BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk dikembalikan ke masyarakat walaupun tidak dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

Penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 001 TAHUN 2018 TENTANG TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. Suksesnya pembangunan negara Indonesia tidak terlepas dari dana yang

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan kebijaksanaan sendiri, serta berkewajiban memenuhi pembiayaan keuangan daerahnya. Dengan demikian diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan sendiri dan tidak bergantung kepada Pemerintah Pusat dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerahnya. Oleh karena itu daerah otonom harus mempunyai kemampuan sendiri untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri dengan mengandalkan sumber-sumber pendapatan yang dimilikinya. Sumber pendapatan daerah tersebut yaitu pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Dengan diterapkannya Undang-Undang no 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Darah diharapkan daerah dapat membiayai kebutuhan pemerintahannya sendiri dan mengurangi ketergantungan terhadap bantuan dari Pemerintah Pusat. Salah satu sumber pendapatan negara dan daerah yang penting guna pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan adalah pajak. Pajak merupakan kewajiban masyarakat kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakan tidak dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Sedangkan Soemitro dalam 1

Mardiasmo (2011:1) mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang / yang dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal / kontraprestasi yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan kewenangan pemungutannya, di Indonesia pajak dapat dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat merupakan pajak yang pemungutan dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah pusat. Sedangkan pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah. Pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang secara pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasrkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam rangka mengoptimalkan sumber keuangan daerah, pemerintah telah membuat dan memberlakukan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 untuk memperbaharui Undang- undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pendapatan Daerah. Dimana pada Undang-undang ini pemerintah provinsi diberikan kewenangan terhadap 5 jenis pajak dan pemerintah kabupaten/kota diberikan kewenangan terhadap 11 jenis pajak seperti terlihat pada tabel berikut: 2

Tabel 1.1 Rincian Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/Kota menurut UU No. 28 Tahun 2009 Pajak Provinsi 1. Pajak Kendaraan Bermotor 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4. Pajak Air Permukaan Pajak Kabupaten/Kota 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Mineral Bukan 5. Pajak Rokok Logam dan Batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Seperti terlihat dalam tabel diatas termasuk di dalam 11 jenis pajak yang dipungut oleh kabupaten/kota adalah pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB-P2). PBB-P2 dianggap lebih tepat dipungut oleh daerah, karena lebih bersifat lokal, visibilitas, objek pajaknya tidak berpindah-pindah 3

(immobile), dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut. Dengan pengalihan kewenangan ini maka kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/ penagihan dan pelayanan PBB-P2 akan dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah kabupaten/kota. Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tujuan dari kebijakan pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah adalah: 1. Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah. 2. Memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah). 3. Memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis pajak daerah. 4. Memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah, dan menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah. Adapun perbedaan aturan menegenai PBB antara UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB dengan UU Nomor 28 Tahun 200 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat terlihat pada tabel berikut: 4

Tabel 1.2 Perbandingan PBB pada Undang-undang PBB dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU PBB UU PDRB Subjek Objek Tarif NJKP Orang atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasa dan/atau memanfaatkan atas bangunan (Pasal 4 Ayat 1) Bumi dan/atau bangunan (Pasal 2) Sebesar 0,5% (Pasal 5) 20% s.d. 100% (PP 25 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 20% atau 40%) (Pasal 6) Sama (Pasal 78 ayat 1 & 2) Bumi dan/atau bangunan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (Pasal 77 Ayat 1) Paling Tinggi 0,3% (pasal 80) Tidak Dipergunakan 5

NJOPTKP PBB Terutang UU PBB Setinggi-tingginya Rp12 Juta (Pasal 3 Ayat 3) Tarif x NJKP x (NJOP- NJOPTKP) 0,5% x 20% x (NJOP- NJOPTKP) atau 0,5% x 40% x (NJOP- NJOPTKP) (Pasal 7) UU PDRB Paling Rendah Rp10 Juta (Pasal 77 Ayat 4) Max: 0,3% x (NJOP- NJOPTKP) (Pasal 81) Pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke pemerintah daerah memberikan hasil berbeda di tiap daerah, hasil penelitian Pradita Ferian Dana, dkk pada tahun 2014 menunjukkan Surabaya sebagai kota pertama di Indonesia yang melaksanakan pemungutan PBB-P2 sebagai pajak daerah cukup efektif dalam melakukan pemungutan PBB-P2, tetapi kontribusi terhadap PAD cenderung menurun. Sementara penelitian Voni Lestari tahun 2014, menunjukkan pemindahan pengelolaan PBB-P2 meningkatkan jumlah PAD Kota Kediri pada tahun 2012 dan 2013. Berkaitan dengan pemberlakuan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 ini, Pemerintah Kota Pariaman bersama DPRD-nya pada 26 Maret 2013 telah membuat Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan yang mulai diberlakukan per 1 Januari 2014. Di Kota Pariaman sendiri pelimpahan kewenangan ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah Kota Pariaman dalam 6

meningkatkan kemampuan fiskal ataupun kemampuan keuangan pemerintah daerah. Semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan maka daerah dapat memberikan pelayanan publik yang lebih berkualitas bagi masyarakat.tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor. Untuk mencapai hal ini pemerintah harus melakukan pernaikan dan penyempurnaan dalam bidang keuangan daerah yang harus dikelola secara efektif dan efisien. Dan diharapkan dengan adanya pengalihan pengelolaan PBB-P2 ini dapat memperkecil kebutuhan akan bantuan dari pemerintah pusat dan dapat menjadi sumber utama pendapatan dari daerah itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaaan Perkotaan (PBB-P2) daerah Kota Pariaman,serta untuk mengetahui tingkat kontribusi penerimaan PBB- P2 setelah dialihkan menjadi pajak daerah dan dituangkan dengan judul Analisis Penerimaan PBB-P2 dan Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Daerah Setelah Diberlakukannya UU No 28 Tahun 2009 Di Kota Pariaman. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut: 1) Seberapa besar penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaaan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Pariaman setelah diberlakukannya UU No 28 Tahun 2009? 7

2) Seberapa besar kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaaan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Daaerah di Kota Pariaman setelah diberlakukanny UU No 28 tahun 2009? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui seberapa besar penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaaan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Pariaman setelah diberlakukannya UU No 28 Tahun 2009 dari tahun 2014-2016. 2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaaan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Daaerah di Kota Pariaman setelah penerapan UU No 28 tahun 2009 di Kota Pariaman dari tahun 2014-2016. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai realisasi penerimaan dan kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaaan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Pariaman. 2. Sebagai bahan evaluasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaaan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Pariaman. 3. Sebagai bahan referensi dan kajian bagi peneliti selanjutnya serta dapat memperbaiki dan menyempurnakan penelitian. 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk periode 2011-2016. Periode penelitian dibagi menjadi 2(dua) periode yaitu 2011-2016 dimana pada periode ini Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaaan Perkotaan (PBB-P2) masih menjadi pajak pusat dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dan periode kedua 2014-2016 ketika PBB-P2 sudah menjadi pajak daerah Kota Pariaman. Alasan penulis menggunakan objek penelitian Kota Pariaman adalah dengan pertimbangan bahwa Kota Pariaman sebagai perkotaan yang sedang berkembang memiliki potensi pertumbuhan penerimaan Pajak Bumi Bangunan Pedesaaan Perkotaan yang pesat. 1.6. Sistematika Penulisan yaitu: Sistematika dalam penulisan dalam skripsi ini terdiri atas beberapa bab BAB I PENDAHULUAN Didalam bab ini merupakan bab yang menggambarkan informasi umum yang menyeluruh dan sistematis, serta memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini memuat konsep dasar sebagai landasan teori dalam penelitian, penelitian terdahulu. Teori tersebut akan menjadi 9

dasar bagi penulis dalam pengambilan keputusan untuk menentukan judul penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan desain yang digunakan dalam penelitian, jenis penelitian dan data yang diperoleh yang digunakan sebagai sumber data dalam penulisan, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Didalam bab ini penulis akan menggambarkan hasil yang ditemui dalam proses penelitian. Analisis dan pembahasan hasil penelitian mengenai pengaruh penerapan UU No 28 tahun 2009 di Kota Pariaman. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Isi dari bab ini adalah penjelasan berupa kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran kepada pihak yang diteliti dan untuk penelitian selanjutnya yang akan melaksanakan penelitian serupa terkait pengalihan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan. Bab ini juga memuat keterbatasan dari penelitian yang dilakukan. 10