BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

KUESIONER DI LAPANGAN

REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas marin. Dengan demikian daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan sekitar 5,30 juta hektar jumlah hutan itu telah rusak (Gunarto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Pola Ruang Kabupaten Lampung Selatan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 41/1999 yang mengatur tentang Kehutanan,

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi - manggi,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

KAMPUNG LAUT GUDANG EMAS YANG TERLUPAKAN. ( Kategori : Masyarakat Umum )

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove sering kali disebut dengan hutan bakau. Akan tetapi sebenarnya

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

I. PENDAHULUAN. alam memberikan kontribusi cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa.

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

TINJAUAN PUSTAKA Vegetasi Pantai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB 1 MENGENAL HUTAN MANGROVE

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

BABI PENDAHULUAN. mangrove, namun dari beberapa definisi bisa ditarik satu kesimpulan untuk

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Oleh sebab itu, hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove tumbuh terutama pada tanah lumpur, namun berbagai jenis. mangrove juga dapat tumbuh di tanah berpasir atau berkoral yaitu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tingkat pencemaran di Indonesia semakin memprihatinkan. Bahkan salah

BAB I PENDAHULUAN. ikan budidaya pada air tawar adalah penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS)

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Etnobotani Etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani adalah studi yang mempelajari tentang hubungan antara tumbuhan dengan manusia. Etnobotani, sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuan bernama Dr.J.W Harshberger (Chandra 1990 dalam Soekarman 1992). Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisional, masyarakat awam yang telah menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya. Etnobotani menekankan bagaimana mengungkapkan keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya tumbuhan dilingkungannya secara langsung ataupun tidak langsung. Penekanannya pada hubungan mendalam budaya manusia dengan alam nabati sekitarnya. Mengutamakan persepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tumbuhan dalam lingkungan hidupnya.hubungan antara manusia dan ketergantungan hidupnya kepada alam serta lingkungannya, menyebabkan manusia memiliki daya cipta, rasa dan karsa dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk memudahkan pengadaptasian dirinya terhadap alam serta lingkungannya (Walujo et al, 1992). Suku-suku bangsa telah mengembangkan sendiri dalam mengadaptasikan terhadap lingkungan mereka masing-masing, antara lain tumbuh-tumbuhan yang tumbuh digunakan untuk keperluan pangan, sandang dan keperluan lainnya

(Soekarma,1992). Pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam suatu masyarakat secara tradisional sangatlah penting artinya, karena akan menambah keanekaragaman sumber daya nabati yang bermanfaat serta dapat membantu upaya pelestarian jenis-jenis tumbuhan yang ada (Polunin, 1900). Ilmu etnobotani yang berkisar pada pemanfaatan tumbuh-tumbuhan untuk kemaslahatan orang disekitarnya, pada aplikasinya mampu meningkatkan daya hidup manusia. Studi lanjutan dapat berfokus pada penggunaan spesifik (pangan/makanan, ekonomi, banyak manfaat, pakan ternak, buah-buahan, obatobatan, dan kayu bakar), atau bisa juga dengan mencoba mengumpulkan sejumlah informasi dilain musim, atau memilih tumbuhan spesifik, contohnya cara perkembang biakan beberapa jenis tumbuhan liar untuk di budidayakan (Purba, 2011). Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai keanekaragaman suku bangsa terbesar di dunia. Tercatat kurang lebih 159 suku bangsa yang mendiami kepulauan di seluruh Nusantara. Keanekaragaman suku bangsa ini menyebabkan perbedaan dalam pemanfaatan tumbuhan baik dalam bidang ekonomi, spiritual, nilai-nilai budaya, kesehatan, kecantikan bahkan pengobatan penyakit (Prananingrum, 2007). Kebudayaan indonesia yang pluralistik dapat menimbulkan beragam pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat (local wisdom) masyarakat. Saat kemajuan zaman seperti sekarang ini tentu kita tidak boleh melupakan akar budaya yang ada, karena budaya-budaya tersebut mengandung nilai-nilai yang sangat perlu untuk dilestarikan dan tanpa merusak lingkungan (Kholil, 2011).

Besarnya peranan keanekaragaman spesies penyusun vegetasi bagi kelangsungan hidup manusia, serta bagi pembangunan memberikan alasan kuat mengapa penelitian etnobotani perlu dilakukan dalam kaitannya dengan konservasi (Yulia, 2009). Perubahan suatu kehidupan masyarakat baik pedesaan maupun perkotaan semakin pesat karena tentu akan berdampak pada budaya, pada hidup dan kelestarian sumber daya alam hayati (Rahayu, 2004). Pengetahuan tradisional yang dimiliki setiap suku atau etnis tersebut diwariskan secara turun temurun, contohnya yaitu penggunaan tumbuhan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit (Bodeker, 2000). 2.2. Ekosistem hutan mangrove Ekosistem hutan mangrove adalah tipe ekosistem terdapat di daerah pantai dan secara teratur digenangi air laut dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, pantai dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir (Indriyanto, 2006). Ekosistem hutan mangrove disebut juga ekositem hutan payau (Estuari), yaitu di daerah perairan dengan kadar garam/ salinitas antara 0,5% dan 30% (Indriyanto, 2006). Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting di wilayah pesisir (Rawana, 2002). Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi berbagai organisme baik darat maupun laut seperti kepiting, udang, ikan, reptilia, monyet dan lain sebagainya. Sayangnya, kondisi hutan mangrove di Indonesia terus mengalami kerusakan dan pengurangan luas dengan tingkat kerusakan mencapai 530.000 ha/tahun (Anwar dan Gunawan, 2006). Restorasi hutan mangrove mendapat perhatian secara luas mengingat tingginya nilai sosial ekonomi dan ekologi ekosistem ini. Restorasi berpotensi

besar menaikkan sumber daya hayati mangrove, memberi mata pencaharian penduduk, mencegah kerusakan pantai, menjaga biodiversitas, produksi perikanan, dan lain-lain (Setyawan, 2002). Sebagai salah satu komponen ekositem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai bentuk ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain sebagai pelindung garis pantai, pencegah intrusi air laut, tempat tinggal (habitat) tempat mencari makan (feeding ground) tempat asuhan dan pembesaran (Nursery ground) bagi biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro sedangkan fungsi ekonominya antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit (Rochana, 2006). 2.3. Jenis-jenis magrove Deskripsi umum dari jenis mangrove sejati maupun mangrove ikutan menurur Noor, dkk. (1999) yaitu: a. Mangrove sejati Jenis mangrove sejati adalah Api-api (Avicennia marina), api-api (Avicennia alba), tanjang (Bruguieracylindrica), lenggade (Bruguiera parviflora), tengar (Ceriops tagal), tengar (Ceriops decandra), truntun (Lumnitzera littorea), bakau (Rhizophora apiculata), bakau (Rhizophora stylosa), bakau (Rhizophora mucronata), perepat (Sonneratia alba), pidada (Sonneratia caseolaris), banangbanang (Xylocarpus moluccensis), teruntun (Aegiceras corniculatum), dan nipah (Nypa fruticans), buta-buta (Excoecaria agallocha).

b. Mangrove ikutan Jenis mangrove ikutan adalah Butun (Baringtonia asiatica), waru (Hibiscus tiliaceus), bunga nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminalia catappa). 2.4. Manfaat tumbuhan mangrove Menurut Soegiarto dan Polunin (1982) dalam Prayitno (2002) ada beberapa manfaat penting dari tumbuhan mangrove diantaranya adalah : 1. Kayunya dapat dipakai sebagai kayu bakar, karena nilai kalorinya tinggi maka kayu mangrove dapat dipakai sebagai arang. Selain itu beberapa jenis mangrove mempunyai kualitas kayu yang baik sehingga dapat digunakan sebagai bahan bangunan. 2. Kulit kayu merupakan sumber tanin yang biasa digunakan untuk menyamak kulit dan mengawetkan jala ikan. 3. Daunnya dapat digunakan sebagai makanan ternak, beberapa jenis tertentu digunakan sebagai obat tradisional bahkan ada pula yang dipakai sebagai pengganti untuk teh dan tembakau. 4. Buah-buahnya ada yang dimakan, beberapa dari buah tersebut ada yang beracun bagi ikan antara lain dari jenis Barringtonia spp. 5. Akar-akarnya efektif untuk menengkap sedimen, memperlambat kecepatan arus dan mencegah erosi pantai. 6. Tempat mencari dan berlindung bagi ikan dan hewan air lainnya. 7. Bunga-bunganya merupakan sumber madu 8. Hutan mangrove merupakan suatu penyanggah antara komunitas darat dan pesisir.

Menurut Hardjosento (1981) dalam Saenger (1983), hasil dari hutan mangrove dapat berupa kayu, bahan bangunan, chip, kayu bakar, arang kulit kayu, yang menghasilkan tanin (zat penyamak) dan lain-lain. Selanjutnya Saenger (1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem hutan mangrove berupa: 1. Bahan bakar: kayu bakar, arang dan alkohol 2. Bahan bangunan: balok perancah, jembatan, balok rel kereta api, pembuatan kapal, tonggak, dan atap rumah. Tikar bahkan pagar pun menggunakan jenis yang berasal dari hutan mangrove. 3. Makanan: obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka. 4. Pertanian: Makanan ternak, pupuk dan sebagainya. 5. Produksi kertas: berbagai macam kertas. Berbagai tumbuhan pada ekosistem hutan bakau merupakan bahan pangan yang potensial dan belum banyak dimanfaatkan, umumnya baru produksi gula nira dan minuman beralkohol dari bunga tumbuhan nipah. Buah tanjang atau dikenal sebagai buah aibon telah digunakan sebagai salah satu makanan pokok pada saat makanan lain seperti ubi dan sagu tidak tersedia. Selain buah tanjang, beberapa tumbuhan bakau yang buahnya dapat dikonsumsi adalah buah api-api bisa dibuat keripik yang rasanya mirip emping melinjo, buah pedada cocok bisa dibuat permen karena rasanya asam. Buah pedada juga dapat dibuat sirup dan selai sedangkan buah nipah cocok dibuat kolak.