BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan teori kontijensi mengidentifikasi bentuk-bentuk optimal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dalam bentuk variabel-variabel yang diteliti di bawah ini:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemilik (principals) dengan pihak lain, yaitu manajer (agent). Dalam kontrak,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002) ada 8 prinsip. dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dalam setiap sektor, salah satunya dalam hal pelaporan

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masing-masing. Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2011:9) adalah suatu proses sistematik

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan agent untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, ada dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Sikap dan Perilaku (Theory of Attitude and Behavior)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien (Deangelo, 1981).

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesi akuntan publik adalah profesi yang bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak

BAB I PENDAHULUAN. eksternal perusahaan. (Singgih dan Bawono 2010). sulit untuk diukur, sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak

BAB I PENDAHULUAN. profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham. Untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dapat bertahan dalam proses seleksi alam ini. non keuangan, bagi para stockholder (pemegang saham) dan stakeholder

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. berdasarkan standar auditing yang berlaku umum. Berdasarkan definisi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajemen selaku agen dengan pemilik selaku principal. Jensen dan Meckling

BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha yang semakin kompetitif (Nirmala dan Cahyonowati, 2013).

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi yang dipercaya oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang lainnya. Salah satunya dilakukan dalam penyajian laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akuntansi Keuangan (SAK) atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Berbagai cara digunakan manajemen perusahaan, tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang bergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal perusahaan. Menurut Financial Accounting Standards

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam system akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan memberikan gambaran dan informasi posisi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan organisasi formal yang beroperasi dengan menjual atau

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bagi para pengguna (Purn amasari dan Hernawati,

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena yang dihadapi dunia pengauditan global beberapa tahun terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB I PENDAHULUAN. objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pengertian audit menurut Arens et al (2008 : 4) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Lauw, et. al (2012) dengan judul Pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan akuntan. (Arens dan Loebbecke, 1996:4). keputusan. Para pemakai laporan keuangan selalu memeriksa dan mencari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. Pengauditan merupakan bagian dari assurance service dari kantor akuntan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan.

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan tersebut bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah k ti e g n e m r a d e k es na k u b M, O ZC LI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan telah menjadi financial supermarket dengan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan profesi kepercayaan dari masyarakat. Dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Wiratama dan Budiartha (2015), laporan keuangan memiliki dua. karakteristik penting yaitu relevan dan dapat diandalkan, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah)

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan dan mencari informasi tentang kehandalan laporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, ada

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditor hars memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh perusahaan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Kontijensi (Contingency theory) Pendekatan teori kontijensi mengidentifikasi bentuk-bentuk optimal pengendalian organisasi di bawah kondisi operasi yang berbeda dan mencoba untuk menjelaskan bagaimana prosedur operasi pengendalian organisasi tersebut. Pendekatan akuntansi pada akuntansi manajemen didasarkan pada premis bahwa tidak ada sistem akuntansi secara universal selalu tepat untuk dapat diterapkan pada setiap organisasi, tetapi hal ini tergantung pada faktor kondisi atau situasi yang ada dalam organisasi. Para peneliti telah menerapkan pendekatan kontijensi guna menganalisis dan mendesain sistem control, khususnya dibidang sistem akuntansi manajemen (Otley, 1980). Beberapa peneliti dalam bidang akuntansi manajemen melakukan pengujian untuk melihat hubungan variabel-variabel konstektual seperti ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, struktur dan kultur organisasional, ketidakpastian strategi dengan desain sistem akuntansi manajemen. Pendekatan kontijensi menarik minat para peneliti karena mereka ingin mengetahui apakah tingkat keandalan suatu sistem akuntansi manajemen akan selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak. Berdasarkan teori kontijensi maka terdapat faktor situsional lain yang mungkin akan saling berinteraksi dalam suatu kondisi tertentu. Diawali dari pendekatan kontijensi ini

maka muncul lagi kemungkinan bahwa desentralisasi juga akan menyebabkan perbedaan kebutuhan informasi akuntansi manajemen. Teori kontijensi dalam penelitian ini mengargumenkan bahwa variabel kompetensi, independensi, akuntabilitas, due professional care, objektivitas dan integritas yang dimiliki seorang auditor dengan etika auditor dalam mencapai suatu kualitas audit yang baik akan bergantung pada suatu kondisi tertentu. 2.1.2 Kualitas Audit (Y) Menurut Singgih dan Bawono (2010) auditor yang berkompeten adalah auditor yang mampu menemukan adanya pelanggaran sedangkan auditor yang independen adalah auditor yang mau mengungkapkan pelanggaran tersebut. Sedangkan menurut De Angelo (1981) dalam Alim,dkk (2007) mendefenisikan kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam system akuntansi auditeenya. Audit yang dilaksanakan oleh seorang auditor dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar auditing yang berlaku umum (generally accepted auditingstandards = GAAS) dan standar pengendalian mutu. Standar auditing tersebut dijadikan acuan auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam melaksankan audit atas laporan keuangan. Untuk menghasilkan kualitas audit yang tinggi seorang auditor harus mempunyai prinsip-prinsip dasar dalam melaksanakan tugasnya yaitu: (1) integritas, (2) objektivitas, (3) independen, (4) kepercayaan, (5) standar-standar teknis, (6) kemampuan profesional, dan (7) perilaku etika.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas adalah faktor pertama kompetensi dan faktor kedua independensi. Kualitas audit sendiri sangat berpengaruh terhadap laporan auditor, semakin tinggi kualitas audit yang diberikan maka semakin dipercaya pula laporan tersebut. 2.1.3 Kompetensi (X 1 ) Dreyfus dan Dreyfus (1986) dalam Indah (2010) mendefenisikan kompetensi sebagai keahlian seorang yang berperan secara berkelanjutan yang mana pergerakannya melalui proses pembelajaran, dari pengetahuan sesuatu ke mengetahui bagaimana, seperti misalnya: dari sekedar pengetahuan yang tergantung pada aturan tertentu kepada suatu pertanyaan yang bersifat intuitif. Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya,auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama (due professional care). Dalam penugasannya, auditor dituntut untuk memiliki kompetensi. Kompetensi menjadi salah satu prinsip yang harus dijalankan oleh auditor guna menjamin nilai audit yang dihasilkan. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesionalnya yang kompeten

berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling muktahir (Abdul 2008, h.32). Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa auditor yang berkompetensi adalah auditor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit dalam melakukan audit secara objektif, cermat, dan seksama. 2.1.3.1 Pengetahuan Secara umum terdapat lima pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor (Kusharyanti, 2003) yaitu: (1) pengetahuan pengauditan umum, (2) pengetahuan area fungsional, (3) pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, (4) pengetahuan mengenai industri khusus, (5) pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Standar Profesi Akuntan Publik (IAI ; 2011) tentang standar umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi, dan perusahaan. 2.1.3.2. Pengalaman Pengertian keahlian menurut Bedard (1986) dalam Murtanto (1999) adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan procedural yang luas

yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Pengalaman auditor mempengaruhi kemampuan kerja, semakin sering auditor bekerja dan melakukan pekerjaan yang sama, maka akan menjadi makin terampil auditor tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya. Auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan kesalahan yang lebih banyak dibanding dengan auditor yang berpengalaman. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya akan semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja. Menurut Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. 2.1.4 Independensi (X 2 ) Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance) (Mulyadi,2002). Standar Auditing Seksi 220.1 (SPAP : 2001) menyebutkan bahwa independen bagi seorang akuntan publik memiliki arti tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. 2.1.4.1 Lama Hubungan dengan Klien (Audit Tenure) Audit tenure adalah masa perikatan (keterlibatan) antara KAP dan klien terkait jasa audit yang disepakati atau dapat juga diartikan sebagai jangka waktu hubungan antara auditor dengan klien. Dalam hal ini audit tenure dimaksudkan

agar independensi seorang auditor dapat lebih terjaga dengan membatasi hubungan antara auditor dan manajemen. Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor dengan klien sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.O6/2002 tentang jasa akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama. Terkait dengan lama waktu masa kerja, Deis dan Giroux (1992) dalam menemukan bahwa semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin menurun. Hubungan yang lama antara auditor dengan klien mempunyai potensi untuk menjadikan auditor puas pada apa yang telah dilakukan, melakukan prosedur audit yang kurang tegas dan selalu tergantung pada pernyataan manajemen. 2.1.4.2 Tekanan dari Klien Goldman dan Barlev (1974) dalam Christina (2007) berpendapat bahwa usaha untuk mempengaruhi auditor melakukan tindakan yang melanggar standar profesi kemungkinan berhasil karena pada kondisi konflik ada kekuatan yang tidak seimbang antara auditor dengan kliennya. Klien dapat dengan mudah mengganti auditor KAP jika auditor tersebut tidak bersedia memenuhi kebutuhannya. Sementara auditor membutuhkan fee untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga akan lebih mudah dan murah bagi klien untuk mengganti auditornya dibandingkan bagi auditor untuk mendapatkan sumber fee tambahan atau alternative sumber fee lain (Nicholas dan Price, 1976) dalam Elfarini (2007).

Kantor Akuntan Publik semakin bertambah banyak, sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak sebanding dengan pertumbuhan KAP. Pada saat ini banyak perusahaan yang melakukan merjer atau akuisisi dan akibat krisis ekonomi di Indonesia banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Sehingga mengakibatkan KAP akan lebih sulit untuk mendapatkan klien baru sehingga KAP enggan melepas klien yang sudah ada. 2.1.4.3 Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review) Tuntutan pada profesi akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut transparasi informasi mengenai pekerjaan dan operasi Kantor Akuntan Publik. Kejelasan informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang sesuai dengan standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap klien dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan. Hal ini membuat pekerjaan akuntan publik dan operasi Kantor Akuntan Publik perlu dimonitor dan di audit guna menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang disyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapat mencapai standar kualitas yang tinggi. Peer review sebagai mekanisme monitoring dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit. Peer review dirasakan memberikan manfaat baik bagi klien, Kantor Akuntan Publik yang direview dan auditor yang terlibat dalam tim peer review. Manfaat yang diperoleh dari peer review antara lain mengurangi resiko litigation, memberikan pengalaman positif, mempertinggi moral pekerja, memberikan competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang diberikan.

2.1.4.4 Jasa Non Audit Jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa akuntansi seperti jasa penyusunan laporan keuangan. Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi auditor terhadap kliennya dipertanyakan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas audit. Pemberian jasa selain audit ini merupakan ancaman potensial bagi independensi auditor, karena manajemen dapat meningkatkan tekanan pada auditor agar bersedia untuk mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen, yaitu wajar tanpa pengecualian (Barkes dan Simmet (1994) dalam Elfarini (2007). Pemberian jasa selain jasa audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian laporan keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. Kemudian auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternatif yang tidak baik bagi kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas audit dari auditor tersebut. 2.1.5 Akuntabilitas (X 3 ) Menurut Libby dan Luft (1993) ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu, yaitu: 1. Seberapa besar motivasi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang

yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. 2. Seberapa besar usaha (daya pikir) yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Orang dengan akuntabilitas tinggi mencurahkan usaha (daya pikir) yang lebihh besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan (Cloyd,dalam Diani dan Ria, 2007). 3. Seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan. 2.1.6Due Professional Care (X 4 ) Menurut PSA No. 4 SPAP (2001) dalam Singgih dan Bawono (2010), kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Kemahiran profesional menurut Arens et al (1996: 43) bahwa auditor adalah profesional yang bertanggung jawab melaksanakan tugasnya dengan tekun dan seksama. Kecermatan mencakup pertimbangan mengenai kelengkapan dokumen audit, kecukupan bukti audit, serta ketepatan laporan audit. Standar umum ketiga menghendaki auditor independen untuk cermat dan seksama dalam

menjalankan tugasnya. Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan dilakukannya review secara kritis pada setiap tingkat supervise terhadap pelaksanaan audit. Kecermatan dan keseksamaan menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaan yang dihasilkan. Auditor yang cermat dan seksama akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi. 2.1.7 Objektivitas (X 5 ) Seorang auditor harus mempertahankan objektivitasnya dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain (Mulyadi, 2002). Menurut Pusdiklatwas BPKP (2005) dalam Sukriah dkk (2009) Unsur perilaku yang dapat menunjang objektivitas antara lain: 1. Dapat diandalkan dan dipercaya. 2. Tidak merangkap sebagai panitia tender, kepanitiaan lain dan atau pekerjaan-pekerjaan lain yang merupakan tugas operasional objek yang diperiksa. 3. Tidak berangkat tugas dengan niat untuk mencari-cari kesalahan orang lain. 4. Dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaann yang resmi. 5. Dalam bertindak maupun mengambil keputusan didasarkan atas pemikiran yang logis.

2.1.8 Integritas (X 6 ) Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya (Mulyadi, 2002). Sedangkan menurut (Arens, 2008), integritas berarti bahwa seseorang bertindak sesuai dengan kata hatinya,dalam situasi seperti apapun. Auditor yang berintegritas adalah auditor yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan apa yang telah diyakini kebenarannya tersebut ke dalam kenyataans. Integritas adalah unsur karakter yang mendasar bagi pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas dalam menguji semua keputusannya (Sukrisno, 2004). Auditor merupakan ujung tombak dari pelaksanaan tugas audit. Integritas adalah sikap jujur, berani, bijaksana, dan tanggung jawab auditor dalam melaksanakan audit. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal (Sukriah,dkk 2009). 2.1.9 Etika Auditor (Z) Etika menggambarkan prinsip moral atau peraturan perilaku individu atau kelompok individu yang mereka akui. Etika berlaku ketika seseorang harus

mengambil keputusan dari beberapa alternatif menyangkut prinsip moral. Etika adalah kode perilaku moral yang mewajibkan kita untuk tidak hanya mempertimbangkan diri kita sendiri tetapi juga orang lain (Guy,2002). Ludigdo (2001) dalam Alim,dkk (2007) mendefenisikan etika sebagai seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur manusia, baik yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. Penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigno (2001) bertujuan untuk mengertahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. 2.2 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian yang dilakukan Widhi (2006) tentang faktor-faktor keahlian dan independensi auditor terhadap kualitas audit di KAP Jakarta. Penelitian ini menemukan bahwa pengalaman dan pengetahuan berpengaruh positif terhadap kualitas auditor, serta telaah dari rekan auditor berpengaruh positif terhadap kualitas auditor. Penelitian yang dilakukan oleh Alim,dkk (2007) yang meneliti tentang pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika

auditor sebagai variabel moderasi. Penelitian ini menemukan bukti bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan independensi juga berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan, interaksi kompeetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Mardisar dan Ria (2007) melakukan penelitian tentang hubungan pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa akuntabilitas memiliki hubungan yang positif dengan kualitas hasil kerja. Sukriah,dkk (2009) meneliti tentang pengaruh pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas, dan kompetensi terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menyatakan bahwa pengalaman kerja, objektivitas, dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan independensi dan integritas tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Rahman (2009) menguji auditor mengenai pengaruh kompetensi, independensi, dan due professional care terhadap kualitas audit, dimana kompetensi diproksikan ke dalam pengetahuan dan pengalaman. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan, independensi, dan due professional care berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh signifikan. Singgih dan Bawono (2010) dalam penelitiannya menguji pengaruh independensi, pengalaman, due professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Penelitian ini dilakukan terhadap responden KAP Big-4 di Indonesia. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa independensi, pengalaman,

due professional care dan akuntabilitas secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit,namun secara parsial independensi, due professional care dan akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit,sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Syamsuddin,dkk (2014) melakukan penelitian tentang the influences of ethics, independence, and competence on the quality of an audit through the influences of professional skepticism in bpk of South Sulawesi, Central Sulawesi and West Sulawesi. The finding of the research suggest that the variables ethics, independence, and competence with professional skepticism as a mediator significantly affect the improvement of audit quality. Penelitian yang dilakukan Prihartini, dkk (2015) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh kompetensi, independensi, obyektivitas, integritas dan akuntabilitas terhadap kualitas audit di pemerintah daerah. Responden dalam penelitian ini pada 5 Kantor Inspektorat Provinsi Bali. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi dan integritas berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit. Independensi, objektivitas, dan akuntabilitas tidak berpengaruh secara positif terhadap kualitas audit. Sementara secara simultan kompetensi, independensi, objektivitas, integritas, dan akuntabilitas memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit di Pemerintah Daerah. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah kualitas audit, kompetensi, independensi, akuntabilitas, due professional care, objektivitas, integritas, dan etika auditor. Dari penelitian terdahulu diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi, independensi, akuntabilitas, due professional care,

objektivitas, integritas, dan etika auditor dapat mempengaruhi kualitas audit tergantung dari situasi yang dialami oleh seorang auditor dalam melakukan audit. Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Widhi (2006) Faktor-faktor keahlian dan independensi auditor terhadap kualitas audit di KAP Jakarta Variabel independen: pengalaman, pengetahuan, lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah dari rekan auditor. Variabel dependen : kualitas audit Pengalaman dan pengetahuan berpengaruh positif terhadap kualitas auditor. Telaah dari rekan auditor juga berpengaruh positif terhadap kualitas auditor. 2. Alim,dkk (2007) Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi Variabel independen: kompetensi independensi. dan Variabel dependen: kualitas audit Variabel Moderating: audiitor etika Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Sedangkan interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit 3. Mardisar dan Ria (2007) Pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Variabel independen: akuntabilitas pengetahuan dan Variabel dependen: kualitas audit Akuntabilitas memiliki hubungan yang positif dengan kualitas hasil kerja dengan kompleksitas yang rendah. 4. Sukriah,dkk (2009) Pengaruh pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas, dan kompetensi terhadap kualitas audit. Variabel independen: pengalaman independensi, objektivitas, intrgritas, kompetensi. kerja, dan Variabel dependen: kualitas audit Pengalaman kerja, objektivitas, dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan.

5. Rahman (2009) Pengaruh kompetensi, independensi, dan due professional care terhadap kualitas audit. 6. Singgih dan Bawono (2010) Pengaruh independensi, pengalaman, due professional care, akuntabilitas terhadap kualitas audit. Variabel independen: kompetensi, independensi, dan due professional care. Variabel dependen: kualitas audit Variabel independen: independensi, pengalaman, due professional care, dan akuntabilitas Variabel dependen: kualitas audit Kompetensi diproksikan ke dalam 2 hal, yaitu pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan, independensi, dan due professional care berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak memberikan pengaruh. Responden dalam penelitian ini adalah KAP BIG FOUR yang ada di Indonesia. Hasil dari penelitian ini bahwa akuntabilitas berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap kualitas audit. 7. Syamsuddin,dkk (2014) 8. Prihartini,dkk (2015) the influences of ethics, independence, and competence on the quality of an audit through the influences of professional skepticism in bpk of South Sulawesi, Central Sulawesi and West Sulawesi pengaruh kompetensi, independensi, obyektivitas, integritas dan akuntabilitas terhadap kualitas audit di Pemerintah Daerah Variabel independen: etika, independensi, kompetensi. Variabel dependen: kualitas audit Variabel independen: kompetensi, independensi, obyektivitas, integritas, akuntabilitas. dan Variabel dependen: Kualitas Audit Kesimpulan dari penelitian ini adalah etika, independensi, dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Secara simultan kompetensi, independensi, objektivitas, integritas, dan akuntabilitas memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit di Pemerintah Daerah 2.3 Kerangka Konseptual dan Pengembangan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual Berdasarkan uraian yang dimulai dari latar belakang hingga penelitian terdahulu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas audit. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi kualitas audit adalah kompetensi, independensi, akuntabilitas, due profesional care, objektivitas, dan integritas serta etika auditor sebagai variabel moderasi. Dengan demikian dapat digambarkan kerangka konseptual penelitian ini sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Konseptual (X 1 ) Kompetensi (X 2 ) Independensi (X 3 ) Akuntabilitas (X 4 ) Due Professional Care (Y) Kualitas Audit (X 5 ) Objektivitas (X 6 ) Integritas (Z) Etika Auditor Kerangka konseptual gambar 2.1 menunjukkan etika auditor sebagai variabel moderasi dimana etika dapat memperlemah atau memperkuat hubungan antara variabel independen yaitu kompetensi, independensi, akuntabilitas, due professional care, objektivitas, dan integritas serta variabel dependen yaitu kualitas audit. Dalam penelitian ini kompetensi, independensi, akuntabilitas, due professional care, objektivitas, dan integritas dan etika auditor dapat

mempengaruh kualitas audit yang dihasilkan tergantung dari situasi yang dialami oleh seorang auditor dalam melakukan audit. 2.3.2 Pengembangan Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah, teori, hasil penelitian terdahulu, serta kerangka pemikiran tentang pengaruh kompetensi, independensi, akuntabilitas, due profesional care, objektivitas, dan integritas terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi, maka dapat dikembangkan hipotesis dengan penjelasan sebagai berikut: 2.3.2.1 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Audit Kompetensi auditor adalah kemampuan auditor untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam melakukan audit sehingga auditor dapat melakukan audit dengan teliti, cermat, dan obyektif. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa audit harus dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. Tingginya pendidikan yang dimiliki oleh seorang auditor, maka akan semakin luas juga pengetahuan yang dimiliki oleh auditor. Selain itu pengalaman yang banyak akan membuat auditor lebih mudah dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi dalam melakukan audit. Penelitian yang dilakukan oleh Prihartini,dkk (2015) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit. Kompetensi auditor adalah kemampuan auditor untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam melakukan audit dengan teliti, cermat, intuitif, dan obyektif. Semakin tinggi kompetensi seorang auditor, maka akan menghasilkan kualitas audit yang semakin baik.

Murtanto dan Gudono (1999) dalam Samsi (2013) melakukan penelitian untuk mengungkap persepsi tentang karakteristik keahlian auditor dari perspektif manajer partner, senior/supervisor, dan mahasiswa auditing. Penelitian mereka juga mengklasifikasikan karakteristik tersebut ke dalam lima kategori yaitu (1) komponen pengetahuan, (2) ciri-ciri psikologis, (3) strategi penentuan keputusan, (4) kemampuan berpikir dan (5) analisa tugas. Berdasarkan penelitian telah memberikan bukti bahwa kompetensi dalam melakukan audit mempunyai dampak signifikan terhadap kualitas audit. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H1: Kompetensi berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit. 2.3.2.2 Pengaruh Interaksi Kompetensi dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit Kualitas audit yang baik dapat tercapai jika auditor memiliki pengalaman dan pengetahuan yang baik dan dalam melaksanakan audit, auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik yang relevan. Semakin tinggi pengalaman dan pengetahuan seorang auditor maka kualitas audit yang dihasilkannya akan semakin tinggi tingkat kesuksesannya. Widagdo et. al, 2002 audit yang berkualitas sangat penting untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi tanggungjawabnya terhadap investor, masyarakat umum dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan laporan keuangan yang telah diaudit dengan menegakkan etika yang tinggi.

Atribut kualitas audit yang salah satu diantaranya adalah standar etika yang tinggi, sedangkan atribut-atribut lainnya terkait dengan kompetensi auditor (Benh et. al 1997 dalam Alim dkk, 2007). Etika auditor yang dimiliki seorang auditor akan berpengaruh kepada kompetensi dan kualitas audit yang dihasilkannya. Seorang auditor yang memiliki etika yang tinggi akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi, sedangkan auditor yang memiliki etika yang rendah akan menghasilkan kualitas audit yang rendah pula. Sehingga seorang auditor yang memiliki kompetensi dan etika yang tinggi akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi dalam melakukan audit. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H2: Interaksi Kompetensi dan Etika Auditor berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit. 2.3.2.3 Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Audit Arens,dkk (2011:74) menyatakan bahwa sikap tidak memihak (independensi) ini dapat dibentuk dalam dua sudurt pandang, yaitu: a) Independensi dalam kenyataan (Independence in fact), yang berarti auditor dapat menjaga sikap yang tidak memihak dalam melaksanakan pemeriksaan. b) Independensi dalam penampilan (Independence in appearance), yang berarti auditor bersikap tidak memihak menurut persepsi pemakai laporan keuangan. Antara independensi dalam sikap mental (kenyataan) dan independensi dalam penampilan memiliki kaitan yang sangat erat, auditor yang memiliki

independensi dalam sikap mental yang baik dengan sendirinya akan menjadi independen dalam persepsi pemakai laporan keuangan. Singgih dan Bawono (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa independensi secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit. Klien yang mempunyai kondisi keuangan yang kuat dapat memberikan fee audit yang cukup besar dan juga dapat memberikan fasilitas yang baik bagi auditor. Selain itu probabilitas terjadinya kebangkrutan klien yang mempunyai kondisi keuangan baik relatif lebih kecil sehingga auditor kurang memperhatikan hal-hal tersebut. Pada situasi ini auditor menjadi puas diri sehingga kurang teliti dalam melakukan audit (Deis dan Giroux, 1992) dalam Indah (2010). Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H3: Independensi berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit. 2.3.2.4 Pengaruh Interaksi Independensi dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit Dalam melakukan audit, seorang auditor harus memiliki sikap independensi yang berarti auditor tidak mudah dipengaruhi dalam mempertimbangkan fakta-fakta, tidak memihak dalam menyatakan pendapatnya sehingga adanya sikap independensi akan menghasilkan kualitas audit yang baik. Penelitian Deid dan Giroux (1992) dalam Alim,dkk (2007) mengatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor untuk melawan standar profesional dan dalam ukuran yang besaran kondisi keuangan klien yang sehat dapat digunakan sebagai alat untuk menekan auditor dengan cara melakukan pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan

dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan independensi mereka melemah. Posisi auditor juga sangat dilematis dimana mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun disatu sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Hipotesis dalam penelitian mereka terdapat argumen bahwa kemampuan auditor untuk dapat bertahan dibawah tekanan klien mereka tergantung dari kesepakatan ekonomi, lingkungan tertentu, dan perilaku di dalamnya mencakup etika profesional. Dari penjelasan diatas yang memberikan bukti bahwa etika auditor dalam melakukan audit mempunyai dampak signifikan terhadap kualitas audit. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H4: Interaksi Independensi dan Etika Auditor berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit. 2.3.2.5 Pengaruh Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit Auditor yang memiliki akuntabilitas merupakan auditor yang mampu mewujudkan kewajibannya untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada auditor dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tetclock (1984) dalam Mardisar dan Sari (2007) mendefenisikan akuntabilitas sebagai bentuk dorongan psikologi yang membuat seseorang berusa mempertanggungjawabkan semua tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Singgih dan Bawono (2010) mengatakan bahwa akuntabilitas berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit. Auditor memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis mereka kepada organisasi, profesi, masyarakat, dan pribadi mereka sendiri dimana akuntan publik mempunyai tanggungjawab. Auditor yang memiliki akuntabilitas tinggi akan bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaannya sehingga kualitas audit yang dihasilkan pun akan semakin baik. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H5: Akuntabilitas berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit. 2.3.2.6 Pengaruh Interaksi Akuntabilitas dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit Auditor memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis mereka kepada organisasi, profesi, masyarakat, dan pribadi mereka sendiri dimana akuntan publik mempunyai tanggung jawab. Auditor yang memiliki akuntabilitas yang tinggi akan bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya sehingga kualitas audit yang dihasilkannya pun akan semakin baik. Untuk mengukur akuntabilitas seorang auditor dapat digunakan tiga indikator yaitu: (1) motivasi, (2) pengabdian terhadap profesi, (3) kewajiban sosial (Rahman, 2009). Seorang auditor selain mempunyai akuntabilitas yang tinggi harus memperhatikan Standar Audit dan Kode Etik yang menjadi acuan dalam melakukan audit. Laporan audit yang dihasilkan oleh seorang auditor akan berkualitas apabila seorang auditor mentaati etika auditor yang telah ditetapkan. Semakin tinggi seorang auditor taat terhadap etika auditor maka kualitas audit

yang dihasilkan akan semakin tinggi. Sehingga akuntabilitas yang dimiliki auditor dan etika auditor dapat mempengaruhi kualitas audit yang dihasilkannya. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H6: Interaksi Akuntabilitas dan Etika Auditor berpengaruh positif terhadap Kualitas Auditor. 2.3.2.7 Pengaruh Due Professional Care terhadap Kualitas Audit Seorang auditor harus memiliki sikap due profesional care, sikap due professional care maksudnya seorang auditor harus memiliki sikap yang cermat dan sungguh-sungguh dalam menjalankan profesinya sebagai auditor agar menghasilkan laporan audit yang berkualitas. Kecermatan dan keseksamaan menuntut auditor untuk berpikir kritis terhadap bukti audit yang ada dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut, berhatihati dalam tugas, serta tidak ceroboh dalam melakukan pemeriksaan dan memiliki keteguhan dalam melaksanakan tanggung jawab. Rahman (2009) menguji due professional care terhadap kualitas audit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa due professional care berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Kemahiran profesional dan keyakinan yang memadai atas bukti-bukti yang ditemukan akan sangat membantu auditor dalam menentukan scope dan metodologi yang akan digunakan dalm melaksanakan pekerjaan audit. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H7: Due Professional Care berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit.

2.3.2.8 Pengaruh Interaksi Due Professional Care dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit Singgih dan Bawono (2010) mendefinisikan due professional care sebagai kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional yang menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Seorang auditor penting untuk menerapkan due profesional care dalam pekerjaan auditnya. Auditor dituntut untuk selalu berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan (fraud). Seorang auditor yang cermat dan seksama dan dengan mentaati etika auditor akan mrnghasilkan kualitas audit yang tinggi. Ketika seorang auditor memiliki sikap cermat dalam mengaudit laporan keuangan maka memungkinkan pemeriksa untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan akan mendorong tercapainya kualitas audit. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H8: Interaksi Due Professional Care dan Etika Auditor berpengaruh positif terhadap Kualitas Auditor. 2.3.2.9 Pengaruh Objektivitas terhadap Kualitas Audit Seorang auditor harus bebas dari masalah benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material

misstatement) yang diketahuinya kepada pihak lain. Dengan mempertahankan objektivitasnya, auditor akan bertindak adil, tidak memihak dalam melaksanakan pekerjaannya tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak lain atau kepentingan pribadi. Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi objektivitas dan dapat mengakibatkan pihak ketiga berkesimpulan bahwa objektivitas auditor tidak dapat dipertahankan. Dengan adanya kepentingan keuangan, seorang auditor jelas berkepentingan dengan laporan hasil pemeriksaan yang di terbitkan (Sukriah,dkk, 2009). Auditor yang memiliki objektivitas yang tinggi akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H9: Objektivitas berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit 2.3.2.10 Pengaruh Interaksi Objektivitas dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit Objektivitas mengharuskan seorang auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pengaruh pihak lain. Semakin tinggi objektivitas yang dimiliki seorang auditor akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Menurut Sukriah,dkk (2009) unsur-unsur yang dapat menunjang objektivitas antara lain: (1) dapat diandalkan dan dipercaya, (2) tidak merangkap sebagai panitia tender, (3) tidak berangkat tugas dengan mencari kesalahan lain, (4) dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaan yang resmi, dan (5) dalam bertindak atau mengambil keputusan didasarkan pada pemikiran yang logis.

Seorang auditor harus mempunyai sikap objektivitas dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menunjang sikap objektivitas yang dimilikinya seorang auditor harus mematuhi Kode Etik yang telah ditetapkan sebagai dasar dalam melakukan audit. Auditor yang menaati etika auditor dengan baik maka akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Jika auditor tidak menaati etika auditor dengan baik maka akan menghasilkan kualitas auditor yang rendah pula. Maka hubungan sikap objektivitas seorang auditor dengan etika auditor dapat mempengaruhi kualitas audit yang akan dihasilkan auditor tersebut. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H10: Interaksi Objektivitas dan Etika Auditor berpengaruh positif terhadap Kualitas Auditor. 2.3.2.11 Pengaruh Integritas terhadap Kualitas Audit Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Seorang auditor yang mempunyai sikap integritas harus bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan auditnya. Penelitian yang dilakukan oleh Prihartini,dkk (2015) menyatakan bahwa integritas berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya kepercayaan masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam menguji semua keputusannya. Untuk meningkatkan kualitas audit seorang auditor sangat bergantung pada sikap integritasnya. Auditor yang memiliki sikap integritas yang tinggi dalam mengungkapkan hasil pemeriksaan secara jujur dan sesuai dengan kondisi yang ada dilapangan

sehingga tidak terdapat salah saji material dalam penyajian laporan keuangan dan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan akan menghasilkan kualitas audit yang baik. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H11: Integritas berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit 2.3.2.12 Pengaruh Interaksi Integritas dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit Seorang auditor dituntut untuk memiliki integritas yang tinggi, dimana auditor tersebut harus jujur dengan taat pada peraturan, tidak menambah dan mengurangi fakta dan tidak menerima sesuatu dalam bentuk apapun dalam melakukan pekerjaannya. Auditor juga dituntut untuk memiliki sikap berani dan bijaksana dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi (Mulyadi, 2002:57) dalam Prihartini,dkk (2015). Integritas yang dimiliki seorang auditor mendorong auditor untuk konsisten terhadap pekerjaan serta bersikap sesuai norma dan berpegang teguh pada peraturan yang berlaku. Auditor yang memiliki integritas yang tinggi dan menaati etika auditor yang telah ditetapkan akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Semakin rendah integritas seorang auditor dan tidak menaati etika auditor, maka akan menghasilkan kualitas audit yang rendah juga.

Sehingga integritas dan etika auditor dapat mempengaruhi kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Oleh karena itu dari penjelasan diatas dapat dibuat hipotesis: H12: Interaksi Integritas dan Etika Auditor berpengaruh positif terhadap Kualitas Auditor.