BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN SENDANGMULYO KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG FKM UNDIP

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. misalnya akibat gigitan nyamuk dapat menyebabkan dermatitis, alergika dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Acuan Pembangunan kesehatan pada saat ini adalah konsep Paradigma

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB VI. Semaki dan Kelurahan Sorosutan dalam penulisan laporan ini, dapat ditarik

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

ARTIKEL STUDIKUALITATIF PENGETAHUAN DAN PERAN TOKOH MASY ARARAT DALAM PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DIKOTA SALATIGA

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah tropis yang banyak berkembang nyamuk Aedes. kepadatan penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. penghujan disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk

Seminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif ISBN:

PENINGKATKAN KEMANDIRIAN DASA WISMA KELURAHAN SEKARAN DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di seluruh Indonesia, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan kematian sehingga menjadi masalah kesehatan masyarakat, penyebaran DBD cenderung semakin meluas dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi (Depkes RI, 2007). WHO (2000) memperkirakan sebanyak 2,5 sampai 3 milyar penduduk dunia berisiko terinfeksi virus dengue dan setiap tahunnya terdapat 50 100 juta penduduk dunia yang terinfeksi virus dengue. Dari jumlah tersebut, 500 ribu diantaranya membutuhkan perawatan intensif di fasilitas pelayanan kesehatan dan dilaporkan sebanyak 21,000 anak meninggal karena DBD atau setiap 20 menit terdapat 1 orang anak yang meninggal akibat DBD. Di Indonesia penyakit DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak saat itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 semua provinsi di Indonesia telah terjangkit DBD kecuali Timor Timur (Kusriastuti, 2005). Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita (Kemenkes, 2015). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data dari Profil Kesehatan tahun 2013 menyebutkan bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit endemis dan sampai saat ini masih tetap menjadi ancaman dan masuk dalam kategori 10 besar penyakit di puskesmas. Pada tahun 2011 angka insidensi mengalami penurunan menjadi 28,8/100.000 penduduk sementara untuk angka kematian / CFR mengalami penurunan menjadi 0,5 dari keseluruhan kasus. Meskipun mengalami penurunan namun kasus dan kematian akibat 1

2 penyakit DBD masih masuk dalam kategori tinggi. Jumlah kasus DBD pada tahun 2011 dilaporkan sebanyak 985 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 5 kasus. Tahun 2012 dilaporkan sebanyak 971 kasus dengan CFR sebesar 0,21 (Dinas Kesehatan DIY, 2013) Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di Kabupaten Sleman. Berdasar data dari Dinas Kesehatan Sleman (2015), jumlah kasus DBD sampai dengan Desember 2014 tercatat 538 kasus (IR 50,6/100.000 penduduk) dengan kematian 4 orang (CFR 0,7%). Jumlah kasus ini turun 26,90 % dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 736 kasus (IR = 69,47/100.000 penduduk CFR = 0,54%). Jumlah kasus dan kematian DBD di Kabupaten Sleman ditampilkan pada gambar1. JUMLAH 800 700 600 500 400 300 200 100 KASUS DBD KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2003-2014 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Kasus 552 732 316 625 755 621 551 603 166 236 736 534 Meninggal 14 14 5 11 8 5 5 3 0 0 4 4 TAHUN Gambar 1. Kasus dan Kematian DBD di Kabupaten Sleman Tahun 2003-2014 (Sumber : DinKes Sleman, 2015) Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2014, 5 kecamatan dengan distribusi kasus DBD tertinggi dari 17 kecamatan di Kabupaten Sleman adalah Kecamatan Gamping 91 kasus, Depok 79 kasus, Godean 74 kasus, Mlati 65 kasus dan Kalasan 55 kasus. Kecamatan Sleman merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman dengan kasus DBD yang cukup tinggi

3 menduduki peringkat ke 6, merupakan wilayah kerja Puskesmas Sleman dengan membawahi lima desa yaitu Trimulyo, Triharjo, Tridadi, Caturharjo dan Pandowoharjo dengan penyebaran penduduk yang merata hampir di seluruh desa. Kondisi penyakit DBD di Kecamatan Sleman dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat dari grafik berikut ini : PERKEMBANGAN KASUS DBD KECAMATAN SLEMAN TAHUN 2007-2014 JUMLAH 50 40 30 20 10 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 DBD 45 31 24 34 11 15 33 25 TAHUN Gambar 2. Perkembangan Kasus DBD di Kecamatan Sleman tahun 2007-2014 (Sumber: DinKes Sleman 2015) Upaya untuk mengatasi permasalahan penyakit DBD yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman bersama puskesmas berdasarkan program kerja Seksi Pemberantasan Penyakit yaitu 1) rakor tingkat kabupaten, kecamatan sampai desa; 2) revitalisasi dan koordinasi kelompok kerja operasional (POKJANAL) DBD, 3) penyebarluasan promosi dan informasi penanggulangan DBD; 4) pembinaan pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Pemantauan Jentik Berkala (PSN-PJB); 5) monitoring pelaksanaan Gerakan Jumát Bersih utamanya PSN bersama dengan Tim POKJANAL DBD Kabupaten dan lintas sektor; 6) peningkatan surveilans; 7) koordinasi dengan semua pelayanan kesehatan pemerintah/swasta dalam pelaksanaan penerapan standar pelayanan dan penatalaksanaan klinis DBD; 8) audit klinis kematian setiap ada kasus kematian yang dicurigai akibat DBD; 9) fogging focus untuk kasus DBD yang memenuhi kriteria dilakukan fogging focus.

4 Pengalaman dari beberapa negara, kunci keberhasilan PSN DBD adalah peran serta masyarakat secara intensif dan terpadu, seperti di Negara Kuba yang telah berhasil memberantas penyakit Demam Kuning dengan jalan PSN dan pemberian informasi yang benar tentang nyamuk serta penegakan hukum (Lawuyan, 2007). Peran serta masyarakat merupakan komponen utama dalam pengendalian DBD, mengingat vektor DBD nyamuk Aedes aegypti jentiknya ada di sekitar permukiman dan tempat istirahat nyamuk dewasa sebagian besar ada di dalam rumah. Peran serta masyarakat sebagai kader juru pemantau jentik (Jumantik) yang melaksanakan pemantauan jentik dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan secara rutin seminggu sekali, meliputi kegiatan menguras, menutup dan mengubur atau memanfaatkan kembali barang-barang yang bernilai ekonomis (3M). PSN 3M secara rutin dapat membantu menurunkan kepadatan vektor, berdampak pada menurunnya kontak antara manusia dengan vektor, akhirnya terjadinya penurunan kasus DBD. Peran Jumantik menurut Pratamawati (2010) sangat penting dalan sistem kewaspadaan dini DBD karena berfungsi untuk memantau keberadaan serta menghambat perkembangan awal dari vektor penular DBD. Keaktifan kader Jumantik dalam memantau lingkungannya merupakan langkah penting untuk mencegah meningkatnya angka kasus DBD. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan keaktifan Jumantik melalui motivasi yang diberikan oleh Dinas Kesehatan setempat Kelompok anak sekolah merupakan bagian kelompok masyarakat yang dapat berperan strategis, mengingat jumlahnya sangat banyak. Sekitar 20% dari jumlah penduduk Indonesia adalah anak sekolah SD, SLTP dan SLTA. Anak sekolah tersebar di semua wilayah Indonesia, baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Peran serta anak sekolah sebagai Jumantik dapat digunakan untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada usia dini, yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran dan perilakunya dimasa yang akan datang. Selain itu, menggerakan anak sekolah lebih mudah dibandingkan dengan orang dewasa dalam pelaksanaan PSN (Kemenkes, 2014). Pemberantasan sarang nyamuk di Puskesmas Sleman dengan kegiatan pemantauan jentik berkala, penyuluhan dan kerja bakti bersama masyarakat

5 sebelumnya dilakukan melalui pemberdayaan ibu-ibu kader kesehatan namun kegiatan tersebut tidak dapat rutin dilakukan dikarenakan keterbatasan jumlah serta kesibukan kader kesehatan sehingga kegiatan tersebut kurang optimal dan belum dapat merubah perilaku masyarakat untuk melakukan PSN-DBD di lingkungan masing-masing sehingga kasus DBD di wilayah Pukesmas Sleman selalu tinggi terutama menyerang usia anak-anak. Hal tersebut memunculkan ide pemegang program DBD Puskesmas Sleman bersama masyarakat membuat inovasi program dengan pemberdayaan anak-anak usia sekolah SD-SMP sebagai juru pemantau jentik cilik melalui gerakan yang diberi nama Tanggap Bocah (TABO). Ide ini muncul tahun 2010 dengan memilih Dusun Ganjuran sebagai dusun binaan dan percontohan pertama atas keinginan masyarakat di dusun tersebut dikarenakan keprihatinan atas banyaknya kasus DBD di dusun mereka dan adanya warga yang meninggal disebabkan oleh DBD. Meskipun ide pembentukan telah ada pada tahun 2010, akan tetapi program ini baru mulai aktif tahun 2012 dikarenakan pada tahun 2010 terjadi bencana erupsi Gunung Merapi sehingga kegiatan TABO kosong tidak terlaksana. Dalam kegiatan TABO memiliki 4 kantong kreasi, yaitu: 1) kantong satu merupakan kegiatan penyuluhan dengan cara bermain peran tentang kesehatan lingkungan dan tentang penyakit menular seperti DBD, 2) kantong dua, PHBS tatanan rumah tangga dan PHBS sekolah, 3) kantong tiga berupa kegiatan kesenian yaitu berupa seni musik, seni lukis dan ketrampilan, 4) kantong empat berupa permainan-permainan baik di dalam gedung maupun di luar gedung Sampai pertengahan 2016 Jumantik TABO baru terbentuk di 53 dusun dari 85 dusun wilayah kerja Puskesmas Sleman yang tersebar di 5 desa yaitu Tridadi, Triharjo, Trimulyo, Pandowoharjo, dan Caturharjo. Jumlah anggota Jumanti TABO di Dusun Ganjuransebanyak 50 anak dari total anggota TABO se- Kecamatan 2051 anak. Program ini masih tergolong baru dan belum banyak diterapkan di daerah lain. Oleh karena itu penulis mencoba mengevaluasi implementasi pelaksanaan program jumantik cilik dalam pemberantasan sarang nyamuk dalam program TABO di Puskesmas Sleman.

6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah: Bagaimana implementasi program jumantik cilik Tanggap Bocah dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk di Puskesmas Sleman? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran implementasi program Jumantik Cilik Tanggap Bocah dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk di Puskesmas Sleman Kabupaten Sleman. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran ketersediaan tenaga, dana, sarana, metode dan waktu yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan program Jumantik Cilik Tanggap Bocah dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk di Puskesmas Sleman Kabupaten Sleman. b. Mengetahui gambaran proses pelaksanaan program Jumantik Cilik Tanggap Bocah dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk di Puskesmas Sleman Kabupaten Sleman. c. Mengetahui gambaran hasil dari pelaksanaan program Jumantik Cilik Tanggap Bocah dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk di Puskesmas Sleman Kabupaten Sleman setelah tiga tahun berjalan. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Kesehatan Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan Puskesmas Sleman dalam menyusun kebijakan dan pelaksanaan program khususnya pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD.

7 2. Bagi Mahasiswa Menambah pengetahuan, wawasan serta informasi peneliti mengenai pengembangan program pemberantasan sarang nyamuk dengan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD. E. Keaslian Penelitian 1. Hasyim H (2006), Pengembangan Model Pemantauan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Berjenjang Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Penelitian dilakukan pengembangan model pemantauan jentik nyamuk aedes aegypti berjenjang sebagai usulan kegiatan penanggulagan DBD melalui pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Sukabangun, Kecamatan Sukarame pada 30 responden ibu rumah tangga, menggunakan metode action research. Persamaannya pada tujuannya dan perbedaannya pada desain, variabel, dan lokasi penelitian. 2. Sudiadyana, (2008), Evaluasi peran juru pemantau jentik dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue : Studi di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali. Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan rapid assessment procedur dimana total informan berjumlah 29 orang. Hasilnya adalah bahwa pengetahuan Jumantik di Tabanan Bali kurang dikarenakan oleh kurangnya pelatihan yang diterima, serta kurangnya motivasi. Motivasi utama yang dimiliki dalam melaksanakan kegiatan adalah karena melaksanakan tugas dari atasan dan dominan sebagai pemantau jentik bukan sekedar penggerak partisipasi masyarakat dalam PSN. Perbedan dengan penelitian ini adalah pada subjek penelitian, tujuan penelitian dan lokasi penelitian, sedangkan persamaannya adalah pada tema dasar tentang Jumantik dan DBD, jenis dan rancangan penelitian. 3. Hutapea et al., (2013), Gambaran Kinerja Kader Jumantik Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

8 penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian dilakukan di Kecamatan Padang Hulu Kota Tebing Tinggi. Populasi penelitian ini adalah seluruh kader jumantik yang ada di Kecamatn Padang Hulu Kota Tebing Tinggi. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang ada yaitu sebanyak 78 kader jumantik. Perbedaannya terletak pada lokasi, jenis dan rancangan penelitian, persamaannya pada subjek penelitian yaitu jumantik. 4. Miklon, (2007), Pemberdayaan Dasa Wisma Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) Di Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru, Tujuan Penelitian memperoleh deskripsi pelaksanaan PSN DBD di Kel. Simpang Tiga, Kec. Bukit Raya, Kota Pekanbaru dan faktor penyebab belum optimalnya partisipasi dasa wisma terhadap kegiatan tersebut. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan rancangan eksplorasi dan pendekatan fenomenologi. Kesimpulan: Bentuk kegiatan PSN DBD dan pemahaman dasa wisma terhadap manfaat PSN DBD cukup baik, tetapi pola pelaksanaannya masih bersifat individual serta situasional. Keterbatasan pengetahuan, waktu, kurangnya kesadaran masyarakat, minimnya pembinaan dari aparat dan tidak adanya JUKLAK dan JUKNIS merupakan faktor penghambat belum optimalnya partisipasi dasa wisma dalam pelaksanaan PSN DBD. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan, metode, subyek dan lokasinya. 5. Pranoto, H, (2011), Evaluasi Pemberdayaan Juru Pemantau Jentik Dalam Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Bantul, Tujuan Penelitian ini untuk mengevaluasi pemberdayaan Jumantik RT dan Jumantik Desa dalam pemberantasan DBD di Kabupaten Bantul. Metode: Penelitian kualitatif dengan rancangan rapid assesment procedure (RAP). Informan berjumlah 99 orang yang merupakan pelaksana dan penanggungjawab program DBD. Pengumpulan data menggunakan diskusi kelompok terarah (DKT), wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Lokasi penelitian di 6 kecamatan endemis DBD di Kabupaten Bantul. Kesimpulan: Pemberdayaan Jumantik di Kabupaten Bantul telah meningkatkan partisipasi

9 masyarakat dalam PSN, sehingga ABJ meningkat. Perbedaan dengan penelitian ini pada tujuan, subjek, dan lokasi penelitian.