BAB II KAJIAN HUKUM TENTANG DELIK PENIPUAN

dokumen-dokumen yang mirip
contoh mini legal memorandum

BAB II PERBUATAN NOTARIS YANG DAPAT DIKELOMPOKKAN SEBAGAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

ANALISIS KASUS CYBERCRIME YANG TERPUBLIKASI MEDIA KASUS PENANGKAPAN WNA YANG DIDUGA KELOMPOK CYBERCRIME INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. suasana tertib dan adanya kepastian hukum yang berintikan keadilan.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap konsumen atau pembeli. menggunakan berbagai cara dan salah satu caranya adalah berbuat curang

Carding KELOMPOK 4: Pengertian Cyber crime

Bab XXV : Perbuatan Curang

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCURIAN DANA NASABAH BANK MELALUI MODUS PENGGANDAAN KARTU ATM (SKIMMER) DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 363 AYAT (5) KITAB UNDANG-

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA)

BAB II KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis

Makalah Kejahatan E-Commerce "Kasus Penipuan Online" Nama : Indra Gunawan BAB I PENDAHULUAN

[ Cybercrime ] Presentasi Kelompok VI Mata Kuliah Etika Profesi STMIK El-Rahma Yogyakarta

RechtsVinding Online. serta penawaran dan pembayaran bisa dilakukan melalui online. Emas dipilih untuk investasi dengan tujuan untuk

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB II PENGATURAN KEJAHATAN INTERNET DALAM BEBERAPA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Widaningsih 1 Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

Seminar Nasional IT Ethics, Regulation & Cyber Law III

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCURIAN DANA NASABAH BANK MELALUI INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 362 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA CYBERCRIME. A. Pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana cybercrime.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

CYBER CRIME : KENALI, ANTISIPASI Norma Sari, S.H.,M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. internet lebih di kenal dengan e-commerce. Perdagangan elektronik atau e-dagang (ecommerce)

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB V PENUTUP. Pelaku Usaha Yang Melakukan Jual Beli online Dengan Sistem phishing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK [LN 2008/58, TLN 4843]

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Penipuan yang. Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Pengadilan Negeri

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis dari Pengaturan Tindak Pidana dan

crime dalam bentuk phising yang pernah terjadi di Indonesia ini cukup

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. Kecanggihan teknologi seluler dewasa ini cukup memudahkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI MELALUI MEDIA ONLINE

II. TINJAUAN PUSTAKA. berlaku disuatu Negara yang mengadakan dasar dan aturan-aturan untuk:

BAB I PENDAHULUAN. media dan komunikasi misalkan komputer,handphone, facebook, instagram,

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

MENGENAL CARDING. Taufan Aditya Pratama. Abstrak. Pendahuluan.

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Pembahasan : 1. Cyberlaw 2. Ruang Lingkup Cyberlaw 3. Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

P U T U S A N. Putusan Nomor : 217/Pid.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap : SUWARSONO ALS WAK NO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk)

CONTOH KASUS CYBER CRIME (KEJAHATAN DI DUNIA MAYA)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN MASALAH HUKUM

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB II LANDASAN TEORI

Keamanan Sistem Informasi

BAB III PENUTUP. 1. Kendala Polda DIY dalam penanganan tindak pidana penipuan : pidana penipuan melalui internet dan minimnya perangkat hukum.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN HUKUM TENTANG DELIK PENIPUAN A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA PENIPUAN Penipuan adalah kejahatan yang termasuk dalam golongan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain hak yang timbul dari hak milik atau dalam bahasa belanda disebut "misdrijven tegen de eigendom en de daaruit voortloeiende zakelijk rechten". 13 Kejahatan ini diatur Pasal 378 sampai dengan Pasal 394 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).Sebagaimana dirumuskan Pasal 378 KUHP, penipuan berarti perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang dapat menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan barang, uang atau kekayaannya. Penipuan memiliki 2 (dua) pengertian, yaitu : 1. Penipuan dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang yang dirumuskan dalam bab XXV KUHP. 2. Penipuan dalam arti sempit, yaitu bentuk penipuan yang dirumuskan dalam Pasal 378 (bentuk pokok) dan Pasal 379 (bentuk khusus), atau biasa dengan sebutan oplichting 14. 13 http://www.lnassociates.com/articles-fraud-in-criminal-law-indonesia.html diakses 22/6/2014 pkl 20:00 14 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 22

Ketentuan Pasal 378 ini merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting) itu sendiri.rumusan ini adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti sempit dalam bentuk khusus yang meringankan.karena adanya unsur khusus yang bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan yakni dalam Pasal 379.Sedangkan penipuan dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk diperberat. Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Selanjutnya adalah unsur-unsur subjektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum. Unsur Subjektif Penipuan Rumusan penipuan terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Dan selain daripada unsur-unsur objektif, maka dalam sebuah penipuan juga terdapat unsur-unsur subjektif dalam sebuah kejahatan penipuan meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum. Berikut merupakan penjelasan singkat terkait unsur subjektif dalam sebuah penipuan, yakni sebagai berikut : 23

Maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dalam hal ini maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yakni berupa unsur kesalahan dalam penipuan. Terhadap sebuah kesengajaan harus ditujukan pada menguntungkan diri, juga ditujukan pada unsur lain di belakangnya, seperti unsur melawan hukum, menggerakkan, menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam maksud ini harus sudah ada dalam diri si pelaku, sebelum atau setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menggerakkan.menguntungkan artinya menambah kekayaan dari yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dengan melawan hukum, dalam hal ini unsur maksud sebagaimana yang diterangkan di atas, juga ditujukan pada unsur melawan hukum. Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud yang melawan hukum. Unsur maksud dalam rumusan penipuan ditempatkan sebelum unsur melawan hukum, yang artinya unsur maksud itu juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum.oleh karena itu, melawan hukum di sini adalah berupa unsur subjektif. Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidak-tidaknya ketika memulai perbuatan menggerakkan, pelaku telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan itu adalah melawan hukum. Melawan hukum di sini tidak semata-mata diartikan sekedar dilarang oleh undang-undang atau melawan hukum formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni juga bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat. Karena unsur melawan hukum 24

ini dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka menjadi wajib dibuktikan dalam persidangan. Perlu dibuktikan disini adalah si pelaku mengerti maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan sebagai hal yang dicela masyarakat. Unsur Objektif Penipuan Pasal 378 KUHP tentang penipuan merumuskan, yakni barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif sebagai berikut : Perbuatan menggerakkan (Bewegen).Kata bewegen dapat juga diartikan dengan istilah membujuk atau menggerakkan hati.dalam KUHP sendiri tidak memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen. Menggerakkan dapat didefinisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain, karena objek yang dipengaruhi yakni kehendak seseorang. Perbuatan menggerakkan juga merupakan perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya secara konkrit bila dihubungkan dengan cara melakukannya, dan cara melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar. Karena di dalam sebuah penipuan, menggerakkan diartikan dengan cara-cara yang 25

di dalamnya mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat membohongi atau menipu. Yang digerakkan adalah orang.pada umumnya orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan Pasal 378 KUHP tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang adalah harus orang yang digerakkan. Orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain atau pihak ketiga menyerahkan benda itu atas perintah atau kehendak orang yang digerakkan. Tujuan perbuatan. Tujuan perbuatan dalam sebuah penipuan dibagi menjadi 2 (dua) unsur,yakni: a. Menyerahkan benda, dalam hal ini pengertian benda dalam penipuan memiliki arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan pada ketentuan bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak perlu menjadi kenyataan, karena dalam hal ini hanya unsur maksudnya saja yang ditujukan untuk menambah kekayaan. b. Memberi hutang dan menghapuskan piutang, dalam hal ini perkataan hutang tidak sama artinya dengan hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan. Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud 26

dengan hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang jaminan. Oleh karenanya memberi hutang tidak dapat diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi pengertian yang lebih luas sebagai membuat suatu perikatan hukum yang membawa akibat timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan atau membayar sejumlah uang tertentu. Demikian juga dengan istilah utang, dalam kalimat menghapuskan piutang mempunyai arti suatu perikatan. 15 Sedangkan menghapuskan piutang mempunyai pengertian yang lebih luas dari sekedar membebaskan kewajiban dalam hal membayar hutang atau pinjaman uang belaka, karena menghapuskan piutang diartikan sebagai menghapuskan segala macam perikatan hukum yang sudah ada, di mana karenanya menghilangkan kewajiban hukum penipu untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu pada korban atau orang lain. Upaya - upaya penipuan. Upaya penipuan disini dibagi menjadi 2 (dua) unsur, yakni : a. Dengan menggunakan nama palsu (valsche naam), dalam hal ini terdapat 2 (dua) pengertian nama palsu, antara lain: Pertama, diartikan sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain (misalnya menggunakan nama seorang teman). Kedua, diartikan sebagai suatu nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya (misalnya orang yang bernama A menggunakan nama samaran B).Nama B tidak ada pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang tersebut. Dalam hal ini kita harus berpegang pada nama yang 15 Hukum online.com diakses 20/6/2014 pukul 21:00 27

dikenal oleh masyarakat luas. Misalkan A dikenal di masyarakat dengan nama C, maka A mengenalkan diri dengan nama C itu adalah menggunakan nama palsu. Kemudian bagaimana bila seseorang menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, tetapi orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang supir bernama A mengenalkan diri sebagai seorang pegawai bank yang juga bernama A, si A yang terakhir benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang pegawai bank. Di sini tidak menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat atau kedudukan palsu. b. Menggunakan martabat atau kedudukan palsu (valsche hoedanigheid), dalam hal ini terdapat beberapa istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid yakni, keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut atau digunakan seseorang, kedudukan mana menciptakan atau memiliki hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya.sudah cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya.hoge Raad dalam suatu arrest- nya (27-3-1893) menyatakan bahwa perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh keperca-yaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat. 28

c. Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian kebohongan (zamenweefsel van verdichtsels), dalam hal ini kedua cara menggerakkan orang lain ini sama-sama bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan kepercayaan atau kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya. Namun terdapat perbedaan, yakni pada tipu muslihat berupa perbuatan, sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan atau perkataan.tipu muslihat diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar.karenanya orang bisa menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena dengan tergerak hatinya atau terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar si korban berbuat menyerahkan benda yang dimaksud. 16 B.UNSUR-UNSUR PENIPUAN MELALUI CYBER CRIME Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Inormasi dan transaksi Eletronik tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan.selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ), dengan rumusan pasal sebagai berikut: Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau 16 Ln associates,articles fraud in criminal law indonesia.com 20/6/2014 pukul 21:00 29

supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. 17 Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal- 17 Undang-Undang no.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 30

pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsurunsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut. Melihat pada perumusan pasal tersebut di atas, bisadijabarkan unsur-unsur pasal tersebut terkait dengan tindak pidana penipuan melalui: Barangsiapa = menunjukkan bahwa siapapun yang melakukan perbuatan; Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang Membujuk = melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutinya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian; Barang = segala sesuatu yang berwujud, termasuk uang; Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum; Menguntungkan diri sendiri dengan melawan hak = menguntungkan diri sendiri dengan tidak berhak; Dengan menggunakan nama atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat) atau karangan perkataan bohong; Nama palsu = nama yang bukan nama sendiri; 31

Keadaan palsu = misalnya mengaku dan bertindak sebagai agen polisi, notaris, pastor, bank,pengusaha yang sebenarnya ia bukan penjabat itu; Akal cerdik atau tipu muslihat = suatu tipu yang demikian liciknya, sehingga seorang yang berpikiran normal dapat tertipu. 18 Jika unsur-unsur di atas terpenuhi,maka seseorang dapat dijerat dengan tindak pidana penipuan. C.HUBUNGAN TINDAK PIDANA PENIPUAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN UNDANG- UNDANG NO 11 TAHUN 2008 Perumusan tindak pidana didalam KUHP kebanyakan masih bersifat konvensional dan belum secara langsung dikaitkan dengan perkembangan cybercrime disamping itu, mengandung berbagai kelemahan dan keterbatasan dalam mengahadapi perkembangan teknologi dan hitech crime yang sangat bervariasi. Untuk menghadapi masalah pemalsuan kartu kredit dan transfer dana elektronik saja, KUHP mengalami kesulitan karena tidak ada ketentuan khusus mengenai pembuatan kartu kredit palsu yang ada hanya ketentuan mengenai: a. Sumpah keterangan palsu, Bab IX pasal 242; b. Pemalsuan mata uang dan uang kertas, Bab X pasal 244-pasal252; c. Pemalsuan materai dan merek, Bab XI pasal 253-pasal 262; d. Pemalsuan surat, Bab XII pasal 263-pasal 276 19 18 R. Soesilo, hal. 261 32

Dalam upaya menangani kasus kejahatan dunia maya, terdapat beberapa pasal dalam KUHP yang mengkriminalisasi cyber crime jika mengggunakan metode interprestasi ekstensif (perumpamaan dan persamaan) terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP. Adapun pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP yang mengkriminalisasi terhadap kejahatan dunia maya, di antaranya: a. Pasal 362 KUHP untuk kasus Carding dimana pelaku mencuri kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di internet untuk melakukan transaksi di E-Commerce. b. Pasal 378 KUHP untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. c. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail. d. Pasal 331 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan e- mail kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan e-mail secara berantai melalui mailling list (millis) tentang berita yang tidak benar. 19 Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian Perbandingan,(Bandung; Citra Aditya, 2005), hal. 127-128. 33

e. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara on-line di internet dengan penyelenggara dari Indonesia. f. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di internet. g. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di internet, yang mana orang yang dikenakan pasal ini adalah orang yang menyebarkan. h. Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang i. Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface suatu website, karena pelaku setelah berhasil memasuki website korban, selanjutnya melakukan pengrusakan dengan cara mengganti tampilan asli dari website tersebut. 20 20 http://bsi133d07-04.blogspot.com/p/uu-cyber-crime.html di akses 22/6/2014 pkl 21:00 34