BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena tentang perilaku berpacaran sudah sangat umum di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB V PENUTUP. terjadi tiga macam kekerasan, meliputi kekerasan psikis, fisik, dan. penelantaran rumah tangga namun kekerasan psikis lebih dominan.

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan dalam dua bentuk yang berbeda, baik. secara fisik maupun psikis, yang kemudian diberi sebutan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ibu NN, ibu SS dan ibu HT mendapatkan kekerasan dari suami. lain yaitu kakak kandung dan kakak iparnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

PENELITIAN KAJIAN WANITA

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar membina hubungan sebagai persiapan sebelum menikah, untuk menghindari terjadinya ketidakcocokkan dan permasalahan pada saat sudah menikah. Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa. Menurut Rezeki (dalam Ardiyanti ni, 2010), berpacaran merupakan berkasih-kasihan, sedangkan definisi pacar adalah teman atau lawan jenis yang mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Definisi pacar sebagai hubungan pertemanan antar lawan jenis yang mempunyai landasan cinta kasih di luar pernikahan juga tidak mencakup hubungan antar sesama jenis. Di negara luar khususnya Amerika Serikat menyebut kata partners untuk mendeskripsikan hubungan baik antar lain jenis, maupun sesama jenis. Hal ini berbeda dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang sudah menikah. Mereka memiliki komitmen yang lebih tinggi untuk benar-benar menghasilkan keturunan dalam sebuah ikatan rumah tangga. Berpacaran berbeda dengan bertunangan. Bertunangan adalah bersepakat (biasanya diumumkan secara resmi atau dinyatakan di hadapan orang banyak) akan 1

menjadi suami-istri. Definisi ini justru saling bertentangan. Biasanya berpacaran tidak diumumkan secara terbuka kepada orang banyak. Kekerasan dalam berpacaran adalah suatu tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (Arya, 2010). Kekerasan dalam berpacaran telah banyak terjadi di Indonesia seperti yang dipaparkan Alvita (dalam Ardiyantini, 2010) mengutip dari beberapa sumber sebagai berikut : Harian Suara Merdeka (8 Maret 2009) bahwa terdapat 28 kasus kekerasan dalam berpacaran. Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan gender menemukan bahwa sejak tahun 2001-2005, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah kekerasan dalam berpacaran. Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang menangani masalah kekerasan terhadap perempuan mendapatkan bahwa dari tahun 2005-2006 ada 7 kasus kekerasan dalam berpacaran yang dilaporkan. Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2008 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam berpacaran, 57% di antaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik, dan 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi. Berdasarkan data yang telah disebutkan menunjukkan tindak kekerasan yang terjadi saat berpacaran cukup mengkhawatirkan dan sangat merugikan 2

bagi para wanita. Hal tersebut berkaitan dengan dampak yang diterima oleh korban kekerasan dalam berpacaran. Permasalahan kekerasan dalam berpacaran harus segera dicari jalan keluarnya. Karena dewasa awal merupakan generasi penerus bangsa yang akan memegang peranan penting bagi kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Apabila pada masa dewasanya seseorang mendapat perlakuan yang kasar baik secara fisik maupun psikis sehingga dapat mengganggu kestabilan jiwanya, maka hal ini dapat membawa dampak yang buruk bagi perkembangannya, terutama dalam perkembangan jiwanya. Fathul, dkk (2007) mengemukakan kekerasan dalam berpacaran mengalami berbagai macam distorsi dengan pemahaman tentang hal-hal yang terjadi selama berpacaran. Sering didengar pengakuan bahwa cemburu adalah bagian dari cinta, padahal sering terjadinya kekerasan dimulai dari alasan ini. Pasangan menjadikan perasaan cemburu untuk dapat melakukan hal-hal yang possessive dan tindakan mengontrol dan membatasi. Kekerasan dalam berpacaran yang umum terjadi adalah kekerasan seksual dimana korban dipaksa mulai dari melakukan ciuman sampai dengan intercourse atau berhubungan seksual. Dewasa awal berani melakukan hubungan seksual asalkan mereka tidak mengalami kehamilan, sehingga hubungan seksual yang dilakukan lebih pada safe-s e x, tidak ada rasa tanggung jawab sedikit pun didalamnya. Kekerasan dalam berpacaran adalah kekerasan atau ancaman melakukan kekerasan dari satu pasangan yang belum menikah terhadap pasanganannya yang lain dalam konteks berpacaran atau tunangan. 3

Menurut Israr (dalam Ardiyantini, 2010) penyebab terjadinya kekerasan dalam berpacaran antara lain : kecenderungan korban menyalahkan diri (tidak berani menolak atau berkata tidak ), menutup diri, menghukum diri, menganggap dirinya aib. Faktor-faktor penyebab ini berkaitan erat dengan kemampuan individu dalam mengungkapkan perasaan, pikiran, kebutuhan yang dimiliki secara jujur tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri (asertifitas). Menurut Chalhoun dan Acocella (dalam Ardiyantini, 2010) menyatakan bahwa orang yang asertif akan memegang kendali atas dirinya, menentukan pilihannya sendiri dan percaya sepenuhnya akan kemampuan dirinya. Dengan demikian perempuan yang asertif akan mengungkapkan kebutuhan dan perasaannya jika ia merasa tertekan dengan tetap menghormati kepentingan pasangannya. Sebaliknya perempuan yang tidak asertif tidak memiliki ketrampilan komunikasi yang membuatnya mampu menegosiasikan kepentingannya, maka tanpa disadari ia telah menjadi korban kekerasan karena kegagalannya menyatakan pikiran dan kebutuhannya secara terus terang dan telah memberi peluang pada orang lain untuk tidak menghargainya. Hal tersebut sama halnya dengan membiarkan diri mereka disakiti secara fisik, seksual, emosi maupun sosial. Pada umumnya keluarga dan teman yang mengetahui bahwa ada anggotanya yang mengalami tindak kekerasan akan mencoba untuk membantu dengan segala cara. Namun ada pula yang menerima begitu saja tindak kekerasan yang dialami dengan menyetujui pendapat bahwa hal tersebut terjadi karena kesalahan perempuan tanpa mempertanyakannya. Mereka menyaksikan 4

dan mengetahui bahwa telah terjadi tindak kekerasan tapi tidak menyatakan kemarahan ataupun kepedulian. Selain itu, mereka juga dapat merahasiakan tindak kekerasan tersebut atau malah menyetujui tindakan pelaku. Respon semacam ini merupakan pesan yang terselubung namun sangat kuat kepada korban bahwa kekerasan dapat diterima. Pesan seperti ini membuat perempuan cenderung untuk mengabaikan dampak dari tindak kekerasan untuk mengecilkan kebutuhan mereka sendiri. Hal ini terjadi baik pada pasangan yang masih berstatus berpacaran ataupun pasangan yang sudah menikah. Perempuan diharapkan dapat memanfaatkan masa berpacaran sebagai upaya untuk lebih mengenal kepribadian pasangan, menilai kekurangan dan kelebihan pasangan sebagai bahan pertimbangan untuk melangkah ke jenjang hubungan yang lebih tinggi yaitu pernikahan. Namun kenyataannya yang kerap terjadi, dalam setiap hubungan antara lawan jenis khususnya berpacaran, perempuan selalu berada dalam posisi yang lemah dan terpinggirkan. Perempuan kerap menjadi korban kekerasan baik secara fisik, psikis, emosional maupun secara ekonomis oleh pasangannya. Namun yang lebih memprihatinkan pelaku kekerasan seringkali tidak mendapatkan hukuman yang layak, selain itu korban tindakan kekerasan yang telah terjadi kerap dipersalahkan dan tidak mendapat dukungan (Arya, 2010). Perempuan yang mengalami kekerasan diharapkan memiliki ketegasan dan keberanian untuk mengungkapkan perasaan yang menganggu dirinya serta kondisi yang tidak diinginkannya kepada pasangannya. Oleh karena itu tindakan kekerasan sebenarnya dapat dicegah jika perempuan memiliki keberanian yang 5

tinggi untuk menolak atau mencegah potensi kekerasan yang mungkin akan ia alami. Melihat berbagai fenomena kekerasan yang kerap dialami oleh para perempuan yang berpacaran, peneliti tertarik untuk menelaah secara lebih mendalam bagaimana gambaran asertifitas pada perempuan yang mengalami kekerasan dalam berpacaran. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas maka perlu dirumuskan permasalahan. Permasalahan tersebut adalah : Bagaimana gambaran asertifitas pada perempuan yang mengalami kekerasan dalam berpacaran? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai gambaran asertifitas pada perempuan yang mengalami kekerasan dalam berpacaran. 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kegunaan yang bersifat teoritis dan kegunaan yang bersifat praktis. 1.4.1 Manfaat Teoritis a) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan referensi dalam mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya. 6

b) Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bidang penelitian Psikologi Sosial mengenai gambaran asertifitas pada perempuan yang mengalami kekerasan dalam berpacaran. 1.4.2 Manfaat Praktis a) Bagi perempuan yang mengalami kekerasan melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk mengetahui informasi lebih dalam berdasarkan pengalaman perempuan yang mengalami kekerasan tentang gambaran asertifitas perempuan yang mengalami kekerasan. b) Bagi Orang Tua yang anaknya mengalami kekerasan dalam berpacaran. Dengan membaca hasil penelitian ini, diharapkan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang asertifitas perempuan yang mengalami kekerasan dalam berpacaran, sehingga dapat lebih bijaksana dalam bertindak menghadapi situasi tersebut. c) Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga Perlindungan Perempuan, diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan yang mencangkup menangani kekerasan dalam berpacaran. 7

1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I :Pendahuluan, menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II :Tinjauan pustaka, menguraikan teori yang digunakan dalam penelitian dan kerangka pemikiran. BAB III :Metode penelitian, menguraikan pendekatan kualitatif, metode pengambilan subyek, dan metode pengumpulan data, BAB IV :Hasil penelitian, menguraikan hasil wawancara meliputi analisis kasus atau gambaran subyek. BAB V :Kesimpulan, menguraikan langkah terakhir dari suatu penyusunan penelitian meliputi kesimpulan dan saran. 8