BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai

HUBUNGAN PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA CATUR TUNGGAL DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bagi seorang wanita menjaga kebersihan dan keindahan tubuh

BAB l PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI SMA NEGERI 9 SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU GENITAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

Perilaku Vulva Hygiene Berhubungan dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas XII SMA GAMA 3 Maret Yogyakarta

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva...

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi Asia dan tertinggi ke-3 di

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

Kata kunci : Pengetahuan, remaja puteri, kebersihan, genetalia eksterna PENDAHULUAN

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

Atnesia Ajeng, Asridini Annisatya Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Population and Development atau ICPD kairo, 1994). Mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA WANITA PERIMENOPAUSE DI DESA MOJO KECAMATAN ANDONG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

BAB I PENDAHULUAN. & Wartonah, 2006). Pengertian lain personal hygiene menurut Departemen

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. fisik maupun mental (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

PERILAKU SANTRI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENITAL EKSTERNA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. awal dari usaha menjaga kesehatan wanita. Organ seksual/ reproduksi wanita

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera jasmani, rohani, dan sosial-ekonomi, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. 1 Menurut Widyastuti dalam Riska, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta prosesnya. 2,3 Menurut WHO masalah kesehatan reproduksi wanita yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban penyakit yang menyerang para wanita di seluruh dunia. 4 Angka ini lebih besar dibandingkan dengan masalah reproduksi pada kaum laki-laki yang hanya mencapai 3,1% pada usia yang sama dengan kaum wanita. 4,5 Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) dalam Leo, mengemukakan keputihan sebagai gejala yang sangat sering dialami oleh sebagian besar wanita. 6,7 Keputihan (fluor albus, leukorea, vaginal discharge) adalah istilah keluarnya cairan dari genitalia seorang wanita yang bukan darah. Menurut Farida Zubier dalam Tria, keputihan atau fluor albus pada seorang wanita berkaitan dengan usia, terdapat etiologi yang berbeda antara bayi dan anak pubertas, wanita pada masa reproduksi, serta wanita pasca menopause. 8,9 Sedangkan penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial budaya. 10 1

2 Keputihan bisa merupakan gejala normal, pada masa pubertas cairan mukosa yang diproduksi hanya sekedar cukup untuk membasahi vagina saja. Kemudian mulai masa pubertas dan masa pematangan seksualitas terjadi peningkatan produksi cairan vagina, sehingga wanita akan merasa daerah vulva menjadi lebih lembab dan kadang-kadang cairan yang keluar akan membasahi pakaian dalamnya dan biasanya 1 muncul keluhan subyektif berupa gatal. Pada keadaan normal, cairan yang keluar berupa mukus atau lendir yang jernih, tidak berbau mencolok, dan agak lengket. Pada keadaan patologis terjadi perubahan cairan genital dalam jumlah, konsistensi, warna, dan bau. 11 Masalah kesehatan reproduksi yang ada di Asia sebanyak 76% yang mengalami keputihan. 12 Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa setiap tahunnya di Indonesia angka kejadian keputihan semakin meningkat. Pada tahun 2002, 50% wanita di Indonesia pernah mengalami keputihan, tahun 2003, sebanyak 60%, dan tahun 2014 sebanyak 70% setidaknya sekali sumur hidup. 13 Menurut Kusmiran dalam Sunarti, sekitar 90% remaja putri di Indonesia berpotensi mengalami keputihan karena Indonesia adalah daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur, virus dan bakteri mudah tumbuh dan berkembang yang mengakibatkan banyaknya kasus keputihan pada remaja putri Indonesia. Ini menunjukkan remaja putri mempunyai risiko lebih tinggi terhadap infeksi atau keputihan patologis. 14, 15 Berdasarkan data statistik tahun 2009, jumlah remaja putri di DIY, yaitu 2,9 juta jiwa berusia 15-24 tahun 68% mengalami keputihan patologis. 12

3 Keputihan yang terjadi tersebut cenderung disebabkan oleh masih minimnya kesadaran untuk menjaga kesehatan terutama kesehatan organ genitalianya. Selain itu, keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah sekitar vagina, bisa terjadi akibat ph vagina tidak seimbang. Sementara kadar keasaman vagina disebabkan oleh dua hal yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal antara lain kurangnya personal hygiene, pakaian dalam yang ketat, dan penggunaan WC umum yang tercemar bakteri Clamydia. 16,17 Menurut Saraswati dalam Paryono penyebab keputihan karena perilaku atau kebiasaan seseorang yang tidak memperhatikan kebersihan organ reproduksinya, yang sering disebut personal hygiene. 18,19 Personal hygiene habits merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting untuk menghindari infeksi yang dapat menyebabkan keputihan. Infeksi bahkan mengakibatkan kemandulan dan kehamilan ektopik. 16 Hal ini dapat dikarenakan adanya penyumbatan saluran tuba dan kanker leher rahim yang merupakan pembunuh nomor satu bagi perempuan. Insiden akibat kanker leher rahim diperkirakan mencapai 100 per 100.000 penduduk per tahun, yang bisa berujung pada kematian. 7,16 Kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Menurut Tarwoto dalam Leliana, kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang, untuk menjaga kesejahteraan fisik maupun psikis. 20,21 Sedangkan menurut Blum dalam Karina, status kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. 22

4 Dalam konteks ini, lingkungan pondok pesantren menjadi menarik untuk diteliti karena pondok pesantren mempunyai kultur tersendiri yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. 23 Kehidupan di lingkungan pondok pesantren lebih mengutamakan keterbatasan dan kesederhanaan. Hal tersebut menjadikan salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan berperilaku sehat santri seperti personal hygiene yang kurang baik, sehingga mengakibatkan kualitas kesehatan remaja dalam hal ini santri kurang terjamin. Berdasarkan penelitian Ma rufi pada 6 pondok pesantren di Jawa Timur memberikan hasil 73,70% santri memiliki personal hygiene yang buruk, perilaku sering memakai baju atau handuk bergantian dengan teman, dan masih banyak ditemui sanitasi lingkungan pondok pesantren yang kurang baik. 24, 25 Selain itu, hasil penelitian perilaku menjaga kebersihan organ kewanitaan pada santri putri di salah satu pondok di Yogyakarta termasuk dalam kategori berperilaku kurang yaitu sebesar 62,9% dan menyebabkan angka kejadian keputihan patologi pada santri sebesar 59,6%. 12 Fakta tersebut tidak dapat dipungkiri karena santri mempunyai aktivitas yang sangat padat. Aktivitas tersebut dimulai dari sebelum subuh hingga sampai kembali tidur sehingga menyebabkan kurang pedulinya santri terhadap kebersihan dirinya terutama genitalia-nya yang mengakibatkan keputihan tersebut. Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q merupakan pondok pesantren khusus putri yang terletak di perbatasan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul ini menjadi tempat tinggal para santri yang sangat beragam dari berbagai provinsi di Indonesia. Mayoritas santri di Komplek Q ini berumur 16-24 tahun dan duduk di bangku perkuliahan meskipun ada beberapa yang duduk di bangku sekolah

5 menengah atas. Sedangkan menurut WHO batasan umur remaja adalah 10-19 tahun dengan kategori remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-19 tahun. 26 Alasan dilakukan penelitian di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q adalah dari data studi pendahuluan penulis 90 % dari 10 sampel santri yang ada di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q mengeluh sering mengeluarkan cairan putih kekuningan dan terasa gatal dari vagina. Kebiasaan santri putri setelah cebok tidak dikeringkan dahulu, tidak berganti pakaian dalam ketika merasa lembab, dan berganti pakaian dalam 2 kali dalam sehari, dan kondisi lingkungan yang kurang bersih menjadikan faktor-faktor penyebab terjadinya keputihan (flour albus) di lingkungan pondok pesantren tersebut. Selain itu, membicarakan masalah seksual dan reproduksi di kalangan santri masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu sehingga harus dirahasiakan dan disembunyikan rapat-rapat. Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti tentang Korelasi antara Personal Hygiene Habits dengan Kejadian Flour Albus Patologis pada Santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian flour albus patologis pada santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q?

6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian fluor albus patologis pada santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q serta keeratannya. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan uang saku bulanan. b. Mengetahui personal hygiene habits pada santri Pondok Pesantren Al- Munawwir Komplek Q. c. Mengetahui kejadian flour albus fisiologis pada santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q. d. Mengetahui kejadian flour albus patologis pada santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat: 1. Manfaat Teoritis a. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini dapat dijadikan khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu kebidanan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja yaitu keterkaitan antara personal hygiene habits dengan terjadinya flour albus patologis.

7 b. Bagi Peneliti dan Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian flour albus patologis dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan kepada pengurus Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q agar mampu meningkatkan perhatian dan pemberian edukasi kepada santri dalam meningkatkan personal hygiene habits terutama dalam pencegahan flour albus yang bersifat patologis. E. Keaslian Penelitian Penelitian Korelasi antara Personal Hygiene Habits dengan Kejadian Flour Albus Pada Santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q sepengetahuan penulis belum pernah diteliti sebelumnya, akan tetapi peneliti menemukan penelitian lain yang serupa, yaitu: 1. Penelitian Awaluddin (2009) dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Keputihan pada Remaja Putri di Asrama Jurusan Keperawatan Lubuk Linggau 27 ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Hasilnya adalah wanita yang sudah menikah memiliki resiko lebih tinggi mengalami keputihan (OR 1,4), wanita yang memiliki integritas sosial yang rendah akan lebih beresiko terjadi keputihan abnormal (OR 1,2) dan wanita yang memiliki otonomi yang rendah akan beresiko tinggi

8 mengalami keputihan abnormal (OR 1,2). Sedangkan pada wanita yang mengalami gangguan kesehatan mental (stres) beresiko tinggi mengalami keputihan abnormal (OR 1,6). Perbedaannya, penelitian Awaluddin meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi keputihan, sedangkan penelitian ini meneliti korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian flour albus yang terjadi pada santri. 2. Penelitian Ayuningtyas (2011) dengan judul Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia Eksterna dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang 28 ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional dengan hasil Angka kejadian keputihan di SMA Negeri 4 Semarang sangat tinggi, 96,9% responden mengalami keputihan. Ada hubungan antara pengetahuan menjaga kebersihan genitalia eksterna dengan kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 4 Semarang (p=0,027). Tidak ada hubungan antara perilaku menjaga kebersihan genitalia eksterna dengan kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 4 Semarang (p=1,00). Perbedaanya, penelitian ini meneliti korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian flour albus sedangkan Ayuningtyas meneliti hubungan pengetahuan dan perilaku terhadap kejadian keputihan. Selain itu, perbedaannya pada subyek penelitian dan lokasi penelitian. 3. Penelitian Tri Indah Setiani, Tri Prabowo, Dyah Pradnya Paramita (2015) dengan judul Kebersihan Organ Kewanitaan dan Kejadian Keputihan

9 Patologi pada Santriwati di Pondok Pesantren Al-Munawwir Yogyakarta, dengan hasil kejadian keputihan patologis pada santriwati 59,6%. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pengambilan sampel pada penelitian Tri dengan membedakan strata pendidikan dan peneliti tidak spesifik menyebutkan komplek atau lokasi penelitian, padahal Pondok Pesantren Al-Munawwir memiliki Komplek dari A sampai T. Berbeda pada penelitian ini menggunakan purposive random sampling dan hanya dilakukan di Komplek Q, sehingga diharapkan penelitian ini akan lebih valid dengan bias minimal. Selain itu, penelitian Tri hanya membahas mengenai adanya hubungan, sedangkan penelitian ini tidak hanya menganalisis sebatas hubungan saja tetapi sampai keeratannya atau signifikansinya.