BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan gas diameter 25,3 mm dengan kecepatan cairan sebesar 0,14-1,4 m/s dan kecepatan udara sebesar 0,624 m/s. Hasil yang diperoleh adalah penurunan tekanan akan menurun dengan meningkatnya kecepatan aliran udara dan relatif konstan setelah mencapainya pola aliran acak. Waspodo (2006) menyelidiki tentang penurunan tekanan aliran satu fase (air) dan aliran dua fase (udara-air) pipa diameter dalam 19 mm dan panjang 3800 mm. Hasil menunjukan penurunan tekanan sambungan pipa berdiameter berbeda akan bertambah besar pada debit aliran air konstan dan aliran udara berubah ubah. Sihombing (2013) menyelediki tentang penurunan tekanan dan visualisasi pola aliran. Dalam aliran dua fase air dan udara dengan pembesaran mendadak berpenampang segiempat dari saluran vertikal. Debit air 0,04-0,28 dm 3 /dt dan debit udara 0,06-0,39 dm 3 /dt. Hasil dari visualisasi menunjukan bahwa perubahan pola aliran tidak bergantung dengan debit air atau debit udara tetapi juga pada perubahan luas penampang. Adiwibowo (2010) menyelidiki tentang karakteristik pola aliran dalam aliran gas dan aliran cair pada pipa tegak lurus. Pipa diameter dalam 36 mm dengan kecepatan superfisial aliran cairan sebesar 0,5 menit/detik dengan tekanan 0,2 bar. Hasil menunjukkan dari perubahan pola aliran karena mendekati percepatan superfisial cair dengan aliran gelembung injektor Reynolds sebesar 49488. Sekoghuci (1981) menyelidiki tentang karakteristik aliran gelembung pada pipa tegak lurus terdapat gelembung, sliding bubble, dan coring bubble. 4
5 Gelembung yang berukuran kurang dari 5 mm. Hasil menunjukan bahwa kecepatan aliran air lebih dari 2 m/s maka, tidak terjadi gelembung cegatan di dinding dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Gerakan Aliran Air Tunggal (Sekoghuci, 1981). Muhajir (2011) meneliti tentang pengaruh viskositas aliran fluida gas-cair melalui pipa vertikal. Pipa dengan diameter dalam 32 mm dan panjang 2000 mm. Debit aliran cair mulai 1,8 lpm 10,5 lpm dan debit aliran udara mulai 10 lpm 70 lpm. hasil menunjukkan bahwa perubahan pola aliran bergantung variasi kenaikan debit udara dan debit air. Pada debit cairan konstan dan debit udara semakin meningkat aliran kantung dapat berubah menjadi aliran cincin apabila debit udara dinaikkan. Sun dkk, (2003) menyelidiki tentang karakteristik tahanan aliran air pada annulus sempit. Tiga pipa konsentrik dengan panjang 1350 mm dan ukuran celah annulus 0,9 mm; 1,4 mm, dan 2,4 mm. Hasil ditunjukan bahwa aliran tanpa terjadinya pertukaran panas semakin kecil ukuran celahnya maka, faktor gesekan semakin besar. Daerah transisi aliran dari laminar ke turbulen terjadi pada bilangan Re sekitar 2000. Sedangkan aliran dengan pertukaran panas pada perbedaan suhu mempunyai pengaruh yang kecil pada penurunan tekanan. Yaningsih (2010) menyelidiki karakterisktik aliran fase tunggal aliran air. Pipa dengan diameter dalam 17,34 mm, diameter luar 19,07 mm dan panjang 1850 mm. Hasil menunjukan bahwa aliran tanpa pertukaran kalor daerah laminar (Re < 1500) dengan nilai bilangan Poiseuille (Po) sebesar 12,07-31,08%
6 sedangkan jika menggunakan pertukaran kalor dapat menghasilkan 44,75-239,98% lebih besar dibandingkan pipa normal bilangan Reynolds (Re 607). Dwinanto dkk, (2008) meneliti tentang pengukuran fraksi hampa dalam aliran dua fase cair-gas dengan pipa diameter dalam 50 mm, dan Panjang 2000 mm. Kecepatan superfisial gas sebesar 0,0067-0,1217 m/s dan kecepatan superfisial cairan sebesar 0,0616-0,80772 m/s. Hasil menunjukan aliran cairan konstan semakin besar dari kecepatan superfisial gas maka, fraksi hampa akan bertambah besar ataupun sebaliknya. Yuwono dkk, (2002) meneiti tentang studi eksperimental dan numerik aliran dua fase (air-udara) melewati 30 dari pipa vertikal menuju pipa dengan sudut kemiringan 60. Pipa diameter dalam 0,036 m dan panjang pipa 2000 mm. Pada eksperimen kecepatan superfisial liquid 0,3 1,1 m/s dan volumetrik rasionya (β) 0,003 0,25. Hasil menunjukan bahwa untuk penurunan tekanan pada pipa vertikal terjadinya penurunan dengan bertambahnya kualitas volumetrik gas dan terjadinya perubahan pola aliran dari gelembung menjadi gelembung gumpalan, gelembung besar serta kecil, dan gelembung menyerupai peluru. 2.2 Dasar Teori 2.2. Pola Aliran Dua Fase Pola aliran dalam aliran dua fase mempunyai arti yang sangat penting karena dapat menentukan perilaku aliran fluida. Perilaku campuran cair gas mengandung hubungan yang saling terkait atau korelasi yang digunakan dalam persamaan konversi dua fase. Cakupan permasalahan pola aliran dua fase sangat luas dan banyak ilmu yang masih bisa digali untuk menjelaskan fenomena pola aliran dua fase yang beragam seperti aliran kantung, aliran cincin, aliran gelembung, aliran acak, aliran cincin tetesan kabut cair, baik dari sisi geometri posisi pipa, campuran dua fase (cair-gas) dan lain-lain.
7 Banyak kriteria pola aliran yang diperhatikan baik dari sumber ilmiah dan penelitian menurut Coiller (1972) Pola aliran searah ke atas pada pipa vertikal yaitu; a) Aliran Gelembung Pada fase gas terdapat bentuk gelembung gelembung kecil yang mengalir karena aliran air mengalir secara stabil. b) Aliran Kantung Pada fase gas mengalir dengan bentuk gelembung kecil sehingga gelembung tersebut menjadi satu yang menyerupai peluru. c) Aliran Acak Apabila kecepatan aliran gas pada aliran kantung meningkat maka akan terjadinya aliran yang tidak stabil. d) Aliran Cincin Kabut Tetes Cairan Fase aliran cair didaerah yang bersentuhan pada pipa. Sedangkan aliran gas berada di tengah. Pada aliran ini jumlah aliran gas lebih besar dibandingkan dengan aliran cair. e) Aliran Cincin Dalam aliran cincin mengalir pada tengah pipa yang bercampur aliran gelembung kecil dan besar sedangkan untuk aliran air berada didaerah samping yang bersentuhan pada pipa. Gambar 2.2. Pola Aliran Searah ke Atas (Coiller, 1972)
8 Gambar 2.3. Peta Pola Aliran Vertikal (Taitel dkk, 1980) 2.3. Fasa Fasa adalah salah satu keadaan zat yang terdapat berupa gas, cair maupun padat atau sistem yang dilingkupi oleh batas dan mempunyai kesamaan jenis kimia dan struktur fisiknya. Perubahan fase harus terdapat energy yang di dapat atau dilepaskan. Perubahan fase itu berupa padat menjadi cair dan sebaliknya, cair menjadi gas dan sebaliknya, dan gas menjadi padat dan sebaliknya. Karakter dari fasa padat (solid) memiliki jarak antara molekul sangat besar, posisi molekul tetap dan tersusun beraturan, dan pada temperatur titik leburnya ikatan antara molekul melelh dan posisi molekul tidak tetap. Karakter fase cair memiliki jarak antar molekul sangat jauh/besar dibandingkan dengan jarak antar molekul pada fasa gas atau cair dan susunan molekul tidak teratur dan selalu bergerak bebas secara acak (random).
9 2.4. Aliran dua fase (air udara) Kasus yang paling umum dari aliran dua fase air-udara adalah seperti yang ditemukan dalam uap generator dan sistem pendingin. Banyak yang telah dipelajari tentang aliran termasuk menggambarkan batasan tentang pola aliran dalam rezim aliran yang berbeda termasuk dalam penelitian Ghiaasiaan (2008). 2.5. Viskositas Viskositas fluida menurut Symon (1971) merupakan ukuran daya hambat aliran fluida yang dapat dinyatakan sebagai keengganan fluida untuk mengalir. Viskositas tiap aliran sangat mungkin berbeda begitu juga pola aliran yang terbentuk, maka Stokes pada tahun 1851 memperkenalkan bilangan Reynolds untuk mempermudah menentukan pola aliran, apakah terjadi aliran laminar, turbulen, atau transisi. Penentuan nilai viskositas sulit diprediksi pada kasus aliran udara-air, air-udara, dan air-solid. Viskositas digunakan untuk memprediksikan faktor fraksi dan menentukan liquid holdup untuk aliran udara-air. 2.6. Massa Jenis (density) Massa jenis (ρ) adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volume. Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda. Satuan SI massa jenis (kg/m 3 ). Satuan massa jenis dalam CGS (centi gram second) adalah gram per sentimeter kubik. Massa jenis air murni adalah 1 g/cm 3 atau sama dengan 1000 kg/m 3 (Raymond and Jewett, 2005) 2.7. Aliran Homogen Aliran fluida yang dicirikan dengan berubahnya besar kerapatan massa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran contohnya adalah udara, gas alam dan lain lain (Bruce et al, 2003).
10 2.8. Aliran Non Homogen Aliran fluida yang dicirikan dengan tidak berubahnya besaran kerapatan massa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran tersebut contohnya adalah air, berbagai jenis minyak, emulsi dan lain lain (Bruce et al, 2003). 2.9. Aliran Laminar Aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerakan partikel partikel fluidanya sejajar dan garis garis arusnya halus. Dalam aliran laminar, partikel partikel fluida seakan-akan bergerak sepanjang lintasan lintasan yang halus dan lancar dengan satu lapisan yang bersebelahan. Gambar 2.4. Aliran Laminar (Davis and Kenny, 2003) 2.10. Aliran Turbulent Kecepatan aliran relatif besar akan menghasilkan tidak laminar melainkan kompleks, lintasan gerak partikel saling tidak beratur antara satu dengan yang lain. Tidak ada keteraturan dalam lintasan fluida, aliran banyak bercampur, kecepatan fluida yang tinggi, panjang skala aliran besar dan viskositasnya rendah. Gambar 2.4. Aliran Turbulen (Davis and Kenny, 2003)
11 2.11. Aliran Transisi Aliran Transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen. Aliran berdasarkan bisa tidaknya di kompres: 1) Incompressible flow (aliran tak mampu mampat) jika pada suatu sistem aliran memiliki massa jenis tetap. Sebuah aliran dikatakan homogen jika densitasnya konstan sepanjang aliran. 2) Compressible flow (aliran mampu mampat) merupakan aliran non homogen. Secara normal, cairan dan gas diperlukan sebagai aliran incompressible. 2.12. Bilangan Reynolds Bilangan Reynolds merupakan perbandingan antara gaya inersia dan gaya viskositas. Bilangan Reynolds didefinisikan sebagai berikut : Re = ρvd/μ = vd/υ... (2.1) Dimana : Re = bilangan Reynolds ρ = massa jenis fluida (kg/m 3 ) μ = viskoitas dinamik (Pa.s) υ = viskositas kinematik (m 2 /s) v = kecepatan aliran dalam pipa (m/s) d = diameter dalam pipa (m) Bilangan Reynolds dapat digunakan untuk mengetahui aliran laminar atau aliran turbulen yang terjadi pada pipa. Aliran yang terjadi dalam pipa biasanya dikatakan bersifat laminar jika Re < 2300 dan aliran dalampipa bisa dikatakan bersifat aliran turbulen jika Re > 4000.
12 2.13. Konsep aliran multifasa 1. Variable dasar aliran Superficial velocity (kecepatan dangkal) superficial velocity cairan atau gas digambarkan sebagai rasio dari laju volumetric flow cairan atau gas terhadap area penampang melintang pipa total.... (2.2). (2.3) Keterangan : = kecepatan superficial cairan = kecepatan superficial gas = laju aliran volumetrik cairan dan gas, secara berurutan = daerah penampang melintang aliran pipa Kecepatan campuran. Kecepatan campuran suatu cairan digambarkan sebagai jumlah dari superficial gas dengan kecepatan cairan. = + =... (2.4) Keterangan : = kecepatan campuran cairan Hambatan cairan. Hambatan cairan digambarkan sebagai rasio dari volume cairan bagian dalam pipa terhadap seluruh volume bagian pipa.... (2.5) Keterangan : = hambatan cairan = volume bagian pipa yang diduduki oleh cairan = seluruh volume bagian pipa
13 Massa jenis campuran. Massa jenis gas dan zat cair secara homogen bercampur yang ditunjukkan seperti berikut : )... (2.6) Keterangan : = massa jenis campuran gas zat cair = massa jenis zat cair dan gas Viskositas campuran. Jika gas dan zat cair bercampur secara 13omogeny, viskositas dari campuran tersebut dapat dihitung seperti berikut : ) (2.7) Keterangan : = viskositas campuran gas zat cair = viskositas zat cair dan gas