RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 39/PUUXIII/2015 Pengawasan Tingkah Laku Hakim oleh Mahkamah Agung I. PEMOHON Ina Mutmainah Kuasa Hukum Yandi Suhendra, S.H.; Dian F. Maskuri, S.H., M.H.; Samuel Silaban, S.H.; Muhlar Latief, S.HI; Wahyu Nugroho, S.HI., M.H.; Ichsan Budi Apriadi, S.H; H. Jaedi A. Naufal, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 Februari 2015 II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji UndangUndang adalah: Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar; Pasal 10 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Pasal 29 ayat (1) huruf a UndangUndang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa Mahkamah 1
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Pemohon adalah perseorangan warga Indonesia yang merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan hakhak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 32A ayat (1) UU Mahkamah Agung dan Pasal 39 ayat (3) UU Kekuasaan Kehakiman. Pemberlakuan pasalpasal yang diuji telah menyebabkan kerugian terhadap hak konstitutional Pemohon atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Hal tersebut akibat adanya dua keputusan berbeda antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terkait pelanggaran kode etik oleh salah satu hakim pengadilan negeri yang merugikan Pemohon. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA MATERIIL Norma yang dimohonkan pengujian yaitu: Pasal 32A ayat (1) UU Mahkamah Agung Pengawasan internal atas tingkah laku hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung. Pasal 39 ayat (3) UU Kekuasaan Kehakiman Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. B. NORMA UNDANGUNDANG DASAR 1945. Pasal 24B ayat (1) UUD 1945: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 2
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Terhadap pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim yang dilakukan oleh salah satu Hakim Pengadilan Negeri Kalianda, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan yang berbeda yaitu Komisi Yudisial: Pemberhentian Tetap Dengan Hak Pensiun, dan Mahkamah Agung: Hakim Non Palu Selama 2 (dua) tahun pada Pengadilan Banda Aceh. Perbedaan putusan kedua lembaga tersebut sangat rancu dan tidak mendasar sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum; 2. Tidak ada satupun pasal dalam konstitusi yang mengatur secara eksplisit tentang kewenangan Mahkamah Agung untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berbeda dengan kewenangan Komisi Yudisial yang secara eksplisit sangat jelas dan gamblang tentang kewenangannya diatur dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yaitu Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; 3. Para perumus norma hukum tidak memilah pengawasan internal dan eksternal, sehingga dapat berpotensi terjadinya dualisme pengawasan Hakim Agung dan Hakim pada lingkungan badan peradilan di bawahnya, dan berakibat ketidakpastian hukum atas keputusan mana yang dianggap melanggar kode etik hakim yang diberikan oleh Komisi Yudisial atau Mahkamah Agung; 4. Gagasan dan pemikiran lahirnya Komisi Yudisial didorong karena tidak efektifnya pengawasan internal yang ada di badanbadan peradilan, oleh karena itu Amandemen Ketiga UUD 1945 memasukkan BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN, terutama Pasal 24 dan Pasal 24B; 3
5. Kewenangan Komisi Yudisial yang mencakup pengawasan Hakim Agung muncul berkalikali dan tidak pernah dibantah dalam sidangsidang panitia ad hoc perubahan UUD 1945 khususnya terkait Pasal 24; 6. Apabila Pasal 32A ayat (1) UU Mahkamah Agung dan Pasal 39 ayat (3) UU Kekuasaan Kehakiman bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat maka berlakulah kewenangan Komisi Yudisial secara utuh untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim sebagaimana amanat Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 13 huruf b UU Komisi Yudisial. 7. Untuk ke depan sebaiknya MA cukup mengurusi dan mengawasi kulitas putusan, sedangkan urusan administrasi keuangan, birokrasi, dan penegakan perilaku hakim diserahkan kepada lembaga lain, dalam hal ini Komisi Yudisial, sebagaimana yang dilakukan di Komisi Yudisial negara Belanda. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 32A ayat (1) UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 3. Menyatakan Pasal 39 ayat (3) UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 4. Menyatakan Pasal 32A ayat (1) UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 39 ayat (3) UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 5. Memerintahkan pemuatan salinan putusan ini dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. 4
Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya. 5