GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

1 Universitas Indonesia

HUBUNGAN SIKAP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWAH LEBAR KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Motorik halus adalah pergerakan yang melibatkan otot-otot halus pada tangan

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

Persetujuan Pembimbing. Jurnal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA HUIDU KECAMATAN LIMBOTO BARAT KABUPATEN GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK) DI PUSKESMAS KEDUNG MUNDU KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

MEDICA MAJAPAHIT. Vol 5. No. 2 Oktober Sri Sudarsih 1, Pipit Bayu Wijayanti 2 *)

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN DAN PENDIDIKAN ORANG TUA DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS KELAYAN TIMUR BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

Hubungan Antara Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di RS Pendidikan Panembahan Senopati Bantul

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi lingkungan yang buruk, maka akan menyebabkan timbulnya

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

EVALUASI PROGRAM PENANGANAN GIZI KURANG MELALUI ASUHAN COMMUNITY FEEDING CENTER (CFC)

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. antara gram), dan berat badan lebih (berat lahir 4000 gram). Sejak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. bahwa terdapat perbedaan yang mencolok Angka Kematian Balita (AKB)

1

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MENDERITA KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) DI KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. kurang, gizi baik, dan gizi lebih (William, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

Transkripsi:

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2014 Yuliarti Akademi Kebidanan Manna Abstrak: Dampak gizi buruk apabila tidak diatasi akan menyebabkan infeksi kronis dan kematian. Data Dinas Kesehatan Bengkulu Selatan Tahun 2014 terdapat 11 kasus balita yang menderita gizi buruk (berdasarkan Indeks BB/TB). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran karakteristik orang tua anak balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 06 Juli 2015 di Kabupaten Bengkulu Selatan. Populasi dari penelitian adalah keluarga yang mempunyai balita Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014 berjumlah 11 balita. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar umur ayah (90,9%) dan ibu (72,7%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan lebih dari 35 tahun. Seluruh ayah (100%) dan ibu (81,8%) berpendidikan rendah (SD, SMP). Pekerjaan ayah terbanyak yaitu tani (63,6%) dan pekerjaan ibu terbanyak yaitu Ibu Rumah Tangga (54,5%). Pendapatan ayah (81,8%) dan ibu (90,9%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan yaitu merupakan pendapatan rendah/ dibawah UMR. Jumlah anggota keluarga terbanyak yaitu pada keluarga yang berjumlah 5 orang sebanyak 5 keluarga (45,5%). Simpulannya bahwa karakteristik orang tua balita penderita gizi buruk berada pada umur lebih dari 35 tahun, berpendidikan rendah (SD, SMP), bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga dengan pendapatan kurang dari Rp.1.350.000 per bulan atau di bawah UMR dan jumlah anggota keluarga 5 orang terdiri dari (ayah, ibu dan 3 orang anak) Kata Kunci : Karakteristik Orang Tua, Gizi Buruk PENDAHULUAN Laporan dari UNICEF (United Nations Children s Fund),WHO (World Health Organization), dan Bank Dunia menyebutkan bahwa pada tahun 2012 sekitar 6,6 juta anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun. Penyebab utama kematian tersebut adalah masalah gizi, prematuritas, asfiksia, diare, pneumonia dan malaria. Sekitar 45% karena kekurangan gizi dan Indonesia termasuk diantara 36 negara di dunia yang memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia. UNICEF melaporkan Indonesia berada di peringkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah anak 10

yang terhambat pertumbuhannya paling besar dengan perkiraan sebanyak 7,7 juta balita. Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severely underweight. Terdapat 3 jenis gizi buruk yang sering dijumpai yaitu kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari keduanya marasmikskwashiorkor (Novitasari, 2012). Penyebab seorang balita sangat tinggi resikonya untuk menderita gizi buruk, yaitu anak yang lahir dengan BBLR (kurang dari 2,5 kg), anak yang lahir kembar, anak yang lahir di atas urutan nomor tiga, anak yang kakaknya meninggal sebelum mencapai usia 12 bulan, anak yang kehilangan ibu atau kedua orang tuanya (kematian/perceraian), anak yang mempunyai kedua orang tua yang buta huruf, anak dari keluarga yang sangat miskin, dan anak dari keluarga yang baru menempati lokasi pemukiman baru (Banudi, 2013). Akibat dari seorang anak menderita gizi kurang akan terlihat berpenampilan lebih pendek dari anak yang lain yang seumuran dengannya, memiliki berat badan lebih rendah menurut umurnya, memiliki daya tahan tubuh yang kurang dan rentan terhadap penyakit, mengalami gangguan perkembangan otak sehingga mempengaruhi tingkat kecerdasannya (Mitayani dan Sartika, 2010). Kejadian gizi buruk apabila tidak diatasi akan menyebabkan dampak yang buruk bagi balita.dampak yang terjadi antara lain kematian dan infeksi kronis.deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dapat dilakukan dengan pemeriksaan BB/U untuk memantau berat badan anak. Selain itupamantauan tumbuh kembang anak dapat juga menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) (Novitasari, 2012). Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), tahun 2013 terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang. Sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %), 11

prevalensi kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Balita kekurangan gizi tahun 2010 terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai sasaran MDG s tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 % dalam periode 2013 sampai 2015 (Kemenkes RI, 2013). Pada tahun 2013, di Provinsi Bengkulu dari 163.658 balita yang ada ditimbang sebanyak 108.861 jumlah balita, yang mengalami gizi buruk sebanyak 113 (0,1%), D/S 66%, dan BGM 1.056 (1%). Sedangkan balita gizi buruk yang mendapat perawatan sebanyak 113 (100%).). Pada tahun 2013, di Provinsi Bengkulu dari 163.658 balita yang ada ditimbang sebanyak 108.861 jumlah balita, yang mengalami gizi buruk sebanyak 113 (0,1%), D/S 66%, dan BGM 1.056 (1%). Sedangkan balita gizi buruk yang mendapat perawatan sebanyak 113 (100%) (Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2013). Menurut Data Dinas Kesehatan Bengkulu Selatan tahun 2014 yang terdiri dari 14 puskesmas (berdasarkan Indeks BB/TB) terdapat 11 kasus balita yang menderita gizi buruk di 10 puskesmas yaitu terdiri dari puskesmas Tungkal 1 orang, puskesmas Lubuk Tapi 1 orang, puskesmas Anggut 1 orang, puskesmas Kota Manna 1 orang, puskesmas M. Thaha 1 orang, puskesmas Pasar Manna 1 orang, puskesmas Kayu Kunyit 1 orang, puskesmas Kedurang 1 orang, puskesmas Sulau 1 orang, puskesmas Seginim 2 orang. 11 balita yang menderita gizi buruk tersebut semuanya mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dari Dinas Kesehatan. Dan ada 4 puskesmas yang tidak memiliki kasus gizi buruk pada balita yaitu puskesmas Pagar Gading, puskesmas Masat, puskesmas Talang Randai, puskesmas Palak Bengkerung (Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan, 2014). Dari latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti 12

tentang Gambaran karakteristik keluarga balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2014 METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 06 Juli 2015, dilaksanakan di Kabupaten Bengkulu Selatan Populasi dari penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai balita Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014 berjumlah 11 balita. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu sebanyak 11 balita. Data yang dipakai didalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara pengisian checklist, sedangkan data sekunder didapat dari hasil data jumlah orang tua anak balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014. Setelah data diolah dilakukan analisis secara deskriptif dengan menggunakan perhitungan persentase (%). HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Keluarga Balita Penderita Gizi Buruk a. Umur Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur Orang Tua Balita Penderita Gizi Buruk Umur Ayah Ibu F % F % < 20 tahun 0 0 0 0 20-35 tahun 1 9,1 3 27,3 > 35 tahun 10 90,9 8 72,7 Jumlah 11 100 11 100 Sesuai dengan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa frekuensi responden terbanyak yaitu pada kelompok umur ayah lebih dari 35 tahun sebanyak 10 orang (90,9%). Sama halnya pada kelompok umur ibu terbanyak yaitu pada kelompok umur lebih dari 35 tahun sebanyak 8 orang (72,7%). b. Pendidikan Tabel 2 Pendidikan Orang Tua Balita Penderita Gizi Buruk Pendidikan Ayah Ibu F % F % Dasar (SD, SMP) 11 100 9 81,8 Menengah (SMA) 0 0 2 18,2 Tinggi (Perguruan Tinggi) 0 0 0 0 Jumlah 11 100 11 100 13

Sesuai dengan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh ayah (100%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan berpendidikan rendah (SD, SMP). Sama halnya pada kelompok ibu, frekuensi terbanyak yaitu pada pendidikan dasar (SD, SMP) sebanyak 9 orang (81,8%). Dan tidak ada satupun orang tua balita gizi buruk yang berpendidikan tinggi atau tamatan perguruan tinggi. c. Jenis Pekerjaan Tabel 4.3 Jenis Pekerjaan Orang Tua Balita Penderita Gizi Buruk Pekerjaan Ayah Ibu F % F % Tani 7 63,6 4 36,4 Swasta 4 36,4 1 9,1 Tidak bekerja/ IRT 0 0 6 54,5 Jumlah 11 100 11 100 Sesuai dengan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa frekuensi jenis pekerjaan ayah terbanyak yaitu pada kelompok pekerjaan tani sebanyak 7 orang (63,6%). Sedangkan pada kelompok ibu frekuensi pekerjaan terbanyak yaitu Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 6 orang (54,5%). Pada dasarnya kelompok pekerjaan ibu rumah tangga belum dapat dikategorikan pekerjaan. Hal ini hanya sebagai penafsiran bahwa ibu tersebut tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak bekerja di luar rumah sehingga tidak menghasilkan pendapatan. Biasanya tugas ibu rumah tangga hanya sebatas mengurus rumah tangga. d. Pendapatan Tabel 4.4 Pendapatan Orang Tua Balita Penderita Gizi Buruk Pendapatan Ayah Ibu F % F % Rendah <Rp.1.350.000 9 81,8 10 90,9 Tinggi >Rp.1.350.000 2 18,2 1 9,1 Jumlah 11 100 11 100 Sesuai dengan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa frekuensi pendapatan ayah terbanyak yaitu pada kelompok pendapatan rendah sebanyak 9 orang (81,8%). Demikian juga pada kelompok ibu frekuensi pendapatn terbanyak yaitu 14

pendapatan rendah sebanyak 10 orang (90,9%). e. Jumlah Anggota Keluarga Tabel 4.5 Jumlah Anggota Keluarga Balita Penderita Gizi Buruk Jumlah Anggota Keluarga F % 4 orang 3 27,3 5 orang 5 45,5 6 orang 3 27,3 Jumlah 11 100 Sesuai dengan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa frekuensi jumlah anggota keluarga terbanyak yaitu pada keluarga yang berjumlah 5 orang sebanyak 5 keluarga (45,5%). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar umur orang tua baik ayah maupun ibu balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014 termasuk pada kelompok umur lebih dari 35 tahun. Tingkatan umur merupakan salah satu penentu dari kondisi kesehatan balita. Sesuai dengan pendapat Hardinsyah dan Martianto (2007) bahwa kemampuan pemilihan makanan ibu rumah tangga muda akan berbeda dengan kemampuan pemilihan makanan pada ibu rumah tangga yang telah berumur lebih tua dan pola pembelian makanan cenderung lebih berpengaruh kepada orang tuanya. Umur ibu berpengaruh pada tipe pemilihan konsumsi makanan di rumah dan juga pengeluaran makanann. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Verdianawati et.all (2014) diperoleh distribusi responden menurut umur terbanyak adalah ibu berumur 21 29 tahun memiliki presentase gizi balita baik dan yang paling sedikit adalah ibu yang berumur > 40 tahun memiliki presentasi sedikit gizi balita baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan orang tua balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2014 hanya berpendidikan dasar (SD, SMP) bahkan terdapat salah satu ibu balita yang tidak tamat sekolah. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mazarina Devi (2010) diperoleh bahwa persentase status gizi kurang lebih tinggi daripada status gizi baik diderita balita dari 15

ayah yang tidak ber- sekolah dan berpendidikan hanya sampai tamat SD dan Sekolah Menengah Pertama. Persentase gizi kurang lebih tinggi daripada status gizi baik pada balita dari ibu yang berpendidikan hanya sampai tingkat SD dan ibu yang tidak bersekolah. Sesuai dengan pendapat Sari dan Yuniar (2012) yang menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin rendah angka gizi buruk pada anak balita. Hal tersebut secara tidak langsung menyiratkan bahwa asupan makanan dari balita tersebut membaik seiring dengan meningkatnya pendidikan ibu karena gizi buruk terjadi saat asupan makanan dari balita berada jauh di bawah nilai standar, disamping itu pendapatan masih tetap berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan. Sebagian besar pekerjaan ayah balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu selatan tahun 2014 merupakan petani sedangkan sebagaian besar ibu balita hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mazarina Devi (2010) menunjukan gizi kurang lebih tinggi dari pada status gizi baik diderita balita dari ayah yang bekerja sebagai petani, nelayan, buruh harian, tukang becak, tukang perahu, pengrajin/ calo/ TKI serta ayah yang tidak bekerja, tidak bersekolah, dan berpendidikan hanya tamat SD dan sekolah menengah pertama. Sedangkan balita yang memiliki ibu bekerja lebih cendrung terkena gizi buruk, namun pada penelitian ini pekerjaan ibu tidak menjadi pengaruh terhadap statuss gizi buruk balita. Hal ini dapat dilihat dari ibu balita yang hanya sebagai ibu rumah tangga. Frekuensi pendapatan orang tua balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu selatan tahun 2014 terbanyak yaitu pada kelompok pendapatan rendah (< Rp.1.350.000 / bulan). Status ekonomi merupakan salah satu factor dasar terjadinya status gizi buruk pada balita. hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan daya beli makanan bergizi seimbang. Sejalan dengan pendapat Mazarina Devi (2010) yang menyatakan bahwa ekonomi kemiskinan dan kurang gizi 16

merupakan suatu fenomena yang saling terkait, oleh karena itu meningkatkan status gizi suatu masyarakat erat kaitannya dengan upaya peningkatan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan dari 11 orang balita penderita gizi buruk terdapat 5 orang balita yang tinggal dengan jumlah anggota dalam keluarga sebanyak 5 orang. Besar keluarga sangat menentukan asupan gizi yang diterima oleh setiap anggota keluarga. Dengan penghasilan dan pendapatan yang hanya pas-pasan dan ditambah jumlah anggota keluarga yang besar maka gizi yang diterima juga menjadi menipis. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mazarina Devi 2010 yang menunjukan jumlah anggota keluarga di bawah 4 orang memiliki persentase status gizi baik lebih tinggi dari status gizi buruk. Pada keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang, status gizi kurang balita lebih tinggi dibanding dengan status gizi baik. Semakin besar jumlah anggota keluarga, semakin besar presentasi status gizi kurang yang dialami balita. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat membuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar umur ayah (90,9%) dan ibu (72,7%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan lebih dari 35 tahun. 2. Seluruh ayah (100%) dan ibu (81,8%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan berpendidikan rendah (SD, SMP). 3. Distribusi frekuensi jenis pekerjaan ayah terbanyak yaitu pada kelompok pekerjaan tani (63,6%). Sedangkan pada kelompok ibu frekuensi pekerjaan terbanyak yaitu Ibu Rumah Tangga (54,5%). 4. Pendapatan ayah (81,8%) dan ibu (90,9%) balita penderita gizi buruk di Kabupaten Bengkulu Selatan yaitu merupakan pendapatan rendah/ dibawah UMR. 5. Distribusi frekuensi jumlah anggota keluarga terbanyak yaitu pada keluarga yang berjumlah 5 orang (terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak) sebanyak 5 keluarga (45,5%). 17

Pihak Dinas Kesehatan sebaiknya dapat mencegah dan menanggulangi kejadian gizi buruk pada balita secara intensif sehingga tidak terjadi kematian balita dan juga diharapkan Dinas Kesehatan dapat melakukan penyuluhan serta promosi kesehatan yang berkaitan dengan sadar gizi masyarakat. Orang tua yang memiliki balita diharapkan agar dapat menjaga kondisi gizi balitanya dan khususnya bagi ibu dapat mencari informasi tentang makanan yang mengandung banyak gizi dan terjangkau dengan kondisi keuangan keluarga. RUJUKAN (Daftar Pustaka) Banudi LA. (2013). Gizi Kesehatan Reproduksi. Penerbit buku kedokteran. EGC. Dinkes Bengkulu Selatan. (2014). Profil Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan. Bengkulu Selatan Dinkes Provinsi Bengkulu. (2013). Profil Kesehatan Kabupaten Bengkulu. Bengkulu Kemenkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Riset Kesehatan dasar. Jakarta. Mazarina Devi. (2010). Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita di pedesaan. Teknologi dan Kejuruan. Vol. 33. No. 2. September. 2010:183192. Mitayani dan Wiwi Sartika. (2010). Buku saku Ilmu Gizi. Trans Info Media, Jakarta. Novitasari Dewi A. (2012). Faktorfaktor risiko kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di RSUP Dr.Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah (KTI). Program pendidikan sarjana kedokteran. Fakultas kedokteran Universitas diponegoro. Sari P, Yuniar W. (2012). Hubungan antara asupan makanan dan status gizi balita diwilayah kerja puskesmas Sewon 1, Bantul. Kesmas vol. 6, No.3, September 2012 : (144-211). Verdianawati, Astuti, Nova, Kapantow, Budi, Ratag. (2014). Hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak usia1-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Walantakan Kabupaten Minahasa. [Internet] dalam: http://www..jurnal-publikasivcpa-101511296-1. Diakses pada hari Kamis 19 maret 2015. 18