KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Penataan Kota dan Permukiman

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

BAB III LANDASAN TEORI

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyelenggaraan pendidikan dan keselamatan kerja di lembaga

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber: Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT

BAB I PENDAHULUAN.

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN. yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Lingkungan yang diharapkan adalah yang

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

TUGAS POKOK & FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran memiliki visi dan misi sebagai berikut. Visi dan misi Dinas Kebakaran yaitu:

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

No Jenis/Series Arsip Retensi Keterangan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

1.1 Latar belakang masalah

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

U R A I A N BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 10,262,024, BELANJA LANGSUNG 9,414,335,000.00

Dalam Memperkuat Struktur Bangunan Sekolah

Arahan Distribusi Lokasi Pos Pemadam Kebakaran Berdasarkan Kawasan Potensi Risiko Bencana Kebakaran di Kota Surabaya

Transkripsi:

INFOMATEK Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) Furi Sari Nurwulandari *) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Pasundan Abstrak: Di Kota Bandung saat ini terjadi perkembangan permukiman padat, dan implikasi dari peningkatan kebutuhan permukiman ini tidak selalu disertai dengan kepedulian akan pentingnya keamanan dan keselamatan dari ancaman bencana, salah satunya kebakaran. Studi yang dilakukan adalah mengkaji bentuk mitigasi kebakaran di permukiman padat berdasarkan faktor-faktor bencana kebakaran yang terdapat di RW 9, RW 16 dan RW 20 Kelurahan Taman Sari. Pada studi ini analisis data yang dilakukan adalah analisis data kualitatif, yaitu menganalisis risiko bencana kebakaran berdasarkan karakteristik masing-masing wilayah dan memetakannya (maping), serta menyusun skenario mitigasi berdasarkan pendekatan mitigasi bencana dan manajemen kebencanaan. Berdasarkan nilai risiko bencana kebakaran di ketiga RW, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa RW 09, RW 16 dan RW 20 memiliki tingkat risiko bencana sedang. Kata kunci : bencana, kebakaran, mitigasi, permukiman padat I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Kebakaran termasuk ke dalam salah satu bencana. Kebakaran merupakan bencana yang berdasarkan penyebab kejadiannya tergolong sebagai bencana alam (natural disaster) maupun bencana non-alam yang diakibatkan oleh kelalaian manusia (man-made disaster). Faktor alam yang menyebabkan kebakaran diantaranya adalah petir, gempa bumi, letusan gunung api, kekeringan dan lain-lain, sedangkan *) furi_sari@yahoo.com kebakaran yang disebabkan oleh faktor manusia adalah berasal dari kebocoran gas, hubungan arus pendek listrik, puntung rokok, sabotase, rendahnya sistem pengaman konstruksi bangunan terhadap kebakaran, dan lain-lain (Pemerintah Republik Indonesia, [1]). Perkembangan jumlah penduduk Kota Bandung cukup signifikan. Jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah 2.483.977 jiwa dengan kepadatan penduduk 148,47 orang/ha (BPS Kota Bandung, [2]). Jumlah dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi akan mempengaruhi keseimbangan

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27-36 kota, salah satunya adalah kepadatan bangunan. Meningkatnya kebutuhan perumahan di Kota Bandung, mengakibatkan berkembangnya permukiman padat. Meningkatnya proporsi permukiman padat ini, telah menyebabkan peningkatan aktivitas bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Tidak dapat disangkal bahwa meningkatnya kebutuhan masyarakat tidak selalu disertai dengan kepedulian akan pentingnya keamanan dan keselamatan dari ancaman bencana, salah satunya kebakaran (Furi, [3]). Berdasarkan Perda Kota Bandung No.12/2012 tentang Pencegahan, Penanggulangan Bahaya Kebakaran dijelaskan bahwa Setiap orang atau badan di daerah wajib berupaya aktif melakukan pencegahan dan penanggulangan atas bahaya kebakaran, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan umum, (Pemerintah Kota Bandung, [4]), sehingga implikasinya, bahwa pemerintah sebetulnya telah memberikan bentuk regulasi tentang penurunan risiko kebakaran, hanya setiap wilayah masih memiliki kapasitas yang kecil untuk dapat menginternalisasi faktor-faktor risiko kebakaran. Hasil wawancara dengan Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung tahun 2015, wilayah Kelurahan Taman Sari khususnya RW 09, RW 16 dan RW 20 memiliki risiko kebakaran karena memiliki aksesibilitas yang rendah dalam proses manuver mobil pemadam. Merujuk kepada data fire history, pada tahun 2015 telah terjadi kembali kebakaran di RW 20, yang diakibatkan dari korsleting arus listrik sehingga menimbulkan kerugian material yang cukup besar. Dari hasil wawancara pun diperoleh informasi bahwa selama kurun waktu 2013-2014 pun telah terjadi 2 kebakaran di wilayah RW 09 dan RW 16, yang diakibatkan oleh aktivitas rumah tangga. Berdasarkan latar belakang kejadian kebakaran (fire history) tersebut, maka wilayah ini dipilih sebagai locus penelitian, selain itu penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian yang telah dilakukan yaitu Kajian Kemampuan Masyarakat dalam Mitigasi Kebakaran di Kelurahan Tamansari, sedangkan fokus penelitian kali ini adalah membahas bentuk skenario mitigasi kebakaran yang dapat dilakukan berdasarkan karakteristik wilayah serta resiliansi kebakaran, sedangkan variabel mitigasi kebakaran yang dipilih merujuk dari pendekatan teori manajemen kebencanaan serta UU N0.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. 1.2 Perumusan Masalah Kemampuan masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran khususnya pada kondisi pra-bencana, merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan menjadi hal yang dapat menekan angka kejadian kebakaran, pada akhirnya kemampuan masyarakat dalam memitigasi kebakaran diharapkan dapat menjadi salah satu perangkat 28

Kajian Mitigas Bencana Kebakaran di Permukiman Padat (Studi Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung) dalam proses pencegahan dan penanggulangan, dimana selama ini kontribusi terbesar masih dilakukan oleh Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di wilayah kajian dan data sekunder di dapatkan bahwa kemampuan masyarakat dalam memitigasi bencana dapat diukur berdasarkan tingkat kemampuan dalam mengakses informasi tentang bahaya kebakaran di lingkungan padat, serta tata cara melakukan pencegahan dan penanggulangan munculnya bahaya api sebelum menjadi bencana kebakaran, dan mengidentifikasi tingkat kemampuan masyarakat dalam menyediakan infrastruktur pencegah kebakaran (Oetomo,[5]) Sehingga hal tersebut menjadi salah satu acuan lingkup kajian penelitian mitigasi kebakaran. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji tingkat risiko kebakaran dan proses mitigasi, serta menyusun skenario bencana kebakaran di permukiman padat pada Kelurahan Taman Sari RW 09, RW 16, dan RW 20. II. METODOLOGI Metode pendekatan dilakukan melalui pendekatan penanggulangan bencana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yaitu tahap pra bencana (tahap dalam situasi tidak terjadi bencana berupa mitigasi) (Pemerintah Republik Indonesia [6]), dan pendekatan respon bencana menurut Godschalk, Brower dan Beatly (Budiman, [7]), serta pendekatan studi berdasarkan konsep kesiapsiagaan (preparedness) dan peringatan dini (early warning system), tahap mitigasi dilaksanakan sebelum kejadian bencana terjadi untuk mengurangi atau mencegah dampak negatif akibat bencana. Tindakan mitigasi terdiri dari mitigasi struktural dan mitigasi nonstruktural. Mitigasi struktural terkait dengan bentuk mitigasi fisik, yaitu penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana. Sedangkan mitigasi non-struktural terkait dengan perumusan kebijakan penanggulangan bencana kebakaran seperti komitmen publik serta pelaksanaan metode dan operasional, termasuk mekanisme partisipatif dan penyebarluasan informasi dan pengembangan knowledge, yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana. Konsep kesiapsiagaan adalah perkiraan tentang kebutuhan yang akan timbul jika terjadi darurat bencana dan pendekatan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan demikian, membawa penduduk di daerah rawan bencana ke tataran kesiapan yang relatif lebih baik untuk menghadapi bencana. Konsep penanggulangan kedaruratan/respon (Early Warning System) adalah tindakan-tindakan yang dilakukan ketika, sebelum dan atau setelah terjadinya bencana. 29

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27-36 Sesuai dengan tujuan studi yang akan dicapai, maka metode pendekatan studi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi terhadap karakteristik wilayah studi yaitu Kelurahan Taman Sari RW 09, RW 16, dan RW 20, meliputi faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan terhadap kebakaran. 2. Melakukan studi pustaka mengenai risiko bencana kebakaran dan bentuk-bentuk mitigasi bencana yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah studi. 3. Menganalisis potensi maupun kendala yang dimiliki wilayah Kelurahan Taman Sari terkait dengan bentuk mitigasi yang akan dirumuskan. 4. Merumuskan rekomendasi mitigasi bencana berdasarkan manajemen kebencanaan dan mitigasi struktural dan non-struktural. Metode pengumpulan data yang akan dilakukan dibagi dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu survei primer dan survei sekunder. 2.1 Survei Primer Data primer difokuskan untuk mengetahui kondisi karakteristik wilayah dan sosial masyarakat terkait dengan risiko kebakaran serta kemampuan masyarakat dalam mitigasi kebakaran. 2.2 Survei Sekunder Data sekunder dikumpulkan untuk mengidentifikasi karakteristik penduduk setempat dan dinas terkait yang memiliki kapasitas dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Pengumpulan data sekunder juga dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik wilayah dan penduduk serta datadata mengenai penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan mitigasi kebakaran, dapat digunakan sebagai bahan rujukan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kerentanan Kerentanan yang terdapat di wilayah studi RW 09, RW 16 dan RW 20 Kelurahan Taman Sari adalah kerentanan fisik, kerentanan ekonomi dan kerentanan sosial. A. Kerentanan Fisik Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi lapangan dan data penduduk, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi permukiman yang berada di ketiga wilayah RW Kelurahan Taman Sari, memiliki kerapatan bangunan yang tinggi, jarak antar-rumah depan hanya dibatasi jalan lingkungan sebesar 1m-2,5m, jarak antarsisi rumah 0-2,5m (2,5m merupakan jalan lingkungan) Untuk jenis karakteristik material bangunan rumah penduduk dibagi kedalam dua golongan yaitu jenis rumah permanen yaitu rumah yang memiliki material yang tahan api (jenis rumah tembok) dan rumah semi 30

Kajian Mitigas Bencana Kebakaran di Permukiman Padat (Studi Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung) permanen yaitu rumah yang banyak menggunakan material kayu dimana untuk jenis rumah ini merupakan rumah yang rentan terhadap kebakaran. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa di RW 16 memiliki persentase jumlah bangunan semi permanen yang paling tinggi jika dibandingkan dengan RW 09 dan RW 20, hal ini dapat mengimplikasikan bahwa RW 16 memiliki kerentanan yang tinggi dalam memberikan nilai kontribusi kerentanan fisik terhadap kebakaran di wilayahnya. B. Kerentanan Ekonomi Berdasarkan hasil observasi dan data penduduk yang diperoleh, wilayah studi RW 09, RW 16 dan RW 20 Kelurahan Tamansari, dapat di implikasikan bahwa jumlah rumah tangga miskin masih tergolong rendah, tetapi untuk jumlah rumah tangga rentan ketiga RW tersebut masih tergolong tinggi. Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah rumah tangga rentan terbanyak adalah di wilayah RW 20, berdasarkan hasil observasi pun membuktikan bahwa kebanyakan penduduk RW 20 berprofesi sebagai pedagang, dan cenderung melakukan aktivitas jasa tersebut dilingkungan rumah, hal ini dapat mengimplikasikan bahwa RW 20 memiliki kerentanan ekonomi yang lebih tinggi dari RW 09 dan RW16. C. Kerentanan Sosial Berdasarkan hasil wawancara dan data penduduk di wilayah studi, karakteristik kerentanan sosial yang ada di ketiga RW dilihat dari kondisi kepadatan penduduknya adalah sebesar 40m 2 /5jiwa atau satu rumah dihuni oleh + 5 jiwa, hal ini membuktikan bahwa penduduk yang tinggal di ketiga RW wilayah studi ini cukup padat. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah yang memiliki kerentanan sosial tertinggi adalah RW 09 karena memiliki nilai prosentase tertinggi dibandingkan dengan wilayah RW 16 dan RW 20. 3.2 Ketahanan/ Kapasitas Secara umum, ketiga RW di Kelurahan Taman Sari memiliki faktor-faktor ketahanan/kapasitas sebagai berikut: 1. Modal manusia (human capital), meliputi keahlian beberapa anggota masyarakat dalam pencegahan kebakaran baik yang terlatih secara formal melalui program SATWANKAR, maupun keahlian dalam pencegahan kebakaran berdasarkan pengalaman pencegahan kebakaran pada kasus-kasus kebakaran yang pernah terjadi, dan dilihat dari variabel modal manusia berupa pengetahuan masyarakat tentang risiko bencana kebakaran dan upaya mitigasi bencana kebakaran, variabel kemampuan bekerja/tata cara pencegahan kebakaran dan 31

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27-36 katahanan kesehatan pribadi yang merupakan modal bagi mobilisasi saat evakuasi, masyarakat di ketiga wilayah RW ini dinilai memiliki kapasitas, meskipun belum terukur secara kuanitatif, namun ketiga wilayah ini dinilai memiliki kualitas yang baik atas ketahanan modal manusia. 2. Modal sosial (social capital), merupakan tatanan sosial yang mencakup kerukunan, kegotongroyongan, harmoni, kepercayaan, integrasi, jaringan, dan hubungan timbal balik antara individu dan komunitas, dalam konteks ketahanan dalam risiko bencana, ketiga wilayah studi dinilai memiliki kapasitas yang masih belum optimal, padahal pada masing-masing wilayah RW memiliki wadah sebagai media pembentukan komunitas masyarakat yang peduli bencana, dalam hal ini pemerintah sebagai salah satu stake holder dalam program penanggulangan bencana dapat secara aktif dan kontinu dalam memberikan regulasi terhadap masyarakat berisiko dalam bentuk sosialisasi program peningkatan kemampuan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan bencana, selain itu dengan tersosialisasinya program tersebut diharapkan akan muncul kearifan lokal masyarakat terhadap keperdulian akan risiko bencana yang dapat muncul diwilayahnya, sehingga dapat mengimplikasikan tingkat kemampuan masyarakat dalam mitigasi bencana kebakaran. 3. Modal alam (natural capital), merupakan sumber daya alam yang diperoleh seperti lahan, air, dan lain-lain. Untuk ketiga wilayah studi dinilai memiliki kapasitas sumber daya air dan lahan yang cukup baik untuk digunakan sebagai sarana pencegahan kebakaran dan sarana evakuasi bencana, dan dengan adanya kapasitas modal alam tersebut untuk selanjutnya dapat diarahkan program pembangunan prasarana/ infrastruktur pencegahan kebakaran lokal sebagai pendukung modal alam yang sudah ada. 4. Modal fisik (physical capital), merupakan infrastruktur dasar pendukung kehidupan dan penghidupan, mencakup transportasi, permukiman, sarana air bersih, dan sanitasi serta akses terhadap informasi. Ketiga wilayah studi dinilai masih memiliki kapasitas modal fisik yang belum optimal keberadaan permukiman yang merupakan permukiman yang padat, tidak disertai dengan akses transportasi yang cukup baik bagi proses mitigasi bencana kebakaran dan akses informasi bagi wilayah yang berrisiko dan akses informasi bagi tata cara peningkatan kemampuan masyarakat dinilai masih memiliki peluang untuk ditingkatkan melalui sumber daya manusia yang ada, mengingat 32

Kajian Mitigas Bencana Kebakaran di Permukiman Padat (Studi Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung) adanya potensi kerukunan, kegotongroyongan, harmoni, kepercayaan, integrasi, jaringan, dan hubungan timbal balik antara individu dan komunitas, dalam konteks ketahanan dalam risiko bencana. 3.3 SKENARIO MITIGASI Adapun arahan bagi masyarakat di permukiman padat dalam proses dan skenario kebakaran sebagai bentuk mitigasi kebakaran yaitu : Pencegahan 1. Tidak menggunakan perangkat listrik bercabang untuk meminimalisir konsleting listrik dan selalu memeriksa perangkat listrik secara berkala 2. Mengetahui standar penggunaan gas elpiji dan memelihara kondisi gas dan kompor 3. Hindari peralatan yang mudah terbakar dari jangkauan anak-anak, seperti cairan kimia yang menggunakan spray, lilin, korek api, dan lain-lain. Mitigasi 1. Penyediaan alat pemadam api ringan (APAR) minimal 1 unit/rt (sesuai standar sarana penanggulangan kebakaran) 2. Menyediakan karung basah atau alat yang dapat memadamkan api 3. Pengaktifan dan pemeliharaan fungsi hidran dan sumber air rumah tangga secara berkala 4. Pembangunan penampungan air hujan sebagai alternatif prasarana pemadaman Kesiapsiagaan 1. Menyediakan peta jalur evakuasi dan asemblly point (titik kumpul) bagi masyarakat. 2. Penyuluhan dan pelatihan masyarakat terhadap jenis-jenis kebakaran dan cara menanganinya. 3. Penyiapan warga/masyarakat dalam proses evakuasi, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan penyedia logistik awal saat bencana. 4. Peningkatan akses dan kapasitas informasi proses pencegahan kebakaran dari berbagai media dan institusi pemerintah. Penanggulangan Kedaruratan/Response/Early Warning System 1. Penyediaan lokasi evakuasi warga dan barang barang saat terjadi kebakaran ke jalan atau lapangan yang luas serta ke lokasi pengungsian pada bangunan permanen milik pemerintah 2. Menggunakan sumber air mandiri di rumah yang memiliki kuantitas dan kontinuitas yang baik untuk melakukan pemadaman api di rumah. 3. Menggunakan bak penampungan air mandiri yang ditempatkan di bagian depan rumah. 33

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27-36 4. Menggunakan lap/karung basah yang ditempatkan di sumber potensi api di rumah (didekat tungku/dapur). 5. Menggunakan pasir yang ditempatkan di sumber potensi api di rumah (didekat tungku/dapur). 3. Peningkatan building capacity warga agar memiliki kearifan local dalam proses mitigasi kebakaran. Gambar 2. Peta Skenario Mitigasi Gambar 1. Peta Kondisi Eksisting Pemulihan 1. Memperbaiki fisik yang terkena dampak kebakaran seperti bangunan ataupun sarana dan prasarana. 2. Memperbaiki dan memulihkan ekonomi warga yang terkena dampak kebakaran seperti Aktivitas warga di RW 16,9, dan 20, dengan memberikan peluang wirausaha. Pembangunan Pembangunan fisik bangunan yang terkena kebakaran akan tetapi dengan jarak antar bangunan yang tidak terlalu berdekatan. Pembangunan Sarana dan prasarana yang rusak akibat kebakaran serta menambah sarana dan prasarana untuk mendukung pencegahan kebakaran. IV KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa wilayah- 34

Kajian Mitigas Bencana Kebakaran di Permukiman Padat (Studi Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung) wilayah yang memiliki kasus kejadian kebakaran (fire history) memiliki potensi dalam peningkatan kemampuan masyarakat dalam mitigasi bencana kebakaran, dilihat dari hasil pengamatan mengenai perilaku masyarakat terhadap keperdulian terhadap risiko bencana kebakaran yang dapat terjadi di wilayahnya, membuktikan bahwa terdapat beberapa potensi yang dapat dikembangkan yaitu adanya komunitas masyarakat yang memiliki inisiatif dalam penyediaan sarana rumah tangga yang dapat digunakan sebagai alat pencegah kebakaran lokal, dan adanya inisiatif masyarakat dalam mensosialisasikan program siaga bencana melalui surat edaran dan pelatihanpelatihan serta yang menjadi modal utama yaitu masih adanya potensi keperdulian antar-warga, apabila terjadi kendala, sehingga memudahkan pemecahan masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Rukun Warga (RW) 9, RW 16 dan RW 20 Kelurahan Tamansari, termasuk wilayah yang berisiko terhadap bencana kebakaran, karena wilayah ini memiliki riwayat kejadian kebakaran, serta memiliki sumber potensi api yang cukup tinggi yang berasal dari aktivitas lingkungan sekitar (adanya keberadaan SPBU dan pedagang gas dan BBM eceran. Pada Kerentanan Fisik RW 16 memiliki persentase jumlah bangunan semi permanen yang paling tinggi jika dibandingkan dengan RW 09 dan RW 20, hal ini dapat mengimplikasikan bahwa RW 16 memiliki kerentanan yang tinggi dalam memberikan nilai kontribusi kerentanan fisik terhadap kebakaran di wilayahnya, untuk kerentanan Ekonomi jumlah rumah tangga rentan terbanyak adalah di wilayah RW 20, berdasarkan hasil observasi pun membuktikan bahwa kebanyakan penduduk RW 20 berprofesi sebagai pedagang, dan cenderung melakukan aktivitas jasa tersebut dilingkungan rumah, hal ini dapat mengimplikasikan bahwa RW 20 memiliki kerentanan ekonomi yang lebih tinggi dari RW 09 dan RW16, untuk kerentanan sosial wilayah yang memiliki kerentanan sosial tertinggi adalah RW 09 karena memiliki nilai presentase tertinggi dibandingkan dengan wilayah RW 16 dan RW 20. Berdasarkan skenario mitigasi yang dirumuskan untuk ketiga RW Kelurahan Taman Sari, maka secara umum dapat dilakukan pendekatan mitigasi dengan mempertimbangkan faktor pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, penanggulangan kedaruratan, pemulihan dan pembangunan DAFTAR RUJUKAN [1] Pemerintah Republik Indonesia. Undang- Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana [2] BPS Kota Bandung. Bandung dalam Angka, 2010 35

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27-36 [3] Furi Sari Nurwulandari. 2012. Kajian Kemampuan Masyarakat di Permukiman Padat Dalam Mitigasi Kebakaran (Studi Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung) Tesis Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota. Institut Teknologi Bandung. [4] Pemerintah Kota Bandung. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran [5] Oetomo, Andi. 2007. Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana. Buletin Tata Ruang Mei-Juni 2007. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional, Jakarta. [6] Pemerintah Republik Indonesia. Undang- Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana [7] Budiman, Putra Arief. 2009. Kajian Persepsi Risiko dan Strategi Adaptasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah terhadap Bencana Banjir Pasang (Studi Kasus : Kawasan Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara). Tugas Akhir Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur Perencanaan & Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung 36