2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI

dokumen-dokumen yang mirip
2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. diperoleh melalui kegiatan ilmiah yang disebut metode ilmiah (Depdiknas,

BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah. Pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I.PENDAHULUAN. produk, proses dan sikap. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

I. PENDAHULUAN. Sains khususnya biologi sangat penting perannya dalam mendorong kemajuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evi Khabibah Lestari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia menjadi penghela ilmu pengetahuan (carrier of knowledge).

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih berkualitas. Dalam menciptakan SDM yang berkualitas tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. ke waktu mengalami perubahan dan perbaikan. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perbaikan mutu pendidikan agar mencapai tujuan tersebut.

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. guru untuk mengetahui dan memperbaiki proses maupun hasil belajar siswa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Asesmen merupakan bagian yang sangat penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2013 PENGARUH PENGGUNAAN PRAKTIKUM VIRTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMA PADA KONSEP TUMBUHAN LUMUT DAN PAKU

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebanyakan siswa tidak diajarkan bagaimana untuk belajar

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS BERORIENTASI PROBLEM-BASED INSTRUCTION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

Skripsi Oleh: Lilis Rahmawati NIM K

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cara tingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin Syah, 2003:10).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. pada penalaran verbal dan pemikiran logis, pada tugas-tugas yang hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

yang sesuai standar, serta target pembelajaran dan deadline terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aa Juhanda, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

1. PENDAHULUAN. Fisika merupakan ilmu yang mengaplikasikan konsep dalam kehidupan nyata.

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang baik, yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mivtha Citraningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

RANI DIANDINI, 2016 PENDAPAT SISWA TENTANG PELAKSANAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN TATA HIDANG DI SMK NEGERI 2 BALEENDAH

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. SD merupakan titik berat dari pembangunan masa kini dan masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang membangun spirit kewirausahaan. bidang ilmu biologi sering disebut dengan bioentrepreneurship.

Transkripsi:

A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sains dianggap menduduki posisi penting dalam pembangunan karakter masyarakat dan bangsa karena kemajuan pengeta huannya yang sangat pesat, keampuhan prosesnya yang dapat ditransfer pada bidang lain, serta muatan nilai dan sikapnya. Sains banyak dipandang orang sebagai kumpulan pengetahuan. Namun sebenarnya sains tidak hanya mengandung pengetahuan saja. Terdapat banyak hal yang terlibat di dalamnya. Sains mengandung proses dan produk. Sebagai sebuah produk, sains disebut body of knowledge (Rustaman, 2012) yang berisi kumpulan fakta-fakta sebagai hasil penelitian. Cain dan Evans (1990 dalam Rustaman, 2009) berpendapat mengenai hal yang sama yakni sains sebagai produk mengandung fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori yang sudah diterima kebenarannya. Sedangkan sains sebagai proses merupakan metode atau cara untuk mendapatkan pengetahuan. Proses ini membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan baru. Produk atau dalam sains dikenal konsep, merupakan ruang lingkup materi yang dicapai melalui sebuah proses. Proses ini dikembangkan dalam Keterampilan Proses Sains (KPS). KPS melibatkan keterampilan-keterampilan yang lain salah satunya yakni keterampilan kognitif atau intelektual (Rustaman, 2009). Keterampilan kognitif menekankan keterlibatan siswa dalam tugas-tugas pemecahan masalah Wiggins (dalam Rustaman, 2012). Secara alamiah keterampilan kognitif akan meningkat dengan sendirinya seiring dengan berkembangnya perilaku kognitif seseorang. Hal tersebut juga erat kaitannya dengan intelegensi seseorang yang meningkat seiring bertambahnya usia (Anderson, 2005 dalam Stenberg, 2008). Salah satu contoh kemampuan yang terlibat adalah keterampilan proses sains yang bersifat kognitif. Secara tidak langsung juga terintegrasi dengan KPS. Di dalamnya tercakup proses berpikir (kognitif) yang berkaitan dengan pengambilan kesimpulan untuk dapat memecahkan masalah. Proses berpikir ini menuntut untuk kritis mencari klarifikasi dan akurasi terhadap fakta-fakta yang ada (Ennis, 1985 dalam Nitko dan Brookhart, 2007). KPS mulai dibekalkan sejak 1

2 pendidikan sekolah dasar dan menengah (mengajukan pertanyaan, observasi, inferensi, klasifikasi, prediksi, interpretasi, merencanakan percobaan/penyelidikan, menggunakan alat/bahan, komunikasi, dan berhipotesis) (Rustaman, 2012). Namun untuk jenjang SMA harus sudah mengintegrasikan dalam bentuk KPS terintegrasi. Pengembangan keterampilan proses siswa dapat dilatihkan melalui suatu kegiatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan keterampilan proses tidak bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi ilmuwan. Selain itu, keterampilan proses juga membantu siswa mendapatkan konsepkonsep sains yang baru dalam pembelajaran. Maka dari itu, keterampilan juga penting untuk menunjang pengembangan pengetahuan baru melalui fakta-fakta atau informasi (konsep) yang dimiliki siswa (Tsui dan Treagust, 2010). Oleh karena itu, pemahaman terhadap suatu konsep melalui suatu keterampilan proses menjadi hal paling dasar yang harus dikuasai siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan. Menurut Mardapi (2004), asesmen dan pembelajaran adalah dua kegiatan yang saling mendukung, upaya peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui upaya perbaikan sistem penilaian. Sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dalam memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang diterapkan. Komponen penilaian diyakini memberikan dampak nyata bagi keberhasilan pembelajaran kompetensi kepada siswa, maka penilaian kini ditempatkan pada posisi yang penting dalam rangkaian kegiatan pembelajaran. Bentuk dan cara penilaian dalam banyak hal memberikan pengaruh penting bagi

3 proses pembelajaran, bagaimana guru harus membelajarkan dan bagaimana siswa harus belajar, dan karenanya menentukan capaian kompetensi (Nurgiyantoro, 2008). Oleh karena itu sejalan dengan berkembangnya kurikulum di Indonesia, maka penilaian pun harus berkembang sesuai tuntutan kurikulum yang berlaku. Penilaian harus lebih menuntut pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan strategi dengan mengkreasikan jawaban atau produk. Siswa tidak sekedar diminta merespon jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut untuk mampu mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan teoretis Wiggins (dalam Rustaman, 2002). Untuk itu diperlukan asesmen autentik dalam kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengukur ketrampilan pemecahan masalah siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Pengukuran terhadap keterampilan proses siswa, dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen tertulis, salah satunya adalah asesmen dalam bentuk esai. Asesmen esai dapat menilai penguasaan siswa dalam pengetahuan, baik menghafal, penggunaan bahan referensi, ataupun dalam pemecahan masalah. Prosedur asesmen bentuk esai dapat mendorong siswa dalam mempelajari struktur organisasi materi. Siswa dalam hal ini akan terpacu mempersiapkan diri lebih baik dengan cara mempelajari struktur materi secara keseluruhan. Maka, dalam asesmen esai siswa harus menyusun responnya sendiri. Usaha siswa dalam mempelajari struktur organisasi materi sangat cocok apabila diterapkan dalam proses pengajaran IPA. Menurut Bajah (2000), penilaian dalam keterampilan proses agak sulit dilakukan melalui tes tertulis dibandingkan dengan teknik observasi. Dengan demikian, asesmen dalam bentuk tes tertulis (esai) perlu dikembangkan untuk menilai keterampilan proses sains. Salah satu konsep-konsep dalam biologi yang menuntut siswa untuk mampu memahami konsep dan berpotensi untuk membantu guru dalam menilai kemampuan keterampilan proses sains terintegrasinya adalah materi sistem ekskresi. Melalui analisa materi yang dilakukan, materi pada sistem ekskresi khususnya pada sub konsep penyakit/gangguan pada sistem ekskresi, dapat melatih siswa memecahkan masalah sendiri. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian melalui learning log class yang dilakukan pada tahun 2013 oleh

4 Ibrahim, teridentifikasi kesulitan belajar siswa SMA dalam materi sistem ekskresi. Kesulitan belajar tersebut diantaranya adalah mengidentifikasi berbagai penyakit/kelainan (Christian, 2002). Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu langkah untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep tersebut. Langkah yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan menggunakan pembelajaran berbasis Problem Based Learning disertai asesmen yang cocok dengan pembelajarannya (Burg, 2010). Berdasarkan tuntutan tersebut, Keterampilan proses sains siswa dalam materi sistem ekskresi perlu dilakukan penilaian untuk mengetahui sejauh mana proses keterampilan siswa ketika dihadapkan kepada permasalahan-permasalahan materi sistem ekskresi di sekolah. Penilaian ini juga sekaligus dapat mengetahui gambaran sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan dapat tercapai (Palm, 2008). Oleh karena itu sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran dan harus bermuara pada penguasaan kompetensi yang diharapkan. Menurut Lederman, et al. (2013) penyelidikan ilmiah telah menjadi fokus dalam pendidikan sains akhir-akhir ini, penyelidikan ilmiah mengacu pada kombinasi dari keterampilan proses sains umum dalam konteks ilmu pengetahuan tradisional, kreativitas, dan berpikir kritis untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah. Pembelajaran dengan adanya keterampilan proses berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penemuan suatu konsep yang ada sebagai keterampialn proses sains. Dengan adanya keterampilan proses sains ini siswa akan lebih aktif, kreatif, terampil serta memiliki pengalaman yang menarik sehingga nantinya dapat mengasah pola fikir siswa. Kegiatan pembelajaran biologi lebih menekankan pada pemahaman konsep serta keterampialan proses sains siswa dari berbagai metode pembelajaran. Sains sebagai proses tidak lain adalah metode ilmiah (Brum dan McKane,1989, Hibbard, Towle, 1989 dalam Subali 2011). Menurut Sukron (dalam Rusmiyati dan Yulianto, 2009) saat ini metode mengajar di sekolah menengah masih banyak menggunakan metode mengajar secara informatif. Para guru di sekolah-sekolah lebih menitik beratkan pada kemampuan kognitif (Rusmiyati dan Yulianto, 2009). Padahal kemampuan keterampilan

5 proses sains bisa mempermudah pemahaman dari kemampuan kognitif siswa. Menurut Sudargo, (2009) melalui kegiatan keterampilan proses khususnya dalam memecahkan masalah, siswa dapat dilatih untuk mengembangakan kognitif, afektif dan psikomotor dalam memahami suatu fenomena biologi. Dalam kegiatan ini sangat dimungkinkan adanya penerapan berbagai keterampilan proses sains sekaligus pengembangan sikap ilmiah yang mendukung proses pengetahuan dalam diri siswa (Handiana, 2011). Selain itu, penelitian pada kelas ilmiah telah berpusat pada dasar keterampilan proses sains (Germann dan Aram, 1996, Harlen, 1999, Brotherton dan Preece, 1995 dalam Karamustafaoglu, 2011). Melihat kenyataan yang ditemukan di lapangan, nampak ada kesenjangan antara pembelajaran biologi di SMA/MA dengan teknik penilaiannya. Menurut Mean (dalam Dimartino dan Joe, 2007) saat ini pengukuran dan penilaian prestasi siswa sebagian besar bertumpu pada aspek kognitif saja, di semua jenjang, dari penilaian di kelas sampai ke penilaian tingkat nasional. Disamping itu, tes yang digunakan bertumpu pada satu jenis soal (tes objektif). Ini terbukti berakibat sangat fatal, yaitu guru dalam mengelola pembelajaran hanya berorientasi pada bagaimana prestasi siswanya akan dinilai nanti, sehingga guru tidak merasa perlu untuk mengikuti berbagai inovasi pembelajaran dan lebih baik mengajak siswanya berlatih menjawab berbagai bentuk soal (Dimartino dan Joe, 2007). Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama ini hanya mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik, akibatnya sasaran belajar IPA belum dapat dicapai secara menyeluruh. Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang mampu mengungkap aspek produk maupun proses. Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan di atas mengenai asesmen dan KPS, dengan demikian dilakukanlah penelitian berjudul Pengembangan Asesmen Autentik untuk Menilai Keterampilan Proses Sains (KPS) Terintegrasi pada Pembelajaran Sistem Ekskresi dengan harapan dapat menciptakan suatu penilaian yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir, meningkatkan keingintahuan, menuntun siswa untuk memecahkan masalah dari materi yang diajarkan, serta dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam

6 pembelajaran IPA sehingga dapat mencapai kompetensi yang diinginkan melalui berbagai pembelajaran. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : Bagaimanakah asesmen autentik yang dikembangkan untuk menilai Keterampilan Proses Sains (KPS) pada pembelajaran sistem ekskresi? Agar pelaksanaan penelitian lebih terarah, permasalahan penelitian dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengembangan perangkat penilaian asesmen autentik untuk menilai keterampilan proses sains terintegrasi pada pembelajaran sistem ekskresi? 2. Bagaimanakah hasil penerapan asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi pada pembelajaran sistem ekskresi? 3. Bagaimanakah respon siswa terhadap asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi pada pembelajaran sistem ekskresi? 4. Bagaimanakah tanggapan guru terhadap asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi pada pembelajaran sistem ekskresi? 5. Apa saja kelebihan dan kelemahan asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi pada pembelajaran sistem ekskresi yang sudah diterapkan? 6. Kendala apa saja yang dihadapi dalam menerapkan asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi pada pembelajaran sistem ekskresi? C. Batasan Masalah Untuk memperoleh hasil penelitian yang valid dan terarah maka masalah yang hendak dikemukakan dibatasi. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Instrumen yang dikembangkan difokuskan pada asesmen KPS terintegrasi berbentuk uraian atau esai. Adapun KPS terintegrasi yang akan diukur dalam penelitian ini adalah KPS terintegrasi yang mengacu pada

7 Rezba yaitu mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, definisi variabel, pengontrolan variabel, menginterpretasikan data, dan menerapkan konsep. 2. Materi pada penelitian ini dibatasi pada konsep sistem ekskresi yaitu pada sub konsep penyakit/gangguan pada sistem ekskresi 3. Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) 4. Sekolah yang menjadi tempat penelitian merupakan Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI semester 2 D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengembangan asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi dalam pembelajaran sistem ekskresi. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi dalam pembelajaran sistem ekskresi, mendeskripsikan penerapan asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi dalam pembelajaran sistem ekskresi, mendeskripsikan respon siswa terhadap asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi dalam pembelajaran sistem ekskresi, mendeskripsikan tanggapan guru terhadap asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi dalam pembelajaran sistem ekskresi, mengungkap kelebihan dan kekurangan asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi dalam pembelajaran sistem ekskresi, dan mengungkap kendala yang dihadapi dalam menerapkan asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi dalam pembelajaran sistem ekskresi. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan gambaran uji coba pengembangan asesmen autentik untuk menilai KPS terintegrasi pada pembelajaran yang disesuaikan dengan kompetensi/indikator pembelajaran yang digunakan, memberikan motivasi kepada siswa untuk terlibat langsung dalam proses penilaian yang merupakan bagian dari proses pembelajaran, mengetahui tingkat kemampuan KPS terintegrasi siswa pada materi sistem ekskresi beserta

8 letak kesulitan yang dialami siswa, memberikan informasi mengenai perangkat penilaian asesmen autentik untuk menilai keterampilan proses sains terintegrasi siswa, baik itu pengembangan perangkat penilaian, penerapannya dalam proses penilaian, kendala, maupun kelebihan dan kekurangan yang dimiliki perangkat tersebut, serta memberikan rujukan untuk penelitian selanjutnya. F. Struktur Organisasi Skripsi Skripsi ini terdiri dari lima bagian (bab). Bab pertama merupakan pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan struktur organisasi setiap bagian pada skripsi. Bab kedua merupakan kajian pustaka berisi tentang kerangka konsep dan teori yang relevan. Bab ketiga merupakan metode penelitian terdiri dari desain penelitian, populasi dan sampel, definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur penelitian, pengumpulan data, analisis data, serta bagan alur penelitian. Bab keempat merupakan hasil penelitian dan pembahasan meliputi pengembangan asesmen autentik untuk menilai KPS Terintegrasi, hasil penerapan asesmen autentik, respon siswa dan guru terhadap asesmen autentik yang diterapkan, kendala, serta kelebihan dan kekurangan instrumen hasil pengembangan. Bab kelima mengkaji simpulan dan saran berdasarkan pemaparan hasil penelitian..