ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP.

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Widia Prima Mulyana 1, Sulwan Permana 2, Ida Farida 2

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

BAB III LANDASAN TEORI

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS ALIRAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CIMANUK HULU (STUDI KASUS CIMANUK-BOJONGLOA GARUT)

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS ALIRAN AIR MELALUI BANGUNAN TALANG PADA DAERAH IRIGASI WALAHIR KECAMATAN BAYONGBONG KABUPATEN GARUT

BAB III LANDASAN TEORI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB IV PEMBAHASAN. muka air di tempat tersebut turun atau berkurang sampai batas yang diinginkan.

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

HIDROLOGI TERAPAN. Bambang Triatmodjo. Beta Offset

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam Perencanaan Embung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI UNTUK DAERAH IRIGASI CIMANUK KABUPATEN GARUT

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III ANALISA HIDROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR

Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

PILIHAN TEKNOLOGI SALURAN SIMPANG BESI TUA PANGLIMA KAOM PADA SISTEM DRAINASE WILAYAH IV KOTA LHOKSEUMAWE

DEFt. W t. 2. Nilai maksimum deficit ratio DEF. max. 3. Nilai maksimum deficit. v = max. 3 t BAB III METODOLOGI

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN DRAINASE TERHADAP BANJIR PADA KAWASAN JALAN SAPAN KOTA PALANGKARAYA. Novrianti Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna

Rt Xt ...(2) ...(3) Untuk durasi 0 t 1jam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

Transkripsi:

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN Dedi Mulyono 1 Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut 44151 Indonesia Email : jurnal@sttgarut.ac.id 1 1211042@sttgarut.ac.id Abstrak Air merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan makhluk hidup di dunia ini. Ketersediaan air merupakan sesuatu yang sangat vital bagi kehidupan umumnya dan manusia khususnya. Berdasarkan dinamika siklus hidrologi salah satu sumber air utama adalah hujan.ketersediaan air secara alami dalam skala global adalah tetap, hanya terjadi, variasi baik terhadap ruang maupun waktu pada skala regional.berdasarkan studi data sekunder, iklim dan cuaca di daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu : pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattern), topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat; dan elevasi topografi.analisis karakteristik curah hujan yang ada di wilayah Cikajang dan Bungbulang untuk perencanaan bidang sumber daya air seperti bendung, irigasi, pola tanam tanaman padi, dan juga untuk perencanaan drainase.data curah hujan yang ada adalah curah hujan harian sehingga dalam perhitungan intensitas curah hujan yang dipakai untuk perencanaan drainase adalah dihitung dengan cara Mononobe, dengan berbagai kala ulang. Sedangkan kala ulang yang diperhitungkan untuk perencanaan drainase biasanya kala ulang 5 tahunan. Kata Kunci Air, Curah Hujan, Irigasi. I. PENDAHULUAN Air merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan makhluk hidup di dunia ini. Jadi dengan kata lain air merupakan suatu hal yang sangat berharga sekali. Air dapat dimanfaatkan untuk keperluan diberbagi bidang, mislanya untuk keperluan sehari-hari, untuk transportasi air, pembangkit tenaga listrik keperluan irigasi. Dengan kata lain air dapat membawa kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Ketersediaan air merupakan sesuatu yang sangat vital bagi kehidupan umumnya dan manusia khususnya. Dewasa ini di beberapa wilayah Indonesia sering muncul suatu fenomena alam yaitu bila saat musim hujan tiba terjadi limpahan air yang cukup banyak, bahkan sampai menimbulkan bencana banjir. Namun sebaliknya bila musim kemarau tiba ketersediaannya menjadi terbatas dan sering menimbulkan krisis air. Berdasarkan dinamika siklus hidrologi salah satu sumber air utama adalah hujan. Secara alami hujan terjadi dari proses kondensasi uap air di udara yang selanjutnya membentuk suatu awan. Bila kondisi fisis baik di dalam maupun diluar awan mendukung, maka proses hujan akan berlangsung. Oleh karena itu sifat dan kondisi suatu hujan atau musim hujan sangat tergantung sekali pada kondisi cuaca/iklim yang terladi. Ketersediaan air secara alami dalam skala global adalah tetap, hanya terjadi, variasi baik terhadap ruang maupun waktu pada skala regional. Berbagai teknologi telah diterapkan untuk mengoptimalkan serta memanfaatkan air yang sampai ke tanah (Ulama, 1989). Bendungan dibangun untuk menampung kelebihan air pada musim hujan dan dapat dimanfaatkan pada saat ketersediaan air terbatas. Disamping itu juga dibangun bendung dan jaringan irigasi untuk menyalurkan air secara efisien sampai ke pemakai. Meskipun

ISSN : 2302-7312 Vol. 13 No. 1 2014 demikian, upaya pemanfaatan air masih sering mengalami hambatan akibat distribusi hujan yang tidak merata atau adanya kemarau panjang. Menghadapi kondisi ini, disamping mengoptimalkan pemanfaatan air yang sampai di tanah secara alami, juga telah dipikirkan mengoptimalkan air yang masih berada di udara. Berdasarkan studi data sekunder, iklim dan cuaca di daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu : pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattern), topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat; dan elevasi topografi di Bandung. Curah hujan rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai 3500-4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24ºC - 27ºC. Besaran angka penguap keringatan (evapotranspirasi) menurut Iwaco-Waseco (1991) adalah 1572 mm/tahun. Penelitian karakteristik curah hujan ini dilakukan terhadap Kecamatan Cikajang dan Bungbulang yang merupakan kecamatan yang ada di Kabupaten Garut Selatan. II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Siklus Hidrologi Menurut siklus hidrologi, kandungan air dimuka bumi adalah tetap dan terus melakukan perjalanan dibumi yang berupa siklus. Meskipun siklus hidrologi berlangsung secara kontinyu, namun sirkulasi air ini tidak merata (dipengaruhi waktu). Banjir ditimbulkan karena adanya gangguan sirkulasi air yang berupa sirkulasi air yang berlebih. Jika terjadi sirkulasi yang lebih (banjir), maka harus di adakan upayaupaya pengendalian banjir agar dampak yang ditimbulkannya terhadap masyarakat berkurang. Analisis hidrologi untuk permasalahan banjir adalah salah satu metode yang banyak dipakai dalam menganalisa banjir. Metode-metode analisa hidrologi yang digunakan adalah : perbandingan hidrograf debit, penelusuran banjir, metode rasional, metode empiris, metode statistik,dan model matematik.perkiraan debit puncak menggunakan cara perbandingan hidrograf debit dari data yang dicatat dari dua buah pos duga air yang berdekatan dalam satu DAS dengan karakteristik sama. Penelusuran banjir mengacu pada besaran-besaran aliran masuk (I) dan aliran keluar (O) sehingga dapat ditentukan nilai S (besaran penampungan). Metode rasional dapat menggambarkan hubungan antara debit dengan besarnya curah hujan untuk suatu DAS. 1.2 Sistem Pembagian Air Sistem pembagian air dibagi menjadi tiga bagian (R.Gandakoesoemah) yaitu: a. Kriteria perencanaan pola tanam b. Sistem golongan pasten c. Sistem golongan 1.3 Debit Debit adalah banyaknya air yang mengalir persatuan waktu atau banyaknya air yang terkandung atau tersimpan pada suatu tempat atau dari sumber air. Biasanya banyaknya air dengan memakai saluran liter ataupun dengan m 3 (meter kubik). Debit biasa berpengaruh pada penggolongan sungai, dimana jika debit pada sungai itu besar maka dikatakan sungai besar dan sebaliknya, besar kecilnya debit air dipengaruhi oleh musim yaitu jika musim hujan maka debit air yang akan meningkat dan jika pada musim kemarau maka debit akan menurun. Hal hal yang dapat mempengaruhi terhadap penentuan besar kecilnya yaitu : 1. Luas penampang, makin luas penampang air makin besar pula debitnya. 2. Kecepatan air mengalir, makin cepat atau deras maka makin besar debitnya. 3. Musim, debit pada musim hujan lebih besar dibandingkan debit pada musim kemarau bahkan pada musim kemarau sungai sungai yang kecil mengakibatkan terjadinya kekeringan. http://jurnal.sttgarut.ac.id 2

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Air di sungai, keadaanya dipengaruhi oleh : 1. Banyaknya, besarnya dan frekuensi hujan 2. Luas, bentuk dan keadaan pengaliran sungai 3. Kemiringan tanah, kehilangan air dan perlambatan air. 1.4 Debit Banjir Adalah dimana banyak nya air yang mengalir mengalami Volume yang tinggi dan penampungnya tidak biasa menampungnya besaran air maka di sebut debit banjir. Untuk menghitung debit banjir maksimum yang dapat di harapkan terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu, perhitungannya berdasarkan datadebit banjir tahunan hasil pengamatan dalam periode waktu yang cukup lama, minimal 10 tahun data runtut waktu. Untuk mendapatkan debit puncak banjir pada periode ulang tertentu, maka dapat di kelompokan menjadi 2 tahap perhitungan. Yaitu : 1. Perhitungan debit puncak banjir tahunan rata-rata (mean annual flood=maf) 2. Penggunaan factor pembesar (Growth factor = GF) terhadap nilai MAF, untuk menghitung debit puncak banjir sesuai dengan periode ulang yang di inginkan. 1.5 Air yang Tersedia Jumlah air yang tersedia selalu berubah dari waktu ke waktu, karena itu perlu di tentukan besarnya jumlah air yang tersedia, yang dipergunakan sebagai dasar perencanaan dalam menentukan rencana pembagian air. Dalam kenyataannya jumlah air yang tersedia belum tentu akan sama dengan yang direncanakan, mungkin lebih atau kurang. Namun dengan perencanaan yang baik, kelebihan atau kekurangan air tersebut tidak akan terlalu besar. Sehingga kelebihan air pada tahun-tahun yang lebih basah dari pada tahun yang direncanakan masih dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi. Sebaliknya kekurangan air pada tahun-tahun yang lebih kering dari pada tahun yang direncanakan tidak akan menggagalkan panen atau setidak-tidaknya kegagalan panen dapat dibatasi sampai sekecil-kecilnya. Untuk maksud tersebut di atas, maka perencana atau penyusun rencana pembagian air didasarkan pada tahun kering, dengan memperhatikan catatan curah hujan dan catatan debit sungai selama 10 tahun berturut-turut. 2.5 Curah Hujan Curah hujan (mm) merupakan ketinggian air hujan yang jatuh pada tempat yang datar dengan asumsi tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) mm adalah air hujan setinggi 1 (satu) mm yang jatuh (tertampung) pada tempat yang datar seluas 1 m2 dengan asumsi tidak ada yang menguap, mengalir dan meresap. Kepulauan maritim Indonesia yang berada di wilayah tropik memiliki curah hujan tahunan yang tinggi, curah hujan semakin tinggi di daerah pegunungan. Curah hujan yang tinggi di wilayah tropik pada umumnya dihasilkan dari proses konveksi dan pembentukan awan hujan panas. Pada dasarnya curah hujan dihasilkan dari gerakan massa udara lembab ke atas. Agar terjadi gerakan ke atas, atmosfer harus dalam kondisi tidak stabil. Kondisi tidak stabil terjadi jika udara yang naik lembab dan lapse rate udara lingkungannya berada antara lapse rate adiabatik kering dan lapse rate adiabatik jenuh. Jadi kestabilan udara ditentukan oleh kondisi kelembaban. Karena itu jumlah hujan tahunan, intensitas, durasi, frekuensi dan distribusinya terhadap ruang dan waktu sangat bervariasi. Karena proses konveksi, intensitas curah hujan di wilayah tropik pada umumnya tinggi. Sementara itu di Indonesia, presentase curah hujan yang diterima bervariasi antara 8 % sampai 37 % dengan rata-rata 22 %. Sebagai perbandingan nilai tertinggi di Bavaria, Jerman adalah 3.7 %. Di Bogor, lebih dari 80 % curah hujan yang diterima terjadi dengan curah paling sedikit 20 mm. 1.6 Waktu Penelitian III. METODOLOGI s 3 2014 Jurnal STT-Garut All Right Reserved

ISSN : 2302-7312 Vol. 13 No. 1 2014 Penelitian karakteristik curah hujan ini dilakukan pada bulan September dan Oktober 2014 di wilayah Cikajang dan Bungbulang. 1.7 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Data penelitian yang didapat berupa data sekunder untuk perhitungan, dimana data tersebut diambil dari Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kab. Garut, data-data yang diperlukan diantaranya peta Topografi, Data Klimatologi, Data curah hujan, dan data debit. Data curah hujan diambil dalam penelitian ini adalah selama 10 (sepuluh) tahun, mulai dari tahun 1995 sampai 2004. 1.8 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian karakteristik curah hujan ini adalah di wilayah Cikajang dan Bungbulang Kabupaten Garut, yang dibatasi oleh: Sebelah utara : Kecamatan Bayongbong dan Cisurupan Sebelah selatan : Kecamatan Pakenjeng dan Samudera Indonesia Sebelah timur : Kecamatan Banjarwangi dan Pakenjeng Sebelah Barat : Kecamatan Pamulihan dan Cisewu Gambar 3.1 Lokasi Kecamatan Cikajang dan Bungbulang 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Curah Hujan 4.1.1 Analisis Hidrologi Pemakaian rumus-rumus acuan, berdasarkan data curah hujan yang tersedia, untuk menentukan curah hujan area rerata digunakan cara rata-rata aljabar. H1 + H2 R H = 2...(4.1) dengan R H = curah hujan area harian rata-rata (mm/hari) H 1, 2, = curah hujan pada stasiun 1,2 http://jurnal.sttgarut.ac.id 4

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Tabel 4.1 Perhitungan hujan harian maksimum rata-rata Kejadian Pos hujan Hujan harian Hujan maksimum Tahun Bulan Tanggal Cikajang Bungbulang rata-rata harian rata-rata 1995 Mei 25 78.4 0 39.2 Okt 15 15.1 160 87.55 87.55 1996 Apr 7 116 0 58 Des 5 24 189 106.5 106.5 1997 Nop 20 281 0 140.5 Des 28 6 78 42 140.5 1998 Okt 21 202 74 138 Nop 3 0 201 100.5 138 1999 Ags 19 91 67 79 Nop 22 0 85 42.5 79 2000 Apr 13 69 0 34.5 Okt 11 0 118 59 59 2001 Jun 28 108 0 54 Mar 19 26 114 70 70 2002 Nop 8 36 0 18 Des 13 0 141 70.5 70.5 2003 Apr 12 130 24 77 Nop 22 0 105 52.5 77 2004 Mar 19 135 0 67.5 Jan 21 0 130 65 67.5 Tabel 4.2 Hujan area harian maksimum rata-rata Kejadian Hujan maksimum Tahun Bulan Tgl harian rata-rata 1995 10 15 87.55 1996 12 5 106.5 1997 11 20 140.5 1998 10 21 138 1999 8 19 79 2000 10 11 59 2001 3 19 70 2002 12 13 70.5 2003 4 12 77 2004 3 19 67.5 Sumber: Hasil perhitungan 4.1.2 Distribusi Kemungkinan Banjir Analisis frekuensi banjir seringkali menggunakan istilah Kala Ulang (Return Period) untuk menyatakan probabilitasnya. Kala Ulang adalah selang waktu pengulangan kejadian hujan atau debit banjir rencana yang mungkin terjadi. Terapan analisis frekuensi banjir secara statistik dikenal beberapa distribusi kemungkinan yang telah diuji kehandalannya, antara lain: 5 2014 Jurnal STT-Garut All Right Reserved

ISSN : 2302-7312 Vol. 13 No. 1 2014 a. Distribusi Gumbel Distribusi Gumbel seringkali digunakan untuk meramalkan suatu peristiwa secara statistik yang bernilai ekstrim, baik untuk debit maupun untuk hujan atau elevasi muka air. S n 2 ( Xi X )...(4.2) i 1 n 1 Dimana : S = standar deviasi X i = hujan tahun ke i X = hujan rata-rata n = banyak data pengamatan Faktor frekwensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan persamaan berikut: K Yt Yn...(4.3) Sn dengan: K = faktor frekuensi = simpangan baku, Y T = reduced variblevariabel reduksi) Yn = reduced mean (rerata reduksi) Sn = reduksi simpangan baku, T = kala ulang (tahun) dimana untuk nilai-nilai y n, y T dan S n dapat dilihat pada tabel 4.3, 4.4 dan 4.5.... (4.4) Dimana: Dimana: X T = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan kala ulang T tahunan. 4.2 Kebutuhan Air Irigasi 4.2.1 Curah Hujan Efektif Adalah besarnya curah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan selama masa pertumbuhannya. Untuk menentukan curah hujan efektif digunakan rumus Harza, yang mengusulkan hujan efektif dihitung berdasarkan rangking data pada urutan tertentu dari yang terkecil. Data curah hujan diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar, maka nilai curah hujan efektif ditetapkan dengan persamaan: n N 5 1... (4.6) Dimana: n = nomor urut dari yang terkecil sampai terbesar N = jumlah data Curah Hujan Efektif untuk Padi Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70 % dari curah hujan minimum tengahbulanan. http://jurnal.sttgarut.ac.id 6

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Re 70% R 80 Rangking % 59 100 67.5 90 70 80 70.5 70 77 60 79 50 87.55 40 106.5 30 138 20 140.5 10 Curah hujan (R 80 ) adalah rangking ke 3 (80%), dengan menggunakan persamaan (4.6), yaitu 70 mm. Jadi curah hujan efektif adalah Ref = 70% x 70 = 49 mm 4.2.2 Kebutuhan Air Bersih di Sawah Kebutuhan air irigasi untuk sawah dinyatakan dengan rumus: NFR ET c P R e WLR (4.7) dimana: NFR = kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari) ET c = penggunaan konsumtif (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari) R e = curah hujan efektif (mm/hari) WLR = kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/hari) Jika musim tanam 1 dimulai bulan Oktober (31 hari), dengan : koefisien tanam k c = 1, evaporasi potensial (ET 0 ) = 5 mm/hari Perkolasi = 3 mm/hari WLR = 150 mm/15 hari ET c = k c ET 0 = 1 x 5 mm/hari = 5 mm/hari WLR = 150/15 = 10 mm/hari Ref = 49/31 = 1,58 mm/hari NFR = 5 + 3 1,58 + 10 = 16,42 mm/hari Maka debit yang dibutuhkan untuk mengairi sawah setiap hektar adalah: 0 0 0 0 0 1 e 4.3 Perhitungan Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan ditentukan berdasarkan lengkung kekerapan durasi, dimana perhitungan intensitas ini didasarkan pada curah hujan harian maksimum dengan periode pengamatan 10 tahun, sedangkan lengkung kekerapan durasi dihitung berdasarkan formula dari Mononobe, yaitu dengan menggunakan persamaan 4.8. Hasil-hasil perhitungan intensitas curah 7 2014 Jurnal STT-Garut All Right Reserved

Intensitas hujan (mm/jam) ISSN : 2302-7312 Vol. 13 No. 1 2014 hujan dengan berbagai kala ulang diperlihatkan pada Tabel 4.9 sampai dengan Tabel 4.11. 2 R 3 24 24 I )...(4.8) 24 t Dimana : I = Intensitas hujan (mm/jam) t = durasi curah hujan, (jam) R 24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm) 350 300 250 200 150 Kala ulang 5 tahun Kala ulang 10 tahun Kala ulang 25 tahun 100 50 0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 Durasi hujan (menit) Gambar 4.1 memperlihatkan lengkung kekerapan durasi hujan IV. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Station hujan yang diambil dalam analisis karakteristik curah hujan di wilayah Garut Selatan adalah station hujan Cikajang dan Bungbulang, mulai dari tahun 1995 sampai 2004 selaman 10 tahun. Curah hujan R 80 adalah sebesar 70 mm/hari Kebutuhan bersih air di sawah pada awal masa tanam pada bulan Oktober adalah sekitar 1,9 lt/det/ha. Data curah hujan yang ada adalah curah hujan harian sehingga dalam perhitungan intensitas curah hujan yang dipakai untuk perencanaan drainase adalah dihitung dengan cara Mononobe, dengan berbagai kala ulang. Sedangkan kala ulang yang diperhitungkan untuk perencanaan drainase biasanya kala ulang 5 tahunan. 5.2 Saran Melakukan perbaikan pada setiap station hujan yang ada dari segi jumlah station sehingga data yang digunakan dapat mewakili seluruh wilayah Garut Selatan. Melakukan pencatatan data hujan yang lebih spesifik sehingga hasil analisa kebutuhan air di wilayah Garut Selatan menjadi lebih akurat. http://jurnal.sttgarut.ac.id 8

Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut DAFTAR PUSTAKA Anonim, Kriteria Perencanaan Irigasi 01, 1986, Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Bambang Triatmodjo, 2008, Hidrologi Terapan, Beta offset, Yogyakarta Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi, Yogyakarta. 9 2014 Jurnal STT-Garut All Right Reserved