BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR MANGAN PADA PADUAN ALUMINIUM 7wt% SILIKON TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH WAKTU KONTAK TERHADAP REAKSI ANTAR MUKA PADUAN ALUMINIUM 7%-Si DAN ALUMINIUM 11%-Si DENGAN BAJA CETAKAN SKD 61

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI METODE ALMUNIZING UNTUK MENCEGAH DIE SOLDERING PADA BAJA H420 J2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRAK. Kata kunci: Die casting, die soldering, paduan aluminium silikon, temperatur logam cair, lapisan intermetalik. ABSTRACT

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kampus Baru Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia. a b c

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING

PEMBENTUKAN FASA INTERMETALIK α-al 8 Fe 2 Si DAN β-al 5 FeSi PADA PADUAN Al-7wt%Si DENGAN PENAMBAHAN UNSUR BESI DAN STRONSIUM SKRIPSI

4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

Pengaruh Proses Quenching Terhadap Kekerasan dan Laju Keausan Baja Karbon Sedang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pipa saluran uap panas dari sumur-sumur produksi harus mendapat perhatian

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI

1 BAB IV DATA PENELITIAN

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

Scanned by CamScanner

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

STUDI PENGARUH ALUMINIZING TERHADAP PEMBENTUKAN DIE SOLDERING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX. Sulaksono Cahyo Prabowo

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH KARBURISASI PADAT DENGAN KATALISATOR CANGKANG KERANG DARAH (CaCO2) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN KEASUHAN BAJA St 37

Ir. Hari Subiyanto, MSc

Gambar 4.1 Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit o C dan variasi waktu pencelupan (a) 5 menit. (b) 10 menit. (c) 15 menit.

PENGARUH PROSES DEGASSING PADA REAKSI ANTAR MUKA ANTARA ALUMINIUM CAIR DAN TUNGKU PELEBURANNYA T E S I S OLEH LUTIYATMI NIM.

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

I. PENDAHULUAN. boehmite, diaspore, dan lain-lain). Sulit menemukan Aluminium murni di

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN

PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA MATERIAL SCH 22 Yusup zaelani (1) (1) Mahasiswa Teknik Pengecoran Logam

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE FLAME HARDENING WAKTU TAHAN 30 MENIT 1 JAM DAN 1 ½ JAM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Manado September 2011 LEMBAR JAWABAN. Ujian Praktikum. Bidang Kimia. 13 September 2011.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

Available online at Website

Bab IV Hasil Eksperimen dan Analisis

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENGARUH PENAMBAHAN MANGAN TERHADAP SIFAT FISIK LAPISAN INTERMETALIK Dalam sub bab ini akan dibahas pengaruh penambahan mangan terhadap sifat fisik dari lapisan intermetalik yang terbentuk pada penambahan mangan 0.1wt%, 0.3wt%, 0.5wt%, dan 0.7wt% masing-masing dilakukan pada temperatur 700 0 C, 720 0 C, dan 740 0 C. Sifat fisik yang akan dibahas lebih difokuskan terhadap ketebalan dari lapisan intermetalik yang terbentuk. Disamping itu pula akan dibahas jenis-jenis lapisan intermetalik yang mungkin terbentuk dari penambahan mangan tersebut pada temperatur yang tersebut diatas. Dari segi morfologi lapisan intermetalik dapat dilihat pada gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4. αfe Baja H13 Aluminium Silikon Gambar 4.1 Hasil Pengujian SEM Ketebalan Lapisan Intermetalik antara Baja H13 dengan Paduan Al-7%Si + 0.1 wt%mn dan Temperatur Celup 720 0 C 47

Aluminium Silikon Baja H13 αfe Gambar 4.2 Hasil Pengujian SEM Ketebalan Lapisan Intermetalik antara Baja H13 dengan Paduan Al-7%Si + 0.3 wt%mn dan Temperatur Celup 7200C Baja H13 Aluminium Silikon Lapisan Intermetalik Gambar 4.3 Hasil Pengujian SEM Ketebalan Lapisan Intermetalik antara Baja H13 dengan Paduan Al-7%Si + 0.5 wt%mn dan Temperatur Celup 7200C 48

Baja H13 Aluminium Silikon Gambar 4.4 Hasil Pengujian SEM Ketebalan Lapisan Intermetalik antara Baja H13 dengan Paduan Al-7%Si + 0.7 wt%mn dan Temperatur Celup 720 0 C Morfologi pada gambar 4.1 menunjukkan ada 2 tekstur, yaitu daerah gelap dan daerah terang. Daerah gelap adalah daerah paduan aluminium silikon, sedangkan pada daerah terang adalah baja H13. Pada penambahan 0.1 wt%mn Al- 7wt%Si dengan temperatur celup 720 0 C masih belum terdapat lapisan intermetalik. Akan tetapi sudah mulai terbentuk αfe pada bagian permukaan baja H13. Fenomena ini merupakan tahap pertama dari proses die soldering. Hal yang sama juga terjadi pada penambahan 0.3 wt%mn Al-7wt%Si dengan temperatur celup 720 0 C sesuai dengan gambar 4.2. Gambar 4.3 menunjukkan penambahan 0.5 wt%mn Al-7wt%Si dengan temperatur celup 720 0 C. Dari tekstur tersebut, terdapat 3 penampakan yang berbeda, yaitu putih terang, putih gelap, dan daerah gelap. Daerah yang putih terang adalah H13, daerah putih gelap adalah lapisan intermetalik, sedangkan daerah gelap adalah paduan aluminium solikon. Lapisan intermetalik ini berupa senyawa FeAl 3, yang identifikasi perolehan senyawa tersebut akan dijelaskan kemudian. Untuk penambahan 0.7wt%Mn Al-7wt%Si dengan temperatur celup 49

720 0 C belum terjadi lapisan intermetalik, karena difusi Al kedalam H13 masih belum terjadi. 4.1.1. Ketebalan Lapisan Intermetalik Setelah dilakukan pengujian SEM yang dilengkapi dengan EDS terhadap sampel H13 yang sudah dicelup kedalam aluminium silikon yang ditambahkan Mn dapat diketahui adanya indikasi lapisan intermetalik. Pengujian SEM dan EDS dilakukan pada 12 sampel yang berbeda, yaitu pada temperatur 700 0 C, 720 0 C, dan 740 0 C masing-masing dilakukan pengujian pada penambahan Mn 0.1, 0.3, 0.5, dan 0.7%. Sehingga dari pengujian ini diperoleh 12 gambar SEM, dan minimal dua hasil EDS dari masing-masing sampel. Dari 12 gambar SEM tersebut, memiliki penampakan yang sama dalam lapisan intermetaliknya. Oleh karena itu, untuk mengetahui metode perhitungan ketebalan lapisan, akan dijelaskan pada gambar 4.5 dan 4.6. Baja H13 Aluminium Silikon Lapisan Compact Gambar 4.5 Hasil Pengujian SEM ketebalan lapisan intermetalik antara baja H13 dengan paduan Al-7%Si + 0.5 wt%mn dan temperatur celup 700 0 C 50

Aluminium Silikon Baja H13 Lapisan Compac Gambar 4.6 Hasil Pengujian SEM ketebalan lapisan intermetalik antara baja H13 dengan paduan Al-7%Si + 0.7 wt%mn dan temperatur celup 700 0 C Kedua sampel ini diambil untuk mensimulasikan perhitungan ketebalan lapisan intermetalik serta memperlihatkan keberadaan tekstur dari lapisan intermetalik itu sendiri. Gambar SEM untuk sampel yang lainnya dapat diwakili dari kedua gambar berikut (gambar 4.5 dan 4.6). Sedangkan untuk gambar sampel yang lain terlampir. Lapisan intermetalik diukur ketebalannya setelah dilakukan pengujian EDS untuk mengetahui komposisi kimianya. Penambahan Mn (wt%) vs. Ketebalan Lapisan Intermetalik (Mikron) 120 Ketebalan (Mikron) 100 80 60 40 20 0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 700 720 740 Penambahan Mn (%) Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Penambahan Mn Terhadap Ketebalan Lapisan Intermetalik 51

Perhitungan ketebalan untuk gambar 4.5 dilakukan di sepanjang lapisan compact. Kalau dilihat dari penampakannya hanya ada dua tekstur yang terbentuk dalam sampel ini, yaitu lapisan intermetalik compact dan paduan aluminium silikon. Ketebalan lapisan intermetalik hanya memperhitungkan panjang lapisan compact saja. Lapisan compact adalah lapisan intermetalik yang terbentuk antara baja H13 dengan aluminium cair dengan komposisi kimia yang dominan adalah Fe-Al. Sedangkan lapisan broken adalah lapisan intermetalik yang terbentuk setelah lapisan compact dengan pertumbuhan keluar dari baja H13 mengarah ke paduan aluminium silikon. Perhitungan ketebalan dilakukan pada sepanjang lapisan dengan mengambil titik terendah dan titik tertinggi untuk dirata-rata. Walaupun lapisan yang terbentuk hampir merata ketebalannya, seperti pada gambar 4.5, maka untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, dilakukan perhitungan panjang ketebalan di beberapa titik. Kalau melihat kondisi lapisan intermetalik pada gambar 4.6, maka perhitungan ketebalan lapisan harus diambil di beberapa titik, karena lapisan ini mempunyai ketebalan yang tidak sama. Gambar 4.5 terlihat dengan jelas memiliki lapisan compact, lapisan ini memiliki komposisi kimia 68at%Al, 12.41at%Fe, 3.4at%Mn, dan 8.21at%Si. Kalau melihat terhadap komposisi lapisan yang terjadi, maka seharusnya dalam lapisan ini terdapat lapisan broken. Akan tetapi lapisan ini tidak tampak, dan ada kemungkinan sangat kecil ketebalannya. Dengan demikian, apabila terjadi kasus yang seperti ini, maka perhitungan ketebalan lapisan adalah menghitung ketebalan lapisan total, walaupun sebenarnya ketebalan lapisan broken sangat tipis dan bahkan tidak kelihatan. Hal yang sama juga terjadi pada gambar 4.6 yang hanya satu lapisan dan mempunyai ketebalan yang tidak sama. Sehingga dalam perhitungan ketebalan untuk lapisan jenis ini harus mengambil beberapa titik untuk dirata-rata. Kandungan komposisi kimia lapisan ini hampir sama dengan kadar Mn 0.5% pada temperatur 700 0 C (gambar 4.5). Sampel ini memiliki 72.04at%Al, 14.2at%Fe, 3.3at%Mn, dan 7.22at%Si. Kalau dilihat dari persentase komposisi kimia, sampel ini hampir mirip dengan Gambar 4.5. Ketebalan yang dimiliki oleh lapisan compact ini adalah 54 mikron, dengan penyebaran lapisan yang hampir merata diseluruh permukaan baja perkakas H13. 52

Ketebalan lapisan intermetalik yang terbentuk dipengaruhi oleh adanya penambahan mangan yang bermacam-macam dalam temperatur berbeda. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada gambar 4.7. Untuk penelitian Al-7wt%Si hanya diperoleh satu lapisan intermetalik, yaitu lapisan compact. Lapisan compact adalah lapisan pertama yang terbentuk pada cetakan yang umumnya disusun oleh unsur besi dan aluminium. Dalam penelitian ini ada beberapa sampel yang memiliki lapisan compact dan lapisan broken, hanya saja karena lapisan broken yang terbentuk sangat tipis, maka perhitungan ketebalan langsung dihitung total dengan lapisan compact yang terbentuk. Dari gambar 4.7 ketebalan lapisan intermetalik meningkat sampai kadar Mn tertentu dan menurun kembali sampai kadar 0.7%Mn. Pada kadar Mn 0.1% lapisan compact yang terbentuk adalah 9, 18, dan 17 mikron. Lapisan yang terbentuk sangat tipis dibandingkan dengan lapisan compact yang lain pada kadar Mn yang berbeda. Pada kadar Mn 0.3wt% mempunyai fenomena yang menarik, pada temperatur 700 0 C lapisan intermetalik mencapai puncak ketebalan yang dimilikinya, yaitu sebesar 101 mikron. Pada temperatur 720 0 C ketebalan lapisan pencak terjadi pada penambahan Mn 0.5wt%, dengan ketebalan 96 mikron. Sedangkan pada temperatur 740 0 C ketebalan lapisan puncak terdapat pada penambahan Mn 0.3wt% dengan ketebalan 34 mikron. Sementara itu, untuk kadar Mn 740 0 C, lapisan compact yang dicapai oleh semua temperatur terjadi sangat tipis dibandingkan dengan temperatur lain. Dalam kasus ini, penulis sepakat dengan literatur yang mengatakan bahwa mangan mempunyai ketebalan lapisan yang meningkat sampai 50% pada temperatur 720-730 0 C dengan kadar penambahan mangan 1-3%. Pada temperatur 700 0 C dan 740 0 C, lapisan compact mencapai lapisan tertinggi dan setelah itu menurun kembali sampai kadar Mn 0.7%. Mengacu pada literatur bahwa penambahan Mn efektif menurunkan die soldering pada kadar Mn 0.34% sampai 1% yang dapat dilihat pada gambar 4.8. Kemiringan yang positif mengindikasikan bahwa penambahan unsur akan memicu timbulnya die soldering, sementara kemiringan negatif mengindikasikan hal yang sebaliknya. Jadi dengan meningkatnya penambahan Mn dari 0.34% sampai 1.0% akan 53

menurunkan ketebalan lapisan intermetalik dan kecendrungan terjadinya die soldering. Gambar 4.8 Pengaruh Utama dari Interaksi Unsur Terhadap Material Cetakan H13 [9] Jadi dapat disimpulkan bahwa penambahan Mn diatas 0.3% pada temperatur 700 0 C efektif menurunkan die soldering dari ketebalan lapisan 101 mikron pada 0,3%Mn sampai 86 mikron di kadar 0,5%Mn dan 54 mikron pada kadar Mn 0,7%. Pada temperatur 720 0 C, penambahan Mn efektif menurunkan fenomena die soldering setelah penambahan 0,5%Mn. Untuk temperatur 740 0 C, mempunyai kecendrungan yang sama dengan temperatur 700 0 C. Artinya pada temperatur 740 0 C, penambahan mangan diatas 0.3wt% efektif menurunkan die soldering. Adapun pengaruh temperatur bahwa dengan meningkatnya temperatur maka ketebalan lapisan semakin menurun. Kecendrungan ini terdapat dalam berbagai kadar Mn. Untuk kadar Mn 0,1% penurunan ini tidak terlihat secara signifikan. Secara umum, dari gambar 4.7 dapat dikatakan bahwa semakin tinggi temperatur, ketebalan lapisan intermetalik cendrung untuk berkurang. Dalam fenomena ini, penulis merujuk terhadap penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Joshi[15], yang mengatakan bahwa ketebalan lapisan intermetalik pada temperatur 710 0 C lebih tinggi dibandingkan pada temperatur 740 0 C. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini ditemukan tentang ketebalan lapisan intermetalik yang semakin menurun seiring dengan naiknnya temperatur. 54

4.1.2. Jenis-Jenis Lapisan Intermetalik Lapisan intermetalik terdiri dari berbagai unsur, antara lain Al, Fe, Mn, dan Si. Persentase berat atom dari masing-masing unsur tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Komposisi Kimia Lapisan Intermetalik pada Penambahan Mn Penambahan Mn (%) 0.1 0.3 0.5 0.7 Temp. Kode Sampel Al Fe Mn si 700 1 2.11 53.46 2.67 720 2 2.84 31.26 3.79 740 3 75.26 1.13 4 700 4 73.97 7.61 1.26 5.81 720 5 0.76 25.71 0.58 740 6 1.98 31.2 1.32 700 7 68.2 12.41 3.4 8.21 720 8 78.77 10.06 1.86 6.28 740 9 0 80.86 5.6 700 10 72.04 14.2 3.3 7.22 720 11 0 69.25 1.93 740 12 0 10.67 36 Tidak semua lapisan intermetalik mempunyai unsur Mn dan Si. Lapisan intermetalik yang terbentuk dapat berupa senyawa biner (Al, Fe) dan senyawa ternary Al(Fe,Mn)Si. Hal ini sesuai dengan literatur Kajoch [18], yang mengatakan bahwa aluminium menunjukkan kecenderungan yang besar untuk melekat pada besi. Pada penelitian yang mereka lakukan menunjukkan adanya lapisan intermetalik yang terdiri dari senyawa-senyawa intermetalik, seperti Fe 2 Al 5, Fe 3 Al dan FeAl 3. Senyawa biner terbentuk pada lapisan compact, sedangkan senyawa ternary terbentuk pada lapisan broken. Namun tidak semua lapisan intermetalik harus terjadi dua atau lebih lapisan, bisa saja hanya satu lapisan. Dalam percobaan ini hanya terdapat satu lapisan, hampir semua lapisan terdiri dari unsur Al, Si, dan Fe. Penulis merujuk ke penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shankar[9], fasa ternary (Al,Fe,Si) yang terbentuk setelah fasa biner (Fe,Al) mempunyai ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan fasa biner. Mekanisme pembentukan dan pertumbuhan dari lapisan intermetalik pada proses ini melalui berbagai tahapan sebagai berikut : 55

Tahap pertama, terjadi difusi atom aluminium dan besi selama injeksi dan solidifikasi yang melewati permukaan cetakan terjadi untuk membentuk intermetalik FexAlySiz pada permukaan. Silikon mengubah laju kinetik dan kelarutan besi dalam aluminium. Tahap kedua, logam cair masuk kedalam rongga cetakan. Energi yang dibutuhkan untuk difusi sedikit lebih rendah. Hal ini disebabkan karena sudah terbentuk lapisan intermetalik pada siklus sebelumnya. Akan tetapi energi ini masih cukup digunakan untuk lapisan intermetalik terus tumbuh. Energi untuk pelarutan pada tahap ini sudah tinggi tetapi lebih rendah dibandingkan dengan energi difusi. Tahap yang ketiga, ketebalan lapisan intermetalik FexAlySiz mencapai batas kritis, energi difusi sudah tidak ada lagi, dan energi untuk pelarutan mendominasi. Dengan demikian terbentuk soldering dalam larutan. Tahap yang keempat, massa berkurang pada permukaan cetakan sehingga menjadikannya bebas dari lapisan intermetalik. Energi untuk difusi meningkat karena larutnya FexAly ke dalam logam cair namun besarnya masih nol jika dibandingkan dengan energi untuk pelarutan. Energi untuk pelarutan menurun seiring dengan meningkatnya ketebalan lapisan intermetalik. Menurut analisa penulis, terbentuknya lapisan yang hanya terdiri dari lapisan Al-Fe-Si berkaitan dengan laju difusi atom-atom melalui lapisan padat. Oleh karena kadar Si sangat kecil, maka lapisan yang terbentuk adalah fasa biner Al- Fe. Dari diagram fasa Fe-Al pada gambar 4.6 dapat diketahui jenis-jenis lapisan intermetalik yang terbentuk. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dari Shankar[9], yaitu mekanisme soldering pada permukaan cetakan berawal dari pembentukan pit-pit yang memiliki kandungan fasa biner Fe-Al seperti FeAl 2, Fe 2 Al 5, dan FeAl 3. Kemudian fasa biner Fe-Al bereaksi dengan aluminium dan silikon pada molten sehingga membentuk fasa ternary Al(FeMn)Si. Pembentukan lapisan senyawa biner ini disebabkan oleh reaksi dari besi dengan aluminium cair secara kontinyu dan besi berdifusi keluar dari permukaan cetakan. Menurut analisa penulis, fasa biner (Al,Fe) merupakan fasa intermetalik yang pertama kali terbentuk setelah terjadinya serangan aluminium ke permukaan baja H13. Oleh karena itu fasa biner ini terdapat pada lapisan yang memiliki kontak langsung 56

dengan permukaan baja H13 yaitu lapisan compact. Kemudian senyawa biner ini akan bereaksi dengan aluminium dan silikon didalam molten sehingga membentuk senyawa ternary (Al,Fe,Si) yang memiliki pertumbuhan radial keluar dari pit pada permukaan baja sehingga membentuk seperti pyramid. Pada gambar 4.10. menggambarkan diagram fasa dari intermetalik Fe-Al. Dari diagram ini kita dapat menentukan jenis-jenis lapisan intermetalik yang terbentuk dengan mengetahui atomic percent dari unsur aluminium yang berdifusi kedalam baja H13. Penentukan jenis lapisan intermetalik dilakukan dengan mengetahui berat atom aluminium yang dapat dilihat pada gambar 4.9 dengan memplot pada diagram fasa Fe-Al pada gambar 4.10. Berat Atom Al 80 60 40 20 0 Penambahan Mn (wt%) Vs. Berat Atom Al 0.1 0.3 0.5 0.7 700 720 740 700 2.11 73.97 68.2 72.04 720 2.84 0.76 78.77 0 740 75.26 1.98 0 0 Penambahan Mn (wt%) Gambar 4.9 Berat Atom Al pada Penambahan Kadar Mangan dengan Temperatur yang Berbeda 57

Gambar 4.10 Diagram fasa Fe-Al [12] Dengan memplot atomic percent yang dimiliki oleh unsur aluminium dari gambar 4.9 terhadap gambar 4.10, maka akan diperoleh jenis dari lapisan intermetalik seperti terlihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Kode Komposisi Kadar Mn, Temperatur, dan jenis-jenis lapisan %Mn 0.1 0,3 0,5 0,7 T ( 0 C) Kode Lapisan Intermetalik yang mungkin terbentuk 700 1 αfe 720 2 αfe 740 3 FeAl 3 700 4 Fe 2 Al 5 720 5 αfe 740 6 αfe 700 7 FeAl 2 720 8 FeAl 3 740 9-700 10 Fe 2 Al 5 720 11-740 12-58

Dari lapisan intermetalik yang diperoleh, terdapat fasa-fasa: αfe, FeAl 2, Fe 2 Al 5, dan FeAl 3. Fasa αfe merupakan tahap awal terbentuknya lapisan intermetalik. Yaitu suatu fenomena erosi pada baja perkakas H13 karena adanya difusi aluminium kedalam baja H13 yang mengerosi daerah lunak pada permukaan cetakan, sehingga terbentuk solid solution primer dari Fe oleh larutan Al, yang disebut dengan αfe. Fasa αfe terdapat pada temperatur 700 0 C pada kadar Mn 0.1%, pada temperatur 720 0 C pada kadar Mn 0.1% dan 0.3%, serta pada temperatur 740 0 C pada kadar Mn 0.3%. Oleh karena acuan untuk mementukan jenis lapisan intermetalik ditentukan oleh difusi aluminium kedalam baja H13, maka secara teoritis terdapat tiga sampel yang tidak mempunyai lapisan. Hal ini disebabkan karena tidak terdapat unsur aluminium dalam lapisan tersebut setelah dilakukan pengujian EDS. Perbedaan banyaknya lapisan yang terdapat pada lapisan intermetalik sangat berkaitan erat dengan temperatur logam cair dan cetakan, sifat dan komposisi kimia dari casting alloy dan lapisan intermetalik, serta sifat yang dimiliki oleh cetakan. 4.2. PENGARUH PENAMBAHAN MANGAN TERHADAP SIFAT MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK Dalam pengujian kekerasan lapisan intermetalik, digunakan beban penjejakan 25 gf dalam waktu 15 detik. Penjejakan dilakukan pada setiap lapisan intermetalik dan baja H13. Setelah dilakukan penjejakan, maka diperoleh nilai diameter sumbu x dan diameter sumbu y, kemudian diambil nilai rata-rata dan dimasukkan kedalam persamaan 3.1. untuk mengetahui kekerasannya. Hasil pengujian kekerasan lapisan intermetalik yang sudah dicelup dapat dilihat pada gambar 4.11. 59

75 Panambahan Mn (wt%) vs. Kekerasan Lapisan Intermetalik (VHN) Kekerasan (VHN) 60 45 30 15 700 720 740 0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Penambahan Mn (%) Gambar 4.11 Pengaruh Penambahan Mn (wt. %) terhadap Kekerasan lapisan Intermetalik Garis tipis merah pada temperatur 720 0 C (0.7%Mn) dan garis tipis hitam pada temperatur 740 0 C (0.7%Mn) menunjukkan lapisan intermetalik yang sangat tipis dan tidak merata di semua tempat, sehingga tidak bisa diambil nilai kekerasannya. Oleh karena itu, perhitungan kekerasan dilakukan dengan mengacu pada berat atom Fe yang dimiliki oleh lapisan intermetalik tersebut. Berat atom Fe yang terdapat pada lapisan intermetalik yang tidak diketahui kekerasannya dibandingkan dengan lapisan intermetalik yang mempunyai kandungan Fe hampir sama, yang kekerasannya telah diketahui. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan perbandingan lurus. Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, maka perbandingan dilakukan lebih dari satu data dan diambil data yang lebih mendekati. 4.2.1. Kekerasan Lapisan Intermetalik Dengan mengacu pada gambar 4.11 diperoleh kekerasan lapisan intermetalik pada temperatur 700 0 C untuk kadar Mn 0.1%, 0.3%, 0.5%, dan 0.7% berturutturut 54, 32, 25, dan 52 VHN. Pada temperatur 720 0 C untuk kadar Mn 0.1%, 0.3%, 0.5%, dan 0.7% diperoleh kekerasan berturut-turut 30, 27, 38, dan 66 VHN. Sedangkan pada temperatur 740 0 C untuk kadar Mn 0.1%, 0.3%, 0.5%, dan 0.7% berturut-turut 17, 50, 31, dan 45 VHN. Dalam pengujian ini kekerasan sangat bervariasi, tidak mempunyai pola yang signifikan. Hal ini disebabkan karena 60

ukuran kekerasan sangat tergantung terhadap kandungan Fe dalam paduan lapisan intermetalik Fe x Al y. Semakin tinggi kandungan Fe dalam lapisan intermetalik tersebut, maka kekerasannya akan semakin tinggi. Adapun komposisi berat atom dari Fe dalam lapisan dapat dilihat pada gambar 4.12 Kadar Penambahan Mn (%) Vs. Berat Atom Fe Berat Atom Fe 100 75 50 25 0 0.1 0.3 0.5 0.7 700 53.46 7.61 12.41 14.2 720 31.26 25.71 10.06 69.25 740 1.13 31.2 80.86 10.67 700 720 740 Kadar Penambahan Mn (%) Gambar 4.12 Pengaruh Kadar penambahan Mn (%) terhadap Berat Atom Fe dalam lapisan Intermetalik Dengan demikian, adanya penyebaran kekerasan pada setiap lapisan intermetalik yang tidak teratur, maka pengaruh penambahan mangan terhadap kekerasan lapisan intermetalik tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. 4.2.2. Pengaruh Temperatur Pencelupan Terhadap Kekerasan Baja H13 Setelah dilakukan pengujian dipping selama 30 menit terhahap baja H13, maka sampel tersebut dilakukan pengujian kekerasan. Pengujian kekerasan dengan Vickers menggunakan beban 300 gr dalam selama 15 detik. Dari pengujian ini kekerasan tool steel H13 setelah dilakukan pencelupan mengalami penurunan dibandingkan dengan kekerasan awal dari tool steel H13. Perbandingan kekerasan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.13. 61

Kadar Mn (wt%) Vs. Kekerasan (VHN) Kekerasan (VHN) 145 135 125 115 105 95 85 700 720 740 75 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Kadar Mn (wt%) Gambar 4.13 Pengaruh Temperatur Pencelupan terhadap Kekerasan Lapisan Baja H13 Kekerasan awal baja perkakas H13 adalah 204 VHN. Pada temperatur 700 0 C kekerasan rata-rata H13 adalah 174 VHN, dan pada temperatur 720 0 C kekerasan rata-rata adalah 163 VHN. Sedangkan nilai kekerasan H13 pada temperatur 740 0 C adalah 154 VHN, pada temperatur ini pula dicapai kekerasan terendah dari H13 yaitu 108 VHN pada kadar mangan 0.3% dan 0.5%. Fenomena ini terjadi karena adanya fenomena pelunakan dari material yang dicelup pada temperatur tinggi, sehingga kekerasannya akan semakin menurun seiring dengan pertambahan temperatur. 62