BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB VI. PENUTUP. oleh pemerintah dengan membentuk jaringan ( network). Pihak-pihak. masyarakat adalah PPTI, Aisyiyah, dan TP PKK.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dikembangkan dari publikasi di JMPK yang ditulis oleh Alex Prasudi 1 dan Adi Utarini 2

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit menular merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

KERANGKA ACUAN PROGRAM TB PARU UPTD PUSKESMAS BANDA RAYA KECAMATAN BANDA RAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah mengatur pendelegasian fungsi atau kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pendelegasian tersebut bertujuan untuk mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan mudah diketahui publik, ada tuntutan akuntabilitas, ada peningkatan partisipasi publik(hofman dkk, 2009). Sektor kesehatan termasuk di dalam kewenangan pusat yang dilimpahkan dari pusat ke daerah. Pelimpahan tersebut membuat pemerintah daerah dapat mengembangkan sendiri program-program untuk mengatasi masalah kesehatan di daerahnya. Merespon kewenangan yang telah dilimpahkan oleh pemerintah pusat di bidang kesehatan, Pemerintah Kabupaten Bantul mengeluarkan program Desa Bebas 4 Masalah Kesehatan Plus Tuberkulosa (DB4MK Plus TB) untuk mengatasi masalah kesehatan prioritas di Kabupaten Bantul. Program tersebut berfokus pada 4 masalah kesehatan yakni demam berdarah, kematian ibu, kematian bayi, dan gizi buruk, ditambah dengan penemuan serta penanggulangan kasus TB. Di dalam program tersebut desa yang mampu terbebas dari 4 masalah kesehatan plus penemuan kasus TB akan mendapatkan reward dari pemerintah daerah. Program DB4MK Plus TB pada awalnya hanya DB4MK saja, tidak 1

memasukkan penemuan TB Paru dalam program tersebut. Namun pada tahun 2009, Pemda Bantul memasukkan penemuan kasus TB paru ke dalam program tersebut. Program DB4MK ini jugalah yang mengantarkan Bupati Bantul meraih penghargaan Manggala Karya Bhakti Husada pada tahun 2014 yang lalu dari pemerintah pusat. Tuberkulosis masuk ke dalam program karena merupakan salah satu penyakit infeksi yang sangat menular. Tuberculosis merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian ( mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, menurut laporan dari Ditjen P2PL Kemenkes RI pada tahun 2014 Indonesia menempati urutan keempat di dunia setelah India, China, dan Afrika Selatan dalam hal jumlah penderita TB paru sekitar 583 ribu orang dan diperkirakan sekitar 140 ribu orang meninggal dunia tiap tahun akibat TB. Penyakit tubercolusis atau yang sering disebut TB adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya, disamping rasa bosan karena harus minum obat dalam waktu yang lama seseorang penderita kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum massa pengobatan belum selesai hal ini dikarenakan penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah ditentukan, serta pengetahuan yang kurang tentang penyakit sehingga akan mempengaruhi kepatuhan untuk berobat secara tuntas. Selain itu 2

60 % Penemuan Kasus TBC 40 20 penyakit TB terutama TB Paru sangat mudah menular melalui droplet atau dahak yang dikeluarkan oleh penderita (Danusantoso,2002). Penyakit TB di Kabupaten Bantul masih perlu diwaspadai. Penemuan kasus BTA positif masih menjadi masalah di Kabupaten Bantul. Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Bantul Tahun 2015, angka penemuan kasus (case detection rate) selalu di bawah target dimana angka target nasional, DIY dan Kabupaten Bantul adalah 70%. Tahun 2009 sebesar 34,89% (260 kasus dari 521 suspek). Kalau dilihat kecenderungan cakupan angka penemuan kasus TB dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 relatif statis (Profil Dinkes Kab. Bantul). Penemuan kasus TB Paru BTA Positif pada Tahun 2014 sebesar 44,19 % turun dibandingkan Tahun 2013 yang dilaporkan sebesar 52,68%. Jumlah kematian akibat TB paru dilaporkan sejumlah 12 orang. Untuk lebih jelasnya, tren penemuan kasus TB Paru di Kabupaten Bantul dalam 5 tahun terakhir ada dalam grafik 1 berikut ini: Grafik 1.1. Angka Penemuan Kasus TB Paru Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014 0 40,86 44,23 42,9 52,68 2010 2011 2012 2013 2014 44,19 Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul 2015 Dari grafik 1.1 diatas, dapat kita ketahui bahwa perkembangan penemuan kasus TB di kabupaten Bantul dalam 5 tahun terakhir tergolong statis. Rata-rata pencapaiannya masih dibawah target yang dicanangkan yakni 70 %. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ada 3

gap antara target dengan hasil yang diperoleh. Hasil yang diperoleh ini mengulang dari capaian 5 tahun sebelumnya, dimana selalu dibawah target. Kasuss TB di Bantul lebih mengkhawatirkan karena pada tahun 2014 penemuan penderita TB MDR (Multi Drug Resistance) atau penderita yang resisten terhadap obat merupakan yang tertinggi di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jumlah kasus 6 orang. Data tersebut dapat dilihat dalam grafik penemuan TB MDR di bawah ini : Grafik 1.2. Kasus TB MDR di Provinsi DIY Tahun 2014 Sumber : Data Lab. TB Mikrobiologi FK UGM Tahun 2014 Dari data diatas dapat dilihat bahwa kasus TB MDR di Bantul merupakan yang tertinggi di wilayah DIY, hal tersebut menandakan bahwa kegiatan penemuan TB di Bantul harus lebih ditingkatkan karena penderita TB MDR akan dapat menularkan kuman yang juga resisten (kebal) terhadap obat TB sehingga orang yang ditulari juga akan menderita TB MDR. Apabila seseorang tertular TB MDR maka proses pengobatannya akan lebih lama dan lebih menyakitkan karena obat 4

diberikan melalui injeksi (suntikan). Pengobatan pada TB MDR terdiri atas 2 fase. Fase pertama menggunakan obat injeksi dan fase kedua tidak menggunakan obat injeksi. Durasi terapi fase awal dan lanjutan diberikan 18-24 bulan. Lamanya pengobatan TB MDR memiliki berbagai tantangan, dipersulit dengan keterbatasan pilihan obat disertai dengan toksisitas yang lebih besar dan kurangnya efektivitas terapi. Penggunaan obat kombinasi merupakan suatu keharusan untuk mencegah timbulnya resistens lebih lanjut. Kondisi tersebut akan membuat pasien TB MDR rawan putus obat dan dapat meningkatkan resiko kematian (Wiratmoko,2015). Kerawanan TB di Kabupaten Bantul juga dapat dilihat dari penyebaran kasusnya. Hampir semua wilayah di Kabupaten Bantul terdapat penderita TB, hal tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut : Gambar 1.1 Penyebaran Kasus TB di Kab. Bantul 2014 Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul 2015 5

Gambar diatas memperlihatkan penyebaran kasus TB Paru terjadi pada seluruh wilayah Kabupaten Bantul. Kecamatan dengan jumlah kasus terbanyak ada di Puskesmas Sewon I sebanyak 14 orang. Angka kesuksesan ( Succes Rate) terdiri dari angka kesembuhan dan pengobatan lengkap TB Paru. Angka kesuksesan pada tahun 2014 dilaporkan sebesar 84,69 % dan angka kesembuhan (Cure rate) pada tahun 2014 dilaporkan sebesar 82,19 %. Penyebaran kasus banyak terjadi pada daerah yang notabene tergolong perkotaan dengan karakteristik penduduk yang padat, daerah tersebut adalah Kecamatan Sewon, Bantul, Banguntapan, Pleret, serta Piyungan. Angka kesembuhan pengobatan TB di Kabupaten Bantul selama 5 tahun terakhir mengalami pasang surut. Sempat berada diatas target nasional pada tahun 2011 dan 2012 namun merosot pada tahun 2013. Sedangkan pada Tahun 2014 naik apabila dibandingkan dengan tahun 2013 yakni sebesar 82,19 akan tetapi angka kesembuhan ini masih berada di bawah target Nasional (85%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut: 6

Grafik 1.3. Angka Kesembuhan TB di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014 90 86 86,4 86,12 % Kesembuhan 82 78 74 78,57 79,75 82,19 70 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Angka Kesembuhan Target Nasional Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul 2015 Melihat tren kasus TB di Kabupaten Bantul, program DB4MK Plus TB mampu meningkatkan angka penemuan kasus TB baru dari 34,89% menjadi diatas 40%. Akan tetapi capaian tersebut masih jauh dibawah target nasional yakni 70%. Upaya untuk meningkatkan angka penemuan kasus ( case detection rate) terus dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bantul. Salah satunya adalah dengan membangun jejaring (networking) dengan organisasi non pemerintah, inovasi diwujudkan dengan memberikan reward bagi penemu kasus TB sebesar Rp. 200.000 per kasus,sedangkan pengawas menelan obat (PMO) diberikan reward sebesar Rp.150.000 selama 6 bulan (Kompas,2009). Reward tersebut diberikan karena penemuan dan pengawasan menelan obat (PMO) merupakan faktor penting dalam upaya pengobatan TB melalui metode Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS) atau pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung selama 6 bulan. Pengawasan terhadap menelan obat sangat diperlukan mengingat 7

kegagalan pengobatan (putus obat) dapat mengakibatkan resistensi pada Bakteri Tuberkulosa atau yang sering disebut TB Multiple Drug Resistant (TB MDR). Pengobatan terhadap TB yang resisten ini akan membutuhkan biaya yang lebih tinggi dengan resiko kematian yang juga lebih besar (Aminah, 2013). Dalam menanggulangi penderita TB, sejak tahun 2006 Pemerintah Indonesia mendapat dana hibah dari The Global Fund, sebuah organisasi public private partnership internasional yang didirikan untuk memerangi kasus AIDS, Tuberculosis, dan Malaria. Pada Tahun 2006 Pemerintah Indonesia mendapatkan dana hibah sebesar US$ 18.314.685. Program tersebut kemudian berlanjut sampai tahun-tahun berikutnya karena Indonesia dinilai berhasil menjalankan program dalam menurunkan angka kesakitan TB. Hibah terakhir yang diterima Indonesia ditandatangani pada Tahun 2013 dimana Indonesia menerima dana sebesar USD 56,5 juta untuk jangka waktu 1 Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2016. Walaupun saat ini program pengendalian TB di Indonesia mendapatkan dukungan dari The Global Fund, tetapi harus diingat bahwa dukungan tersebut tidak akan tersedia selamanya. Secara bertahap kita harus melakukan upaya-upaya untuk mengambil alih komponen pembiayaan strategis dengan mobilisasi sumber pendanaan lokal (Aditama, 2013). Selain pendanaan, penanggulangan TB di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari peran organisasi non formal di masyarakat. Oganisasi formal milik pemerintah jelas memiliki keterbatasan multifaktorial, sehingga sulit untuk menjangkau semua lapisan masyarakat di dalam upaya menanggulangi TB. Oleh karena itu sejak 8

menggulirkan program penanggulangan TB pemerintah sudah berupaya untuk membangun jejaring ( networking) yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Begitu juga dengan program penanggulangan TB yang digalakkan di Kabupaten Bantul. Pemda bantul bekerjasama dengan Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), LSM seperti TB Care Aisyiyah, PKK, Kader kesehatan dan lain-lain. Jejaring yang terbentuk kiranya dapat menjadi kekuatan lain selain pendanaan tentunya. Oleh karena itu, penting kiranya dilakukan analisa terhadap jejaring ( networking) dalam pelaksanaan penanggulangan TB untuk mengetahui bagaimana peran networking dalam penanggulangan TB di Kabupaten Bantul. Mengingat program tersebut sangat mendukung program pemerintah pusat yang dicanangkan oleh Kemenkes RI yakni Indonesia Bebas TB pada 2050 dan kita tidak bisa selamanya mengandalkan sumber pendanaan dari donatur baik dalam maupun luar negeri. 1.2. Rumusan Masalah Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi TB di Bantul melibatkan banyak pihak, namun hasil yang didapatkan dalam case detection rate (CDR) masih jauh dari harapan, sehingga muncul pertanyaan Bagaimana networking dalam penanggulangan kasus TB di Kabupaten Bantul? 9

1.3. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah melihat bagaimana networking penanggulangan kasus TB di wilayah Kabupaten Bantul. 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan pelaksanaan penanggulangan TB di Kabupaten Bantul dengan melihat networking antara peran lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah. 1.5. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis, sebagai bahan masukan yang bermanfaat untuk mengembangkan ilmu administrasi publik, terutama yang terkait dengan kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pemerintah mewujudkan Indonesia bebas TB pada tahun 2050. 2. Manfaat Praktis, memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Bantul mengenai pemanfaatan jejaring dalam melaksanakan program penanggulangan TB. 10

1.6. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan networking dalam program penanggulangan TB di Kabupaten Bantul sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Namun demikian, penelitian yang berkaitan dengan TB diantaranya adalah; 1. Subekti, BA (2011). Judul Evaluasi Penemuan Penderita Baru TB BTA Positif Program Penanggulangan Tuberkulosis (P2TB) Puskesmas di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan mengevaluasi strategi tim kerja P2TB puskesmas dalam penemuan penderita baru TB BTA positif di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan metode kualitatif. Hasilnya sistem yang ada belum mampu membangun kinerja tim yang dinamis dan fungsional. Supervisi program hanya bersifat formalitas, administratif, dan koordinatif. Serta dukungan pimpinan yang belum sesuai dengan harapan. Dalam tulisannya, Subekti menyarankan agar ada manajemen kerja yang dikelola secara task force dan dengan sistem jejaring ( network). Untuk itu, secara kebetulan penelitian kali ini menindaklanjuti penelitian Subekti tentang bagaimana network (jejaring) yang terbentuk dalam upaya penanggulangan TB di Bantul. 2. Suharjana,B. (2004). Judul Pelaksanaan Penemuan Penderita Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kegiatan 11

penemuan penderita TB BTA positif, dari faktor-faktor petugas, pelatihan, ketrampilan, kebijakan dan prosedur, ketersediaan dan kecukupan sarana. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasilnya adalah pengetahuan dan ketrampilan petugas sebagian besar sudah baik, petugas sebagian besar sudah mengikuti pelatihan dan sudah mengikuti prosedur, supervisi belum optimal. 3. Awusi,2008. Judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penemuan Penderita TB Paru di Kota Baru Palu Sulawesi Tengah. Penelitian berlokasi di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penemuan penderita TB Paru di Kota Palu. Metode yang digunakan adalah cross sectional analitik. Hasilnya hubungan yang paling berpengaruh adalah penjaringan suspek. 12