Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA , 2010, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, PT. Refika Aditama, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL KONGRES XIX IKATAN NOTARIS INDONESIA JAKARTA, 28 JANUARI 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

BAB I PENDAHULUAN. padat ini termasuk salah satu kota besar di Indonesia, walau luasnya yang

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesi Notaris sebagai rambu yang

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

DAFTAR PUSTAKA. Andasasmita Komar, Notaris I, Bandung : Sumur Bandung, 1981

DAFTAR PUSTAKA. Adam Muhammad, Asal Usul Sejarah Notaris, Sinar Baru, Bandung, 1985., Notaris Berkomunikasi, Alumni, Bandung, 1984.

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PERATURAN JABATAN NOTARIS (PJN/UUJN)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Adjie, Habib, 2015, Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

DAFTAR PUSTAKA. Adjie, Habib, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN TAHUN 2014

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PROSES PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN DALAM PEMBUATAN AKTA OLEH NOTARIS 1 Oleh: Gian Semet 2

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I.) BAB I KETENTUAN UMUM

BAB IV PENUTUP. 1. Peran organisasi profesi Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK DAN PELANGGARAN DISIPLIN BERAT

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta, UII Pres, 2009

BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

TATA CARA PEMANGGILAN NOTARIS UNTUK KEPENTINGAN PROSES PERADILAN PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA 1 Oleh: Muriel Cattleya Maramis 2

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

DAFTAR PUSTAKA. Achmad, Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23.

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

KODE ETIK JABATAN NOTARIS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

PERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN

BAB I PENDAHULUAN. otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

Transkripsi:

PENGAWASAN TERHADAP PEJABAT NOTARIS DALAM PELANGGARAN KODE ETIK 1 Oleh : Ineke Bombing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengawasan terhadap pejabat notaris dalam pelanggaran kode etik dan bagaimana akibat hukum jika terjadi pelanggaran kode etik oleh pejabat notaris. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Pembinaan terhadap notaris dalam menjalankan jabatan profesi notaris selama ini dapat dilakukan oleh majelis pengawas notaris yang berada di setiap daerah. Dengan adanya ketentuan yang baru yakni Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Pembinaan oleh Majelis Kehormatan Notaris diatur di dalam Pasal 66A, sedangkan pengawasan dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah yang diatur dalam Pasal 67. Untuk Majelis Kehormatan Notaris dapat menjatuhkan sanksi bagi notaris sedangkan Majelis Pengawas Daerah tidak, baik untuk ditingkat daerah maupun tingkat pusat ketika notaris melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi notaris sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh organisasi profesi yang berlaku bagi seluruh anggota perkumpulan organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari. 2. Akibat hukum jika terjadi pelanggaran kode etik oleh pejabat notaris adalah apabila didasarkan kepada kepatutan, segi moral dan keagamaan dan menurut kata hati nurani. Pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap kode etik notaris mengakibat notaris yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa dikeluarkan dari keanggotaan Ikatan Notaris Indonesia (INI). Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap etika, kepatutan atau moral penyelesaiannya bukan hanya menurut kode etik semata namun dapat juga berdasarkan peraturan perundang- 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Doortje D. Turangan, SH, MH; Lendy Siar, SH, MH; Dr. Ceacilia J. J. Waha, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi. NIM. 100711463 undangan. Segala sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh notaris dengan jelas dan tegas diatur dalam bentuk perundang-undangan. Kata kunci: Notaris, kode etik. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja notaris sudah diatur dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), beserta dengan sanksinya. Bagian pertama mengatur tentang notaris dalam menjalankan jabatan dan wilayah kerja. Kedua tentang syarat-syarat untuk pengangkatan notaris dan cara pengangkatan yang harus dipenuhi. Bilamana ketentuan ini tidak dipenuhi, maka akta yang di buat di hadapan notaris menjadi tidak sah. Ketiga, mengatur tentang bentuk akta, minuta, salinan dan repertorium. Keempat, tentang pengawasan terhadap para Notaris dan akta-aktanya. Kelima, mengatur tentang tata cara penyimpanan dan pengambilalihan minuta dan repertorium dalam hal notaris meninggal dunia, berhenti atau pindah. Sehubungan dengan hal tersebut, bilamana notaris terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang ada dalam Undang- Undang jabatan notaris, notaris yang bersangkutan akan terkena sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran yang telah dilakukan menurut Undang-Undang jabatan notaris. Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada hukum serta berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan Notaris (Pasal 1 Kode Etik Notaris). Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 2 Kode Etik Notaris menerangkan bahwa Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya menyadari kewajibannya bekerja sendiri, jujur dan tidak berpihak, dengan penuh rasa tanggung jawab, tidak mengadakan kantor cabang, maupun tidak menggunakan perantara-perantara serta menggunakan media massa yang bersifat promosi. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya dengan sebaik-baiknya memberikan penyuluhan hukum serta memberikan jasanya kepada masyarakat yang kurang mampu dengan cuma-cuma. Pasal 3 108

Kode Etik Notaris menyebutkan bahwa notaris dengan sesama Notaris hendaklah hormat menghormati menjauhkan dari persaingan yang tidak sehat dan notaris harus menjaga korps notaris. Tanggung jawab etis notaris berkaitan dengan norma moral yang merupakan ukuran bagi notaris untuk menentukan benar-salahnya atau baik buruknya tindakan yang dilakukan dalam menjalankan profesinya. Tanggung jawab ini meliputi 3 (tiga) hal. Pertama, bilamana tindakan tersebut dilakukan dalam keadaan kemampuan akal budinya berfungsi secara normal. Kedua, dalam hal Notaris melakukan pelanggaran dengan kemauan bebas. Ketiga, adanya kesengajaan dengan maksud jahat yang dilakukan Notaris dan akibatnya menimbulkan kerugian. Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan dan menyusunnya dalam skripsi yang berjudul: Pengawasan Terhadap Pejabat Notaris Dalam Pelanggaran Kode Etik. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengawasan terhadap pejabat notaris dalam pelanggaran kode etik? 2. Bagaimana akibat hukum jika terjadi pelanggaran kode etik oleh pejabat notaris? C. Metode Penelitian Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Bambang Waluyo, mengatakan penelitian semacam ini juga disebut dengan istilah penelitian doktrinal. Penelitian sejenis ini disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder. 3 Dalam penelitian ini bahan kepustakaan dan studi dokumen dijadikan sebagai bahan utama. PEMBAHASAN A. Pengawasan Terhadap Pejabat Notaris Dalam Pelanggaran Kode Etik Kewenangan memberikan persetujuan pemanggilan notaris tidak bisa dilaksanakan lagi oleh Majelis Pengawas Daerah karena adanya Putusan MK No. 49/PUU-X/2012. Setelah Undang-Undang No 2 Tahun 2014 ini disahkan frase mendapatkan persetujuan tersebut 3 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002), hal. 14. kembali muncul di dalam Pasal 66 dengan lembaga yang berbeda yaitu majelis kehormatan notaris. Berdasarkan perubahan Pasal 66 tersebut dimana kewenangan majelis pengawas daerah dalam memberikan persetujuan terhadap pemeriksaan notaris oleh penegak hukum tidak berlaku lagi dan menjadi kewenangan majelis kehormatan notaris sesuai dengan Pasal 66 Undang-Undang No 2 Tahun 2014, maka di antara Pasal 66 dan Pasal 67 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 66A yang mengatur tentang Majelis Kehormatan Notaris. Pasal 66A menyatakan : (1) Dalam melaksanakan pembinaan, menteri membentuk majelis kehormatan notaris. (2) Majelis kehormatan notaris berjumlah 7 (tujuh) orang, terdiri atas unsur: a. Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; b. Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan c. Ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran majelis kehormatan notaris diatur dengan peraturan menteri. Pasal 66A mengatur secara khusus mengenai sebuah lembaga baru yaitu majelis kehormatan notaris. Majelis kehormatan notaris merupakan lembaga pembinaan terhadap notaris yang sebelumnya ada pada majelis pengawas daerah. Jumlah anggota notaris adalah 3 (tiga) orang, pemerintah 2 (dua) orang, dan ahli atau akademisi sebanyak 2(dua) orang. Dalam pembinaan ini unsur notaris lebih banyak di banding unsur pemerintah dan ahli atau akademisi, karena dalam proses pembinaan notaris lebih mengetahui profesinya. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris, pengawasan adalah kegiatan yang bersifat preventif dan represif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh majelis pengawas terhadap notaris. Mekanisme pengawasan yang dilakukan terhadap 109

pelaksanaan tugas dan jabatan notaris adalah bersifat preventif maupun represif. Pengawasan yang dilakukan secara preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan, yang berarti pengawasan terhadap segala sesuatu yang masih bersifat rencana sedangkan pengawasan yang dilakukan secara represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan. Tujuan dari adanya pelaksanaan tugas dan wewenang majelis pengawas notaris adalah memberikan arah dan tuntunan bagi anggota majelis pengawas notaris dalam menjalankan tugasnya, agar dapat memberikan pembinaan dan juga pengawasan kepada notaris dalam menjalankan jabatan profesinya sebagai pejabat umum, senantiasa meningkatkan profesionalisme dan kualitas kerjanya, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi penerima jasa notaris, karena adanya notaris bukanlah untuk kepentingan notaris itu sendiri tetapi untuk kepentingan masyarakat yang dilayani atau meminta jasa notaris. Pertanggungjawaban profesional adalah pertanggungjawaban kepada diri sendiri dan kepada masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri berarti seorang profesional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional sebagai bagian dari kehidupannya. Ketika seorang profesional memberikan pelayanan ia selalu mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya, bukan karena sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab kepada masyarakat artinya kesediaan memberikan pelayanan sebaik mungkin sesuai dengan profesinya, tanpa membedakan antara pelayanan dengan bayaran yang tinggi, lebih rendah atau tanpa bayaran serta menghasilkan layanan yang bermutu, yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak sematamata bermotif mencari keuntungan melainkan juga pengabdian kepada sesama manusia. Lebih dari itu, seorang profesional dalam puncak pertanggungjawabannya harus dapat dikembalikan pada hakikat kuasa Sang Pencipta. Artinya pertanggung jawaban profesional tidak sekedar dalam hubungan horizontal antar sesama manusia, melainkan pertanggungjawaban terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bertanggung jawab juga berarti berani mengambil risiko yang timbul akibat pelayanannya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan dampak yang membahayakan atau merugikan diri sendiri, orang lain, dan berdosa kepada Tuhan. Para profesional terkelompok dalam suatu organisasi biasanya organisasi profesi tersebut menurut bidang keahlian dari cabang ilmu yang dikuasai. Kelompok profesi merupakan masyarakat moral (moral community) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kelompok profesi memiliki kekuasaan sendiri dan tanggung jawab khusus. Sebagai profesi kelompok ini mempunyai acuan yang disebut sebagai kode etik profesi. Abdulkadir Muhammad menyimpulkan bahwa profesional hukum, termasuk di dalamnya notaris, yang bermutu adalah profesional yang menguasai hukum Indonesia, mampu menganalisis masalah hukum dalam masyarakat, mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan masalah konkret dengan bijaksana, berdasarkan prinsip-prinsip hukum, menguasai dasar ilmiah untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum, mengenal dan peka akan masalah keadilan dan masalah sosial. 5 Adanya hubungan antara kode etik notaris dengan UUJN memberikan arti terhadap profesi notaris itu sendiri. UUJN dan kode etik notaris menghendaki agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum, selain harus tunduk pada UUJN juga harus taat pada kode etik profesi serta harus bertanggungjawab terhadap masyarakat yang dilayaninya, organisasi profesi (Ikatan Notaris Indonesia atau INI) maupun terhadap negara. Dengan adanya hubungan ini maka terhadap notaris yang mengabaikan keluhuran dari martabat jabatannya selain dapat dikenai sanksi moril, ditegur atau dipecat dari keanggotaan profesinya juga dapat dipecat dari jabatannya sebagai notaris. Sepanjang apa yang sudah dilakukan oleh notaris sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan khususnya Undang- Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan tidak melanggar kode etik yang telah ditentukan, maka majelis pengawas tidak memperkenankan 5 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal 58 110

notaris yang bersangkutan untuk memenuhi aparat penegak hukum walaupun hanya sebagai saksi. Dengan dibentuknya majelis kehomatan notaris, diharapkan notaris lebih profesional dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dikarenakan eksistensi majelis kehormatan notaris yang baru menurut peraturan perundang-undangan baik untuk tingkat daerah maupun tingkat pusat merupakan pengawas sekaligus pelindung serta mengayomi notaris agar tetap menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Peran majelis pengawas daerah yang sebelumnya melakukan pengawasan dan pembinaan, setelah Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 ini diberlakukan menjadi terpisah yaitu oleh majelis pengawas daerah dan majelis kehormatan notaris. Pembinaan oleh majelis kehormatan notaris diatur di dalam Pasal 66A, sedangkan pengawasan dilakukan oleh majelis pengawas daerah yang diatur dalam Pasal 67. Sampai tulisan ini dibuat mengenai tugas dan fungsi dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja dan anggaran majelis kehormatan notaris berdasarkan Pasal 66A ayat (3) belum di atur dengan Peraturan Menteri. Majelis Pengawas Daerah tidak mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi apapun. Meskipun Majelis Pengawas Daerah mempunyai wewenang untuk menerima laporan dari masyarakat dan dari notaris lainnya dan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris, tapi tidak diberi kewenangan untuk menjatuhkan sanksi apapun. Majelis Pengawas Daerah hanya berwenang untuk melaporkan hasil sidang dan pemeriksaannya kepada majelis pengawas wilayah dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris/Ikatan Notaris Indonesia (INI). B. Akibat Hukum Dari Pelanggaran yang Dilakukan Oleh Pejabat Notaris Terhadap Kode Etik Profesi Notaris Pelanggaran terkait dengan kode etik notaris adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh anggota perkumpulan organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris yang melanggar ketentuan kode etik dan/atau disiplin organisasi. Terkait dengan sanksi sebagai bentuk upaya penegakan kode etik notaris atas pelanggaran kode etik didefinisikan sebagai suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin Notaris. Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) dalam upaya untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaris, mempunyai kode etik notaris yang ditetapkan oleh kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota I.N.I. Dewan Kehormatan merupakan organ perlengkapan I.N.I yang terdiri dari anggotaanggota yang dipilih dari anggota I.N.I dan werda Notaris, yang berdedikasi tinggi dan loyal terhadap perkumpulan, berkepribadian baik, arif dan bijaksana, sehingga dapat menjadi panutan bagi anggota dan diangkat oleh kongres untuk masa jabatan yang sama dengan masa jabatan kepengurusan. Dewan Kehormatan berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap kode etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangannya dan bertugas untuk melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang menyangkut hubungan dengan masyarakat secara langsung. Memberikan saran dan pendapat kepada majelis pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan notaris. Kewenangan pengawasan pelaksanaan dan penindakan kode etik notaris ada pada Dewan Kehormatan yang berjenjang mulai dari tingkat daerah, wilayah, dan pusat. Bagi notaris yang melakukan pelanggaran kode etik, Dewan Kehormatan berkoordinasi dengan Majelis Pengawas berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran tersebut dan dapat menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya, sanksi yang dikenakan terhadap anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Kode etik notaris yaitu: 1) Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa : a. Teguran. b. Peringatan. 111

c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan. d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan. e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan. 2) Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut. Namun sanksi pemecatan yang diberikan terhadap notaris yang melakukan pelanggaran dan perbuatan melawan hukum bukanlah berupa pemecatan dari jabatan notaris melainkan pemecatan dari keanggotaan Ikatan Notaris Indonesia sehingga walaupun notaris yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran dan perbuatan melawan hukum, notaris tersebut masih dapat membuat akta dan menjalankan kewenangan lainnya sebagai notaris, dengan demikian sanksi berupa pemecatan dari keanggotaan perkumpulan tentunya tidak berdampak pada jabatan seorang notaris yang telah melakukan pelanggaran dan perbuatan melawan hukum. Notaris masih tetap dapat membuat akta dan menjalankan jabatannya sebagai notaris, karena sanksi pemecatan tersebut bukan berarti secara serta merta notaris tersebut diberhentikan dari jabatannya, karena hanya menteri yang berwenang untuk memecat notaris dari jabatannya dengan mendengarkan laporan dari Majelis Pengawas. Notaris masih saja dapat menjalankan jabatannya, sehingga sanksi kode etik tersebut terkesan kurang mempunyai daya mengikat bagi notaris yang melakukan pelanggaran kode etik atau perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik. Sehingga seorang notaris seharusnya dapat dituntut untuk membayar ganti rugi dalam hal adanya kesalahan yang dilakukan notaris menyangkut perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai kode etik. Antara kerugian yang diderita dengan kelalaian atau pelanggaran notaris terdapat hubungan sebab akibat (causalitas). Pelanggaran atau kelalaian tersebut disebabkan oleh kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada notaris yang bersangkutan. Menurut ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dinyatakan, bahwa pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan membentuk Majelis Pengawas. Pengawasan tersebut meliputi perilaku notaris dan pelaksanaan Jabatan Notaris. Dengan demikian, Majelis Pengawas, menggunakan Kode Etik yang telah dibuat oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI), sebagai bahan pengawasan terhadap notaris. Majelis Pengawas akan mengambil tindakan apabila ada pengaduan dari masyarakat mengenai perilaku notaris yang menyimpang. Kesimpulan pertanggungjawaban notaris terhadap Kode etik Notaris adalah seorang notaris dijatuhi sanksi kode etik berupa teguran, peringatan, schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan, onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pembinaan terhadap notaris dalam menjalankan jabatan profesi notaris selama ini dapat dilakukan oleh majelis pengawas notaris yang berada di setiap daerah. Dengan adanya ketentuan yang baru yakni Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Pembinaan oleh Majelis Kehormatan Notaris diatur di dalam Pasal 66A, sedangkan pengawasan dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah yang diatur dalam Pasal 67. Untuk Majelis Kehormatan Notaris dapat menjatuhkan sanksi bagi notaris sedangkan Majelis Pengawas Daerah tidak, baik untuk ditingkat daerah maupun tingkat pusat ketika notaris melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi notaris sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh organisasi profesi yang berlaku bagi seluruh anggota perkumpulan organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari. 2. Pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap kode etik notaris mengakibat notaris yang bersangkutan dikenakan sanksi 112

berupa dikeluarkan dari keanggotaan Ikatan Notaris Indonesia (INI).Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap etika, kepatutan atau moral penyelesaiannya bukan hanya menurut kode etik semata namun dapat juga berdasarkan peraturan perundang-undangan. Segala sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh notaris dengan jelas dan tegas diatur dalam bentuk perundang-undangan. B. Saran 1. Sebaiknya dilakukan Amandemen terhadap Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 terutama tentang pengawasan tentang pejabat notaris, agar mengatur lebih spesifik lagi tentang tugas dan fungsi dari majelis kehormatan notaris dan dewan pengawas daerah. 2. Hendaknya pengurus organisasi INI lebih intensif dalam mengadakan pertemuan dengan melibatkan unsur Majelis Kehormatan Notaris (MKN) guna membahas masalah-masalah seputar pelaksanaan jabatan notaris khususnya yang berkaitan dengan kode etik dan undang-undang, sehingga para notaris lebih memahami dan mengerti tentang tugas jabatannya berkaitan dengan kode etik dan undangundang. Selain itu juga untuk mempererat hubungan antar sesama notaris. DAFTAR PUSTAKA Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika., UII Press, Yogyakarta, 2009. Engelbrecht De Wetboeken wetten en Veroordeningen, Benevens de Grondwet van de Republiek Indonesie, Ichtiar Baru-Van Voeve, 1998. Habieb Adjie,., Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009. -----------., Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung., Bandung, 2008. Herlien Budiono., Notaris dan Kode Etiknya, Upgrading dan Refreshing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia, Medan, 2007. Hol, A.M dan M.A. Loth dalam Iudex mediator; naar een herwardering van de juridische professie, Nederlands Tijdschrijft voor Rechtsfilosofie & Rechtstheorie 2001. Ignatius Ridwan Widyadharma., Hukum Profesi tentang Profesi Hukum, CV. Ananta, Semarang, 1994. Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan,, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009. Jati Diri Notaris, Dulu, Sekarang dan Di Masa Datang.,PP-INI, Jakarta, 2000. Kohar, Notaris dan Persoalan Hukum., PT. Bina Indra Karya, Suarabaya, 1985. Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana., Bayu Grafika, Yogyakarta, 1995. -------------.,Liliana Tedjosaputro,, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003. Lumban Tobing, G.H.S., Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999. Munir Fuady., Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat,Notaris, Kurator, dan Pengurus, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005 Salim HS. & H. Abdullah., Perancangan Kontrak dan MOU, Sinar Grafika, Jakarta, 2007. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986. Soerjono Soeknto., Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1998. Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat., Rajawali Press, Jakarta, 1985. Soegondo, R., Hukum Notariat di Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, 1992. Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006. Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1997. Matome M. Ratiba., Convecaying Law for Paralegals and Law Students, bookboon.com, 2013. www.hukumonline.com. Etika Profesi Hukum di Era Perubahan, Imam Nasima, Mahasiswa pascasarjana hukum perusahaan Universitas Utrecht, aktif di dalam Indonesian Law Society Utrecht. Diunggah 11 Des 2012. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Keputusan Kongres Ikatan Indonesia (INI) tentang Kode Etik 113