semoga hujan turun tepat waktu aditia yudis kumpulan cerita pendek dan flash fiction yang pernah diikutkan kompetisi nulisbuku dan comotan dari blog pribadi. Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com
Semoga Hujan Turun Tepat Waktu (2015) Hari biasa. Aku menyusuri rute yang sama. Bus antar kota yang kutumpangi masih berdiam di luar terminal. Banyak yang lalu lalang, sedikit yang singgah ke dalam bus. Kernet bersuara cempreng terus berseru tanpa lelah, memberi rayu jika bus akan segera berangkat jika bapak dan ibu sekalian naik sekarang juga. Aku menghela napas. Menggeser tubuh ke bagian bangku yang masih kosong. Keramaian jalanan makin meriah, aku memandangnya dengan lelah. Pagi belum sepenuhnya pergi. Namun cahaya matahari hanya samar-samar. Jarum detik dan menit di arlojiku terus bergeser, aku pasti terlambat. Ini akan jadi yang ketiga dalam sepekan. Siapa yang mengira jika tetangga-tetangga akan jatuh sakit bersamaan. Aku diminta mengantarkan ke rumah sakit, menunggu 2 semoga hujan turun tepat waktu
sebentar, lalu kembali lagi ke rumah. Terburu-buru mengejar bus menuju kantor. Bus bergerak sedikit. Mesinnya menderu, pendingin ruangan bertiup agak keras. Aku berdoa. Berharap doaku bisa masuk ke telinga si sopir dan kami berangkat sekarang juga. Jalanan makin padat, semua tampak terburu-buru, mungkin karena urusan, mungkin karena mendung yang menggentarkan. Dia duduk di sampingku dengan sopan. Mengawali kedatangannya dengan senyum yang manis. Kesalku agak lumer saat mendapati kursiku yang kosong dipilih olehnya. Padahal masih banyak bangku yang belum terisi lainnya. Di pangkuan pemuda itu terdapat sebuah buket bunga ungu. Aromanya menyenangkan, berbeda dengan penampilan pemuda itu. Setangkai bunga ungu itu ternyata terdiri dari banyak bunga kecil. Kucoba mengingat-ingat namanya tapi, ah aku lupa. Setelah pemuda itu duduk, bus pun akhirnya meninggalkan terminal. Aku masih mencuri-curi pandang bunga itu yang dipegang dengan penuh hatihati! Barulah kuingat jenis bunga itu. Yang biasa ada di iklan anti-nyamuk. Lavendel. Lavendel yang cantik. Beruntungnya gadis yang akan menerima bunga itu. Aku saja tak pernah menerima sebuket bunga seumur hidupku. Menurutmu hari ini akan hujan? semoga hujan turun tepat waktu 3
Eh? Aku membalas tatapannya. Jantungku seakan melonjak tiba-tiba. Pandangannya penuh harap. Matanya begitu menyenangkan dilihat. Binarnya begitu hangat. Aku tersenyum. Mungkin nggak. Ini mendung penipu. Kelabu ragu-ragu, ucapku tanpa pikir panjang sambil menghaluskan ujung rok menggunakan telapak tangan. Sesaat bola matanya membesar. Seakan ada kilau gemerlap yang muncul. Kontras dengan wajahnya yang masih kusut kurasa dia langsung menuju terminal usai keluar dari selimut. Dia membuat gerakan tiba-tiba. Menarik tas selempang di sisi tubuhnya hingga buket bunganya nyaris mencium lantai bus kalau aku tidak sigap menangkap. Dia memberi isyarat agar aku menunggu dan tetap memegang buket itu sejenak. Sementara pada jari-jarinya sudah terselip pena. Aku suka kata-katamu tadi. Aku catat ya! ujarnya girang. Aku mengangguk. Menjulurkan leherku sedikit untuk melihat apa yang dia tulis. Dia mencatat dengan cepat, aku hanya bisa melihat sekilas tulisan tangannya yang rapi. Ketika dia selesai menulis, aku buru-buru beralih. Mengelus permukaan kertas pembungkus bunga. Hiasannya berupa pita ungu muda. Anggun dan cantik. Susah menahan diri untuk tidak iri. Andai saja 4 semoga hujan turun tepat waktu
aku diperbolehkan memboyong buket ini, akan kupamerkan kepada rekan kerja dan bosku. Biar mereka keki dan berhenti mengejek statusku yang terus-terusan sendiri. Kalau nggak hujan, kenapa bawa payung? tanyanya, memasukkan catatannya ke tas dan mengambil buket itu dariku. Aku agak tak rela buket itu kembali berpindah tangan. Tapi aku tidak punya hak untuk memilikinya. Aku menatapnya lagi, menjawab apa adanya. Biar nggak kepanasan. Ah ya, benar juga. Dia tertawa kecil. Lagi pula, kata ibuku, ini musim kemarau basah. Bisa saja hujan turun lagi dan lagi, tambahku. Menyadur curhat ibuku tentang padi-padi petani yang mulai kekeringan di sekitar kampung kami. Dia mengerutkan alis. Ya? Aku baru dengar tentang itu. Semoga tidak hujan. Hujan bakal mengganggu rencanamu? Sejenak dia geming. Sebenarnya ya. Ya. Aku ingin hujan turun pada waktu yang tepat. (Bersambung! Baca bukunya ya!) semoga hujan turun tepat waktu 5