PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TERHADAP MEKANISME DAN POLA RETAK KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TERHADAP MEKANISME DAN POLA RETAK KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK

PENGARUH JARAK SENGKANG DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TERHADAP DAKTILITAS KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK

PUBLIKASI ILMIAH TEKNIK SIPIL

PENGARUH VARIASI LETAK TULANGAN HORIZONTAL TERHADAP DAKTILITAS DAN KEKAKUAN DINDING GESER DENGAN PEMBEBANAN SIKLIK (QUASI-STATIS)

PENGARUH RASIO TULANGAN LOGITUDINAL DAN JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN LATERAL MAKSIMUM KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK

PENGARUH VARIASI JARAK TULANGAN HORIZONTAL DAN KEKANGAN TERHADAP DAKTILITAS DAN KEKAKUAN DINDING GESER DENGAN PEMBEBANAN SIKLIK (QUASI-STATIS)

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

POLA RETAK DAN LEBAR RETAK DINDING PANEL JARING KAWAT BAJA TIGA DIMENSI DENGAN VARIASI RASIO TINGGI DAN LEBAR (Hw/Lw) TERHADAP BEBAN LATERAL STATIK

NASKAH TERPUBLIKASI TEKNIK SIPIL

PENGARUH VARIASI JARAK TULANGAN HORIZONTAL DAN KEKANGAN TERHADAP POLA RETAK DAN MOMEN KAPASITAS DINDING GESER DENGAN PEMBEBANAN SIKLIK (QUASI-STATIS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERILAKU GESER DINDING PANEL JARING KAWAT BAJA TIGA DIMENSI DENGAN VARIASI RASIO TINGGI DAN LEBAR (Hw/Lw) TERHADAP BEBAN LATERAL STATIK JURNAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

ANALISIS PERKUATAN STRUKTUR KANTOR GUBERNUR SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN DINDING GESER DAN STEEL BRACING Nugrafindo Yanto, Rahmat Ramli

KAJIAN EKSPERIMENTAL POLA RETAK PADA PORTAL BETON BERTULANG AKIBAT BEBAN QUASI CYCLIC ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

SLOOF PRACETAK DARI BAMBU KOMPOSIT

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG KOLOM UNTUK RUMAH SEDERHANA TERHADAP BEBAN GEMPA DI PADANG ABSTRAK

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

ANALISIS DAN EKSPERIMEN PELAT BETON BERTULANG BAMBU LAPIS STYROFOAM

BAB III. Dimensi bata yang biasa ditemui di lapangan dan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN PENGEKANG (BRACING) PADA DINDING PASANGAN BATU BATA TERHADAP RESPON GEMPA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAKTILITAS KURVATUR PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG TERKEKANG CINCIN BAJA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

PROSENTASE DEVIASI BIAYA PADA PERENCANAAN KONSTRUKSI BALOK BETON KONVENSIONAL TERHADAP BALOK BETON PRATEGANG PADA PROYEK TUNJUNGAN PLAZA 5 SURABAYA

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

Kata Kunci : Aspek Rasio, Dinding Geser, Drift, Momen Ultimit, Panjang Retak, Pola Retak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

STUDI EKSPERIMENTAL SAMBUNGAN KOLOM-KOLOM PADA SISTEM BETON PRACETAK DENGAN MENGGUNAKAN SLEEVES

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan keruntuhan tekan, yang pada umumnya tidak ada tanda-tanda awal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak diterapkan pada bangunan, seperti: gedung, jembatan, perkerasan jalan, balok, plat lantai, ring balok, ataupun plat atap.

PENGARUH VARIASI LETAK TULANGAN HORIZONTAL GANDA TERHADAP POLA RETAK DAN MOMEN KAPASITAS PADA DINDING GESER DENGAN PEMBEBANAN SEMI SIKLIK

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

STUDI EKSPERIMEN KAPASITAS TARIK DAN LENTUR PENJEPIT CONFINEMENT KOLOM BETON

PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

KINERJA DINDING BATA TANPA TULANGAN TERHADAP BEBAN GEMPA

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERAT VOLUME DAN KEKAKUAN PLAT SATU ARAH PADA PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU DENGAN LAPIS STYROFOAM

TINJAUAN REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

ANALISIS KUAT GESER STRUKTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN LUBANG HOLLOW CORE PADA TENGAH PENAMPANG BALOK NASKAH PUBLIKASI TEKNIK SIPIL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU GESER BALOK PADA SAMBUNGAN BALOK KOLOM BETON BERTULANG ABSTRAK

PENGARUH VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM TERHADAP PERILAKU ELEMEN STRUKTUR AKIBAT BEBAN GEMPA

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BAJA DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG DIAGONAL DI TENGAH TULANGAN SENGKANG.

NASKAH PUBLIKASI TEKNIK SIPIL. Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik AYU SAPUTRI NIM.

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON

KAJIAN EKSPERIMENTAL KUAT LENTUR BALOK PADA SAMBUNGAN BALOK KOLOM BETON BERTULANG ABSTRAK

KAJIAN KUAT TARIK BETON SERAT BAMBU. oleh : Rusyanto, Titik Penta Artiningsih, Ike Pontiawaty. Abstrak

Studi Eksperimental Kuat Geser Pelat Beton Bertulang Bambu Lapis Styrofoam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

STUDI EKSPERIMENTAL MOMEN BATAS PADA PELAT BERUSUK AKIBAT PEMBEBANAN MERATA

PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI


TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGUJIAN KUAT LENTUR PANEL PELAT BETON RINGAN PRACETAK BERONGGA DENGAN PENAMBAHAN SILICA FUME

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

STUDI EKSPERIMENTAL PERBAIKAN KOLOM LINGKARAN BETON BERTULANG ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EKSPERIMENTAL PERBAIKAN KOLOM PERSEGI BETON BERTULANG ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

KAJIAN KAPASITAS PERKUATAN KOLOM BETON BERTULANG DENGAN TAMBAHAN ABU TERBANG (FLY ASH) TERHADAP VARIASI BEBAN RUNTUH DENGAN METODE CONCRETE JACKETING

TINJAUAN KUAT GESER DAN KUAT LENTUR BALOK BETON ABU KETEL MUTU TINGGI DENGAN TAMBAHAN ACCELERATOR

ANALISIS EKSPERIMEN LENTUR KOLOM BATATON PRACETAK AKIBAT BEBAN AKSIAL EKSENTRIS

KAJIAN KEANDALAN STRUKTUR TABUNG DALAM TABUNG TERHADAP GAYA GEMPA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

TEKNOLOGI DAN KEJURUAN, VOL. 35, NO. 2, SEPTEMBER 2012:

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : BAMBANG SUTRISNO NIM : D

Transkripsi:

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TERHADAP MEKANISME DAN POLA RETAK KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK Ari Wibowo 1, Sugeng P. Budio 1, Siti Nurlina 1, Eva Arifi 1, Dufanti Ayu W. 2 1 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Korespondensi: ariwibowo@ub.ac.id ABSTRAK Kolom merupakan struktur batang tekan vertikal yang memiliki fungsi utama sebagai penyalur beban-beban bangunan dari atas hingga ke pondasi. Di Indonesia, masih sering dijumpai bangunan tua dan rumah tinggal yang memiliki rasio tulangan longitudinal kurang dari 1% atau biasa dikenal dengan kolom bertulangan ringan. Kolom bertulangan ringan dipercaya memiliki performa yang buruk dalam menahan gempa, padahal di beberapa kasus yang ditemui di banyak negara, kolom bertulangan ringan cukup mampu bertahan terhadap gempa. Di sisi lain jarak sengkang merupakan salah satu aspek konstruksi yang penting pada kolom. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut tentang jarak sengakang dan rasio tulangan longitudinal. Penelitian ini membahas tentang pengaruh jarak sengkang dan rasio tulangan longitudinal terhadap kolom bertulangan ringan akibat beban siklik.dalam penelitian ini kolom beton bertulang digunakan sebagai benda uji dengan banyak benda uji sebanyak 4 buah kolom dengan variasi rasio tulangan longitudinal (0,8% dan 1,1%) dan variasi jarak sengkang (15 cm dan 25 cm). Pengujian dilakukan dengan memberikan beban aksial konstan sebesar 0.1 Pu dan beban siklik hingga kolom melewati keruntuhan beban lateral dengan metode displacement control. Data berupa beban dan perpindahan setiap siklusnya dicatat untuk analisis mekanisme retak. Sedangkan gambar diambil sebagai acuan pola retak. Hasil pengujian menunjukkan bahwa mekanisme yang terjadi pada keempat spesimen kolom adalah sama, dimana terjadi retak lentur pada pembeban awal. Keruntuhan lateral terjadi pada drift yang hampir sama pada spesimen dengan rasio tulangan yang sama. Sehingga variasi jarak sengkang tidak begitu berpengaruh pada mekanisme retak kolom tersebut. Adapun besarnya beban saat retak untuk masing-masing spesimen L15C, L25C, M15C, dan M25C berurutan adalah sebesar 1127 kg, 1062 kg, 1008,5, dan 937 kg. Pola retak yang terjadi pada keempat spesimen adalah sama, yang diawali dengan retak lentur dan kemudian dilanjutkan dengan retak geser. Jarak sengkang yang lebih rapat (15 cm) akan menghasilkan jarak retak yang lebih rapat daripada sengkang dengan jarak yang lebih renggang (25 cm). Kata Kunci : Kolom, ringan, sengkang, rasio tulangan, beban, retak 1. PENDAHULUAN Kebutuhan akan dunia konstruksi di Indonesia semakin meningkat, pembangunan infrastruktur seperti jembatan, jalan raya dan gedung bertingkat banyak dilakukan. Tidak kalah menarik adalah semakin banyaknya pembangunan perumahan rumah tinggal dari tipe sederhana hingga berukuran besar. Kebanyakan perumahan tempat tinggal tersebut dibangun oleh tukang dengan pendidikan tentang struktur yang tidak mendalam dan tidak mengacu pada peraturan konstruksi. Indonesia yang terletak di antara lempeng Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia menyebabkan banyak daerahnya REKAYASA SIPIL / VOLUME 10, NO.3 2016 ISSN 1978-5658 168

yang berpotensi gempa. Oleh karena itu dalam perencanaan pembangunan harus didesain tahan terhadap gempa. SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung menyatakan bahwa luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non-komposit tidak boleh kurang dari 0,01 kali luas bruto penampang. Kenyataan di lapangan masih banyak kolom dengan rasio di bawah 0,01 kali luas penampang atau bisa disebut kolom bertulangan ringan. Kolom bertulangan ringan dianggap memiliki kapasitas dan daktilitas yang rendah. Penelitian terdahulu oleh Otani (1999), Luzon (1990), dan Kobe (1995) menunjukkan rata-rata kegagalan bangunan beton bertulangan ringan sangatlah rendah. Kegagalan yang terjadi pada kolom dan dinding struktural didominasi kerusakan operasional akibat lentur dan retak pada dinding non struktural. Penggunaan kolom bertulangan ringan di Indonesia masih sangat banyak dijumpai, khususnya untuk bangunan seperti rumah tempat tinggal. Sedangkan kolom bertulangan ringan dipercaya memiliki kapasitas beban lateral dan simpangan yang rendah. Oleh karena itu penelitian tentang perilaku kolom bertulangan ringan dengan variasi jarak sengkang dan rasio tulangan longitudinal akibat gempa sangat perlu dilakukan. Perilaku tersebut dapat terlihat dari mekanisme dan pola retak yang diberikan oleh kolom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi jarak sengkang dan rasio tulangan longitudinal terhadap mekanisme dan pola retak kolom bertulangan ringan akibat beban siklik. Untuk menganalisis besarnya beban dan momen yang terjadi pada tahapan keruntuhan beton bertulang, dapat dihitung menggunakan momen kapasitas yang terdiri dari momen retak, momen leleh, dan momen ultimit. 1. Momen Retak 2. Momen Leleh... (1)... (2)... (3)... (4) My =... (5) 3. Momen Ultimit.. (6) (7) 2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian mengenai Pengaruh Variasi Jarak Sengkang dan Rasio Tulangan Longitudinal terhadap Mekanisme dan Pola Retak Kolom Bertulangan Ringan akibat Beban Siklik ini termasuk dalam penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium. Penelitian dimulai dari perencanaan benda uji kolom hingga pengujian bahan penyusun kolom yang berupa beton serta baja tulangan dan pengujian siklik dengan hasil berupa hubungan beban perpindahan. Mekanisme retak didapatkan melalui pembacaan hasil eksperimental melalui hubungan beban perpindahan. Sedangkan pola dan panjang retak didapatkan melalui pengamatan visual melalui foto dokumentasi penelitian. 169

40 160 120 40 160 120 350 640 160 150 80 70 150 150 150 120 120 50 80 @40mm 4 - Ø8 11 - Ø6 4 - D12 8 - Ø8 350 640 160 175 150 80 70 150 150 150 120 120 50 80 @40mm 4 - Ø10 11 - Ø6 4 - D12 8 - Ø8 30 150 150 62 1000 62 150 150 30 150 150 62 1000 62 150 150 Gambar 1. Benda uji L15C Gambar 4. Benda uji M15C 160 160 40 120 350 640 160 150 80 70 250 250 70 120 40 50 35 35 120 @40mm 4 -Ø8 10 - Ø6 4 - D12 8 - Ø8 350 640 160 150 80 70 250 250 70 120 35 35 @40mm 4 - Ø10 10 - Ø6 50 4 - D12 8 - Ø8 30 150 150 62 62 150 150 1000 30 150 150 62 62 150 150 1000 Gambar 2. Benda uji L25C Gambar 5. Benda uji M25C Gambar 3. Detail benda uji L15C (kiri) dan L25C (kanan) Gambar 6. Detail benda uji M15C (kiri) dan M25C (kanan) 170

1 Benda Uji Kolom 15 x16 cm 2 4 6 3 5 8 9 7 Pondasi 100 X 15cm Pompa Hydraulic Jack Klem Pengekang Gambar 7. Setting alat uji 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Properti Bahan Nilai mutu beton kolom yang digunakan untuk analisis selanjutnya berasal dari pengujian hammer test secara secara manual. Nilai mutu beton untuk spesimen L15C, L25C, M15C, M25C berturut-turut sebesar 23,60 MPa; 25,84 MPa; 23,60 MPa; dan 23,73 MPa. Hal tersebut dilakukan karena nilai yang didapatkan dari pengujian tersebut paling mendekati dengan keadaan asli kolom. Nama Spesimen Tabel 2. Hasil uji tekan beton Uji Silinder (MPa) Hammer Test Digital (MPa) Hammer Test Manual (MPa) L15C 18,73 21,50 23,60 L25C 24,45 31,50 25,84 M15C 25,35 19,00 23,60 M25C 20,09 19,00 23,73 Tabel 3. Hasil uji tarik Diameter No. Diameter Aktual Tulangan (mm 2 ) A (mm 2 ) P (N) fy (Mpa) 4 Ø6 5,92 27,53 10359,6 376,36 fy 376,36 3 Ø8 7,61 45,48 20000,1 439,72 2 Ø8 7,61 45,48 20523,5 451,22 1 Ø8 7,61 45,48 20000,1 439,72 fy 443,55 3 Ø10 9,15 65,76 35803,5 544,49 2 Ø10 9,15 65,76 35476,6 539,52 1 Ø10 9,15 65,76 36034,7 548,01 fy 544,01 3.2 Kekuatan Kolom Teoritis Perhitungan kekuatan kolom secara teoritis bertujuan untuk mencari nilai beban lateral maksimum (Ph), dan Momen ultimit (Mu) yang terjadi dengan beban aksial sebesar 0,1 Pu. Perhitungan dilakukan untuk rasio tulangan longitudinal ( 0,8% dan 1,1% dengan f c masing-masing spesimen. Nilai mutu beton untuk spesimen L15C, L25C, M15C, M25C berturut-turut sebesar 23,60 MPa; 25,84 MPa; 23,60 MPa; dan 23,73 MPa. Perhitungan kolom secara teoritis menggunakan analisa kolom segi empat bertulangan 2 sisi dengan asumsi tumpuan jepit bebas. Hasil perhitungan kolom teoritis ditunjukkan oleh Tabel 3. 171

Tabel 3. Hasil perhitungan kolom teoritis Kolom 0,1 Pu (kg) Ph (kg) Mn (kgm) L15C 5584,24 1366,21 874,37 L25C 6037,81 1418,60 907,91 M15C 6191,86 1981,83 1268,37 M25C 6218,13 1984,98 1270,39 3.3 Mekanisme Retak Kolom Perilaku keruntuhan kolom beton bertulang yang akan dibahas adalah saat kolom belum mengalami retak (elastis penuh), saat mulai retak (tegangan elastis), dan saat mencapai beban ultimit. Dalam hal ini mekanisme dalam ketiga tahapan tersebut akan dibedakan berdasarkan analisis teoritis dan pengamatan visual. 1. Spesimen L15C Spesimen L15C dengan rasio tulangan longitudinal sebesar 0,8% dan jarak sengkang 15 cm. Pengujian dilakukan berdasarkan kontrol drift dengan penambahan drift sebesar 0,25% hingga mencapai 2% drift. Setelah mencapai drift 2%, dilakukan penambahan sebesar 0,5% untuk tiap siklusnya. Fase Retak didapatkan Mcr sebesar 353.080,4 kgmm dan Pcr sebesar 551,69 kg. Dari hasil ekperimental didapatkan Pcr sebesar 1127 kg dan Mcr sebesar 721.280 kgmm. Sedangkan untuk hasil numerik didapatkan hasil Mcr sebesar 389.328,1 kgmm dan Pcr sebesar 608,33 kg. Fase Puncak (Momen Ultimit) didapatkan Mu sebesar 874.374,11 kgmm dan Pcr sebesar 1366,21 kg. Gambar 8. Grafik perbandingan beban - perpindahan Dari Gambar 8 grafik perbandingan beban dan displacement secara eksperimental didapat besarnya beban ultimit dari kolom sebesar 1508,5 kg untuk bagian positif (push) dan 2061,25 kg untuk bagian negatif (pull). Dari nilai beban tersebut dapat didapatkan besarnya momen ultimit dengan cara mengalikan beban maksimum dengan jarak beban yang diberikan dari dasar kolom, sebesar 640 mm. Sehingga didapatkan hasil sebesar 965.440 kgmm untuk bagian positif (push) dan 1.319.200 kgmm untuk bagian negatif (pull). Dari Gambar 9 perbandingan beban dan perpindahan menggunakan pendekatan numerik didapatkan besarnya momen ultimit sebesar 959.015,5 kgmm. Untuk mendapatkan beban ultimit, besarnya momen tersebut dibagi dengan tinggi kolom sepanjang 640 mm. Gambar 9. Perbandingan momen-perpindahan dengan pendekatan numerik 172

Pengamatan Eksperimental Gambar 10. Tahapan mekanisme retak Gambar 10 menunjukkan mekanisme retak yang terjadi pada kolom per penambahan drift. Pada siklus pembebanan yang kedua, dengan drift sebesar 0,5% mulai terjadi retak awal pada bagian dasar kolom dengan pondasi dan sekitar 6,5 cm dari dasar kolom dengan pondasi. Retak ini berupa retak lentur dengan arah mendatar. Retak awal ini terjadi pada sisi tarik dengan beban 1127 kg. Pada siklus ketiga, dengan rasio lateral drift sebesar 0,75% untuk push (+) terjadi retak baru pada jarak sekitar 21 cm dari dasar kolom dengan pondasi. Retak yang terjadi merupakan retak lentur dengan pencatatan beban sebesar 1277,5 kg. Beban ultimit dicapai pada siklus ke tujuh, rasio drift 1,75% (+) dengan beban sebesar 1508,5 kg dan perpindahan sebesar 11,2 mm. Sedangkan untuk bagian pull (-) beban ultimt dicapai pada siklus ke 13, rasio drift 4,5% dengan beban 2061, 25 kg dan perpindahan sebesar 28,8 mm. Gap opening terjadi pada siklus ke 10, dengan drift sebesar 3%. Beban yang dicapai pada siklus tersebut sebesar 1428 kg (+) dan 1826,5 kg (-). Pada siklus terakhir, dengan rasio drift 7% nampak retak geser yang terjadi pada kolom. Pengujian dihentikan karena roll pada bagian atas beban aksial tidak berjalan dengan semestinya. 2. Spesimen L25C Spesimen L25C dengan rasio tulangan longitudinal sebesar 0,8% dan jarak sengkang 25 cm. Pengujian dilakukan berdasarkan kontrol drift dengan penambahan drift sebesar 0,25% hingga mencapai 1% drift. Setelah mencapai drift 1%, dilakukan penambahan sebesar 0,5% untuk tiap siklusnya. Fase Retak didapatkan Mcr sebesar 361.365,7 kgmm dan Pcr sebesar 564,63 kg. Dari hasil ekperimental didapatkan Pcr sebesar 1062 kg dan Mcr sebesar 679.680 kgmm. Sedangkan untuk hasil numerik didapatkan hasil Mcr sebesar 415.087,2 kgmm dan Pcr sebesar 648,57 kg. Fase Puncak (Momen Ultimit) didapatkan Mu sebesar 907.906,17 kgm dan Pu sebesar 1418,6 kg. Dari Gambar 11 perbandingan beban dan displacement didapat besarnya beban ultimit dari kolom sebesar 2270,5 untuk bagian positif dan 1778,5 untuk bagian negatif. Didapatkan besarnya momen ultimit dengan mengalikan beban maksimum dengan jarak beban yang diberikan dari dasar kolom. Sehingga momen ultimit dari kolom sebesar 1.453.120 kgmm untuk bagian positif dan 1.138.240 kgmm untuk bagian negatif. Dari Gambar 12 perbandingan momen dan perpindahan menggunakan pendekatan numerik didapatkan besarnya beban ultimit sebesar 1536 kg dan momen ultimit sebesar 983.085,2 kgmm. 173

Gambar 11. Grafik perbandingan beban - perpindahan hasil ekperimental didapatkan Pcr sebesar 1008,5 kg dan Mcr sebesar 645.440 kgmm. Sedangkan untuk hasil numerik didapatkan hasil Mcr sebesar 414.556,8 kgmm dan Pcr sebesar 647,75 kg. Fase Puncak (Momen Ultimit) didapatkan Mu sebesar 1.268.373,44 kgmm dan Pcr sebesar 1981,83 kg. Gambar 12. Perbandingan momen - perpindahan dengan pendekatan numerik Pengamatan Eksperimental Gambar 13. Mekanisme retak 3. Spesimen M15C Spesimen M15C dengan rasio tulangan longitudinal sebesar 1,1% dan jarak sengkang 15 cm. Pengujian dilakukan berdasarkan kontrol drift dengan penambahan drift sebesar 0,25% hingga mencapai 2% drift. Setelah mencapai drift 2%, dilakukan penambahan sebesar 0,5% untuk tiap siklusnya. Fase Retak didapatkan Mcr sebesar 363.570,1 kgmm dan Pcr sebesar 568,08 kg. Dari Gambar 14. Grafik perbandingan beban - perpindahan Dari Gambar 14 perbandingan beban dan displacement didapat besarnya beban ultimit dari kolom sebesar 2202,5 untuk bagian positif dan 2079,5 untuk bagian negatif. Dari nilai beban tersebut dapat didapatkan besarnya momen ultimit dengan cara mengalikan beban maksimum dengan jarak beban yang diberikan dari dasar kolom, sebesar 640 mm. Sehingga besarnya momen ultimit dari kolom sebesar 1.409.600 kgmm untuk bagian positif dan 1.330.880 kgmm untuk bagian negatif. Gambar 15. Perbandingan momen - perpindahan dengan pendekatan numerik 174

Dari gambar 15 grafik perbandingan beban dan perpindahan menggunakan pendekatan numerik didapatkan besarnya beban ultimit sebesar 2219,57 kg dan momen ultimit sebesar 1.420.523 kgmm. Pengamatan Eksperimental Pengamatan eksperimental dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 17. Grafik perbandingan beban - perpindahan Drift +5% dan -5% sisi depan dan belakang kolom Gambar 16. Mekanisme retak 4. Spesimen M25C Spesimen M25C dengan rasio tulangan longitudinal sebesar 1,1% dan jarak sengkang 25 cm. Pengujian dilakukan berdasarkan kontrol drift dengan penambahan drift sebesar 0,25% hingga mencapai 2% drift. Setelah mencapai drift 2%, dilakukan penambahan sebesar 0,5% untuk tiap siklusnya. Dari Gambar 17 perbandingan beban dan displacement didapat besarnya beban ultimit dari kolom sebesar 2080 untuk bagian positif dan 2322,5 untuk bagian negatif. Didapatkan besarnya momen ultimit dengan cara mengalikan beban maksimum dengan jarak beban yang diberikan dari dasar kolom, sebesar 640 mm. Sehingga momen ultimit sebesar 1.331.200 kgmm untuk bagian positif dan 1.486.400 kgmm untuk bagian negatif. Fase Retak didapatkan Mcr sebesar 364.052,5 kgmm dan Pcr sebesar 568,83 kg. Dari hasil ekperimental didapatkan Pcr sebesar 937 kg dan Mcr sebesar 599.680 kgmm. Sedangkan untuk hasil numerik didapatkan hasil Mcr sebesar 415.101,9 kgmm dan Pcr sebesar 648,6 kg. Fase Puncak (Momen Ultimit) didapatkan Mu sebesar 1.270.387,02 kgmm dan Pu sebesar 1984,98 kg. Gambar 18. Perbandingan momen - perpindahan dengan pendekatan numerik Dari Gambar 18 grafik perbandingan beban dan perpindahan menggunakan pendekatan numerik didapatkan besarnya beban ultimit sebesar 2151,68 kg dan momen ultimit sebesar 1.377.075 kgmm. 175

5. Spesimen Gabungan Gambar 19. Gabungan ke-4 spesimen Gambar 20. (a) Pola retak akhir sisi depan spesimen L15C (b) spesimen L25C (c) spesimen M15C (d) akhir spesimen M25C Pengaruh variasi jarak sengkang tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kapasitas kolom. Adanya perbedaan rasio tulangan cukup memberikan pengaruh pada kapasitas kolom. Gambar 21. (a) Pola retak akhir sisi belakang spesimen L15C (b) spesimen L25C (c) spesimen M15C (d) akhir spesimen M25C Berdasarkan Gambar 20 dan Gambar 21 dapat kita simpulkan bahwa pola retak yang terjadi antara keempat spesimen adalah sama. Retak yang terjadi adalah dominan lentur yang diikuti dengan retak geser. Sedangkan dari Tabel 6 dapat diperoleh informasi bahwa kolom dengan jarak sengkang 15 cm menghasilkan jarak antar retak yang lebih pendek akan tetapi menghasilkan panjang retak yang lebih besar daripada kolom dengan jarak sengkang 25 cm. Kolom dengan jarak sengkang 25 cm menghasilkan jarak retak yang lebih renggang dan panjang retak yang lebih pendek. Tabel 4. Rekapitulasi ke-4 spesimen Specimen Kolom Panjang Retak Maksimum (cm) Sisi Sisi Depan Belakang Jarak Antar Retak (cm) L15C 8,5-6 L25C 7,5 6,7 11 M15C 7 10 6 M25C 5,7 6,9 15 Dari gambar juga terdapat perbedaan pada banyaknya retak yang terjadi pada sisi depan dan sisi belakang kolom. Sisi kolom bagian depan mengalami retak yang lebih banyak daripada retak yang terjadi pada sisi belakang kolom. Hal tersebut dapat terjadi karena pada saat proses pengecoran, posisi kolom dalam keadaan tertidur. Agregat kasar cenderung memenuhi sisi kolom bagian bawah, sedangkan sisi atas lebih banyak terisi pasir, semen, dan air. Pengujian dilakukan dalam keadaan kolom yang berdiri tegak, sisi bawah kolom menjadi sisi belakang kolom yang diuji. Sedangkan sisi atas kolom saat dicor menjadi sisi depan kolom yang diuji. Perbedaan keseragaman campuran beton kolom menyebabkan hasil retak yang terjadi menjadi berbeda pada sisi depan dan sisi belakang kolom. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian berupa analisis dan pembahasan data yang telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi jarak sengkang dan rasio tulangan longitudinal terhadap mekanisme dan pola retak kolom bertulangan ringan akibat beban siklik dapat ditarik kesimpulan: 1. Mekanisme yang terjadi pada keempat spesimen kolom adalah sama, dimana 176

terjadi retak lentur pada pembeban awal. Keruntuhan lateral terjadi pada drift yang hampir sama pada spesimen dengan rasio tulangan yang sama. Sehingga variasi jarak sengkang tidak begitu berpengaruh pada mekanisme retak kolom tersebut. 2. Pola retak yang terjadi pada keempat spesimen adalah sama, yang diawali dengan retak lentur dan kemudian dilanjutkan dengan retak geser. Jarak sengkang yang lebih rapat (15 cm) akan menghasilkan jarak retak yang lebih rapat daripada sengkang dengan jarak yang lebih renggang (25 cm). 4.2 Saran Terdapat beberapa saran yang dapat diperhatikan untuk penelitian serupa di waktu yang akan datang: 1. Jumlah benda uji di tiap variasi ditambah. 2. Penakaran saat mengecor dilakukan sesuai mix design. 3. Pengambilan sampel untuk uji tekan silinder minimal 3, uji hammer test tidak hanya 1x10 pukulan saja. 4. Memperhatikan segala komponen saat pengujian. 5. Lebih menjaga kestabilan beban aksial. 5. DAFTAR PUSTAKA ACI 318. 2002. Building Code Requirements for Reinforced Concrete. Michigan : American Concrete Institute. Dini, Restian. 2008. Analisis Pengaruh Dimensi Balok dan Kolom Portal Terhadap Lebar Retak Pada Bangunan. Laporan Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya Malang. Fernandes, Dede. 2012. Pola Retak dan Lebar Retak balok dalam Kondisi Gempa Akibat Pengaruh dari Variasi Prosentase Luas Tulangan Tekan Terhadap Tulangan Tarik Pada Tumpuan. Laporan Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya Malang. McCourmac, Jack C. 2004. Desain Beton Bertulang Edidi Kelima. Erlangga: Jalarta. Nawy, Edward. 2010. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung : PT Refika Aditama. Otani, S. 1999. RC Building Damage Statistics and SDF Response with Design Seismic Forces. Earthquake Spectra, Earthquake Engineering Research Institute, Vol. 15, No. 3, pp. 485-501. Sezen, Halil. 2002. Seismic Behavior and Modeling of Reinforced Concrete Building Columns. Disertasi. University of California, Berkeley. Wibowo, Ari. 2012. Seismic Performance Of Insitu and Precast Soft Storey Buildings. Laporan Disertasi. Faculty of Engineering and Industrial Sciences Swinburne University of Technology. 177