BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kabupaten/kota di Jawa Tengah dari tahun

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

dilakukan oleh sejumlah peneliti antara lain: Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto (2010) dengan judul Analisis

BAB I PENDAHULUAN. tersebut didukung oleh Jhingan (2004), yang mengungkap bahwa negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu.

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

Pendekatan produksi: nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam suatu. Distribusi Pendapatan

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk 2008

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG.

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

Garis Kemiskinan. Rumus Penghitungan : GK = GKM + GKNM. GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan ekonomi nasional dan penurunan jumlah penduduk

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT SEPTEMBER 2011 RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2000), pertumbuhan ekonomi

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH PENGANGGURAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN SIDOARJO

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM :

I. PENDAHULUAN. hidup pada tahap subsisten dan mata pencarian utama adalah dari mata. pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan berburu.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB I PENDAHULUAN. bawah garis kemiskinan (poverty line), kurangnya tingkat pendidikan,

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Inggris (consumption), berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya dan lingkungan serta

BPS KABUPATEN MALINAU

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG.

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat berkembang dengan baik hal terburuk yang akan muncul salah. satunya adalah masalah pengangguran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BPS PROVINSI LAMPUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.

Transkripsi:

A. Landasan Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi dan Ukuran Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan adalah keterbatasan yang disandang seseorang, keluarga, komunitas atau bahkan negara yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hukum dan keadilan serta hilangnya generasi dan suramnya masa depan bangsa dan negara. Pengertian itu merupakan pengertian secara luas, telah dikatakan kemiskinan terkait dengan ketidaknyamanan dalam hidup. Dalam segala bidang selalu menjadi kaum tersingkir karena tidak dapat menyamakan kondisi dengan kondisi masyarakat sekitarnya. Kemiskinan multi dimensional, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, (Chambers dalam Chriswardani Suryawati, 2005 pada Adit Agus Prastyo, 16

17 2010: 18) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Menurut (Chambers dalam Chriswardani Suryawati, 2005 pada Adit Agus Prastyo, 2010: 18) kemiskinan dipahami dalam berbagai cara, pemahaman utamanya mencakup: a. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang- barang dan pelayanan dasar. b. Gambaran tentang kebutuhan sosial termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalahmasalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. c. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna memadai di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah untuk konsumsi orang perbulan. Definisi menurut UNDP (dalam Cahyat 2007: 2), kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang

18 atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar,sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari kerentanan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: a. Kemiskinan absolut Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Bank dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan di bawah USD $1/hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan di bawah $2/hari. b. Kemiskinan relatif Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.

19 2. Indikator Kemiskinan Persepsi mengenai kemiskinan telah berkembang sejak lama dan sangat bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Kriteria untuk membedakan penduduk miskin dengan yang tidak miskin mencerminkan prioritas nasional tertentu dan konsep normatif mengenai kesejahteraan. Namun pada umumnya saat negara-negara menjadi lebih kaya, persepsi mengenai tingkat konsumsi minimum yang bisa diterima, yang merupakan garis batas kemiskinan akan berubah. Garis kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan kebutuhan non makanan, atau standar yang menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari sudut konsumsi. Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda, sehingga tidak ada satu garis kemiskinan yang berlaku umum. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), penetapan menjadi 3 yaitu: a. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. b. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh

20 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll) c. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Sedangkan ukuran menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari. Ukuran kemiskinan dipertimbangkan berdasarkan pada norma pilihan dimana norma tersebut sangat penting terutama dalam hal pengukuran didasarkan konsumsi (consumption based poverty line). Oleh sebab itu, menurut (Kuncoro dalam Prima Sukmaraga, 2011) garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi terdiri dari dua elemen, yaitu: a. Pengeluaran yang diperlukan untuk memberi standar gizi minimum dan kebutuhan mendasar lainnya. b. Jumlah kebutuhan yang sangat bervariasi yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan sehari-hari. Garis kemiskinan dibedakan menurut tempat dan waktu, jadi setiap daerah baik di desa maupun di kota mamiliki nilai yang berbeda-beda dan

21 biasanya nilai ini bertambah pada norma tertentu, pilihan norma tersebut sangat penting terutama dalam hal pengukuran kemiskinan. Batas garis kemiskinan dibedakan antara desa dan kota. Perbedaan ini sangat signifikan antara di desa dan di kota, hal ini disebabkan pada perbedaan dan kompleksitas di desa dan di kota. 3. Penyebab Kemiskinan Sharp dalam Prima Sukamaraga, 2011 mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi: a. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. c. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Todaro (1995) menyatakan bahwa variasi kemiskinan di negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) luasnya negara, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4) relatif pentingnya sektor publik dan swasta, (5) perbedaan struktur industri.

22 4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB per kapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator guna melihat keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode (Hadi Sasana, 2006). PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masingmasing daerah sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Sedangkan PDRB per kapita dapat dihitung dari PDRB harga kosntan dibagi dengan jumlah penduduk pada suatu wilayah. Di dalam perekonomian suatu negara, masing-masing sektor tergantung pada sektor yang lain, satu dengan yang lain saling memerlukan baik dalam tenaga, bahan mentah maupun hasil akhirnya. Sektor industri memerlukan bahan mentah dari sektor pertanian dan pertambangan, hasil sektor industri dibutuhkan oleh sektor pertanian dan jasa-jasa. 5. Hubungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Menurut Sadono Sukirno(2011), laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil. Selanjutnya pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) secara

23 keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar ke lapisan masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasilhasilnya. Sehingga menurunnya PDRB suatu daerah berdampak pada kualitas konsumsi rumah tangga. Dan apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola makanan pokoknya ke barang paling murah dengan jumlah barang yang berkurang. 6. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks tor pembangunan yang diprakarsai UNDP. (Hudiyanto, 2013) yang menyatakan bahwa kehidupan yang lebih baik harus diukur bukan dari ekonomi saja namun ada beberapa faktor lain sebagai berikut: a. Panjangnya umur manusia (longevity), sebagai cerminan dari kecukupan nutrisi dalam masyarkat. b. Pendidikan c. Standar hidup (GDP perkapita) Ukuran pembangunan yang digunakan saat ini hanya memotret pembangunan ekonomi, dibutuhkan suatu indikator yang komprehensif, yang mampu menangkap tidak hanya perkembangan ekonomi tetapi juga aspek sosial dan kesejahteraan manusia, pembangunan manusia memiliki banyak dimensi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan agregat dari dimensi dasar pembangunan manusia dengan melihat perkembangannya (Mudakir, 2011).

24 Menurut Badan Pusat Statistik (2015), Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM menggambarkan beberapa komponen, yaitu capaian umur panjang dan sehat yang mewakili bidang kesehatan; Harapan Lama Sekolah dan rata-rata lamanya bersekolah mengukur kinerja pembangunan bidang pendidikan; dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita. Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki tujuan penting, diantaranya: a. Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar pembangunan manusia dan perluasan kebebasan memilih. b. Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut sederhana. c. Membentuk satu indeks komposit dari pada menggunakan sejumlah indeks dasar. d. Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi. Dalam perkembangan dan kemajuan dunia dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang di ukur oleh IPM mengalami perubahan di Indonesia. Ada beberapa perubahan perhitungan dalam Indeks Pembanguna Manusia (IPM) dari 2011 ke 2012 sampai 2015 (BPS Indonesia, 2015):

25 a. Angka Melek Huruf pada metode lama diganti dengan Angka Harapan Lama Sekolah. b. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita diganti dengan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita. yaitu : Alasan yang dijadikan dasar perubahan metodologi penghitungan IPM Pertama a. Beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Angka melek huruf sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antardaerah dengan baik. b. PDB per kapita tidak dapat menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Kedua, penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM menggambarkan bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain. Beberapa tahapan dalam penghitungan IPM dapat dijelaskan sebagai berikut (BPS Indonsia, 2015): Dimensi Kesehatan =

26 Dimensi Pendidikan = = = Dimensi Pengeluaran = Menghitung IPM IPM dihitung sebagai rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran. IPM Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 100,0 dengan katagori sebagai berikut : Tinggi : IPM lebih dari 80,0 Menengah Atas : IPM antara 66,0 79,9 Menengah Bawah : IPM antara 50,0 65,9 Rendah : IPM kurang dari 50,0

27 7. Hubungan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Jumlah Penduduk Miskin Teori pertumbuhan saat ini hanya menekankan pentingnya peranan pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) dan mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan memperkerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga perusahaan juga akan bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi yang bersangkutan di sektor informal seperti pertanian, peningkatan keterampilan dan keahlian tenaga kerja akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga kerja yang terampil mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang diperlihatkan melalui peningkatan peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan (Rasidin K dan Bonar M, 2004).

28 8. Teori Upah Upah dan pengangguran memiliki keterkaitan yang cukup erat dimana tinggi rendahnya upah akan mempengaruhi jumlah penawaran dan permintaan tenaga kerja yang pada akhirnya akan berdampak pada jumlah pengangguran. Upah merupakan pembayaran jasa-jasa fisik maupun mental kepada tenagakerja. Upah uang yaitu jumlah uang yaitu diterima pekerja dari pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga mental dan fisik yang digunakan dalam proses produksi. (Sukirno dalam I Made Yogatama, 2010: 24). Sistem pengupahan mengandung tiga prinsip yaitu: a. Pemberian imbalan atau nilai pekerjaan b. Penyediaan intensif c. Jaminan kebutuhan buruh Upah mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penawaran dan permintaan tenaga kerja, adanya perubahan upah akan mempengaruhi besar kecilnya penawaran tenaga kerja, sesuai dengan hukum penawaran bahwa tingkat upah yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Jika tingkat upah relatif rendah maka jumlah tenaga kerja yang ditawarkan akan menjadi sedikit. Teori Upah Alam, dari David Ricardo Teori ini menerangkan: a. Upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup pekerja dengan keluarganya. b. Di pasar akan terdapat upah menurut harga pasar adalah upah yang terjadi di pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran.

29 Upah harga pasar akan berubah di sekitar upah menurut kodrat. Dalam pasar tenaga kerja sangat penting untuk menetapkan besarnya upah yang harus dibayarkan perusahaan pada pekerjanya. Undangundang upah minimum menetapkan harga terendah tenaga kerja yang harus dibayarkan (Mankiw, 2006). Kaufman (dalam Achmad Khabhibi, 2010: 49), tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. 9. Hubungan Upah Minimum Minimum Provinsi dengan Jumlah Penduduk Miskin Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Tingkat upah minimum akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat dan sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman 2010).. 10. Inflasi Pengertian inflasi secara umum dapat diartikan sebagai kenaikan hargaharga umum secara terus-menerus dalam suatu periode tertentu. Ada beberapa jenis inflasi, dalam jurnal (Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan

30 Tingkat Kesempatan Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 1999 2009). Pengaruh Inflasi Akibat buruk inflasi dapat dibedakan dalam dua aspek yaitu: 1) Akibatnya terhadap perekonomian. 2) Inflasi menggalakkan spekulasi penanaman modal. 3) Tingkat bunga meningkat dan akan mengurang investasi. 4) Terjadi defisit dalam neraca perdagangan serta meningkatkan besarnya utang luat negeri. Akibatnya kepada individu dan masyarakat. 1) Memperburuk distribusi pendapatan. 2) Pendapatan riil merosot dan nilai tabungan juga merosot. Teori inflasi yang sering digunakan dan cukup terkenal adalah teori kuantitas. Dalam teori kuantitas dikatakan bahwa inflasi sangat dipengaruhi jumlah uang yang beredar. Dalam kenyataannya memang jumlah uang beredar itu sangat berpengaruh terhadap inflasi. 11. Hubungan Inflasi dengan Jumlah Penduduk Miskin Inflasi adalah kenaikan harga-harga barang secara umum (Phutong dalam Yanti, 2011:21). Apabila harga-harga naik secara drastis dalam periode tertentu maka tingkat kemiskinan juga akan naik. Tingkat kemiskinan naik bila tingkat upah masyarakat tetap. Jika tingkat upahnya tetap sedangkan harga barang-barang naik,masyarakat yang awalnya dapat memenuhi kebutuhan menjadi tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya.

31 B. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai kemiskinan dan faktor- faktor yang mempengaruhinya telah banyak dilakukan oleh banyak peneliti. Secara ringkas dalam tabel 2.1 disajikan ringkasan penelitian penelitian sejenis yang menjadi referensi dalam penelitian ini

32 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Penulis Judul Variabel Alat analisis Hasil Penelitian Whisnu Adhi Saputra Analisis Pengaruh Jumlah Tingkat kemiskinan, jumlah Metode analisis PDRB, IPM dan Pengangguran dan Drs. Y Bagio Penduduk, PDRB, IPM, penduduk, PDRB, IPM, data panel. mempunyai hubungan negatif Mudakir, MSP (2011). Penganggurn Terhadap Tingkat Pengangguran di signifikan terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota Jawa sedangkan pengangguran Tengah tahun 2005-2008. mempunyai hubungan negatif dan Fatkhul Mufid Cholili (2014) Primawan Wisda Nugroho, Maruto Umar Basuki (2012) Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah tahun 2005-2008. Analisis Pengaruh pengangguran, PDRB, dan IPM terhadap jumlah penduduk miskin Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di indonesia 2000-2011 Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB, jumlah Pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin Inflasi sebagai dipenden variabel serta Jumlah Uang beredar (JUB), Produk Domestik Bruto (PDB), Tingkat suku bunga sertifikat bank indonesia (SBI), nilai tukar (KURS) sebagai independen variabel Metode panel data. analisis Model regresi linier klasik OLS tidak signifikan serta jumlah penduduk mempunyai hubungan positif signifikan terhadap tingkat kemiskinan. PDRB berpengaruh positif tidak signifikan, IPM berpengaruh negatif dan signifikan, Pengangguran berpengaruh positif signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, serta PDRB, IPM dan Pengangguran secara simultan mampu memberikan penjelasan. Variabel produk domestik bruto (PDB) dan tingkat suku bunga SBI memiliki hubungan positif signifikan terhadap inflasi, sedangkan jumlah uang beredar memiliki hubungan negatif signifikan dan Kurs memiliki hubungan positif tidak signifikan terhadap inflasi.

33 Nama Penulis Judul Variabel Alat analisis Hasil Penelitian Samsubar Saleh Faktor-faktor penentu tingkat YPC tingkat pendapatan per Model estimasi (2002) kemiskinan regional di kapita per propinsi, IMP dengan Indonesia pengeluaran pemerintah mengunakan data investasi sumber daya cross section dan manusia perkapita per model estimasi data propinsi, IFP pengeluaran panel pemerintah untuk investasi fisik perkapita per propinsi, HN angkatan harapan hidup, MH angka melek huruf presentase total penduduk, RS rata-rata lama sekolah, HDI indeks pembangunan manusia, GEI indeks partisipasi wanita dalam Lupi Riyani (2014) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskina di propinsi jawa tengah tahun 1991-2011 ekonomi dan politik, RG rasio gini, PNH rasio populasi rumah tangga fasilitas kesehatan, PNW rasio populasi rumah tangga tidak mendapat akses terhadap air bersih, DT variabel boneka. Pertumbuhan ekonomi, pengangguran, inflasi, upah minimum sebagai variabel independen serta kemiskinan variabel dependen. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier dengan metode OLS (Ordinary Least Square) Berdasarkan hasil-hasil empirik kesimpulannya bahwa faktor-faktor ysng mempenagaruhi tingkat kemiskinan per propinsi di indonesia adalah indeks pembangunan manusia( pendapatan perkapita, angka harapan hidup, rata-rata bersekolah), investasi fisik pemerintah daerah, tingkat kesenjangan pendapatan, tingkat partipasi ekonomi dan politik perempuan, populasi penduduk tanpa akses terhadap fasilitas kesehatan, populasi penduduk tanpa akses terhadap air bersih dan krisis ekonomi. Masing-masing variabel mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

34 C. Kerangka Penelitian Berdasarakan latar belakang masalah yang telah dikemukakan penulis, dimunculkan kerangka berfikir untuk menjelaskan pengaruh PDRB, IPM, Upah Minimum Provinsi dan inflasi terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota provinsi Lampung. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran PDRB (+) IPM (-) UPAH MINIMUM (-) KEMISKINAN INFLASI (+) D. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis yang dimaksud merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah.

35 Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Produk Domestik Regional Bruto diduga berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota Provinsi Lampung. 2. Indeks Pembangunan Manusia diduga berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota Provinsi Lampung. 3. Upah minimum diduga berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota Provinsi Lampung 4. Inflasi diduga berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota Provinsi Lampung.