TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

dokumen-dokumen yang mirip
SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

TINJAUAN YURIDIS TENTANG SYARAT DAN PENERAPAN PENGGUNAAN PERSANGKAAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA BOBY PRASETYA / D.

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

TINJAUAN YURIDIS TENTANG SYARAT DAN PENERAPAN PENGGUNAAN PERSANGKAAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA BOBY PRASETYA / D

ELIZA FITRIA

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENERAPAN SUMPAH PEMUTUS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MEHDIANTARA / D

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

TENTANG DUDUK PERKARANYA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. EKSEKUSI YANG TIDAK DAPAT DIJALANKAN MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Rahmawati Kasim 2

JAMINAN. Oleh : C

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

KEWENANGAN PENGADILAN DALAM MENGADILI MENURUT HUKUM TANPA MEMBEDA-BEDAKAN ORANG (ASAS OBYEKTIFITAS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN SITA JAMINAN ATAS HARTA PERKAWINAN DALAM PERKARA PERCERAIAN VERAWATY KOJUNGAN / D

Kecamatan yang bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan tingkah laku. Situasi yang demikian membuat kelompok itu

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PRODEO (Selayang Pandang Implementasi SEMA No. 10 Tahun 2010 Oleh : Firdaus Muhammad Arwan

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

PROSEDUR BERPERKARA TATA CARA PENGAJUAN PERKARA (VIA BANK)

PEMBANDING, pekerjaan, agama Islam, bertempat tinggal di. .., Kelurahan Kecamatan Kabupen. , dalam hal ini diwakil oleh kuasa hukumnya

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

EKSEKUSI RIEL PUTUSAN HAKIM TERHADAP BENDA TIDAK BERGERAK

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

EKSEKUSI TANAH TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA Muhammad Ilyas,SH,MH Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

EVITAWATI KUSUMANINGTYAS C

PENETAPAN AHLI WARIS DAN P3HP /PERMOHONAN PERTOLONGAN PEMBAGIAN HARTAPENINGGALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

BERPIKIR MENURUT HUKUM TERHADAP PRINSIP NON EKSEKUTABEL JIKA OBYEK EKSEKUSI TELAH BERPINDAH TANGAN Oleh: H. Syamsul Anwar.*

PERANAN HAKIM DAN PARA PIHAK DALAM USAHA UNTUK MEMPERCEPAT PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Hukum merupakan kaidah atau norma yang hidup dalam masyarakat

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

Kata Kunci : Alat Bukti, Sumpah dan Pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

Oleh Ariwisdha Nita Sahara NIM : E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo)

Oleh Helios Tri Buana

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 1975 TENTANG SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG)

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.

TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PERDATA PELAYANAN PERKARA PRODEO

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum

BAB I PENDAHULUAN. Eksekusi atau pelaksanaan putusan ialah tindakan yang dilaksanakan secara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

KESIMPULAN. saja Kesimpulan dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan

UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet) Syahrul Sitorus

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

Transkripsi:

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D 101 09 643 ABSTRAK Pemeriksaan suatu perkara perdata dimulai pada tingkat Pengadilan Negeri, kemudian pengadilan negeri yang memeriksa, lalu menjatuhkan putusannya, dan bilamana ada salah satu pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri tersebut, maka ia dapat mengajukan upaya banding pada tingkat pengadilan tinggi. Bilamana pemeriksaan banding telah menjatuhkan putusan lalu masih ada pihak merasa tidak puas atas putusan tersebut, maka ia dapat mengajukan permohonan pada tingkat kasasi kepada Mahkamah Agung. Berdasar pada putusan Mahkamah Agung inilah putusan hakim memperoleh kekuatan hukum yang tetap/pasti (inkracht van gewijsde). Adapun data yang diperoleh dilakukan dengan cara menelaah hukum acara perdata serta publikasi ilmiah dan sumber lainnya yang ada relevanasinya dengan permasalahan tersebut. Untuk melengkapi data yang diperoleh dilakukan wawancara dengan berbagai pihak antara lain hakim, panitera, pengacara/penasehat hukum dan pihak-pihak lain yang berkenaan dengan permasalahan eksekusi. Kata Kunci : Kendala-Kendala Eksekusi Yang Telah Inkracht. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelesaian perkara perdata tidak hanya tercapainya suatu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap/pasti, akan tetapi bagaimana pemenuhan dan pelaksanaan putusan tersebut dengan lancar dan tertib. Untuk pelaksanaan putusan ini ketentuan dan dasar hukum serta petugas yang menjalankannya sudah diatur baik dalam HIR ataupun Rgb maupun Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 (Undang-undang tentang peradilan umum), akan tetapi kenyataannya sehari-hari ketika melihat betapa sulitnya pelaksanaan putusan pengadilan itu kendala atau hambatan dalam pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan itu akan menimbulkan keresahan dan perasaan pesimistis untuk menempuh penyelesaian perkara perdata di pengadilan, kendala eksekusi memberikan suatu gambaran pada kita bahwa azas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan makin hari makin tidak memberi harapan kepada para pencari keadilan, bahkan semakin mendekati adanya ketidak pastian. Sekalipun dalam kenyataan pada masyarakat, seringkali pihak yang kalah dalam perkara perdata tidak mau metaati isi putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau mencari alasan-alasan untuk sengaja mengulur-ulur waktu agar putusan pengadilan dapat di tunda pelaksanaannya. Akibat ketentuan pasal 66 ayat 2 UU ano. 3/2009 tidak bersifat mutlak atau relatif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian dan permasalahan tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji serta mengungkapkan pokok-pokok permasalahan tersebut sebagai berikut : 1. Sejauh mana pelaksanaan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. 2. Apakah yang menjadi kendala atau hambatan sehingga eksekusi perkara perdata tidak dapat dilakukan serta 1

upaya yang dapat dilakukan oleh pihak pemohon eksekusi II. PEMBAHASAN A. Pengertian dan Pengaturan Hukum Putusan Dalam pengajuan gugatan perkara perdata dimuka pengadilan adalah bertujuan memohon penyelesaian dengan putusan pengadilan, dengan harapan agar gugatan penggugat dapat dikabulkan, demikian pula sebaliknya dimana pihak tergugat mengharapkan agar gugatan penggugat di tolak atau tidak atau tidak dapat diterima baik sebahagian maupun secara keseluruhan, yang tentunya hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut diharapkan dapat memberikan putusan dengan tidak memihak, dalam artian bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan benarbenar mencerminkan keadilan. Pengertian putusan sebagaimana dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo bahwa : 1 Suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak Maksud putusan diatas, menunjukkan bahwa putusan adalah suatu putusan akhir yang diucapkan oleh majelis hakim yang berisi kemenangan kekalahan salah satu pihak (penggugat tergugat) dan apabila putusan tersebut sudah dapat dijalankan. Menurut Ridwan Syahrani 2 mengemukakan : 1 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Liberty,Yogyakarta 1985, hlm., 158. 2 Ridwan Syahrani, Hukum Acara Perdata Indonesia, 1981, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm., 83. Putusan pengadilan merupakan suatu yang sangat diinginkan oleh pihak-pihak yangberperkara untuk menyelesaikan perkaranya mereka dengan baik. Sebab dengan putusan pengadilan tersebut pihak-pihak yang berperkara mengharapkan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. Demikian pula yang dikemukakan oleh Abdurrahman 3 : Putusan adalah berisi materi hukum yang menentukan siapa yang benar dan salah terhadap pihak-pihak yang berperkara misalnya dalam poerkara perdata. Dan yang benar itu adalah pemenang. Lain halnya oleh Abdullah Muhammad mengemukakan bahwa : Putusan pengadilan merupakan suatu upaya yang dilakukan penggugat untuk mengembalikan haknya. Pandangan tersebut diatas menunjukkan bahwa suatu putusan hakim dalam perkara maupun hasil pertimbangan hakim yang didasarkan atas alasan yang benar menurut hukum untuk memenangkan salah satu pihak yang berperkara, yang didasarkan atas fakta-fakta hukum yang telah terungkap dalam persidangan, dengan demikian maka dasar itulah sehingga hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut dapat memutuskannya. Akan tetapi bilamana dalil-dalil yang dikemukakannya tidak bersesuaian atau tidak dapat dibuktikan dalam persidangan, maka tentunya apa yang didalilkan dalam gugatan tersebut akan ditolak atau tidak dapat diterima, 3 Abdurrahman, Pelaksanaan Eksekusi, Jembatan, Jakarta, 1980, hlm.,29. 2

sebagaiman apa yang dilakukan oleh R. Supomo. Bahwa jika penggugat dalam gugatannya ternyata tidak dikabulkan oleh majelis hakim itu berarti bahwa penggugat posisinya berada pada pihak yang kalah, sedangkan pihak tergugat berada pada pihak yang menang. Selanjutnya jika para pihak yaitu penggugat maupun tergugat merasa tidak puas atau keberatan terhadap putusan pengadilan maka kedua belah pihak atau yang bersangkutan dapat mengajukan upaya hukum yaitu dengan mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi setempat, dan kalau ternyata pada Tingkat Pengadilan Tinggi para pihak maupun tergugat merasa belum puas atau keberatan terhadap putusan tersebut maka dapat mengajukan permohonan kasasi pada Mahkamah Agung. Bahkan jika putusan Mahkamah Agung dimaksudkan ternyata masih ada pihak-pihak yang merasa belum puas, dan bersangkutan telah mempunyai bukti-bukti baru masih dimungkinkan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) Upaya Hukum Luar Biasa. Berkaitan dengan pengertian putusan yang penulis kemukakan tersebut, maka putusan majelis hakim dalam suatu perkara perdata tidak begitu saja diputuskan, tetapi putusan itu dijatuhkan setelah melalui beberapa kali tahapan persidangan, seperti yang dikatakan Subekti. Sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan didalam suatu perkara perdata, maka terlebih dahulu harus melalui beberapa tahapan persidangan dan seteah semua tahapan persidangan sudah dilakukan maka hakim atas keyakinannya (tidak berpihak) menjatuhkan putusan yang menurutnya sudah adil. Dengan demikian putusan yang sudah mencerminkan keadilan adalah putusan yang tidak memihak, sebab putusan yang tidak memihak menurut Wirjono Prodjodikoro 4 adalah putusan yang mencerminkan ketidakadilan bagi para pencari keadilan. Selanjutnya Hapsoro W.H memberi pengertian putusan bahwa : Putusan hakim merupakan suatu kesimpulan akhir yang berisi kemenangan atau kekalahan salah satu pihak yang berperkara dalam hal ini (penggugat-tergugat) dan yang kalah masih diberi kesempatan untuk melakukan upaya hukum berikutnya misalnya mengajukan banding, kasasi. Sementara itu uraian panjang mengenai pengertian putusan oleh R Soeroso 5 : Untuk memberi putusan adalah tugas hakim. Putusan itu dituntut suatu keadilan dan untuk itu hakim melakukan kastatering peristiwa yang dihadapi, mengkualifikasi dan mengkanstitusinya. Jadi bagi hakim dalam mengadili suatu perkara yang dipentingkan adalah fakta atupun peristiwa dan bukan hukumnya. Peraturan hukum adalah suatu alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Manakah putusan hakim hukumnya, sehingga siapapun dapat menilai apakah putusan yang dijatuhkan cukup mempunyai alasan yang obyektif atau tidak. Disamping itu 4 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata Indonesia, Sumur, Bandung, 1980.,hlm 67. 5 R. Soeroso, Praktek Hukum Acara Perdata dan Proses Persidangan, Sinar Grafika, 1996, Jakarta, hlm.,76-81. 3

pertimbangan hakim adalah penting dalam pernuatan memori banding dan kasasi. Dari penjelasan diatas maka hal hal yang perlu dicermati adalah bahwa majelis hakim pada Pengadilan Negeri dalam menjatuhkan putusannya, terlebih dahulu menilai fakta atau peristiwa hukumnya yang terungkap dipersidangann, dan bukan mengutamakan hukumnya, B. Pelaksanaan Isi Putusan Dalam Perkara Perdata Permohonan Eksekusi Dalam praktek permohonan Eksekusi pada Pengadilan Negeri, khususnya pada Pengadilan Negeri Palu bahwa pelaksanaan eksekusi putusan perkara perdata, maka terlebih dahulu harus melalui prosedur hukum secara perdata. Permohonan tersebut merupakan tahapan yang terlebih dahulu datakutkan oleh pihak yang menang. Data yang diperoleh penulis di Pengadilan Negeri Palu melalui wawancara dengan Zulfikar, SH pengacara dan konsultan hukum yang saat ini banyak menangani perkaraperkara di Pengadilan Negeri Palu mengatakan bahwa 6. Permohonan eksekusi biasanya diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri yang dimohon oleh pihak yang menang dalam hal ini pihak penggugat. Tetapi permohonan itu hanya dapat dilakukan jika putusan hakim sudah mempunyai kekuatan hukum tetap/pasti. Dari hasil wawancara tersebut, maka dapat dipahami bahwa yang mengajukan permohonan eksekusi dalam putusan perdata adalah yang menang yang pada umumnya dilakukan oleh penggugat, tetapi permohonan itu hanya dapat dilakukan jika putusan hakim sudah mempunyai kekuatan hukum tetap/pasti. Demikian pula pengacara/penasehat hukum yang berkantor di Palu yang juga banyak menangani perkara perdata di pengadilan Negeri Palu. Mengatakan : Pelaksanaan eksekusi baru dapat dilakukan oleh Pengadilan Negeri bilamana pihak yang menang dalam perkara perdata tersebut telah mengajukan permohonan eksekusi yang tentunya perkara itu sedah mempunyai kekuatan hukum yang pasti atau apa yang disebut dengan Incracht van gewijsde sertab telah menyelesaikan persyaratanpersyaratan administrasi. Menurut H.A Apiore, SH Panitra Pengadilan Negeri Palu mengemukakan : Penggugat yang memenangkan dalam perkara itu, lalu ia mengajukan permohonan eksekusi atau kedudukannya disebut pemohon eksekusi, sedangkan pihak yang kalah dalam hal ini pihak tergugat disebut termohon eksekusi 7. Maka penulis mengetahui bahwa : a. Orang yang mengajukan permohonan eksekusi disebut pemohon eksekusi. b. Pihak yang kalah, kedudukannya disebut sebagai pihak termohon eksekusi dan c. Obyek disebutkan dalam perkara perdata tersebut adalah onyek yang akan tereksekusi. Pada huruf a di atas, pemohon eksekusi juga dapat berarti satu orang atau lebih yang sama-sama selaku pemohon eksekusi. Demikian pula pada hurup b yang termohon eksekusi dapat berarti satu orang atau lebih. Jadi tergantung banyaknya piha-pihak yang 6 Wawancara dengan Zulfikar, SH, Pengacara & Konsultan Hukum, pada tanggal 06 Desember 2012. 7 Wawancara dengan H. A. Apiore, SH Panitra Pengadilan Negeri Palu, 11 Desember 2012. 4

mempunyai hubungan hukum atau peristiwa yang terkait secara langsung dengan perkara tersebut hingga perkara itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/pasti. Bagian c dimaksud yakni obyek yang tereksekusi yang juga berbagai macam bentuk dan jenis misalnya empang, sawah atau kebun, rumah dan lainnya yang merupakan harta atau kekayaan pemohon eksekusi yang dikuasai oleh termohon eksekusi. Menurut Haryanto, SH Hakim Pengadilan Negeri Palu, mengemukakan : Permohonan eksekusi yang diajukan oleh pemohon eksekusi (pihak yang menang) dalam perkara perdata, biasanya dilakukan jika: a. Putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap/pasti. b. Jika termohon eksekusi tidak mau bersedia menyerahkan obyek sengketa secara sukarela kepada penggugat. Pemohon eksekusi terhadap putusan pengadilan, belum biasa dilaksanakan bilamana pihak yang kalah dimana dalam tanggung jawab yang diberikan Undang-undang yaitu 14 hari setelah putusan dibacakan oleh majelis hakim, pihak tergugat tidak menyatakan banding atau lewat tenggang waktu tersebut, maka barulah pihak penggugat atau pemenang mengajukan permohonan eksekusi pada Pengadilan Negeri Palu. dalam waktu permohonan eksekusi berisi : a. Alasan-alasan mengajukan permohonan eksekusi yang merujuk pada berita acara atau isi putusan b. Mencantumkan identitas para pihak serta onyek sengketa yang dimohon tersebut. c. Bersedia untuk membayar biayabiaya eksekusi. Demikian wawancara penulis bersama dengan Hartawan Supu, SH. 8 Pengacara praktek mengenai isi dan permohonan eksekusi pada Pengadilan Negeri Palu 8. Dari beberapa penjelasan yang dikemukakan oleh praktisi hukum tersebut yang dalam prakteknya khususnya pada Pengadilan Negeri Palu juga penulis telah mewawancarai Razak salah seorang pemohon eksekusi pada tahun 1999, mengatakan : Bahwa pada tahun 1999 lalu saya mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri Palu dengan H. Hasim yang telah menguasai tanah kebun saya seluas 2 Ha tanpa hak. Dan putusan majelis hakim mengabulkan gugatan saya setelah lewat 14 hari gugatan tidak mengajukan banding serta tidak menempuh upaya hukum lainnya, maka saya mengajukan permohonan eksekusi 9. Dan hasil wawancara penulis tersebut diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan eksekusi perkara perdata bagi pihak yang menang baru dapat dilakukan oleh pihak Pengadilan bilamana putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap/pasti. Biaya Eksekusi Berkaitan dengan permohonan eksekusi yang diajukan oleh pihak penggugat dalam perkara perdata, maka proses selanjutnya jika permohonan itu sudah dilakukan oleh pemohon, dan permohonannya dikabulkan maka majelis hakim melalui Ketua Pengadilan Negeri Palu memanggil para pihak untuk didengar keterangannya serta memerintahkan kepada pihak tergugat agar mau menyerahkan obyek sengketa secara sukarela. Wawancara dengan Hartawan Supu, SH, tanggal 14 Desember 2012. 9 Wawancara dengan Razak salah seorang permohon eksekusi, 15 Desember 2013. 5

Jika sekiranya pihak tergugat tetap tidak akan mau menyerahkan secara sukarela kepada pihak penggugat, maka barulah upaya hukum secara paksa dilakukan melalui eksekusi. Dengan permohonan eksekusi, maka segala biaya akan dibebankan kepada pihak pemohon. Adapun mengenai besar biaya eksekusi menurut data yang diperoleh pada Pengadilan Negeri Palu juga beraneka ragam. Menurut Amir Mapiase, SH bahwa biaya eksekusi terhadap suatu perkara perdata di Pengadilan Negeri Palu tidak ada ketentuan secara khusus sebab biasanya disesuaikan dengan : a. Nilai obyek sengketa yang akan di eksekusi b. Jarak mengenai obyek yang akan di eksekusi c. Kondisi dilapangan terhadap obyek sengketa Demikian pula hasil wawancara penulis terhadap Haryanto, SH hakim pada Pengadilan Negeri Palu mengatakan : Besarnya biaya eksekusi, biasanya ditentukan oleh nilai obyek sengketa serta kondisi yang kemungkinan dapat terjadi setelah eksekusi dilakukan oleh pihak Pengadilan misalnya bantuan keamanan dari pemerintah setempat. Berdasarkan kedua responden diatas, kiranya telah cukup jelas bahwa biaya eksekusi yang dibebankan kepada pemohon eksekusi adalah merupakan suatu syarat bagi pemohon eksekusi, sebab pengadilan baru dapat melaksanakan kalau persyaratan telah diselesaikan oleh pemohon eksekusi tersebut. Pelaksanaan Eksekusi Tidak semua putusan yang diperoleh kekuatan hukum yang pasti dapat di eksekusi sebab bila pihak yang merasa kalah secara sukarela telah menyerahkan apa yang menjadi obyek sengketa kepada pihak pemohon eksekusi, misalnya putusan perceraian, pembatalan perkawinan atau semua putusan yang bersifat constitutif. Pelaksanaan eksekusi baru dapat dilakukan oleh pihak pengadilan jika pihak pemohon eksekusi telah membayar semua biaya-biaya administrasi yang telah ditentukan pada pengadilan tersebut kemudian pengadilan akan menentukan hari serta tanggal pelaksanaanya dengan mempersiapkan hal-hal yang berkaitan untuk itu seperti meminta bantuan kepada aparat keamanan, memberitahukan Kepada Lingkungan, Kepada Desa, Camat serta tokoh masyarakat. Penyampaian tersebut dimaksudkan agar dapat menyelesaikan bahwa eksekusi telah dilaksanakan, serta menjaga kemungkinan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan pada saat pelaksanaan eksekusi di lokasi, seperti pihak yang tereksekusi mengadakan perlawanan fisik dan sebagainya. Sebab dalam prakteknya pelaksanaan eksekusi khususnya perkara perdata sering terjadi adanya perlawanan fisik sehingga mengakibatkan korban yang tidak terhindarkan. C. Kendala Kendala Eksekusi Yang telah Incracht Seperti penulis kemukakan bahwa pelaksanaan eksekusi dalam perkara perdata memiliki suatu resiko yang tinggi sebab mengeksekusi obyek perkara adalah merupakan upaya paksa yang dilakukan oleh pihak tergugat kepada pemohon eksekusi. Mengeksekusi berarti memaksa pihak tereksekusi untuk mengosongkan atau menyerahkan obyek sengketa kepada pihak pemohon eksekusi. apabila tereksekusi tetap bertahan diatas obyek sengketa dalam arti tidak mau menyerahkan kepada pemohon 6

eksekusi, maka dapat mengakibatkan ditangguhnya pelaksanaan eksekusi. Sebab salah satu kendala atau hambatan terhadap pelaksanaan eksekusi terjadi penundaan di pengadilan adalah menyangkut keamanan, dimana pihak yang tereksekusi mengadakan perlawanan. III. PENUTUP 1. Tidak selamanya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap/pasti dapat dieksekusi, pelaksanaan eksekusi tidak perlu dilakukan jika termohon eksekusi taat dan tunduk pada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Demikian halnya putusan yang memang tidak perlu dimohonkan eksekusi oleh salah satu pihak yang berperkara, misalnya putusan yang termasuk jenis putusan yang bersifat constitutif (pencipta). Adapun pelaksanaan eksekusi dapat dilakukan oleh pengadilan bilamana pihak tereksekusi tidak menyerahkan obyek sengketa kepada pihak pemohon eksekusi, serta tidak taat dan tunduk pada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap/pasti. 2. Adapun alasan-alasan yang mempengaruhi sehingga eksekusi mengalami kendala-kendala adalah karena disebabkan jarak obyek tereksekusi tidak dapat dijangkau oleh kendaraan, biaya eksekusi cukup mahal, adanya perlawanan oleh pihak tereksekusi dan pihak dieksekusi mendapat dukungan oleh masyarakat setempat, serta aparat kepolisian lamban dalam melakukan tugasnya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pengadilan atau pemohon eksekusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut adalah adanya kerjasama dengan pihak antara pihak keamanan, pihak pemerintahan dengan tokoh masyarakat setempat. 7

DAFTAR PUSTAKA Andullah Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Alumni bandung, 1978. Andi Tahir Hamid, Hukum Acara Perdata serta Susunan dan Kekuasaan Pengadilan, Bina Ilmu Surabaya, 1986 C.S.T. Kansil, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara,Pradnya Paramitha, Jakarta, 1991 K. Wandjik saleh, Hukum Acara Perdata Rbg/HIR, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oerip kartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta,1980 R.Suroso, Praktek Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proses Persidangan, Sinar Grafika, Jakarta, 1996 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta,1985 Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina cipta, Bandung,1997 Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Perdata Indonesia, Sumur Bandung,1980 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Perasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jambatan Jakarta,1995 Undang-Undang No.3 tahun 2009, Tentang Mahkamah Agung, Varia Peradilan, Ikahi, Jakarta. Undang-Undang No.49 tahun 2009, Tentang Peradilan Umum, Jakarta. Undang-Undang No.48 tahun 2009, Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Jakarta. Ridwan Syahrani, Hukum Acara Perdata Indonesia, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1981 Abdurrahman, Pelaksanaan Eksekusi, Jambatan, Jakarta (1980-Hlm 29) 8

BIODATA PENULIS NAMA : TEGUH SURIYANTO TEMPAT/TANGGAL LAHIR : PALU, 10 DESEMBER 1978 JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI AGAMA : ISLAM ALAMAT : JL. G. BOSA NO. 3 A PALU NO. TELEPON : 081341441910 9