAJIAN PUSTAKAN. yang mereka dapat dan kegiatan yang mereka lakukan. Menurut Hamalik (2001:

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

PENGARUH METODE KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) DAN TTW (THINK-TALK-WRITE) DALAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. juga belajar diluar kelas supaya siswa itu tidak merasa bosan, misalnya saja siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan kita. Seorang guru dalam pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. menuntut lembaga pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selalu tumbuh dan berkembang. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, pengendalian diri dan keterampilan untuk membuat dirinya berguna di

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas salah satunya dapat

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Study Pendidikan Ekonomi Akuntansi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

BAB I PENDAHULUAN. konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan. Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dengan siswa dapat memahami dan mengerti maksud pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reiza Kusumowardhany, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas SDM harus dimiliki. Kesadaran tentang arti pentingnya pendidikan

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan dan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa menjadi apa yang dia inginkan serta dengan pendidikan pula

BAB I PENDAHULUAN. motivasi belajar. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan. bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. maupun kewajiban sebagai warga negara yang baik. Untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut. Upaya peningkatan kualitas manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses untuk membantu. manusia dalam mengembangkan dirinya hingga mampu menghadapi setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya generasi muda, yang nantinya akan mengambil alih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat Indonesia. dengan laju pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Efa Rosfita, 2013

Siti Suci Winarni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar yang dicapai siswa dapat memenuhi kriteria pencapaian tujuan yang

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula dengan sumber belajar yang akan digunakan karena dari sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran utama pendidikan di SD adalah memberikan bekal secara maksimal tiga kemampuan dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan dimana para siswa (peserta

BAB I PENDAHULUAN. logis, kreatif serta mampu menggunakan nalarnya untuk memperoleh,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perkembangan potensi bagi manusia agar bermanfaat bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menunjang keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan seni (Ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan hidup. Pentingnya pendidikan di Indonesia tercermin dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. penting: (1) sebagai kekuatan awal bagi siswa dalam merumuskan konsep, (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Menurut Undang-Undang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

BAB II. Pada umumnya belajar adalah suatu kegiatan mengumpulkan sejumlah. pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai bangsa yang menginginkan kemajuan. pendidikan, karena pendidikan berperan penting dalam meningkatkan potensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rousseau (martini, 2004: 28) menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour) dan keterampilan (prososial behaviour). Selanjutnya, Raven dan Rubin (Maertini, 2004: 29) menyatakan bahwa keterampilan prososial sering juga disebut keterampilan sosial yang positif, sedangkan keterampilan anti sosial disebut juga keterampilan yang negative. Apabila seseorang dapat menampilkan keterampilan sosial yang positif, maka ia akan dapat menyesuaikan diri dan diterima di lingkungan sosialnya. Sebaliknya, apabila seseorang menampilkan keterampilan sosial yang negatif, maka kemungkinan besar akan ditolak dilingkungan sosialnya. Dengan demikian, untuk dapat diterima pada suatu lingkungan sosial, setiap individu harus mampu menampilkan keterampilan sosial yang positif sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungan sosial tersebut Seperti halnya individu lain, siswa tunarungu memiliki potensi yang sama dalam berbagai aspek kehidupan sebagai bekal yang dibawa sejak lahir, termasuk dalam aspek sosial. Oleh karena itu, siswa tunarungu memiliki kecenderungan untuk berkembang dan mencapai kematangan dalam membentuk keterampilan sosialnya. Namun, siswa tunarungu yang merupakan salah satu siswa berkebutuhan khusus mengalami gangguan pada fungsi pendengaran sehingga

menghambat perkembangan bahasa dan bicaranya. Hal tersebut mengakibatkan kesulitan dalam berkomunikasi sehingga siswa tunarungu sulit memahami informasi yang berasal dari luar dirinya, begitupun sebaliknya lingkungan sosial sulit memahami apa yang diungkapkan oleh siswa tunarungu. Seperti telah dikemukakan oleh hernawati (2000: 12) bahwa : Dampak dari ketunarunguan adalah terhambatnya kemampuan berkomunikasi. Sedangkan komunikasi merupakan dasar bagi terjadinya interaksi sosial. Keterampilan sosial berkembang melalui interaksi dengan lingkungan sosial. Berdasarkan pernyataan tersebut, hambatan komunikasi yang dialami siswa tunarungu akan menyebabkan mereka sulit mengembangkan keterampilan sosialnya melalui interaksi sosial. Bagi siswa tunarungu yang berada dalam komunitasnya seperti dilingkungan sekolah luar biasa bagian tunarungu, melakukan interaksi sosial bukanlah masalah karena lingkungan sosial tersebut menggunakan system bahasa yang sama, yaitu bahasa isyarat. Oleh karena itu, mereka dapat berinteraksi dan saling memahami antara satu dengan yang lainnya. Untuk memberikan penegasan terhadaphal tersebut, penulis telah melakukan pengamatan terhadap keterampilan sosial siswa tunarungu selama melaksanakan Program Latihan Profesi di SLB B- C Sumbersari Antapani. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa siswa tunarungu mampu menampilkan keterampilan sosial dengan baik, seperti dalam keterampilan bekerjasama, keterampilan untuk saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Serta keterampilan saling bertukar fikiran dan pengalaman. Seiring dengan paradigma baru dalam layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus, yaitu pendidikan inklusi, siswa tunarungu tidak lagi harus

berada ditengah tengah komunitasnya dalam mengenyam pendidikan. Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa tunarungu tidak lagi harus berada ditengah tengah komunitasnya dalam mengenyam pendidikan. Hal ini pula dapat memberikan kesempatan kepada siswa tunarungu untuk dapat belajar bersama sama siswa siswa lain pada umumnya, bersosialisasi dengan teman, guru, dan lingkungan sekolah. Dalam hal ini, siswa tunarungu harus berhadapan dengan siswa lain yang memiliki sistem bahasa dan pola komunikasi yang berbeda. Dalam hal ini guru sangat berperan penting untuk dapat membuat anak tunarungu dapat mengikuti pelajaran secara maksimal. Selain itu perlu difikirkan mengenai kesiapan anak tunarungu untuk berada ditengah tengah siswa pada umumnya, salah satunya dalam hal perkembangan keterampilan sosial. Seperti dikemukakan Meadow yang dikutip Kirk (Hernawati, 2000: 55-56) mengemukakan bahwa :... siswa tunarungu mempunyai lebih banyak masalah penyesuaian diri dari pada siswa mendengar. Siswa tunarungu pada umumnya cenderung bersosialisai dengan orang yang memiliki kecacatan sama. akan tetapi apakah siswa tunarungu akan mengembangkan keterampilan sosialnya, tergantung pula dengan bagaimana lingkungan menerima ketidak mampuannya... Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa siswa tunarungu memiliki beban yang berat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang bukan komunitasnya sehingga perlu mendapatkan situasi yang kondusif dari lingkungan dan tentunya dengan metode pembelajaran yang mendukung agar keterampilan sosialnya dapat berkembang.

keterampilan sosial merupakan salah satu aspek yang mendukung dan menunjang proses interaksi. keterampilan sosial merupakan pendukung yang berkaitan dengan hubungan atau interaksi individu dengan yang lainnya. Menurut Sumaatmadja (1984:86): keterampilan sosial merupakan keterampilan yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat. keterampilan sosial melibatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah sosial atau antar pribadi secara adaptif dan kemampuan untuk terlibat secara aktif dalam lingkungan sosial, baik lingkungan teman sebaya atau orang dewasa. Kedua dimensi kemampuan tersebut pada akhirnya mengarah pada penerimaan sosial terhadap individu-individu yang memiliki kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan antar pribadi cenderung memiliki keterampilan sosial yang rendah. Perubahan keterampilan sosial yang diharapkan sebagai pencapaian hasil belajar anak tunarungu di sekolah inklusi sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini dikarenakan siswa tunarungu yang menampilkan keterampilan sosial menarik diri. Sedangkan pembelajaran pada umumnya merupakan upaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak secara optimal. Hasil belajar berupa nilai akademik, perilaku dan perubahan keterampilan anak terkadang tidak sesuai. Di satu sisi anak tunarungu dapat mencapai nilai akademik cukup tinggi, tetapi di sisi lain perubahan perilaku yang diharapkan kurang optimal. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar di sekolah inklusi, anak tunarungu seringkali sulit memahami pembicaraan guru sehingga timbul kekecewaan karena sulitnya memahami dan tidak dapat menyampaikan perasaan, pertanyaan, keinginan secara lisan. sehingga hasil yang dicapai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Hambatan-hambatan yang terjadi pada siswa tunarungu dalam proses belajar mengajar menjadi permasalahan yang dirasakan cukup menyulitkan guru. Proses belajar mengajar pada dasarnya adalah proses mengkoordinasikan sejumlah komponen pengajaran agar satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh, sehingga menumbuhkan atau meningkatkan kegiatan belajar pada siswa seoptimal mungkin. Salah satu alasan terpenting mengapa pembelajaran kooperatif dikembangkan adalah bahwa para pendidik dan ilmuwan sosial telah lama mengetahui tentang pengaruh yang merusak dari persaingan yang sering digunakan di dalam kelas ( Slavin : 2008:5 ). bukannya ingin mengatakan bahwa persaingan itu selalu salah, jika diatur dengan baik, persaingan diantara para pesaing yang sesuai dapat menjadi sarana yang efektif dan tidak berbahaya untuk memotivasi orang melakukan yang terbaik. Namun bentuk bentuk persaingan yang biasa digunakan di dalam kelas jarang sekali bersifat efektif dan sehat. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama sesama siswa yaitu pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif ( cooperative learning) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling mencerdaskan, menyayangi, dan tenggang rasa antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan metode pengajaran langsung. Di samping pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa metode ini unggul

dalam membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Para pengembang metode ini telah menunjukkan bahwa struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara akademis (Robert Slavin:2008). Metode pembelajaran ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman. Pembelajaran ini akan menciptakan siswa untuk berpartisipasi aktif dan ikut serta secara aktif serta turut serta bekerja sama sehingga antara siswa akan berfikir bersama, berdiskusi bersama, melakukan penyelidikan bersama dan berbuat ke arah yang sama. Strategi pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan belajar anak tunarungu karena dengan strategi ini dapat membantu siswa untuk bekerjasama dan bersosialisasi. Hal ini sejalan dengan apa yang di kemukakan oleh Amin (1995: 188) mengemukakan bahwa Strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi, merangsang peningkatan daya ingat, menumbuhkan motivasi belajar dan dapat meningkatkan keterampilan hidup bergotong-royong. Berdasarkan hal tersebut strategi pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar terhadap siswa tunarungu dalam merubah keterampilan sosialnya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Johnson & Johnson dalam Abdurahman (1997:7) Strategi pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan anak, antara lain : meningkatkan hubungan antara manusia yang heterogen, keterampilan penyesuaian sosial yang positif, ketrampilan hidup bergotong royong, dan sikap yang positif terhadap sekolah dan guru.

Salah satu metode dalam pembelajaran kooperatif adalah investigasi kelompok. Investigasi kelompok merupakan salah satu bentuk metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahanbahan yang tersedia, dan guru bertindak sebagai narasumber pembantu dan fasilitator. Siswa dilibatkan dalam perencanaan baik pada topik yang akan dipelajari dan cara-cara untuk memulai investigasi mereka. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Hal ini memerlukan norma-norma dan struktur kelas yang lebih canggih bila dibandingkan dengan penggunaan metode lain. Pada pembelajaran kooperatif investigasi kelompok siswa tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga diajarkan keterampilan keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan kelompoknya. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Killen ( Laila 2010:39 ) bahwa Metode ini juga menuntut siswa diajarkan keterampilan dalam komunikasi, keterampilan-keterampilan proses kelompok dan menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Metode ini diajukan sebagai salah satu cara untuk menciptakan lingkungan pembelajaran sosial di mana para siswa bekerja bersama-sama untuk menjalankan tugas pembelajaran yang dilakukan oleh mereka sendiri. Atas dasar tersebut maka penulis akan mencoba mengadakan penelitian tentang Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Investigasi Kelompok Terhadap keterampilan Sosial Siswa Tunarungu.

B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Keterampilan sosial anak tunarungu disekolah inklusi, berdampak pada keseluruhan prilaku dan pribadinya, termasuk dalam pencapaian prestasinya. 2. Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan anak-anak yang bukan penyandang tunarungu, maka diperlukan upaya untuk mengembangkan keterampilan sosial sebagai bekal bila mereka bergaul sehari-hari danhidup di masyarakat atau lingkungan sepermainannya. 3. Akibat dari sulitnya berkomunikasi dengan anak anak yang bukan tunarungu, maka diperlukan suatu metode pembelajaran yang dapat menciptakan siswa untuk berpartisipasi aktif dan turut serta bekerja sama sehingga keterampilan sosial anak dapat dikembangkan. C. Batasan Masalah Batasan masalah yang diungkap dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh pembelajaran kooperatif investigasi terhadap pengembangan keterampilan sosial siswa tunarungu disekolah inklusi, yaitu keterampilan bekerjasama, keterampilan untuk saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, serta keterampilan saling bertukar pikiran dan pengalaman dengan anak anak yang bukan tunarungu.

D. Rumusan Masalah Perumusan masalah dimaksud agar penelitian yang dilakukan memiliki arah yang tepat dan jelas. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran kooperatif investigasi kelompok berpengaruh terhadap pengembangan keterampilan sosial siswa tunarungu di SDN Mandiri 1 cimahi. E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan dengan latar belakang, identifikasi masalah dan rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah : a. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pembelajaran investigasi kelompok terhadap pengembangan keterampilan sosial siswa tunarungu dengan anak anak pada umumnya. b. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh pembelajaran kooperatif investigasi kelompok terhadap pengembangan keterampilan sosial, yaitu keterampilan untuk bekerjasama, keterampilan untuk saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, serta saling bertukar pikiran dan pengalaman siswa tunarungu dengan siswa siswa selain tunarungu, memperoleh data keterampilan sosial siswa sebelum diberi perlakuan danuntuk memperoleh data keterampilan sosial siswa setelah diberi perlakuan

2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : a. Manfaat secara teoritis. Manfaat secara teoritis bahwa hasil penelitian yang dilakukan ini merupakan dasar selanjutnnya demi kesempurnaan dan tercapainya hasil penelitian yang lebih berkualitas, akurat dan bermanfaat mengenai pentingnya pembelajaran kooperatif investigasi kelompok bagi siswa tunarungu dalam mengembangkan keterampilan sosialnya. b. Manfaat secara praktis 1) Bagi siswa Membiasakan diri berketerampilan sosial yang sesuai, sehingga dikemudian hari menjadi anak yang memiliki budi pekerti yang luhur, sikap kerjasama dan rasa tanggung jawab yang tinggi kepada lingkungannya. 2) Bagi Guru. Memberikan sumbangan pemikiran dalam merencanakan model pembelajaran bagi siswa sesuai dengan kebutuhannya. 3) Bagi Sekolah. Berkembangnya keterampilan sosial siswa maka proses pendidikan dan pembelajaran akan dapat berlangsung dengan lancar dan pada akhirnya diharapkan akan tercapainya tujuan institusional dengan baik.