KAJIAN YURIDIS KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015. KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

Asas asas perjanjian

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN: SUATU LANDASAN DALAM PEMBUATAN KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Refika Aditama, 2003), hal Universitas Indonesia Pengaruh komparisi...,tumpal Naibaho, FH UI, 2009.

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

Sistematika Siaran Radio

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

ANALISIS YURIDIS AKTA DI BAWAH TANGAN YANG DI WAARMEKING DAN DI LEGALISASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

Hukum Kontrak Elektronik

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Transkripsi:

KAJIAN YURIDIS KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN IDA AYU WINDHARI KUSUMA PRATIWI WAYAN SUARDANA I KADEK ADI SURYA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :wiendh_26gal@yahoo.co.id ABSTRAK Dalam tulisan yang mefokuskan pada kekuatan hukum perjanjian hutang piutang di bawah tangan adalah bertujuan untukmengetahui kekuatan hukum perjanjian hutang piutang di bawah tangan.agar kita mengetahui bagaemana kekuatan hukum perjanjian hutang piutang di bawah tangan dalam prakteknya khususnya di pengadilan negeri.dalam praktek di masyarakat bentuk akta di bawah tangan sering menimbulkan persoalan-persoalan hukum baik mengenai kekuatan mengikat, hak dan kewajiban serta hukum yang ditimbulkan. Untuk menguji kerangka pemikiran tersebut diperlukan data primer dan sekunder yang bersumber pada library research atau penelitian kepustakaan, artinya literatur dari buku-buku kepustakaan, serta mempelajari teori-teori dan pendapat dari para sarjana serta melaksanakan penelitian lapangan dengan mencari kasus di Pengadilan Negeri, yang kemudian dianalisis secara diskripsi kualitatif yaitu menguraikan atau menganalisis permasalahan mengenai perjanjian hutang piutang di bawah tangan dalam perakteknya di Pengadilan Negeri. Dalam permasalahan ini, ada beberapa hal yang ditimbulkan oleh seorang yang membuat perjanjian dibawah tangan yaitu memungkiri tulisan atau tanda tangannya, ada orang-orang yang mendapat hak dari padanya menerangkan dan tidak mengakui keabsahannya, maka hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka pengadilan. Jadi hukum perjanjian hutang piutang di bawah tangan juga memiliki kekuatan hukum yang tetap yang dapat dilihat pada pasal 1875, 1876, 1877 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kata Kunci : Hukum Perjanjian, Perjanjian Dibawah Tangan. PENDAHULUAN Pemenuhan akan kebutuhan hidup merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya sehari-hari, manusia selalu ingin mengadakan hubungan kebutuhan hidupnya sehari-hari, manusia selalu ingin mengadakan hubungan dengan pihak lain. Hubunganhubungan yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dapat berupa hubungan hukum maupun diluar hukum.yang dimaksud dengan hubungan hukum disini adalah hubungan yang terjadi di masyarakat apabila terjadi pelanggaran terhadap kekuatan tersebut dapat dimintakan sanksi. Dengan perkembangan jaman ini sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan meningkatnya hubungan hukum terutama yang menyangkut bidang ekonomi dan social. Sehingga tidak mengherankan timbul perjanjian-perjanjian dengan segala macam isinya, merupakan salah satu gejala sosial yang menarik akhir-akhir ini. Menurut Salim (2004 ) ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut : 1. Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangi oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal oleh pihak ketiga maka para pihak atau salah satu dari perjanjian itu berkewajiban mengajukan 152 Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016

bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan. 2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Fungsi kesaksian notaris atau suatu komponen semata-mata hanya untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Namum, pihak yang menyangkal itu adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya. 3. Perjanjian yang dibuat dihadapan notaris dalam bentuk akta notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat dihadapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu adalah notaris, camat, PPAT dan lain-lain. Jenis dokumen ini merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak ketiga. Dalam surat perjanjian hutang piutang dengan akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat dan ditandatangani si pembuat dengan maksud agar surat itu dapat digunakan sebagai alat bukti. Kalau dalam suatu akta otentik tanda tangan itu tidak merupakan suatu persoalan, namum dalam suatu akta dibawah tangan pemeriksaan akan kebenaran tanda tangan itu justru merupakan acara pertama. Jika tandatangan ini dipungkiri oleh pihak lawan, maka pihak yang mengajukan akta dibawah tangan itu harus berusaha membuktikan dengan alat-alat bukti lain bahwa benarlah tanda tangan tadi dibubuhkan oleh pihak lawan tersebut. Dengan demikian maka selama tanda tangan tadi masih dipertengkarkan tidaklah banyak manfaat yang diperoleh bagi pihak yang mengajukan akta tadi dimuka sidang Hakim. Menurut Pasal 1877 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang menyebutkan Jika seorang yang memungkiri tulisan atau tanda tangannya maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari pada tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.Namun kalau tanda tangan sudah diakui maka akta dibawah tangan itu memberikan suatu bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik terhadap orang-orang yang Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 menandatanganinya. Hal ini diatur dalam pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan Suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatangani nya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari pada mereka, bukti yang sempurna seperti akta otentik. Perjanjian pinjam meminjam uang dibawah tangan ini tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pembuatannya jauh lebih murah serta waktu yang dibutuhkan lebih singkat jika dibandingkan dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat melalui pejabat pejabat umum yang berwenang.bahkan kadang-kadang perjanjianperjanjian hutang piutang yang dibuat cukup dengan kwitansi yang berisi pernyataan jumlah peminjam, angsuran-angsuran, syarat-syarat dan jangka waktu pengembaliannya. Atau kadang-kadang dengan akta dibawah tangan yang tidak dibubuhi dengan biaya materai sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang No 13 Tahun 1985 yaitu Undang-Undang mengenai Biaya Materai sebagai berikut : Surat perjanjian dengan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan masih digunakan sebagai alat bukti mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat hukum perdata sejak semula dibubuhi materai. Dalam peraktek di masyarakat bentuk akta ini sering menimbulkan persoalanpersoalan hukum baik mengenai kekuatan mengikat, hak dan kewajiban serta kekuatan hukum yang ditimbulkan dari perjanjian yang dibuat di bawah tangan tersebut terutama jika persoalan-persoalan tersebut menimbulkan sengketa diajukan ke Pengadilan. Dari uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apayang menjadi syarat-syarat dalam membuat perjanjian di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata? 2. Bagaimanakah kekuatan hukum perjanjian hutang piutang di bawah tangan? 153

METODA PENELITIAN Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu dengan Perundang-Undangan melalui penelaah dan analisa ketentuan-ketentuan hukum yang ada dan ditunjang oleh teori-teori yang dikemukakan para sarjana yang berhubungan dengan masalah yang diangkat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengertian Perjanjian dan Asas-asas Perjanjian Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata perjanjian harus memenuhi empat syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan. 3. Mengenai suatu hal tertentu Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui.suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian.setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira. 4. Suatu sebab yang halal Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan. Asas-asas perjanjian diatur dalam KUH Perdata, yang sedikitnya terdapat 5 asas yang perlu mendapat perhatian dalam membuat perjanjian: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). a. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract) Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat 154 Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016

sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum.menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Semua perjanjian berarti perjanjian apapun, diantara siapapun.tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum (misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan). b. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda) Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian bahkan hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum secara pasti memiliki perlindungan hukum. c. Asas Konsensualisme (concensualism) Asas konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat.perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu.pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus tertulis contoh, jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik Notaris. d. Asas Itikad Baik (good faith/tegoeder trouw) Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya.keadaan batin para pihak itu tidak Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya. e. Asas Kepribadian (personality) Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya Kekuatan Hukum Perjanjian Hutang Piutang di Bawah Tangan Membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Pembuktian merupakan bagian yang penting dalam hukum acara, karena dengan pembuktian dimaksudkan akan dapat dicapai suatu kebenaran yang sesungguhnya yaitu kebenaran dari hubungan hukum terhadap pihak-pihak yang berpekara. Dengan jalan pembuktian maka akan dapat diketahui siapa sebenarnya yang salah dan siapa sebenarnya yang benar serta dapat menjamin adanya perlindungan hakhak asasi para pihak. Dalam pembuktian yang harus dibuktikan adalah peristiwa bukan hukumnya.peristiwa yang dikemukakan oleh penggugat dan tergugat belum tentu semuanya penting bagi Hakim guna dasar pertimbangan putusannya, tetapi peristiwa yang relevan itulah yang harus ditetapkan dan dibuktikan.misalnya dalam perjanjian hutang piutang antara penggugat dan tergugat, maka yang harus dibuktikan adalah apakah benar-benar pada waktu dan tempat tertentu telah dipenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, sehingga terjadilah perjanjian hutang piutang antara kedua belah pihak. Dalam proses pembuktian yang wajib membuktikan atau mengajukan alat-alat bukti adalah yang berkempentingan dalam sengketa atau perkara, maksudnya adalah yang berkepentingan dalam sengketa atau perkara, maksudnya adalah pihak tergugat maupun penggugat. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 155

yang menyebutkan barang siapa yang mengaku mempunyai hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu. Jadi yang harus mengajukan alat bukti ialah para pihak dan yang menyatakan terbukti atau tidak adalah Hakim. Mengenai alat-alat pembuktian itu sendiri ketentuannya dapat ditemukan dalam pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan, Maka yang disebut alat bukti itu, yaitu : Bukti surat; Bukti saksi; Persangkaan; Pengakuan, dan Sumpah. Semua itu dengan memperhatikan peraturan yang diperintahkan dalam segala pasal dibawah ini. 1. Bukti Surat Bukti surat ini dalam perkara perdata merupakan bukti yang utama, karena dalam lalu-lintas keperdataan sering kali orang dengan sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat digunakan kalau timbul perselisihan dan bukti yang disediakan tadi lazimnya berupa tulisan. Bukti-bukti surat ini adalah golongan yang sangat berharga untuk pembuktian yaitu yang dinamakan akte. Suatu akta ialah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.dengan demikian maka unsureunsur yang penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Yang penting dari suatu akta memang penandatanganan itu, dengan menaruh tandatangannya seorang dianggap menanggung tentang kebenaran apa yang tertulis dalam akta tersebut atau bertanggungjawab tentang apa yang ditulis dalam akta itu. Menurut Teguh Samudra, I Made Muliana (2000) hukum pembuktian bentuk surat ini dapat dibedakan atas akta otentik, akta dibawah tangan dan surat bukan akta. Dalam akta otentik terdapat tiga macam kekuatan yaitu : 1. Kekuatan pembuktian formal yaitu membuktikan antara para pihak bahwa sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. 2. Kekuatan pembuktian materiil yaitu membuktikan antara para pihak yang bersangkutan bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan dalam akta itu telah terjadi. 3. Kekuatan mengikat yaitu membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga bahwa pada tanggal yang tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum dan menerangkan apa yang tertulis dalam akta tersebut. Menurut Teguh Samudra, I Made Muliana (2000 ) kekuatan pembuktian akta dibawah tangan dapat dibagi dalam tiga macam yaitu : 1. Kekuatan pembuktian yang lahir dibawah tangan Menurut ketentuan pasal 1876 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seseorang yang terhadapnya dimajukan akta dibawah tangan, diwajibkan mengakui atau memungkiri tandatangannya,. Sedangkan terhadap ahli warisnya cukup dengan menerangkan bahwa ia tidak mengakui tulisan atau tandatangan tersebut. Apabila tandatangan tersebut diingkari atau tidak diakui oleh ahli warisnya, maka menurut pasal 1877 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Hakim harus memerintahkan agar kebenaran akta itu diperiksa dimuka Pengadilan. Sebaliknya apa bila tandatangan dari akta diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai maka akta tersebut dapat mempunyai alat pembuktian yang lengkap terhadap pembuktiannya adalah bebas, dalam arti tergantung kepada penilaian Hakim. Dengan adanya pengakuan terhadap tandatangan berarti bahwa keterangan akta yang tercantum di atas tandatangan tersebut diakui pula. Hal ini dapat dimengerti, karena biasanya seorang yang menandatangani sesuatu itu untuk menjelaskan bahwa keterangan yang tercantum diatas tandatangan adalah benar keterangannya karena ada kemungkinan bahwa tandatangan dalam akta dibawah tangan tidak diakui atau diingkari. 2. Kekuatan pembuktian formal akta dibawah tangan Seperti diterangkan dalam kekuatan 156 Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016

pembuktian yang lahir dari akta-akta dibawah tangan, yaitu apabila tandatangan pada akta diakui berarti bahwa pernyataan yang tercantum di atas tandatangan tersebut diakui pula, maka disini telah pasti terhadap setiap orang bahwa pernyataan yang ada diatas tandatangan itu adalah pernyataan si penandatangan, jadi akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian formal. 3. Kekuatan pembuktian materiil akta dibawah tangan Dalam hal pembuktian ini juga menyangkut ketentuan pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang telah dikemukakan di atas dan secara singkat dapat dikatakan bahwa diakuinya tanda tangan pada akta di bawah tangan berarti akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian lengkap.jadi berarti bahwa isi keterangan akta tersebut berlaku benar pula terhadap si pembuat dan untuk siapa pernyataan itu dibuat. Dengan demikian akta dibawah tangan hanya memberikan pembuktian material yang cukup terhadap orang untuk siapa pernyataan itu diberikan (kepada siapa si penandatangan akta hendak memberikan bukti). Sedangkan terhadap pihak lainnya kekuatan pembuktiannya adalah tergantung pada penilaian Hakim (bukti bebas). Akta dibawah tangan pada umunya tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir, karena tandatangan dari akta tersebut dapat dipungkiri. Sedangkan kekuatan bukti formal dan materiil sama dengan akta otentik. Mengenai surat bukan akta yang oleh Undang-Undang ditetapkan sebagai alat bukti yang mengikat artinya harus dipercaya oleh Hakim yaitu : a. Surat-surat yang dengan tegas menyebutkan tentang suatu pembayaran yang telah diterima ; b. Surat-surat yang dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan di dalam suatu alas hak bagi seorang untuk keuntungan siapa surat itu menyebutkan suatu perikatan; Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 c. Catatan-catatan yang oleh seorang si berpiutang dibubuhkan pada suatu alas hak yang selamanya dipegangnya, jika apa yang ditulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap si berhutang; d. Catatan-catatan yang oleh si berpiutang dibubuhkan pada salinan dari suatu alas hak atau suatu tanda pembayaran, asal saja salinan atau tanda pembayaran ini berada dalam tangannya si berhutang. Ketentuanketentuan tersebut diatur dalam pasal 1881 ayat (1) dan (2) serta pasal 1883 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jadi dalam hal-hal yang disebutkan diatas, surat atau catatan-catatan itu merupakan suatu alat bukti yang harus dipercaya oleh Hakim, yang memberatkan si pembuatnya selama pebuatnya ini tidak dapat membuktikan kepada hakim bahwa surat-surat atau catatan-catatan tadi dibuat secara keliru atau dibuat oleh orang lain dengan maksud untuk merugikannya. 1. Bukti Surat Jika bukti tulisan tidak ada maka dalam perkara perdata orang berusaha mendapatkan saksi-saksi yang dapat membenarkan atau menguatkan dalil-dalil yang diajukan di muka siding Hakim.Saksi-saksi itu ada yang secara kebetulan melihat atau mengalami sendiri peristiwa yang harus dibuktikan di muka Hakim tersebut, ada pula yang memang dengan sengaja diminta menyaksikan suatu perbuatan hukum yang sedang dilangsungkan. Pembuktian dengan saksi itu diperkenankan dalam segala hal dimana itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. 2. Persangkaan Yang dinamakan persangkaan ialah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dianggap terbukti kearah suatu peristiwa yang belum terbukti. Adapun yang menarik kesimpulan tersebut adalah Hakim atau Undang-Undang.Bila yang menarik kesimpulan itu Hakim maka persangkaan itu dinamakan Persangkaan Hakim, sedangkan apabila yang menarik kesimpulan itu Undang- Undang maka persangkaan itu dinamakan Persangkaan Undang-Undang. Jika susah didapatnya saksi-saksi yang melihat atau yang mengalami sendiri peristiwa yang harus 157

dibuktikan, maka dapat diusahakan pembukuan dengan persangkaan-persangkaan ini, untuk membuktikan suatu peristiwa C dibuktikan dahulu peristiwa A dan B. Bila peristiwaperistiwa terakhir ini dapat dibuktikan dapatlah dibuktikan bahwa peristiwa C memang benar telah terjadi pula. Kalau dengan bukti surat atau kesaksian lazimnya dilakukan pembuktian secara langsung, artinya tidak dengan perantara alat-alat bukti lain maka dengan persangkaan ini suatu peristiwa dibuktikan secara tidak langsung, artinya dengan melalui atau dengan perantara pembuktian peristiwa-peristiwa lain. 3. Pengakuan Apabila dalil-dalil yang dikemukakan oleh suatu pihak diakui oleh pihak lawan, maka pihak yang mengemukakan dalil-dalil itu tidak usah membuktikannya. Dengan diakuinya dalil-dalil tersebut, pihak yang mengajukan dalil-dalil itu dibebaskan dari pembuktian.pembuktian hanya perlu diadakan terhadap dalil-dalil yang dibantah atau disangkal, malahan kalau semua dalil yang dikemukakan itu diakui dapat dikatakan tidak ada suatu perselisihan dan dalam perkara perdata itu tidak menyangkal diartikan sebagai mengakui atau membenarkan dalilnya pihak lawan. Pengakuan yang dilakukan di muka Hakim memberikan suatu bukti yang sempurna terhadap siapa yang melakukannya, baik sendiri maupun dengan perantara seseorang yang khusus dikuasakan untuk itu (Pasal 1925 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Artinya ialah bahwa Hakim harus menganggap dalil-dalil yang telah diakui itu sebagai benar dan meluluskan (mengabulkan) segala tuntutan atau gugatan yang didasarkan pada dalil-dalil tersebut. 4. Sumpah Dalam perkara perdata dipakai juga sebagai alat pembuktian sumpah yang diangkat oleh salah satu pihak. Menurut Subekti, I Made Muliana (2000 ) sumpah yang diangkat oleh salah satu pihak di muka Hakim itu ada dua macam, yaitu : a. Sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak lawan untuk menggantungkan putusan perkara padanya, sumpah ini dinamakan sumpah pemutus atau Decissoir. b. Sumpah yang oleh Hakim karena jabatannya, diperintahkan kepada salah satu pihak (Pasal 1929 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata). Bukti surat dalam perkara perdata merupakan bukti yang utama, karena dalam lalu-lintas keperdataan sering kali orang dengan sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat dipakai kalau timbul perselisihan, dan bukti yang disediakan tadi lazimnya berupa tulisan. Dalam hal tergugat mengakui gugatan penggugat, maka peristiwa yang diakuinya itu dianggap telah terbukti karena pengakuan merupakan alat bukti sehingga tidak memerlukan pembuktian lain yang lebih lanjut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sahnya suatu perjanjian sebagaimana ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dilihat khususnya Pasal 1320 yang menyebutkan: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. 2. Kekuatan mengikat perjanjian hutang piutang yang dibuat dengan akta di bawah tangan sepanjang dipenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana terdapat dalam asas konsesualitas dan memenuhi pembatasan asas kebebasan berkontrak maka perjanjian hutang piutang itu tetap mengikat para pihak dan berlaku sebagai Undang-Undang serta harus dilaksanakan dengan itikad baik dan kekuatan hukum perjanjian hutang piutang di bawah tangan jika dipakai sebagai alat bukti dalam peraktek di pengadilan adalah sama dengan akta otentik apabila telah diakui. Sedangkan bila dipungkiri mengenai tulisan, tandatangannya atau jumlahnya yang tertera dalam surat perjanjian itu, 158 Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016

maka Hakim memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan itu dan tandatangan serta jumlahnya untuk diperiksa di muka Pengadilan dengan membebankan kepada pihak yang mengemukakan perjanjian itu dengan suatu alat bukti lain seperti keterangan saksi yang dapat mendukung kebenaran apa yang tertulis dalam perjanjian di bawah tangan tersebut. Saran 1. Hendaknya para pihak dalam pembuatan perjanjian selalu berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Hendaknya para pihak melaksanakan apa yang telah disepakati yang dibuat dalam perjanjian, karena bila tidak melaksakannya akan merugika kedua belah pihak. DAFTAR PUSTAKA Aman, Edy Putra The, 1989, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridi, Liberty, Yogyakarta, hal 19. Ichsan, Ahmad, 1969, Hukum Perdata I, Penerbit Pembimbing Mass, Jakarta. Muliana, I Made, 2000, Perjanjian Hutang Piutang di Bawah Tangan dalam Praktek di Pengadilan Negeri Tabanan, Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar. Masriani, Yulies Tiena 2006, Pengantar Hukum Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta. Patrik, Purwahid, 1994, Dasar-DasarHukum Perikatan, Penerbit Mandar Maju, Bandung. Salim, HS, 2004, Hukum Kontrak Teori dan Penyusunan Kontrak, Penerbit Sinar Grafika Jakarta. Subekti, 1992, Aneka Perjanjian, Cetakan IX, Penerbit Citra Aditya Bakti Bandung., 2005, Hukum Pembuktian, Cetakan XV, Penerbit Pradnya Paramita Jakarta., 1983, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XVII, Penerbit Internusa Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata oleh Prof.R.Subekti. Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Biaya Materai. Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 159