BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF

BAB I PENDAHULUAN. Sebab pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. Anak-anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI A.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam belajar. Gaya kognitif diartikan oleh Keefe (1987:7) merupakan bagian dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Deslyn Everina Simatupang, 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

I. PENDAHULUAN. pembelajaran. Dalam perkembangan selama ini SMP Negeri 1 Way Bungur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya akan selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu,

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 TIBAWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. orientasi pendidikan pada basis kognitivisme disempurnakan menjadi berbasis

PENERAPAN METODE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA BANGUN DATAR KELAS V SEMESTER II DI SDN 2 CINGKRONG PURWODADI GROBOGAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Jolanda Dessye Parinussa, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam pembelajaran matematika. Matematika adalah ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Pencapaian standar

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

Fachry Erick Mohammad, Baharuddin Paloloang, dan Sukayasa

skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Biologi Oleh Dwi Utami Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

Teori Belajar Kognitif David Ausubel Belajar Bermakna, Zoltan P Dienes Belajar Permainan, Van Heille Pengajaran Geometri

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan. keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

Tingkat kemampuan A B C D 1 Apersepsi 10 2 Motivasi 12 3 Revisi 12

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PPKn MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

Puji Asih Program Studi Pendidikan Matematika ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DI SMP N 2 SEDAYU YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

Rata-rata UN SMP/Sederajat

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan pengetahuan yang bersifat universal dan mempunyai

TEORI BELAJAR VAN HIELE

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan, misalnya dalam menghadapi perubahan zaman,

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan, baik itu ilmu eksak maupun ilmu non-eksak, mulai dari tingkat

Charlina Ribut Dwi Anggraini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Siti Nurul Azimi, Edy Bambang Irawan Universitas Negeri Malang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

I. PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di

Antonius Girsang Guru SMP Negeri 3 Berastagi Surel :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Geometri Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya.dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan.sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi.geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika. Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik.sedangkan Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain. Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang dan ruang.meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan.bahkan, di antara berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan. Rendahnya prestasi geometri siswa juga terjadi di Indonesia.Bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah (Sudarman, 2000:3).Sedangkan di SMP 6

7 ditemukan bahwa masih banyak siswa yang belum memahami konsep-konsep geometri.sesuai penelitian Sunardi (2001) ditemukan bahwa banyak siswa salah dalam menyelesaikan soal-soal mengenai garis sejajar pada siswa SMP dan masih banyak siswa yang menyatakan bahwa belah ketupat bukan jajargenjang. 2.1.2 Tingkat Berpikir van Hiele Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan Belanda, Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, menjelaskan perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri. Menurut teori van Hiele, seseorang akan melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri. Kelima tahap perkembangan berpikir van Hiele adalah tahap 0 (visualisasi), tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), dan tahap 4 (rigor).tahap berpikir van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut: Tahap 0 (Visualisasi) Tahap ini dikenal dengan tahap dasar, tahap rekognisi, tahap holistik, tahap visual.pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar berdasar karakteristik visual dan penampakannya.siswa secara eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek sebagai keseluruhan.oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang ditunjukkan. Tahap 1 (Analisis) Tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif.pada tahap ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya.siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar dan membuat model.meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa. Tahap 2 (Deduksi Informal) Tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap abstrak/relasional, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan.hoffer, Argyropoulos dan Orton menyebut tahap ini dengan tahap ordering.pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri.siswa dapat membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan menggunakan deduksi informal,

8 dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki.meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah metode untuk membangun geometri. Tahap 3 (Deduksi) Tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal.pada tahap ini siswa dapat menyususn bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti.siswa dapat menyusun teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk mengembangkan bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian melalui serangkaian penalaran deduktif. Tahap 4 (Rigor) Clements & Battista juga menyebut tahap ini dengan tahap matematika, sedangkan Muser dan Burger menyebut dengan tahap aksiomatik.pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi.saling keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami. Teori van Hiele mempunyai karakteristik, yaitu (1) tahap-tahap tersebut bersifat hirarki dan sekuensial, (2) kecepatan berpindah dari tahap ke tahap berikutnya lebih bergantung pada pembelajaran, dan (3) setiap tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendirisendiri.burger dan Culpepper juga menyatakan bahwa setiap tahap memiliki karakteristik bahasa, simbol dan metode penyimpulan sendiri-sendiri. 2.1.3 Hasil Belajar Hasil belajar adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pembelajaran (Nasution 2004).Menurut Darsono (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Kesiapan Belajar Faktor kesiapan belajar baik fisik maupun psikologis, sikap guru yang penuh pehatian dan mampu menciptakan situasi kelas yang menyenangkan merupakan implikasi dari prinsip kesiapan ini. 2. Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis bertujuan pada suatu obyek. Pehatian ini timbul karena adanya sesuatu yang menarik sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.

9 3. Motivasi Motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif saat orang melakukan suatu aktivitas. Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang untuk mendorong orang melakukan kegitan tertentu untuk mencapai tujuan. 4. Aktivitas Siswa Aktivitas siswa dapat dilihat dari suasana belajar yang tercipta dalam proses pembelajaran yang berlangsung sehingga siswa terlihat aktif berperan. 5. Mengalami sendiri Dalam melakukan sesuatu sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih mendalam. 6. Pengulangan Adanya latihan-latihan akan berarti bagi siswa untuk lebih meningkatkan kemampuan dan pemahaman materi. 7. Balikan dan Penguatan Balikan adalah masukan yang sangat penting bagi siswa maupun guru.penguatan adalah tindakan yang menyenangkan dari guru terhadap siswa yang telah berhasil melakukan suatu perbuatan belajar. 8. Perbedaan individual Karakteristik yang berbeda baik fisik maupun pebedaan tingkat kemampuan dan minat belajar memerlukan perhatian khusus agar perkembangan siswa tetap berlangsung baik sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa. Slameto dalam Harminingsih (2008) menyatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor dalam terdiri dari: (1) jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), (2) psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), (3) dan kelelahan. Faktor luar yaitu: (1) keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), (2) sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), (3) dan masyarakat

10 (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat). Sekolah merupakan salah satu faktor luar dalam mempengaruhi hasil belajar siswa, sehingga guru sebagai anggota sekolah memiliki peran penting dalam mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk itu, Guru harus memiliki kompetensi dibidangnya, selain itu agar pembelajaran tidak monoton maka guru sebaiknya mampu memvariasikan metode pembelajaran misalkan diskusi inkuiri, praktikum, game dan jigsaw. Penggunaan media pembelajaran yang bervariasi juga dapat mempengaruhi hasil belajar karena siswa merasa senang dalam belajar, motivasi tinggi dan hasil belajarnya dapat maksimal. 2.1.4 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil. Metode pembelajaran ini dapat diartikan sebagai srategi pembelajaran yang terstruktur. Siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada siswa lain, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan sebagainya (Handayani 2007). Hindarto dan Anwar (2007), menyatakan bahwa pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan berproses adalah model pembelajaran kooperatif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Winarno dalam Hindarto dan Anwar (2007) yang menyimpulkan bahwa belajar kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang efektif di sekolah menengah dan baik diterapkan dalam setiap pembelajaran. Muslim dalam Putra (2006), untuk mencapai hasil maksimal unsur-unsur pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: a. Siswa dalam kelompoknya bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompok seperti milik mereka sendiri. b. Siswa haruslah mengetahui bahwa mereka memiliki tujuan sama. c. Siswa berbagi kemampuan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama dalam proses belajarnya. d. Siswa akan diminta pertanggungjawaban secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

11 Tugas kelompok dapat paralel atau komplementer. Tugas paralel berarti semua kelompok mendiskusikan/membahas topik yang sama atau mengerjakan tugas yang sama. Hasil diskusi atau pekerjaan tugas kelompok dibawa dalam diskusi kelas, kemudian dibandingkan satu dengan yang lain untuk disimpulkan bersama. Tugas komplementer berarti masing-masing kelompok mendapat satu topik atau satu tugas yang berbeda dengan topik atau tugas yang diberikan pada kelompok lain. Setiap kelompok dalam diskusi kelas akan mendapat tugas yang berbeda, tetapi masing-masing topik atau tugas itu masih merupakan satu kesatuan dalam keseluruhan materi pelajaran. Masing-masing kelompok memberikan laporan, sehingga siswa dalam kelompok lain akan memperoleh informasi mengenai bagian materi pelajaran yang tidak langsung mereka hadapi. Bagian-bagian itu dihubungkan satu sama lain dalam pembahasan kelas, sehingga saling melengkapi membentuk satu kesimpulan dari keseluruhan materi yang dipelajari (Djamarah & Zain 2006). Tugas yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah tugas kelompok komplementer. Roger dan David Johnson dalam Lie (2004) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Ada lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan untuk mencapai hal yang maksimal, yaitu sebagai berikut; a. Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan pembelajaran. b. Tanggung jawab perseorangan Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur saling ketergantungan positif. Jika tugas dan pola peskoran dibuat menurut prosedur strategi pembelajaran yang sesuai, maka setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. c. Tatap muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini dapat membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dan sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

12 d. Komunikasi antar anggota Unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. e. Evaluasi proses kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. 2.1.5 Pengertian Pembelajaran Cooperative script Cooperative script merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu siswa dengan strategi belajar ini akan bekerja berpasangan dan secara lisan menerangkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Langkah-langkah dalam pembelajaran strategi cooperative script adalah sebagai berikut; a. Guru membagi siswa untuk berpasangan. b. Guru membagikan wacana atau materi bahan pelajaran dan lembar diskusi berupa Lembar Diskusi Siswa untuk didiskusikan bersama kelompoknya. c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d. Pembicara menjelaskan materi yang telah diterima kepada pendengar. Sementara pendengar menyimak, mengoreksi dan menanyakan bagian-bagian tertentu yang belum dipahami. e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, kemudian melakukan kegiatan yang sama seperti di atas. f. Guru memberikan kesimpulan (Kiranawati 2007). Pembelajaran kooperatif dengan strategi cooperative script mempunyai keungulan sebagai berikut; a. Meningkatkan ketelitian dan kecermatan siswa serta tanggung jawab perseorangan. b. Memperdalam pemahaman terhadap materi atau bahan pelajaran

13 c. Setiap siswa akan mendapat peran masing-masing sehingga mempunyai kesempatan untuk menjelaskan suatu bagian materi atau bahan pelajaran pada teman satu kelompoknya. d. Meningkatkan keberanian untuk mengungkapkan kesalahan orang lain secara lisan dan menyampaikan pendapat kepada orang lain. Saling memahami adanya perbedaan individu, karena masing-masing siswa memiliki tingkat ketelitian dan pemahaman yang heterogen (Kiranawati 2007). Penelitian yang telah dilakukan oleh Manchine et all. (1998) tentang analisis pembelajaran strategi cooperative script yang telah dilakukan pada kelas pendidikan psikologi menunjukkan bahwa pembelajarannya menjadi efektif dan dapat meningkatkan pembelajaran secara optimal. Strategi cooperative script terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok lama dan kelompok baru.pembentukan kelompok lama sebagai tahap penugasaan masing-masing kelompok untuk membahas dan mendiskusikan topik materi yang diterima, sedangkan pembentukan kelompok baru sebagai tahap penularan yaitu masing-masing siswaanggota kelompok dari kelompok lama bertemu membentuk kelompok baru setelah pembahasan dan diskusi kelompok lama tersebut selesai. Pada kelompok baru ini salah satu anggota kelompoknya akan berperan sebagai pembicara seperti seorang guru menjelaskan topik materi yang diterimanya dari kelompok lama kepada teman lainnya yang berperan sebagai pendengar dalam satu kelompoknya, kemudian bertukar peran sampai semua anggota kelompok dalam kelompok baru ini berperan sebagai pembicara dan sebagai pendengar. Kerangka pelaksanaan pembelajaran cooperative script adalah sebagai berikut; a. Tahap Pendahuluan merupakan tahap awal seorang guru sebelum proses pembelajaran dilakukan, yaitu proses pembelajaran dengan metode kooperatif tipe cooperative script meliputi: (1) Review, apersepsi, motivasi; (2) Penjelasan guru kepada siswa tentang tujuan pembelajaran; (3) Pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa dengan kemampuan yang heterogen; (5) Pembagian materi dan Lembar Diskusi Siswa (LDS) pada masing-masing kelompok lama. b. Tahap Penguasaan merupakan tahap pembekalan materi dimana setiap siswa harus memiliki pemahaman mengenai materi yang diterimanya. Adapun tahapannya meliputi: (1) Siswa dengan topik materi atau soal pada lembar diskusi siswa (LDS)

14 yang sama bergabung dalam kelompok lama dan berusaha menguasai serta memahami topik materi yang diterimanya; (2) Guru memberikan bantuan seperlunya. c. Tahap Penularan merupakan tahap dimana setiap siswa harus memiliki kemampuan lebih dalam mengajarkan materi kepada temannya seperti layaknya seorang guru. Adapun tahapannya sebagai berikut: (1) Masing-masing kelompok lama yang sudah menguasai materi membentuk kelompok baru dengan siswa pada kelompok lama lain yang berbeda topik materi; (2) Kelompok baru menjadi beberapa kelompok, masingmasing kelompok terdiri dari siswa yang berbeda topik materi pada kelompok lama; (3) Tiap siswa dalam kelompok yang baru saling bekerjasama memberikan penjelasan dan menerima materi untuk mendapatkan pemahaman. Kegiatan ini dilakukan dengan berperan sebagai pembicara yaitu berperan untuk menjelaskan topik materi yang telah diterimanya dari kelompok lama dan berperan sebagai pendengar menerima penjelasan dari pembicara; (4) bertukar peran sampai semua siswa dalam kelompok tersebut sudah berperan sebagai pembicara dan pendengar; (5) Terjadi diskusi siswa; (6) Guru memonitoring kerja kelompok tersebut. d. Tahap Penutup merupakan tahap akhir dari pelaksanaan pembelajaran strategi cooperative script, meliputi: (1) Memberikan soal evaluasi berupa tes formatif; (2) Kesimpulan dari proses pembelajaran (Kiranawati 2007). 2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang relevan a) Nurdiansah,Dia.2008. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Script terhadap kemampuan berpikir kritis dan ketuntasan hasil belajar pada siswa Kata Kunci: Cooperative script, Kemampuan berpikir kritis, Hasil belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan menyiapkan siswa agar memiliki hubungan sosial yang sehat akhir-akhir ini banyak dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif. Salah satunya adalah cooperative script. Sejumlah studi tentang cooperative script ini telah konsisten menemukan bahwa siswa yang belajar dengan cara ini dapat belajar dan mengendapkan materi lebih banyak daripada siswa yang membuat ringkasannya sendiri atau mereka yang hanya sekedar Matematika materi pelajaran itu.

15 Ada suatu hal yang menarik, siswa mendapatkan peningkatan hasil belajar dari aktivitas ini, peningkatan yang lebih besar diperoleh untuk bagian materi saat siswa mengajarkan bagian materi itu kepada pasangannya daripada materi saat siswa berperan sebagai pendengar (Spurlin, dkk dalam Nur & Wikandari, 2004). b) Kusmiyati,Ririn,(2009).Meningkatkan Motivasi dan hasil belajar matematika siswa melalui Model pembelajaran Cooperative Script Kata kunci:cooperative Script, Motivasi, dan Hasil Belajar Salah satu pembelajaran yang konstruktivistik adalah pembelajaran Cooperative Script. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Script dan mengetahui peningkatan hasil belajara siswa dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Script Hasil penelitian sebelum dan sesudah dikenai model pembelajaran Cooperative Script menunjukkan Persentase rata-rata motivasi belajar dari kelima elemen motivasi, yaitu tekun menghadapi tugas, minat, mandiri, percaya diri, dan senang memecahkan masalah mengalami peningkatan. Persentase sebelum model pembelajaran Cooperative Script sebesar 44,78 % dan sesudah dikenai model pembelajaran Cooperative Script sebesar 75%, yang artinya mengalami peningkatan sebesar 30,214%. Sedangkan untuk ketuntasan belajar klasikal pada siklus I yaitu 32,26%; mengalami kenaikan pada siklus II menjadi 61,29%; dan pada siklus III mengalami kenaikan menjadi 87,096%. Hal ini berarti bahwa pembelajaran kooperatif model Cooperative Script efektif dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa. 2.3 Kerangka Pikir Prosedur PTK ini merupakan siklus dan dilaksanakan sesuai perencanaan tindakan atau perbaikan dari perencanaan tindakan terdahulu.tindakan dilakukan secara siklus, maksudnya setelah dilakukan tindakan pertama selesai dapat dilakukan evaluasi, bila hasilnya belum sesuai dengan yang diinginkan maka dapat disusun rencana untuk melakukan tindakan kedua, begitu seterusnya.

16 Kemampuan siswa kelas IV SD Negeri Kambangan 01tidak sama, hal ini yang menyebabkan hasil belajar mereka juga berbeda. Tidak semua siswa dapat mencapai KKM yang telah ditentukan, sehingga perlu dicari solusi dari hal tersebut. KONDISI AWAL GURU Belum menggunakan alat perga apapun dan hanya mengguakan metdoe ceramah saja SISWA YANG DITELITI Hasil belajar siswa rendah KKM < 62 TINDAKAN Pembelajaran dengan menggunakan alat perga dan menggunakan model pembelajaran Cooperative Script SIKLUS 1 Dengan menggunakan Alat peraga benda konkret dan model pembelajaran Cooperative Script KONDISI AKHIR Dengan menggunakan Model pembelajaran Cooperative Script meningkat KKM > 62 ketuntasan siswa > 75 % SIKLUS 2 Dengan menggunakan Media/alat peraga dan metode pembelajaran yang sesuai dan model pembelajaran Cooperative Script KERANGKA PIKIR Alur Pembelajaran Konvensional ke Pembelajaran cooperative learning tipe Cooperative Script 2.4 Hipotesis Tindakan Dari refleksi kajian teori dan kerangka pemikiran masalah, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : 1) Penerapan model pembelajaran Cooperative Script dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Kambangan 01 pada materi sifat sifat bangun ruang balok dan kubus mata pelajaran Matematika. 2) Jumlah siswa yang mencapai KKM,materi sifat sifat bangun ruang balok dan kubus mata pelajaran Matematika melalui penerapan model Script dapat mencapai 75 % bahkan lebih. pembelajaran Cooperative