BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

Powered by TCPDF (

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sejak tahun 1999 Indonesia telah menganut sistem pemerintahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur rumah tangganya sendiri adalah kemampuan selfsupporting di bidang keuangan. Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku. Ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Menurut Halim (2007) kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam APBD. Sejak tanggal 1 Januari 2001 telah terjadi perubahan dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut terutama terkait dengan dilaksanakannya secara efektif otonomi daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004. Undang-undang di bidang Otonomi Daerah telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah. Implikasi dari pemberian kewenangan otonomi ini menuntut daerah untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik (public services). Pembangunan tersebut diharapkan dapat 1

2 dilaksanakan secara mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan, pembangunan, serta pembiayaannya. Pada saat ini, fenomena umum dalam bidang keuangan daerah yang dihadapi oleh sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia adalah relatif kecilnya peranan (kontribusi) Pendapatan Asli Daerah (PAD) didalam struktur APBD. Dengan kata lain, peranan/kontribusi penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bagi hasil pajak dan bukan pajak, mendominasi susunan APBD. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah juga merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara provinsi, kabupaten dan kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. Kemandirian keuangan daerah dapat dilihat dari besarnya PAD yang diperoleh oleh tiap pemkab/pemkot. Semakin besar PAD dibandingkan dengan bantuan yang diberikan pemerintah pusat, maka pemkab/pemkot tersebut dapat dikatakan mandiri. PAD sendiri merupakan point utama dalam megukur tingkat kemandirian keuangan daerah. Oleh karena itu, perlu dilihat efektivitas PAD dengan membandingkan antara PAD yang dianggarkan dengan realisasi PAD. Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Semakin tinggi rasio efektifitas, kemampuan daerah semakin baik (Halim: 2007). PAD merupakan sumber pembiayaan yang memang benar-benar digali dari daerah itu sendiri sehingga dapat mencerminkan kondisi riil daerah. Jika nantinya struktur PAD sudah kuat, dapat dikatakan daerah tersebut memiliki kemampuan pembiayaan yang kuat juga. Selain PAD, kemandirian keuangan daerah juga disebabkan oleh

3 banyak faktor diantaranya Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). DAU adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU mempunyai bagian-bagian, yaitu: DAU untuk daerah provinsi dan DAU untuk daerah kabupaten/kota. DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DBH adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam melaksanakan desentralisasi. DBH ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah. Provinsi Bengkulu merupakan daerah termiskin di wilayah Sumatera dan berada pada urutan keenam Tanah Air (http://detiksumsel.com/provinsi-bengkuludaerah-termiskin-di-sumatera). Namun jika dilihat dari keberadaannya, provinsi Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang potensial dalam kekayaan sumber daya alam seperti batu bara, pasir besi, serta emas dan mineral pengikutnya. Selain itu kekayaan sumber daya alam yang paling potensial pada provinsi Bengkulu yaitu potensi perikanan. Potensi perikanan meliputi usaha perikanan darat, tambak, dan perikanan laut namun sayangnya potensi perikanan sampai sekarang belum dimanfaatkan secara optimal dan masih berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut, terutama dalam hal pemanfaatan Zona Ekonomi Ekslusif (http://bkpmd.bengkuluprov.go.id/ver3/index.php/8umum/90keunggulanbengkulu). Apabila provinsi Bengkulu dapat mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada secara optimal, maka akan menarik minat investor untuk berinvestasi dan dapat menambah PAD di provinsi Bengkulu. Penelitian mengenai tingkat kemandirian keuangan daerah telah banyak dilakukan, dimana menunjukkan hasil temuan yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan Muliana (2009) bertujuan untuk mengetahui rasio efektivitas PAD, DAU dan DAK terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan rasio efektivitas PAD, DAU dan DAK berpengaruh positif

4 dan signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara. Secara parsial rasio efetifitas PAD mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan DAU dan DAK mempunyai berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara. Selain itu, Marizka (2013) juga melakukan penelitian mengenai PAD, DAU dan DAK terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan PAD, DAU, DAK dan DBH berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota di Sumatera Barat tahun 2006 2011. Secara Parsial PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, DBH dan DAU tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, DAK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten dan kota di Sumatera Barat tahun 2006 2011. Siagian (2014) juga melakukan penelitian tentang rasio efektivitas PAD, DAU dan DAK terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemkot di Provinsi Riau. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial DAU dan DAK memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan variabel rasio efektivitas PAD dan DBH berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah pada pemerintahan kabupaten/ kota di provinsi Riau tahun 2008-2012. Secara simultan rasio efektivitas PAD, DAU, DAK, dan DBH memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada pemerintahan kabupaten/ kota di provinsi Riau tahun 2008-2012. Dari beberapa penelitian terdahulu, diketahui jika PAD meningkat maka kemandirian keuangan daerah juga meningkat, sebaliknya jika PAD rendah maka kemandirian keuangan daerah juga rendah. Selain itu, jika DAU yang dialokasikan pemerintah pusat ke daerah relatif besar, maka daerah tersebut masih mengandalkan dana dari pemerintah pusat sebagai penerimaan utamanya. Semakin besar DAK yang diterima oleh daerah maka kemandirian keuangan daerah semakin rendah, sebaliknya semakin kecil DAK yang diterima maka

5 kemandirian keuangan semakin besar. DAU DAK dan DBH serta transfer lainnya dari pemerintah pusat hanya bersifat pendukung bagi pelaksanaan pembangunan di daerah. Keempat jenis dana tersebut yaitu PAD, DAU, DAK, DBH merupakan sumber dana daerah yang digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan di tingkat daerah. DAU, DAK dan DBH merupakan transfer dana dari pemerintah pusat. Transfer dana tersebut bagi pemerintah daerah merupakan sumber pendanaan dalam melaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan dapat digali dari PAD. Berdasarkan data dari www.djpk.depkeu.go.id, fenomena mengenai tingkat kemandirian keuangan daerah pada pemerintahan Kabupaten dan Kota di provinsi Bengkulu adalah tingginya ketergantungan pemerintahan Kabupaten dan kota di provinsi Bengkulu terhadap pemerintahan pusat. Ketergantungan terlihat dari relatif rendahnya PAD dan dominannya transfer dari pusat. Fenomena tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1: Tabel 1.1 Perbandingan PAD dan Transfer dari Pemerintah Pusat (dalam Jutaan Rupiah) Tahun Pendapatan Transfer dari Kabupaten/Kota Asli Daerah Pemerintah Pusat 2010 Kabupaten Bengkulu Selatan 11.894 341.656 Kabupaten Bengkulu Tengah 3.137 273.886 Kabupaten Bengkulu Utara 20.354 404.610 Kabupaten Kaur 6.046 283.264 Kabupaten Kepahiang 9.640 290.608 Kabupaten Lebong 17.895 279.513 Kabupaten Mukomuko 9.035 283.264 Kabupaten Seluma 5.850 317.247 Kota Bengkulu 26.678 407.308 2011 Kabupaten Bengkulu Selatan 14.758 382.926 Kabupaten Bengkulu Tengah 3.867 338.580 Kabupaten Bengkulu Utara 19.099 468.711 Kabupaten Kaur 6.811 309.868 Kabupaten Kepahiang 11.990 323.114 Kabupaten Lebong 7.790 305.887 Kabupaten Mukomuko 9.341 346.177 Kabupaten Seluma 5.536 349.901 Kota Bengkulu 39.318 456.091 2012 Kabupaten Bengkulu Selatan 18.911 464.457 Kabupaten Bengkulu Tengah 5.743 357.937 Kabupaten Bengkulu Utara 24.694 539.952 Kabupaten Kaur 7.782 367.406

6 Kabupaten Kepahiang 13.896 372.285 Kabupaten Lebong 7.749 381.046 Kabupaten Mukomuko 9.218 409.946 Kabupaten Seluma 10.721 427.980 Kota Bengkulu 41.710 546.755 2013 Kabupaten Bengkulu Selatan 25.454 512.273 Kabupaten Bengkulu Tengah 8.757 424.597 Kabupaten Bengkulu Utara 30.114 575.282 Kabupaten Kaur 10.339 411.348 Kabupaten Kepahiang 19.468 427.971 Kabupaten Lebong 12.829 410.865 Kabupaten Mukomuko 20.184 495.654 Kabupaten Seluma 16.757 481.536 Kota Bengkulu 55.980 613.982 Sumber: www.djpk.depkeu.go.id Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu Tahun 2010-2013. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh rasio efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil secara secara simultan terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu tahun 2010-2013? 2. Apakah ada pengaruh rasio efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil secara secara parsial terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu tahun 2010-2013? 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Agar penelitian ini lebih terarah serta tidak menyimpang dari permasalahan yang ada, maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya,

7 yaitu keuangan daerah pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu tahun 2010-2013 dengan menggunakan rasio efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah (point 1.2), maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh rasio efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil secara secara simultan terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu Tahun 2010-2013. 2. Untuk mengetahui pengaruh rasio efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil secara secara parsial terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu Tahun 2010-2013. 1.4.2 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu. 2. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil serta pengaruhnya terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

8 3. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran sehubungan dengan tingkat kemandirian keuangan daerah, dengan memasukkan faktor-faktor lain di luar dari penelitian ini. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara singkat isi skripsi yang terdiri dari 5 (lima) bab. Masing-masing bab dibagi menjadi beberapa sub bab. Sistematika yang dimaksud sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, dikemukakan latar belakang masalah, perumusan masalah, ruang lingkup pembahasan, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis menguraikan teori-teori terkait dengan keuangan daerah, pengertian dan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pengertian Pendapatan Asli Daerah, rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, tingkat kemandirian keuangan daerah, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, jenis dan metode pengumpulan data, identifikasi dan definisi operasional variabel serta model dan teknik analisis yang digunakan. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisi hasil penelitian yang terdiri dari: gambaran umum provinsi Bengkulu, statistik deskriptif, uji asumsi klasik, uji regresi linear berganda, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil analisis.

9 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah bab terakhir yang mana penulis memberikan kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan pada bab IV, serta saran-saran yang diharapkan akan bermanfaat bagi pemerintah daerah Bengkulu dan bagi peneliti selanjutnya.