BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara proporsional, artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN

BAB I PE NDAH ULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

Renstra Kantor Kec. Bulik Timur Kab. Lamandau Tahun BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN DINAS KEHUTANAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL. Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KATINGAN

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015 DINAS KEHUTANAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

efektivitas dan efisiensi. Dengan modal tersebut diharapkan pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 1 TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2014 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2009 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PENETAPAN KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD)

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG DANA CADANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTUS 2010

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH

DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak pihak yang berkepentingan.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI)

- 1 - BUPATI GUNUNG MAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA)

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab memerlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Secara yuridis hal ini diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem keuangan negara. Pemberian otonomi daerah tidak berarti telah menyelesaikan sejumlah persoalan yang terjadi saat ini, baik persoalan di Pusat maupun Daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyatakan pemberian otonomi kepada daerah didasarkan atas azas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas dan bertanggung jawab. Otonomi yang diberikan kepada daerah dilakukan secara proporsional, artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat, antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak dapat dilakukan pemisahan dan merupakan satu kesatuan. Dalam hal ini gagasan dasar desentralisasi fiskal 1

adalah penyerahan beban tugas pembangunan, penyediaan layanan publik dan sumber daya keuangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah sehingga tugas-tugas itu akan lebih dekat ke masyarakat. Kemampuan pemerintah daerah akan dapat ditingkatkan dan pertanggungjawaban akan dapat lebih terjamin 1. Dalam otonomi daerah, masalahnya bukan hanya pelimpahan kewenangan dan pembiayaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah untuk peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah pada khususnya 2. Pengelolaan anggaran telah menjadi perhatian utama bagi para pengambil keputusan pemerintah, baik di tingkat Pusat ataupun Daerah. Sejauh ini berbagai perundang-undangan dan produk hukum telah dikeluarkan dan diberlakukan dalam upaya untuk menciptakan sistem pengelolaan anggaran yang mampu memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat. 3 Celah atau kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat dikurangi dengan mendesentralisasikan kekuasaan di bidang 1 Wahyudi Kumorotomo, 2008. Desentralisasi Fiskal Politik dan Perubahan Kebijakan 1974-2004. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 2 Ahmad Yani, 2009. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta. Rajawali Pers. 3 Abdullah Mokoginta, 2012 Penyusunan Anggaran Tahunan dalam Abdul Halim dan Muhammad Iqbal,. Pengelolaan Keuangan Daerah. Yogyakarta. UPP STIM YKPN. 2

keuangan, sehingga Pemerintah Daerah tidak terlalu bergantung kepada Pusat. 4 Desentralisasi fiskal mengandung makna bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah, maka daerah diberikan kewenangan untuk mendayagunakan keuangan sendiri dan didukung dan didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Tujuan utama dalam desentralisasi fskal, pada hakikatnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bersama bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pelaksanaan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5 Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, Pemerintah Pusat melakukan transfer ke daerah dalam bentuk dana perimbangan berupa Dana Bagi Hasil SDA kehutanan. Pelaksanaan Dana Bagi Hasil ( DBH) SDA kehutanan adalah pembagian dana yang bersumber dari penerimaan negara yang dialokasikan kepada daerah dengan persentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil. DBH SDA kehutanan berasal dari Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan, dan Dana Reboisasi (DR). Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 mengenai kewenangan daerah secara otonom untuk mengelola sumber 4 Wahyudi Kumorotomo, Op.Cit. 5 Kadjatmiko,2012 Evaluasi Dana Perimbangan, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Sumber Daya Alam dalam Asep Sutandi, Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta. Penerbit UPP STIM YPKN. 3

penerimaan tersebut, dan terjadinya pembagian sumber keuangan antara Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, maka untuk mengatasi kesenjangan fiskal secara vertikal mekanisme alokasi DBH SDA kehutanan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005, sebagaimana tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1. Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Persentase DBH SDA Kehutanan No. PNBP SDA Kehutanan Pusat Provinsi Kab/Kota Penghasil Pemerataan Kab/Kota Lainnya 1. IIUPH 20 % 16% 64% - 2. PSDH 20 % 16 % 32 % 32 % 3. DR 60 % - 40 % - Sumber : data diolah berdasarkan PP No.55/2005 Sumber daya hutan di Indonesia telah memberikan sumbangansumbangannya yang sangat berarti bagi perekonomian bangsa. Pengelolaan sumber daya hutan mutlak harus memegang teguh azas kelestarian sehingga sumber daya itu selalu dapat diperbarui dan produktivitasnya dapat terus terpelihara sepanjang masa. Keteledoran pengelolaan sumber daya hutan mengancam kelestarian sumber daya itu sehingga produktivitasnya menurun bahkan menuju kepunahan. Oleh sebab itu guna mempertahankan azas kelestarian, manajemen pengelolaan sumber daya hutan harus terlaksana secara baik (good management) 6. Desentralisasi pengelolaan sumber daya hutan di Indonesia pada dasarnya digagas untuk meyelamatkan hutan Indonesia yang semakin rusak dan 6 Makalah Ekspose Rehabilitasi Hutan dan Lahan, 2007. BP DAS Kahayan. 4

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah melalui sistem pemanfaatan hutan yang lestari. Akan tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan, kebijakan desentralisasi pengelolaan hutan ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kebijakan desentralisasi dinilai beberapa pihak justru menyebabkan kerusakan lingkungan lebih parah, karena pemerintah daerah lebih leluasa melakukan eksploitasi sumber daya alam, termasuk hutan, untuk meningkatkan pendapatan daerah 7. Sumber daya hutan sebagai sumber daya alam terbesar di Kalimantan Tengah memiliki peran yang sangat besar bagi pembangunan. Hal ini diindikasikan dengan peranan kehutanan dalam memberikan kontribusi bagi daerah dalam peningkatan devisa atau pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja, pengembangan wilayah, dan pertumbuhan ekonomi. Hutan memberikan arti dan manfaat bagi kehidupan tidak hanya bagi masyarakat lokal yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan, akan tetapi juga bagi komunitas global yang kehidupannya tergantung pada hutan sebagai sumber daya yang mampu memberikan berbagai fungsi terkait dengan tata lingkungan. 8 Provinsi Kalimantan Tengah sebagai salah satu provinsi yang memiliki sumber daya alam kehutanan yang masih cukup besar untuk dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan luas hutan yang dimiliki 7 San Afri Awang, 2007. Politik Kehutanan Masyarakat. Yogyakarta.Kreasi Wacana. 8 PT. Austral Byna, 2010. Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Kalimantan Tengah. Jakarta. Penerbit PT. Anggrek Bulan. 5

sebesar 15.426.780 Ha 9 maka hasil dari potensi sumber daya alam kehutanan ini sebagai salah satu sumber penerimaan atau pendapatan daerah yang ikut menunjang pembangunan bagi pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Selain dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), sektor kehutanan juga berkontribusi dalam pendapatan daerah yang berasal dari penerimaan Dana Bagi Hasil SDA kehutanan, yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. PNPB kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah disajikan dalam tabel 1.2 di bawah ini. Tahun Tabel 1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2011-2013 PSDH (Rp) DR (Rp) IIUPH (Rp) 2011 130.809.784.247,92 305.116.229.458,33 22.782.729.000,00 2012 152.387.749.704,25 327.349.736.635,40 6.670.307.500,00 2013 127.519.566.270,19 351.385.457.362,60 42.949.113.900,00 Sumber : data Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Persoalan pembangunan kehutanan khususnya di bidang rehabilitasi hutan dan perhutanan sosial telah dihadapkan pada tantangan besar, yaitu hancurnya basis sumberdaya hutan dan lahan, serta rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Hal ini tidak bisa dipungkiri disebabkan karena kebijakan pengurusan sumberdaya hutan dan lahan di masa lalu yang menyisakan banyak persoalan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Dampak dari kegiatan eksploitasi hutan yang berlebihan ini menyebabkan persoalan berupa terjadinya lahan kritis yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan berpengaruh terhadap 9 Berdasarkan SK Menhut No.529/Menhut-II/2012 6

fungsi hutan secara ekonomis dan ekologis. 10 Luasan lahan kritis kawasan hutan di Kalimantan Tengah disajikan dalam tabel 1.3 di bawah ini. Tabel 1.3. Rekapitulasi Lahan Kritis Kawasan Hutan Per- Kabupaten/Kota se-kalimantan Tengah No. Kabupaten/Kota Jumlah Lahan Kritis (Ha) Tahun 2011 1. Gunung Mas 349.522,47 2. Kapuas 510.295,11 3. Katingan 486.632,59 4. Palangka Raya 90.063,91 5. Pulang Pisau 494.751,46 6. Kotawaringin Timur 815.424.41 7. Seruyan 678.234,00 8. Kotawaringin Barat 280.914,34 9. Lamandau 182.999,05 10. Sukamara 221.115,11 11. Murung Raya 175.773,50 12. Barito Selatan 127.746,40 13. Barito Utara 101.651,90 14. Barito Timur 59.786,80 Jumlah Total 4.574.911,05 Sumber : data Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Kondisi seperti ini tetap berlanjut sampai saat ini. Hal seperti ini juga tidak terlepas dari adanya otonomi daerah dan maraknya pengembangan daerah yang berorientasi untuk mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana 10 Makalah Ekspose RHL, Op.Cit. 7

pembangunan ekonomi lebih diutamakan daripada pembangunan ekologi atau pelestarian lingkungan hidup. 11 Beranjak dari kenyataan dan permasalahan tersebut di atas, semestinya dengan adanya kebijakan dana bagi hasil sumber daya alam kehutanan dapat lebih meningkatkan pemerataan pembangunan di daerah, dan lebih memberikan manfaat dalam rangka pembangunan kehutanan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama untuk masyarakat di daerah yang merasakan dampak langsung dari adanya kebijakan tersebut. Oleh karena itu maka dalam penelitian ini akan lebih memfokuskan pada kebijakan alokasi dana bagi hasil sumberdaya alam kehutanan di Provinsi Kalimantan Tengah, yang meliputi beberapa penerimaan yang berasal dari luran Izin Usaha Pernanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah mengapa alokasi dana bagi hasil sumber daya alam kehutanan kurang bermanfaat bagi konservasi lahan di Provinsi Kalimantan Tengah? Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, peneliti menurunkannya menjadi 2 (dua) sub pertanyaan, yakni: 11 Makalah Ekspose RHL, Op.Cit. 8

a. Bagaimanakah implementasi dana bagi hasil sumber daya alam kehutanan di Provinsi Kalimantan Tengah? b. Bagaimanakah dukungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam kebijakan konservasi lahan dan faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam upaya konservasi lahan di Provinsi Kalimantan Tengah? 1.3. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui implementasi dana bagi hasil sumber daya alam kehutanan di Provinsi Kalimantan Tengah. 2. Untuk mengetahui dukungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam kebijakan konservasi lahan dan faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam upaya konservasi lahan di Provinsi Kalimantan Tengah. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan saran khususnya bagi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, dan bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah secara umum dalam 9

melaksanakan kebijakan alokasi dana bagi hasil sumber daya alam dan dalam upaya mendukung kegiatan konservasi lahan untuk pembangunan sektor kehutanan di masa yang akan datang. Sedangkan bagi peneliti lainnya sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 10