BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap pasangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1. yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB II LANDASAN TEORI. dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik secara umum adalah bertemunya dua kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

Karaktersitik individu memang memiliki peran terhadap produktivitas. Hal ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan memuat pengertian perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap pasangan yang memutuskan untuk menikah dan menjadi pasangan suami-istri mengharapkan pernikahannya bisa memberikan kebahagiaan dan bertahan selama hidupnya. Hal ini juga menjadi harapan perempuan Bali yang memutuskan untuk menikah dan menjalani kehidupan selanjutnya bersama suaminya. Perempuan Bali sering digambarkan sebagai figur manusia yang memiliki etos kerja tinggi, tekun, mandiri, dan memiliki dedikasi yang tinggi pada keluarga (Suryani, 2003). Perempuan Bali memainkan beberapa peran sekaligus seperti peran rumah tangga, peran ekonomi dan peran adat baik di keluarga, di banjar (organisasi tradisional masyarakat Bali yang lebih kecil dari desa) dan desa adat (Ayu Tirtayani, 2007). Praktik keagamaan di Bali hampir bisa dipastikan digerakkan oleh mayoritas kaum perempuan. Mereka harus pandai membagi waktu agar bisa menjalankan semua tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Peran-peran yang dijalankan oleh perempuan Bali pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan peran yang dijalankan oleh perempuan dari etnis lainnya. Namun peran wanita Bali terlihat lebih kompleks, karena mereka juga memegang peran 1

2 yang sangat penting dalam pelaksanaan dan pelestarian adat dan budaya Bali serta dalam pelaksanaan ritual agama Hindu di Bali. Pelaksanaan upacara adat dan keagamaan di Bali membutuhkan banyak waktu, tenaga serta materi, karena frekuensinya cukup sering (rata-rata 1 minggu sekali). Hal ini juga membutuhkan alokasi waktu, tenaga, materi/non materi. Pada saat hari raya, tugas dan kewajiban perempuan Bali akan semakin berlipat. Mereka akan disibukkan dengan berbagai macam kegiatan menyiapkan sarana upacara keagamaan yang terkadang dikerjakan hingga larut malam. Bagi wanita yang bekerja full time sebagai karyawan di sektor formal, maka tantangan yang harus dihadapi semakin rumit, karena mereka harus pandai membagi waktunya untuk keluarga, masyarakat serta pekerjaan kantor. Kegiatan yang dilakukan oleh perempuan Bali tidak bisa dipisahkan dari keyakinan serta pedoman hidupnya. Menurut ajaran yang mereka yakini, ada lima pengabdian atau pengorbanan suci (panca yadnya) yang harus mereka lakukan dalam kehidupan ini, yaitu pengorbanan yang tulus dan ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada para leluhur, kepada.orang suci (pemimpin agama), kepada sesama manusia dan kepada ciptaan Tuhan lainnya. Pelaksanaan panca yadnya ini bertujuan untuk mewujudkan hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan sang pencipta, antara sesama manusia, dan antara manusia dengan alam semesta. Konsep ini dikenal dengan istilah tri hita karana. Diyakini bahwa jika hubungan dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan alam ciptaan Tuhan telah terjalin dengan harmonis maka hidupnya akan diliputi oleh ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan (Suryani, 2003).

3 Filosofi inilah yang mendasari perilaku perempuan Bali, dimana kerja tidak hanya ditujukan untuk mendapatkan kepuasan pribadi, tetapi sebagai salah satu bentuk pengabdian atau pengorbanan yang tulus dan ikhlas kepada Tuhan, kepada leluhur, kepada para guru atau pemimpin agama, kepada sesama dan kepada alam semesta ciptaan Tuhan. Atas dasar keyakinan ini, maka kepentingan pribadi tidak lagi menjadi prioritas yang utama. Ketika terjadi konflik antara kepentingan pribadi dan kepentingan lain yang lebih besar maka mereka akan mendahulukan kepentingan yang lebih besar. Demikian pula halnya jika terjadi konflik dalam rumah tangga dengan suaminya, maka mereka akan berusaha mempertahankan rumah tangganya, dan menghindari perceraian. Berdasarkan wawancara awal dengan tujuh orang perempuan Bali yang berdomisili di kota Denpasar, terungkap bahwa lima orang dari mereka seringkali merasa jenuh dengan rutinitas yang harus dijalani. Banyaknya tugas yang harus dikerjakan membuat mereka mengalami kelelahan secara fisik sehingga gampang sakit. Mereka juga menjadi lebih sensitif secara emosional, lebih gampang marah sehingga memicu terjadinya konflik dengan suami. Mereka sering kali tidak punya waktu untuk beristirahat serta merawat dirinya sendiri. Terkadang semua waktu cuti digunakan untuk mengikuti berbagai macam upacara adat dan keagamaan di keluarga dan di banjar/desa adat. Meskipun lelah mereka tetap memilih untuk mempertahankan pernikahannya dan tidak ada niat untuk berpisah. Kondisi yang berbeda dialami oleh dua perempuan Bali lainnya. Meskipun harus menjalankan beberapa peran sekaligus, mereka bisa mengaktualisasikan diri dengan baik, memiliki karir yang bagus bahkan bisa membantu sesama perempuan Bali lainnya agar bisa lebih sejahtera secara fisik dan psikologis.

4 Mereka tidak melihat pernikahan sebagai hambatan, tetapi sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi. Mereka mampu memberikan persepsi yang positif terhadap pernikahannya, bahwa pernikahan membuat mereka menjadi pribadi yang lebih kuat dan bisa mengembangkan bakat, potensi serta ketrampilan yang dimilikinya. Menurut Lazarus & Folkman (1986), tugas yang banyak (overload) merupakan salah satu situasi yang memunculkan stres. Banyaknya peran (multiple role) yang harus dijalankan oleh wanita Bali, berpotensi dalam memicu stres. Untuk mengurangi dampak negatif dari stres, maka individu harus mencari strategi coping yang efektif. Appraisal adalah sesuatu yang penting berkaitan dengan stres. Bagaimana individu melakukan penilaian (appraisal) terhadap sebuah peristiwa atau kejadian dalam hidupnya akan berdampak terhadap derajat stres yang dialaminya (Lazarus dan Folkman, 1984). Positive reappraisal merupakan salah bentuk emotion focused coping yang berbasis pada pemaknaan (meaning based type of coping), yang memungkinkan individu untuk beradaptasi dengan baik pada kejadian dalam hidup yang menimbulkan stres. Positive reappraisal didefinisikan sebagai penilaian kembali suatu kejadian atau situasi dengan cara yang positif (Folkman & Moskowitz, 2000; Hegelson et al. 2006). Dengan melakukan positive reappraisal, maka situasi atau kejadian yang sebelumnya dianggap sebagai sesuatu yang merugikan akan dinilai kembali sebagai sesuatu yang positif bagi dirinya, membuatnya menjadi lebih kuat dan lebih dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Finkel et al. (2013) terhadap 120 pasangan yang telah menikah menemukan bahwa reappraisal dapat meningkatkan marital satisfaction serta proses yang terkait di dalamnya seperti hasrat dan gairah

5 seksual. Selain itu reappraisal juga mengurangi ketegangan ketika pasangan mengalami konflik dalam pernikahannya, mencegah penurunan marital satisfaction, serta membantu pasangan mempertahankan kualitas pernikahannya. Dari penelitian ini terlihat bahwa positive reappraisal dapat meningkatkan marital satisfaction yang merupakan komponen penting dari sebuah pernikahan yang berkualitas. Penelitian yang dilakukan oleh Garland dkk. (2009) menunjukkan bahwa positif reappraisal dapat dilatih dan ditingkatkan dengan mindfulness. Ditemukan bahwa melalui praktek mindfulness, individu mampu mengembangkan kesadaran yang lebih luas, sehingga mampu memberikan penafsiran yang lebih baik terhadap stres dalam kehidupan. Praktek mindfulness akan memfasilitasi strategi positive reappraisal, suatu proses yang adaptif dimana kejadian yang menimbulkan stres akan dinilai kembali sebagai sesuatu yang bermanfaat, tidak membahayakan, dan bermakna. Strategi ini berdampak terhadap pengurangan distress (stres yang merugikan) dan peningkatkan kesehatan mental (Helgelson dkk. 2006 dalam Garland dkk. 2011). Mindfulness adalah sebuah konsep yang diadaptasi dari kebijaksanaan timur khususnya dari ajaran Budha. Dewasa ini mindfulness banyak digunakan sebagai intervensi dalam bidang medis dan psikologi untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Mindfulness dideskripsikan sebagai kemampuan untuk tetap fokus pada peristiwa yang sedang terjadi, menerima dan bersikap terbuka, tanpa terperangkap di dalam elaborasi pikiran atau bereaksi secara emosional terhadap satu situasi (Kabat-Zinn, 1990). Brown & Ryan (2003) mendefinisikan mindfulness sebagai kondisi mental saat individu menyadari dan memberikan

6 perhatian sepenuhnya pada apa yang sedang terjadi di dalam dan di luar dirinya. Menurut Brown (2003), setiap orang pada dasarnya memiliki kemampuan alami untuk berada dalam kondisi mindfulness, tetapi dengan derajat yang berbeda-beda. Baer dkk. (2006) melihat mindfulness berkaitan dengan sejumlah ketrampilan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental. Mereka merumuskan lima komponen mindfulness yaitu: kemampuan untuk mengamati atau menyadari pengalaman di dalam dan di luar diri seperti sensasi, pikiran, emosi, suara (observing); kemampuan untuk mengungkapkan pengalaman ini dengan kata-kata (describing); kemampuan untuk bertindak secara sadar (acting with awreness); kemampuan utnuk bersikap tidak reaktif terhadap pengalaman di dalam diri (non-reactivity to inner experience); dan tidak memberikan penilaian pada pengalaman di dalam diri (non-judging to inner experience). Selain berdampak terhadap kesehatan dan kesejahteraan individu, penelitian menunjukkan bahwa mindfulnes juga memberikan manfaat yang positif pada pasangan (couple). Penelitian yang dilakukan oleh Burpee & Langer (2005) menemukan adanya hubungan antara mindfulness dengan marital satisfaction. Dilaporkan bahwa hubungan antara mindfulness dan marital satisfaction lebih kuat jika dibandingkan dengan perceived spousal similarity serta beberapa variabel demografi seperti usia, lama pernikahan, jumlah anak, tingkat pendidikan. Penelitian ini memberikan dukungan yang kuat terhadap peran mindfulness dalam relasi interpersonal khususnya dalam konteks marital. Pasangan yang terbuka atas pengalaman yang baru, memiliki skor mindfulness yang tinggi dan memiliki relasi yang memuaskan dengan pasangannya.

7 Penelitian yang dilakukan oleh Barnes, Brown, Krusemark, Campbell & Rogge (2007) menunjukkan bahwa tingginya mindfulness memprediksi tingginya kepuasan relasi dan meningkatnya kemampuan untuk merespon stres secara konstruktif dalam sebuah hubungan. Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh peneliti yang sama juga menguatkan dugaan bahwa mindfulness memprediksi menurunnya respon emosional terhadap stres dan adanya perubahan persepsi yang positif sebelum dan setelah terjadinya konflik. Mereka menemukan bahwa derajat mindfulness yang lebih tinggi berkorelasi dengan peningkatan kepuasan relasional, keterampilan memberikan respon yang lebih baik ketika menghadapi stres relasional, peningkatan kontrol diri dan akomodasi, persepsi yang lebih positif terhadap pasangan dan komunikasi yang lebih efektif. Kedua penelitian ini tidak menguraikan mekanisme yang menjelaskan peran mindfulness terhadap marital satisfaction. Penelitian yang dilakukan oleh Jones, Welton, Oliver & Thoburn (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara mindfulness dan marital satisfaction melalui mediasi spousal attachment. Hubungan ini dijelaskan dengan derajat rasa aman yang dimiliki sebagai akibat dari adanya perasaan dekat dan ketergantungan terhadap pasangan. Dengan demikian hasil penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya (Barnes et al., 2007; Burpee & Langer, 2004) tetapi dengan menambahkan spousal attachment sebagai mediator. Teori tentang marital satisfaction mengungkapkan bahwa individu yang mampu memberikan penilaian yang positif pada pernikahannya akan merasa lebih puas dengan pernikahannya. Kepuasan pernikahan atau marital satisfaction didefinisikan sebagai keadaan mental yang mencerminkan penghayatan individu

8 terhadap pernikahannya apakah memberikan manfaat atau merugikan dirinya (Stone & Shackelford dalam M-Baumeister, 2007). Menurut pengertian ini semakin tinggi manfaat yang dihayati oleh individu, maka individu pada umumnya semakin puas dengan pernikahannya. Dengan demikian penghayatan individu terhadap pernikahannya akan mempengaruhi apakah mereka merasa puas atau tidak dengan pernikahannya. Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 18 orang wanita Bali di Kota Denpasar, ditemukan bahwa sebagian besar dari responden menyatakan merasa puas dengan pernikahannya. Mereka menyatakan memiliki hubungan yang hangat dan menyenangkan dengan suaminya, suami bisa memahami perasaan istri, bisa diandalkan saat istri memerlukan dukungan suami. Mereka juga mengungkapkan bahwa godaan tidak mampu menggoyahkan pernikahannya. Jawaban yang mereka berikan mendukung fakta bahwa meskipun banyak peran yang harus dijalankan para wanita Bali ini tetap mempertahankan pernikahannya, dengan kata lain mereka cukup puas dengan pernikahannya. Sebagian dari responden menyatakan kurang puas dengan pernikahannya, hal ini terlihat dari jawaban yang mereka berikan. Mereka menyatakan memiliki hubungan yang kurang hangat dan kurang menyenangkan dengan suaminya. Suami kurang bisa memahami perasaan istri, kurang bisa diandalkan saat istri memerlukan dukungan suami. Mereka juga mengungkapkan bahwa godaan dari luar hampir menggoyahkan pernikahannya. Penelitian awal terhadap 18 orang perempuan Bali di kota Denpasar menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada dalam kondisi mindfulness. Hal ini ditandai dengan kemampuannya menyadari tubuhnya yang sedang

9 bergerak, mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan apa yang sedang dipikirkan, tetap fokus pada apa yang sedang terjadi, tidak menyalahkan diri sendiri, dan tidak bereaksi secara berlebihan terhadap perasaan dan emosinya. Sebagian yang lain tidak sepenuhnya berada dalam kondisi mindfulness. Hal ini terlihat dari kurangnya kemampuan untuk menjelaskan apa yang sedang dipikirkan, kurang mampu memahami perasaan dan emosinya sehingga terpancing memmberikan reaksi yang berlebihan. Penelitian awal terhadap 18 orang perempuan Bali di kota Denpasar menunjukkan bahwa sebagian besar responden mampu memberikan penilaian yang positif terhadap kejadian yang tidak menyenangkan dalam kehidupan pernikahannya. Hal ini ditandai dengan kemampuannya menemukan makna positif dari kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidupnya dengan menganggap sebagai takdir yang harus dijalaninya; menjadi lebih kuat setelah menghadapi masalah yang berat; serta mampu melihat bahwa masalah dalam pernikahannya bukanlah ancaman tetapi tantangan yang harus dihadapi. Tidak semua responden memiliki pandangan yang positif terhadap pernikahannya. Sebagian yang lain merasa bahwa masalah dalam pernikahan menjadi ancaman bagi keutuhan rumahtangganya. Penelitian awal terhadap 18 orang perempuan Bali di kota Denpasar menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa puas dengan pernikahannya (marital satisfaction), berada dalam kondisi mindfulness dan memiliki pandangan yang positif (positive reappraisal) terhadap pernikahannya. Sebagian yang lain merasa kurang puas, kurang mindful serta memiliki pandangan yang negatif tentang pernikahannya.

10 Peneliti menduga marital satisfaction perempuan Bali berhubungan dengan mindfulness dan hubungan ini dimediasi oleh positive reappraisal. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh, maka peneliti membuat model mediasi untuk menjelaskan hubungan antara mindfulness, marital satisfaction serta positive reappraisal. Selanjutnya peneliti akan menguji model ini berdasarkan data-data di lapangan. Meskipun penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara mindfulness dan marital satisfaction, namun hingga saat ini mekanisme yang menjelaskan hubungan keduanya belum begitu jelas. Dengan demikian mekanisme yang dapat menjelaskan bagaimana mindfulness dapat meningkatkan marital satisfaction masih menjadi sebuah pertanyaan bagi para peneliti. Peneliti menduga positive reappraisal berperan sebagai mediator yang menjelaskan hubungan antara mindfulness dan marital satisfaction. Peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat hubungan mindfulness dan marital satisfaction serta peran positive reappraisal sebagai mediator, karena penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah positive reappraisal menjadi mediator antara mindfulness dan marital satisfaction pada perempuan Bali di kota Denpasar. 1.2. Identifikasi Masalah Sampai saat ini belum ada penelitian yang meneliti hubungan antara mindfulness dan marital satisfaction serta peran positive reappraisal dalam satu penelitian, khususnya pada perempuan Bali yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan perempuan dari daerah lain di Indonesia. Masalah dalam

11 penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: Apakah positive reappraisal menjadi mediator antara mindfulness dan marital satisfaction pada perempuan Bali di kota Denpasar. 1.3. Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Memperoleh gambaran tentang peran positive reappraisal dalam memediasi hubungan antara mindfulness dan marital satisfaction pada perempuan Bali di kota Denpasar. 1.3.2. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui peran positive reappraisal dalam memediasi hubungan antara mindfulness dan marital satisfaction pada perempuan Bali di kota Denpasar.. 1.3.3. Kegunaan Penelitian 1.3.3.1. Kegunaan praktis: 1) Memberikan pemahaman kepada perempuan Bali di kota Denpasar tentang peran positive reappraisal dalam memediasi hubungan antara mindfulness dan marital satisfaction, Dengan pemahaman ini perempuan Bali diharapkan mampu mengembangkan mindfulness dalam kesehariannya, bersikap

12 positif terhadap kejadian yang tidak menyenangkan dalam pernikahannya. agar bisa mewujudkan rumah tangga yang kekal dan bahagia. 2) Memberikan informasi kepada para praktisi pernikahan tentang hubungan antara mindfulness dan marital satisfaction melalui mediasi positive reappraisal. Informasi ini dapat digunakan untuk membantu pasangan yang mengalami konflik dalam pernikahannya dalam mewujudkan pernikahan yang berkualitas dengan memanfaatkan potensi serta kemampuan yang mereka miliki. 1.3.3.2. Kegunaan ilmiah: 1) Memberikan tambahan informasi bagi pengembangan Psikologi Keluarga, Psikologi Kesehatan dan Psikologi Positif. Informasi ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam meningkatkan kesehatan individu, keluarga serta masyarakat secara umum. 2) Memberikan tambahan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian berkaitan dengan mindfulness, positive reappraisal dan marital satisfaction.

13 1.4. Metodologi Penelitian Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study dengan melakukan pengujian model. Pengambilan data akan dilakukan satu kali, dengan memberikan kuesioner kepada partisipan yang memenuhi syarat. Pengolahan data secara statistik menggunakan analisis regresi linier berganda untuk menguji sampai sejauh mana hubungan variabel yang satu terhadap terhadap variabel lainnya dan menguji sampai sejauh mana efek mediasinya.