BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan global pada tahun 2008 diawali dengan krisis subprime

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih (principal) dengan orang lain (agent) dimana principal mendelegasikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis, sebuah perusahaan menjalankan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan Capital

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dalam sektor perbankan yang tinggi dapat meningkatkan resiko

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu perekonomian. Kestabilan ini

Bab I PENDAHULUAN. suatu negara bahkan antar negara (Guidara, 2013). Pada awalnya, bank merupakan lembaga

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya

BAB I PENDAHULUAN. (2001), Rahmawati, dkk., (2007) dan Nasution dan Setiawan (2007). Hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bisnis jasa keuangan yang dikelola oleh Desa Pekraman atau Desa Adat. Badan usaha

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penyimpan, pemerintah dan masyarakat (Audhya, 2014). Profitabilitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang produktif guna mengembangkan pertumbuhan jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dengan ditandai adanya krisis global di Amerika Serikat, pada tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan kondisi perekonomian dunia usaha, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan investasinya. Selama ini kebijakan BI rate selalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kembali dalam bentuk kredit. Artinya, bank memiliki fungsi sebagai lembaga

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 sangat

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998, bank didefinisikan. dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. menurut pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang membutuhkan dana. Transaksi yang dilakukan dapat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad 21 persaingan dunia usaha semakin ketat. Perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup. kepada masyarakat yang kekurangan dana (Abdullah, 2005:17).

BAB I PENDAHULUAN. intermediaris atau perantara yang menghubungkan pihak pihak yang memiliki dana

BAB I PENDAHULUAN. (demand deposit), tabungan (savings), dan deposito berjangka (time

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun triliun menjadi Rp triliun hingga akhir tahun.

I. PENDAHULUAN. Menengah) di Indonesia sangat penting dan strategis. UMKM telah lama diyakini

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyaknya sektor yang tergantung

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi. Pengukuran ini perlu diketahui pihak yang berkepentingan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk menilai kesehatan suatu bank, di mana bank dengan kinerja yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan investasi di pasar modal juga semakin kuat.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan operasionalnya dengan cara menghasilkan laba tinggi sehingga. profitabilitasnya terus mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan stabilitas

BAB I PENDAHULUAN. berdampak kepada Indonesia. Krisis keuangan tersebut disebabkan oleh jatuhnya

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. lapisan masyarakat. Secara umum, bank memiliki fungsi utama. lembaga intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Bank menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah lembaga yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sedangkan yang lain adalah lembaga keuangan non-bank (LKBB). Bank

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga atau badan usaha yang saat ini mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan syariah pada dasamya merupakan suatu industri keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat telah menyebabkan kasus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Domestik Bruto (PDB) dalam jangka panjang. Demikian juga halnya pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja tetapi

BAB I PENDAHULUAN. dipicu oleh fenomena gagal bayar subprime mortgage bertransformasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sektor kelembagaan dan inovasi ekonomi. Keberadaan sektor perbankan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau


BAB I PENDAHULUAN. modal yang menghasilkan laba tersebut. Sama seperti pernyataan Pandia. mengukur efektivitas perusahaan memperoleh laba.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis keuangan global pada tahun 2008 diawali dengan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat. Penyaluran kredit perumahan (mortgage) dilakukan secara ekspansif diakibatkan oleh tingkat suku bunga yang rendah dan ekspektasi berlebihan pada kenaikan harga properti. Keadaan ini mendorong beberapa lembaga keuangan di Amerika Serikat memberikan kredit kepada debitur dengan riwayat kredit yang buruk serta tidak memiliki jaminan keuangan memadai. Namun di tahun 2007, suku bunga yang awalnya sebesar 1% naik sampai 5,25% menyebabkan pembayaran pinjaman dari debitur tersendat dan kemudian menjadi macet. Penjualan properti milik debitur pun terus meningkat akibat ketidakmampuan mereka membayar kewajibannya sehingga harga rumah turun drastis. Hal tersebut berdampak pada turunnya harga produk derivatif mortgage di pasar modal sehingga perusahaan-perusahaan yang berinvestasi pada produk tersebut mengalami kerugian besar (Depkominfo, 2008). Krisis tersebut memberikan pelajaran yang berharga bahwa institusi maupun lembaga keuangan yang besar dan saling berhubungan dapat mengganggu stabilitas ekonomi suatu negara bila institusi itu menghadapi kesulitan (too big too fail). Faktor kehati-hatian (prudential) menjadi aspek yang penting untuk dipertimbangkan saat suatu pihak melakukan transaksi berisiko. Salah satu contohnya adalah kasus Bank Century di tahun 2008. Bank tersebut 1

2 melakukan penjualan produk investasi fiktif sehingga mengalami defisit keuangan. Walaupun pihak manajemen mengetahui bahwa sekuritas tersebut tidak memiliki izin dari Bank Indonesia (BI) dan Bapepam-LK, mereka tetap mengambil risiko memperjualbelikan produk investasi itu sehingga pada akhirnya merugikan nasabah sampai dengan 1,4 triliun rupiah (Nainggolan, 2009). Bank sebagai lembaga yang mengemban fungsi intermediasi dihadapkan pada berbagai risiko usaha yang mesti dikelola agar mampu meminimalisir potensi kerugian. Apabila sebuah bank mengalami kegagalan, ini akan berdampak pada nasabah, bank yang bersangkutan, maupun perusahaan yang menyimpan dana dan menanamkan modalnya di sana. Oleh karena itu, Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan perbankan sebagai pedoman manajemen risiko bank, seperti Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Langkah ini diharapkan mampu mengontrol manajemen puncak dan menumbuhkan budaya prudential dalam lingkungan internal bank (Otoritas Jasa Keuangan, 2014). Risiko merupakan potensi adanya kerugian akibat peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi (PBI No.11/25/PBI/2009). Risiko itu sendiri menimbulkan efek negatif dan tidak diharapkan yang dapat memicu adanya kegagalan maupun kerugian (Setiawan, 2007). Produk serta aktivitas bank yang makin kompleks mengindikasikan bahwa risiko yang dihadapi makin tinggi pula. Tidak menutup kemungkinan bahwa bank berkeinginan melakukan aktivitas berisiko untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Ini dapat dimengerti bahwa di balik risiko yang tinggi, ada return yang tinggi pula (high risk, high return). Pengambilan

3 risiko dilatarbelakangi oleh keinginan memperoleh keuntungan yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan. Tindakan ini mencerminkan kemauan suatu organisasi untuk menggapai peluang yang ada dengan hasil akhir berupa keuntungan atau kerugian. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa besarnya pengambilan risiko bank dipengaruhi oleh regulasi yang diterapkan pemerintah (Ongena dkk., 2013; Gonzales, 2005; Repullo, 2004). Tujuan dari disusunnya regulasi adalah untuk meminimalkan risiko dan melindungi nasabah. Regulasi sebagai bagian dari kontrol untuk menekan konflik keagenan diharapkan dapat mendorong bank bersikap hati-hati (Taswan, 2012). Berger dkk. (2014) menjelaskan bahwa intervensi regulasi mampu memicu penurunan risiko portofolio. Tindakan intervensi tersebut seperti, pembatasan kegiatan-kegiatan bank, pengawasan resmi, restrukturisasi kegiatan usaha, serta pembatasan lingkup keputusan manajerial. Regulasi perbankan dalam penelitian ini difokuskan pada kebijakan capital requirement. Regulasi ini merupakan ketentuan yang mengatur persyaratan kecukupan modal di bank. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 15/12/PBI/2013 tentang kewajiban penyediaan modal minimum dijelaskan bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas permodalan bank diperlukan untuk menyerap risiko yang disebabkan kondisi krisis maupun pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan. Persyaratan penyediaan modal minimum berfungsi sebagai buffer (penyangga) saat terjadi krisis keuangan yang menganggu stabilitas sistem keuangan. Selain itu, disusunnya peraturan modal ini dilatarbelakangi oleh

4 kekhawatiran mengenai jumlah modal yang dimiliki bank kurang dari tingkat relatif optimal terhadap risiko-risiko usaha yang dihadapi bank tersebut. Untuk itu, regulator menerapkan sejumlah peraturan, seperti membatasi pertumbuhan aset dan aktivitas-aktivitas tertentu ataupun memberlakukan peningkatan additional capital (Awdeh dkk., 2011). Peraturan modal yang telah dirancang sedemikian rupa tidak sepenuhnya mampu mengurangi pengambilan risiko. Awdeh dkk. (2011) menemukan bahwa capital requirement berpengaruh positif pada pengambilan risiko bank. Peningkatan pengambilan risiko terjadi ketika tingkat persyaratan modal minimum mengalami kenaikan. Ini disebabkan karena penerapan peraturan tersebut memicu penurunan expected profits dan sebagai akibatnya bank memilih berinvestasi pada aset berisiko. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Blum (1999) bahwa capital adequacy requirement secara aktual dapat meningkatkan risiko. Blum (1999) menemukan adanya sequential effect yang menyebabkan terjadinya peningkatan risiko bank setelah regulator mengeluarkan capital requirement. Ketatnya peraturan modal mendorong bank untuk menggunakan profit perusahaan di masa sekarang demi memenuhi capital adequacy requirement di masa mendatang. Dengan demikian, salah satu alternatif untuk mencapai keuntungan yang diinginkan adalah dengan meningkatkan risiko aset di periode sekarang. Penelitian mengenai pengaruh capital requirement dan pengambilan risiko bank telah banyak diuji sebelumnya dan hasil yang ditemukan cukup bervariasi. Koehn dan Santomero (1980) melakukan analisis mengenai pengaruh flat capital

5 regulation pada portfolio risk, dimana hasil pengujian menunjukkan bahwa peraturan modal gagal mengurangi probability of default bank. Penerapan capital requirement yang tinggi mengindikasikan adanya penurunan expected return, sehingga bank mengkompensasikannya dengan berinvestasi pada aset berisiko. Kemudian, Gennotte dan Pyle (1991) menyatakan bahwa peraturan modal dapat meningkatkan portfolio risk dan probability of default bank. Peningkatan kebutuhan modal akibat penerapan capital requirement akan mendorong bank untuk meningkatkan risiko portofolio. Sebaliknya, hasil penelitian yang berbeda disampaikan oleh Konishi dan Yasuda (2004) bahwa pengimplementasian capital adequacy requirement mengurangi pengambilan risiko pada bank-bank komersial. Agoraki dkk. (2011) juga menemukan bahwa capital requirement mengurangi risiko secara umum. Selain itu, temuan penelitian yang diperoleh Berger dkk. (2014) menunjukkan bahwa intervensi regulasi dan capital support mampu menurunkan pengambilan risiko bank. Hasil-hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten diduga karena ada faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Murray (1990) menjelaskan bahwa agar dapat merekonsiliasi hasil yang saling bertentangan diperlukan pendekatan kontingensi untuk mengindentifikasi variabel lain yang bertindak sebagai pemoderasi ataupun pemediasi dalam model riset. Penelitian ini menggunakan struktur kepemilikan dan charter value sebagai variabel pemoderasi. Variabel ini diidentifikasikan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa struktur kepemilikan dan charter value mempengaruhi perilaku pengambilan risiko bank.

6 Struktur kepemilikan ditentukan dari persentase kepemilikan saham dalam suatu perusahaan. Pihak dengan proporsi kepemilikan saham yang besar dapat mengawasi dan mengontrol aktivitas manajerial perusahaan. Sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Laeven dan Levine (2009), struktur kepemilikan dalam penelitian ini dilihat dari perspektif shareholder. Dengan kepemilikan saham yang besar, shareholder mempunyai hak kontrol dan hak aliran kas yang besar pula (ini disebut dengan large shareholder). Shareholder memiliki dorongan yang kuat untuk memaksimalkan keuntungan dengan cara mengumpulkan informasi perusahaan dan memantau kinerja manajer. Kepemilikan saham yang meningkat menyebabkan shareholder memiliki insentif yang lebih besar untuk meningkatkan keuntungan perusahaan dengan mengambil proyek-proyek berisiko (dalam keadaan ceteris paribus). Large shareholder memiliki pengaruh yang signifikan pada keputusan finansial dan dapat membentuk perilaku pengambilan risiko, yang nantinya akan berpengaruh pada kemampuan berkompetisi dan kelangsungan hidup perusahaan (Paligorova, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan Marco dan Fernandez (2008) menjelaskan bahwa bank komersial yang merupakan perusahaan berorientasi pada pemegang saham, menunjukkan kecenderungan pengambilan risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank tabungan, yakni bank dengan struktur kepemilikan lebih menyebar. Hasil yang sama ditemukan oleh Paligorova (2010), yakni adanya hubungan positif antara kepemilikan saham yang besar oleh shareholder dengan pengambilan risiko perusahaan.

7 Laeven dan Levine (2009) menjelaskan bahwa struktur kepemilikan mempengaruhi perilaku bank dalam menanggapi penerapan regulasi. Large shareholder mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan kebijakan perusahaan dalam menanggapi official regulations yang ditetapkan. Bila dalam suatu bank terdapat large shareholder, dapat diperkirakan bahwa regulasi yang diberlakukan bukannya menurunkan risiko, tetapi cenderung menimbulkan peningkatan pengambilan risiko. Ketatnya capital requirement mengakibatkan large shareholder memilih berinvestasi pada proyek berisiko untuk mengkompensasi hilangnya utilitas, sehingga shareholder tersebut berusaha mempengaruhi keputusan yang dibuat manajemen untuk meningkatkan risiko yang diambil. Selain variabel struktur kepemilikan, peneliti menggunakan charter value sebagai variabel pemoderasi. Charter value adalah nilai sekarang dari keuntungan masa depan yang diharapkan perusahaan. Dalam lingkungan yang kompetitif, sebagian besar perusahaan akan sulit menghasilkan laba yang stabil karena mereka cenderung menurunkan harga produk untuk dapat membayar seluruh cost perusahaan. Tetapi, jika perusahaan dapat mengembangkan produk dengan teknologi terkini ataupun memiliki sumber daya yang unggul, tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan mempunyai prospek laba yang baik (Demsetz dkk., 1996). Pada penelitian yang dilakukan oleh Fisher dkk. (2001), dijelaskan bahwa besarnya charter value tergantung pada bagaimana bank dapat unggul dalam persaingan di industri perbankan, sebagai contoh pembukaan kantor cabang baru di tiap-tiap kota menandakan adanya pertumbuhan positif sehingga bank

8 menjadi lebih profitable. Selain itu, charter value juga berasal dari faktor efisiensi dan lending relationship. Bank yang dikelola secara efisien memiliki peluang pertumbuhan yang lebih besar. Lending relationship yang terjalin antara bank dengan nasabah memberikan keuntungan berupa akses atas informasi pribadi nasabah yang belum tentu dimiliki oleh bank lain. Hal ini akan mengurangi cost of loan origination yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit. Bank dengan charter value yang tinggi cenderung beroperasi lebih aman, misalnya bank akan menetapkan jumlah modal lebih dari yang disyaratkan regulator untuk menanggulangi gagal bayar yang mungkin terjadi pada debitur berisiko tinggi. Hasil penelitian Demsetz dkk. (1996) menunjukkan bahwa charter value yang tinggi mendorong bank untuk mengambil risiko portofolio lebih kecil, sehingga menurunkan tingkat risiko secara keseluruhan. Charter value pun mampu mengurangi moral hazard yang muncul terkait dengan government safety net (seperti, deposit insurance). Hal yang sama juga ditemukan oleh Cebenoyan dkk. (1999) bahwa peningkatan charter value menurunkan pengambilan risiko. Schenck (2014) melakukan penelitian mengenai hubungan charter value dan pengambilan risiko pada institusi keuangan di Amerika Serikat dari tahun 1995 sampai 2012. Hasil penelitian menjelaskan bahwa tingginya charter value diikuti dengan penurunan pengambilan risiko. Seperti yang diungkapkan oleh Jokipii (2008), charter value dapat membantu mengurangi pengambilan risiko yang berlebihan. Bank dengan charter value yang tinggi akan beroperasi lebih hati-hati dan memilih strategi bisnis yang rendah risiko untuk mengurangi kemungkinan penurunan charter value. Oleh

9 karena itu, pengaruh positif capital requirement terhadap pengambilan risiko akan melemah dengan meningkatnya charter value yang dimiliki bank. Awalnya, ketatnya regulasi yang diterapkan akan meningkatkan risiko bank. Namun, pengalokasian modal yang cukup besar untuk mematuhi capital requirement menyebabkan kenaikan cash flow yang diikuti dengan peningkatan charter value sehingga bank cenderung memilih berinvestasi pada proyek yang aman (Milne dan Whalley, 2001). Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh Hellmann dkk. (2000) bahwa tingginya capital requirement menyebabkan kenaikan cost of capital dan menurunkan return dari kegiatan lending bank. Tingkat charter value pun akan menurun dan mendorong bank untuk mengambil risiko yang lebih besar. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Laeven dan Levine (2009) yang menguji hubungan pengambilan risiko, struktur kepemilikan, dan regulasi bank. Peneliti menambahkan charter value sebagai variabel pemoderasi yang didasarkan dari penelitian Milne dan Whalley (2001) mengenai peraturan modal bank dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan risiko. Di Indonesia, pengambilan risiko bank belum banyak diteliti dalam riset-riset akuntansi. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan pengujian guna memberikan bukti empiris mengenai bagaimana pengaruh regulasi pada pengambilan risiko bank dengan struktur kepemilikan dan charter value sebagai variabel moderasi.

10 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah capital requirement berpengaruh pada pengambilan risiko bank? 2) Apakah struktur kepemilikan memoderasi pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank? 3) Apakah charter value memoderasi pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank. 2) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai struktur kepemilikan yang memoderasi pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank. 3) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai charter value yang memoderasi pengaruh capital requirement pada pengambilan risiko bank. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian yang diharapkan adalah: 1) Manfaat akademis Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris dan gambaran mengenai variabel-variabel yang dapat mempengaruhi

11 pengambilan risiko bank di Indonesia. Penelitian juga diharapkan dapat memberikan kontribusi konseptual bagi pengembangan literatur dalam bidang akuntansi keuangan, khususnya yang terkait mengenai perilaku pengambilan risiko. 2) Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar masukan dan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait. (1) Penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi bagi Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan-kebijakan yang mengelola dan mengendalikan risiko bank umum. (2) Bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai perilaku pengambilan risiko bank sehingga lembaga ini dapat mengatur dan mengawasi sektor perbankan secara optimal.