BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL. Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar

RechtsVinding Online

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penegak hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

FUNGSI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DALAM PRODUK KOSMETIKA DI KOTA SAMARINDA

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Ketentuan konstitusi tersebut berarti bahwa dalam praktek

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

REKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM PEMASYARAKATAN BAGIAN ANAK

I. PENDAHULUAN. Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH *

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

I. PENDAHULUAN. Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua kalangan

- 9 - No. Permasalahan Tujuan Tantangan Indikator Keberhasilan Fokus

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENGAWASAN DI BIDANG KESEHATAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian yang penulis lakukan maka

BAB I PENDAHULUAN. Hukum keimigrasian di Indonesia telah ada sejak pemerintahan Kolonial Belanda. Ketentuan

KEBIJAKAN BEBAS VISA KUNJUNGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia seperti yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 3. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreat

Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TASIKMALAYA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sesuai dengan Universal Declaration of Human Rights kesehatan adalah hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah no.2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019. Adapun bagian penting dari unsur kesehatan itu sendiri terdiri dari dana kesehatan, tenaga kesehatan yang lebih populernya disebut sebagai praktisi kesehatan, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan serta teknologi yang digunakan untuk menjalankannya. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. (UU no.36 tahun 2009). Unsur sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, karena unsur ini merupakan unsur fisik yang memerlukan pengawasan secara tepat dan komprehensif agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam penggunaan maupun peredarannya. Seperti yang menjadi salah satu isu nasional dan internasional adalah penyalahgunaan dan peredaran ilegal dari narkoba (Nadhira, 2010).

Peredaran dan penyalahgunaan obat merupakan permasalahan yang ada diseluruh belahan dunia. Diantara kejahatan transnasional lainnya, peredaran obat bisa dikatakan paling mengkhawatirkan karena tidak hanya terjadi di negara tertentu, melainkan merata persebarannya. Kemajuan teknologi dan globalisasi dunia serta open market yang sedang berlangsung justru mempermudah berbagai akses maupun jangkauan peredaran obat. (Kerr et.al., 2005). Selain permasalahan obat-obatan, permasalahan kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya juga menjadi isu penting yang tidak kalah berbahaya dibandingkan dengan obat tradisional ilegal. Berbagai masalah kerusakan kulit dan bahkan kanker kulit telah terjadi akibat dari menggunakan kosmetika ilegal dan mengandung bahan berbahaya. Demikian juga dengan obat-obatan palsu dan yang memiliki kualitas jelek akan dapat memperburuk kualitas kesehatan masyarakat (Khan dan Khar, 2015) Dengan disadarinya bahwa peredaran dan penyalahgunaan obat dan makanan harus ditanggulangi secara tepat dan cepat, seluruh negara di dunia mempunyai strategi dalam usaha meminimalisasi permasalahan obat dan makanan di wilayahnya masing-masing (Nadhira, 2010), termasuk Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya regulasi internasional tentang peredaran obat dan makanan, terutama regulasi yang dikeluarkan oleh WHO (World Health Organization). Kebijakan mengenai sediaan farmasi disetiap negara selalu berkaitan dengan kepentingan ekonomi, politik dan sosial. Hal ini harus sejalan dengan perencanaan jangka panjang untuk pembangunan masyarakat yang sehat

secara fisik dan mental dalam perancangan dan pembuatan kebijakan tentang obat dan makanan itu. Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah salah satu Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab terhadap keamanan penggunaan sediaan farmasi yang beredar di tanah air. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan POM RI melakukan pengawasan pre-maket dan post market, hal ini tertuang dalam misi badan POM, yaitu Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat. Dalam melakukan penegakan hukum pada bidang obat dan makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia menjadi institusi utama dalam mengemban pelaksanaannya. Hal ini tertuang dalam Pasal 67 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, bahwa Badan POM RI melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai institusi yang mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan terhadap obat dan makanan, Badan POM akan menindaklanjuti setiap pelanggaran di bidang obat dan makanan dengan pemberian sanksi administratif dan sanksi projustitia / penyidikan. Apabila dalam pelanggaran tersebut terdapat dugaan tindak pidana maka akan dikenakan sanksi pro-justitia. Upaya yang dilakukan oleh Badan POM dalam melakukan pengawasan obat dan makanan tesebut disebut sebagai melakukan tindakan penegakan hukum yang khususnya melakukan penyidikan terhadap pelangaran (tindak pidana) obat dan makanan. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera dan pencegahan bagi

pelaku tindak pidana pelanggaran hukum terhadap peraturan tentang obat dan makanan yang berlaku di Indonesia. Propinsi Sumatera Barat yang terdiri dari 19 Kabupaten / Kota juga tidak luput dari pelaku tindak pidana dalam bidang obat dan makanan. Hal ini terbukti dengan adanya rata-rata 9 (sembilan) kasus projustitia yang diadili sampai ketingkat Pengadilan Negeri setiap tahunnya dalam rentang tahun 2013 sampai dengan tahun 2016. Tabel 1.1 Kasus Penyidikan Obat dan Makanan di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 No. Tahun Pangan Obat Tradisional Jumlah Kasus Obat Tanpa Kewenangan Kosmetik Total Kasus 1. 2013 3 1 7 0 11 2. 2014 3 1 5 0 9 3. 2015 1 2 5 2 10 4. 2016-5 2 2 9 Diantara kasus yang peneliti anggap sebagai kasus serius adalah adanya kasus peredaran obat tradisional ilegal pada tahun 2014 dengan nilai temuan diperkirakan Rp.514.000.000,-. (Laporan Kemajuan Penyidikan 2014). Terjadi pula peredaran kosmetik ilegal pada tahun 2015 dengan nilai temuan diperkirakan mencapai Rp. 1 milyar. (Laporan Kemajuan Penyidikan 2015). Selanjutnya pada tahun 2016 telah dilakukan penyidikan yang didominasi oleh peredaran produk obat dan kosmetik ilegal. (Laporan Kemajuan Penyidikan tahun 2016). Kejadian ini berulang setiap tahun seolah-olah tidak menimbulkan efek jera bagi para pelakunya,

dan seolah-olah tidak memberikan efek peringatan keras bagi pelaku usaha lain yang telah mengetahui adanya kasus tersebut. Penegakan hukum, khususnya kegiatan penyidikan ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum menurut proporsi ruang lingkup masing-masing, serta didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung tujuan yang hendak dicapai. (Sanyoto, 2008). Namun dalam pelaksanaannya dilapangan, penegakan hukum obat dan makanan khususnya dalam bidang sediaan farmasi ilegal di propinsi Sumtera Barat ini tidaklah berjalan mulus, dengan kata lain masih terdapat permasalahan dan kelemahan ditinjau dari berbagai sudut pandang hukum, baik dari segi substansi hukum, struktur hukum serta budaya hukum (Friedman, 2013) yang berjalan dalam kehidupan masyarakat Sumatera Barat, seperti adanya permasalahan yang dikemukakan diatas. Hal ini mungkin terjadi karena lemahnya penegakan hukum serta manajemen penyidikan tindak pidana obat dan makanan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Peneliti menganggap perlu meneliti permasalahan mengenai proses penyidikan dalam rangka penegakan hukum yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam menangani kasus peredaran sediaan farmasi ilegal di Provinsi Sumatera Barat, yang dalam hal ini dilakukan oleh PPNS Balai Besar POM di Padang. Penelitian ini akan mengkaji dari sudut pandang manajemen penyidikan

yang dilakukan dengan menganalisis proses penyidikan oleh PPNS Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Padang. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat dirumuskan masalahnya yaitu : 1. Bagaimana proses penyidikan sediaan farmasi ilegal di Povinsi Sumatera Barat? 2. Apa permasalahan yang ada dalam melakukan penyidikan sediaan farmasi ilegal di Provinsi Sumatera Barat? 3. Apa strategi perbaikan yang dapat dilakukan agar penyidikan sediaan farmasi ilegal di Provinsi Sumatera Barat dapat berjalan dengan efektif? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penyidikan kasus pengedaran sediaan farmasi ilegal di provinsi Sumatera Barat dan menyusun prioritas strategi perbaikannya. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini antara lain adalah untuk : a. Mengidentifikasi kesesuaian proses perencanaan penyidikan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut penyidikan sediaan farmasi ilegal oleh Balai Besar POM di Padang dengan peraturan perundangundangan yang berlaku

b. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh penyidik PPNS Balai Besar POM di Padang dalam melakukan penyidikan sediaan farmasi ilegal di Provinsi Sumatera Barat. c. Menyusun usulan perbaikan yang mungkin dilakukan untuk menghasilkan penyidikan sediaan farmasi ilegal oleh Balai Besar POM di Padang yang lebih efektif. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberikan informasi tentang proses penyidikan sediaan farmasi ilegal di Provinsi Sumatera Barat. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti dapat meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti pendidikan di program studi S2 Farmasi Universitas Andalas terutama bidang Manajemen Farmasi. b. Bagi Balai Besar POM di Padang dapat mengungkap proses penyidikan sediaan farmasi ilegal termasuk kendala yang dihadapi dan upaya yang mungkin dilakukan untuk mengatasinya.