BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepercayaan 2.1.1 Definisi Kepercayaan Kepercayaan (trust) merupakan kesediaan (willingness) individu untuk mengantungkan dirinya pada pihak lain yang terlibat pertukaran karena individu mempunyai keyakinan (confidence) terhadap pihak lain(moorman,1993 dalam Darsono, 2008). Sedangkan Krech (1962, dalam Sarwono, 1997) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan gambaran sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian tanpa menunjukkan sikap pro atau kontra. Kepercayaan lebih mudah untuk tumbuh di antara orang-orang yang memiliki kapentingan dan tujuan yang sama, sehingga lebih mudah untuk mengubah kepercayaan individu daripada mengubah kepercayaan suatu kelompok. Kepercayaan merupakan bagian dari sikap. Sikap terdiri dari aspek kognitif, afektif dan konasi. Kepercayaan adalah aspek yang dibentuk dalam kognitif (Azwar, 2007). Sikap itu sendiri merupakan suatu perilaku pasif yang tidak kasat mata, namun tetap akan mempengaruhi perilaku aktif yang kasat mata (Sarwono, 1997). Dengan adanya kepercayaan, seorang individu akan bersedia mengambil risiko yang mungkin terjadi dalam hubungannya dengan pihak lain (Mayer, 1995). Ketergantungan pada pihak lain selalu terlibat dengan tingkat kepercayaan. 2.1.2 Kepercayaan Terhadap Pengobatan Medis Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap sesuatu objek merupakan salah satu dari beberapa komponen utama sikap (Allport,1945 dalam Notoatmodjo, 2003). Kepercayaan merupakan salah satu hal yang memiliki peranan penting dalam menentukan sikap. Kepercayaan terhadap pengobatan medis akan menentukan sikap masyarakat dalam mencari perawatan medis.
Koehn (2000) menyatakan bahwa para profesional termasuk profesi di bidang medis dipercaya oleh pasien karena pasien percaya bahwa paramedis merupakan orang-orang yang ahli di bidangnya dan juga percaya bahwa paramedis akan memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien. Hal yang sama juga diungkapkan Fukuyama (2002) bahwa kaum yang paling dapat dipercaya dalam pembuatan suatu kontrak adalah kaum profesionalnya termasuk dokter dan paramedis yang lainnya. Masyarakat akan lebih percaya kepada paramedis jika mereka mengetahui tenaga profesional bidang medis memiliki kode etik sendiri dan memiliki standar profesi medis. Kaum profesi medis seharusnya menjadi tempat terpercaya untuk mencari pengobatan. Secara implisit Fukuyama (2002) juga menyatakan bahwa hal yang bisa mengurangi tingkat kepercayaan pada kaum profesional adalah persaingan antar kaum profesional itu sendiri. Menurunnya kepercayaan terhadap pengobatan medis kemungkinan disebabkan adanya profesi yang lain yang bergerak di bidang pengobatan yang bersifat menyaingi pengobatan medis tersebut seperti pengobatan alternatif. Terlepas dari seberapa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan medis, masyarakat akan tetap melakukan pencarian pengobatan karena pasien tidak bisa menolong dirinya sendiri (Koehn, 2000). 2.1.3 Faktor-faktor Pembentuk Kepercayaan (Trust) Pasien terhadap Pengobatan Medis Kepercayaan merupakan suatu bentuk ekspektasi terhadap masa depan. Ekspektasinya dapat berupa harapan, advokasi, kompetensi, hasil yang baik dan sebagainya.kepercayaan dipengaruhi oleh banyak hal. Beberapa faktor yang telah diulas dalam beberapa penelitian sebelumnya antara lain : a. Tingkat pengetahuan mengenai suatu institusi kesehatan (Goold, 2006). b. Pengalaman di masa lalu (Goold, 2006; Tarrant, 2008). c. Ekspektasi pasien terhadap dokter (Tarrant, 2008; Tarrant, 2010). d. Jumlah interaksi pasien dengan dokter (Tarrant, 2010).
e. Jenis kelamin dokter, pasien cenderung lebih percaya kepada seorang dokter wanita (Kayaniyil, 2009). f. Tingkat pendidikan dan etnokultural walau tidak terlalu signifikan (Tarrant, 2010). g. Umur, pasien dengan umur di bawah 29 tahun dan di atas 70 tahun memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi terhadap dokter (Thom, 2002). h. Etnis, pasien kulit hitam lebih rendah tingkat kepercayaannya dibanding pasien kulit putih di Amerika (Nguyen, 2009). 2.1.3 Dimensi Trust (Kepercayaan) Untuk menentukan trust level tidak dapat hanya menanyakan apakah individu percaya atau tidak percaya kepada pihak lain. Kepercayaan merupakan manifestasi dari berbagai persepsi yang berkembang dalam pemikiran manusia. Persepsi tersebut dikelompokkan dalam beberapa dimensi. Dimensi merupakan komponen-komponen yang diukur dari suatu objek(arikunto, 2000). Menurut Robbins (2002), dimensi trust terdiri dari lima bagian, yaitu : a. Integrity, yakni individu yakin bahwa pihak lain akan berlaku jujur dan berlaku sebenarnya. b. Competence, yakni memiliki pengetahuan dan keahlian teknik interpersonal. c. Consistency, yakni reliabilitas, prediktibilitas dan keputusan tepat dari individu dalam menghadapi situasi tertentu. d. Loyalty, yakni kemauan untuk melindungi nama baik orang lain. e. Opennes, yakni seseorang yang percaya memiliki kemauan untuk berbagi ide, pemikiran, dan perasaan kepada pihak lain. Sedangkan menurut Mayer (1995) dimensi kepercayaan (trust) antara lain : a. Kemampuan (ability), yakni kompetensi yang dimiliki untuk mempengaruhi mengotorisasi wilayah spesifik.
b. Kebaikan hati (benevolence), yakni kemauan untuk memberikan kepuasan yang saling menguntungkan antara satu pihak dan pihak lainnya. c. Integritas (integrity), mengacu pada perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan faktualitasnya. 2.1.5 Pengukuran Trust (Kepercayaan) Pengukuran tingkat kepercayaan merupakan bagian dari psikometri. Psikometri merupakan cara yang lebih berkualitas dalam mengukur tingkat kepercayaan. Responden diberikan beberapa item pernyataan, kemudian meminta tanggapan responden dengan skala sikap yang salah satunya adalah skala Likert(Azwar, 2007). Cara lain adalah dengan memberikan responden pertanyaan dan menafsirkan ke dalam skala-likert dari jawaban yang diberikan responden (Mainous III, 2006). Setiap skala diberikan nilai, biasanya nilai paling tinggi pada poin setuju dan nilai lebih rendah pada poin yang tidak setuju. Total nilai yang lebih tinggi akan menggambarkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi (Arikunto, 2000). 2.2 Pengobatan Medis 2.2.1 Definisi Pengobatan Medis Mengacu kepada Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian medis. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut lebih lanjut dijelaskan bahwa tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi. Salah satu syarat utama bagi tenaga kesehatan adalah wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Maka pengobatan medis adalah pengobatan yang dilakukan oleh sarana kesehatan yang memiliki unsur tenaga medis di dalamnya yaitu dokter atau dokter gigi. 2.2.2 Sejarah dan Perkembangan Pengobatan Medis di Indonesia Ilmu kedokteran telah lama berkembang mulai dari zaman Hipokrates hingga munculnya kedokteran modern (kedokteran ilmiah) saat Robert Koch menemukan kuman TBC pada tahun 1850. Sejak penemuan tersebut, ilmu kedokteran lebih berkembang ke arah riset mengenai sebab-sebab penyakit dan para dokter memberi pengobatan berdasarkan ilmu dan pengetahuan kedokteran. Di Indonesia ilmu kedokteran modern berkembang setelah Belanda terpaksa menanggulangi wabah cacar pada abad ke-19 dengan didirikannya Sekolah Juru Cacar, lalu didirikan Sekolah Dokter Jawa, lalu Sekolah Tinggi Ilmu Kedokteran (STOVIA) di Jakarta (Sciortino, 1999). Perlahan ilmu kedokteran modern mulai diterima masyarakat walau pengobatan tradisional belum sepenuhnya terganti.setelah Indonesia merdeka, Indonesia berbenah dengan membuka fakultas-fakultas kedokteran dan sekolah-sekolah kesehatan. Pemerintah Indonesia juga meningkatkan pengobatan modern dengan membentuk berbagai undang-undang dan peraturan-peraturan untuk dijadikan aspek legal dan landasan pengobatan medis. Seiring dengan itu, Indonesia mulai memutakhirkan ilmunya dengan mengikuti perkembangan kedokteran modern di dunia (Hanafiah, 2009). 2.3 Kanker Payudara 2.3.1 Definisi Kanker Payudara Kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan abnormal dari sel-sel jaringan tubuh yang dapat melakukan invasi ke jaringan normal yang ada di sekitarnya. Kanker payudara merupakan kanker yang berasal dari parenkim payudara. Kanker payudara dapat bermetastasis ke organ lain yaitu hati, paruparu, dan otak melalui sirkulasi darah (Sukardja, 2000).
2.3.2 Epidemiologi Kanker Payudara Kanker payudara merupakan salah satu penyakit keganasan yang paling sering muncul pada wanita. International Agency for Research Cancer (IARC, 2008) menyatakan bahwa kanker payudara merupakan urutan pertama dari seluruh kanker pada perempuan dengan insidens rate 38 per 100.000 perempuan dengan tingkat kematian 14% per tahun dari seluruh kanker pada perempuan di dunia. Di Indonesia sendiri kanker payudara juga menempati urutan tertinggi dengan insidens rate 36 per 100.000 perempuan dengan tingkat kematian 18,6% (IARC, 2008). Di Rumah Sakit Dharmais sebagai Pusat Kanker Nasional, kanker payudara juga menduduki peringkat pertama dari kanker pada perempuan.sekitar 85% pasien kanker datang dengan stadium lanjut (Rumah Sakit Dharmais, 2010). Angka ketahanan hidup lima tahun (five years survival rate) penderita kanker payudara berdasarkan analisis di Rumah Sakit Dharmais sendiri adalah 72% pada stadium dini dan 12% pada stadium lanjut (Wahyuni, 2002). Hasil penelitian Balasubraniam (2009) menyatakan bahwa terdapat 222 kasus kanker payudara yang dirawat inap di RSUP H.Adam Malik Medan di sepanjang tahun 2009. Sedangkan hasil penelitian Lumban Gaol pada tahun 2010 menyatakan bahwa di RSUD dr.pirngadi Medan terdapat 148 kasus kanker payudara yang dirawat inap sepanjang tahun 2007-2008. 2.3.3 Faktor Risiko Kanker Payudara Penyebab pasti kanker payudara hingga saat ini belum diketahui, namun ada beberapa faktor risiko yang secara statistik dapat meningkatkan insidensi kanker payudara. a. Umur Usia lebih dari 50 tahun lebih tinggi kemungkinan mendapat kanker payudara (Keegan, 2010).
b. Riwayat Keluarga Orang dengan riwayat keluarga mengidap kanker payudara lebih rentan mendapat kanker payudara dengan Odds Ratio sebesar 1,64 (Hadjisavvas, 2010). c. Faktor reproduktif Usia menarche dini merupakan salah satu risiko kanker payudara. d. Oral kontrasepsi Penggunaan oral kontrasepsi meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker payudara pada wanita dengan IRR (Incidence Rate Ratio)sebesar 1,65(Rosenberg, 2010). e. Terapi hormonal Tingginya kadar hormon seks dalam darah merupakan prediktor terhadap terjadinya kanker payudara (Key, 2011). f. Obesitas Wanita dengan obesitas berisiko sebesar 1,35-1,39 mendapat kanker payudara dibandingkan indeks massa tubuh normal (Boggs, 2010). 2.3.4 Gejala Klinis Kanker Payudara Gejala pada mamma pada kanker payudara adalah (Sjamsuhidajat, 2010) : a. Cawak kulit b. Cawak kulit dengan retraksi puting dan areola ke arah kranial. c. Kulit jeruk dan inversi putting. d. Tampak benjolan e. Kemerahan lokal f. Pengerutan atau pengecilan mammae g. Tukak h. Pengeluaran cairan hemoragik i. Retraksi areola
2.3.5 Deteksi Dini Kanker Payudara Deteksi dini kanker payudara merupakan segala upaya yang dilakukan untuk menemukan kanker payudara stadium dini (stadium I dan stadium II) dan dilakukan penanganan secara medis dan profesional untuk mendapatkan hasil kuratif dan harapan hidup yang panjang (Tambunan, 1995). Upaya yang dilakukan dalam deteksi dini antara lain (Tambunan, 1995) : a. SADARI SADARI merupakan singkatan dari Pemeriksaan Payudara Sendiri. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh tiap orang secara mandiri berupa inspeksi dengan bantuan cermin dan palpasi payudara secara rutin tiap bulan atau setelah menstruasi. b. SARANIS SARANIS merupakan singkatan dari Pemeriksaan Payudara secara Klinis. Pemeriksaan dilakukan oleh tenaga medis, yakni dokter. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kulit, putting dan areola, tumor, kelenjar getah bening aksila, dan metastasis. Pemeriksaan secara klinis dapat dibantu dengan pemeriksaan melalui ultrasonografi dan mammografi serta biopsi jaringan. c. Diagnosa Diagnosa ditujukan untuk menentukan jenis kanker, ukuran tumor, kelenjar getah bening dan metastasis. Penentuan stadium klinis merupakan bagian dari diagnosa.