LAPORAN PRAKTIKUM Oral Infection by Staphylococcus Aureus in Patients Affected by White Sponge Nevus: A Description of Two Cases Occurred in the Same Family Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J 52010 0019 Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
White Sponge Nevus White sponge nevus (WSN) adalah kelainan yang bersifat autosom dominan yang jarang dengan tingkat penetrasi yang tinggi, lesi ini mungkin ada pada saat kelahiran atau baru mulai bermanifestasi atau menjadi lebih kuat saat pubertas. White sponge nevus adalah kelainan yg relatif tidak umum, yang biasanya dijumpai pada waktu lahir atau pada anak kecil, tetapi menetap seumur hidup. Ditandai oleh lesi-lesi mukosa yang tanpa gejala, putih berkerut dan seperti busa. Sering kali lesinya memperlihatkan pola gelombang yang simetris. Lokasi yang paling umum adalah di mukosa pipi, bilateral, dan selanjutnya dimukosa bibir, linger alveolar dan dasar mulut. Keadaan ini dapat mengenai seluruh mukosa mulut atau didistribusikan secara unilateral sebagai bercak-bercak putih tertentu. Tepi gusi dan dorsal lidah hamper tidak pernah terkena, meskipun palatum lunak dan ventral lidah umum terlibat. Ukuran lesinya bervariasi dari satu pasien ke pasien lain dan dari waktu ke waktu. White sponge nevus tidak menunjukkan predileksi ras dan jenis kelamin, tetapi karena pola transmisi dominan autosomal dari keadaan ini, maka banyak anggota keluarga dapat menderita kelainan tersebut. Daerah-daerah mukosa ekstraoral yang dapat terlibat adalah rongga hidung, esophagus, larings, vagina dan rectum. Lesi-lesi kulit yang timbul bersamanya bias memastikan diagnosisnya. Penyebabnya dihubungkan dengan cacat pada kematangan epitel dan eksfoliasi. Secara klinis, oral white sponge nevus asimtomatik atau tidak terasa sakit, bilateral, putih, lembut dan kenyal. Permukaan bagian yang terkena akan tampak tebal, terlipat dan mungkin dapat mengelupas dari jaringan dibawahnya. Lesi juga tidak menunjukkan gejala dan kasar untuk dipalpasi. Kondisi ini kemungkinan menyerang seluruh permukaan mukosa oral yang terkena dengan menyisakan sedikit mukosa normal yang terlihat, mukosa bukal adalah bagian yang paling sering terkena hal ini walaupun lesi juga dapat mengenai lidah, dasar mulut, palatum, mukosa labial, dan bahkan gingival, lesi biasanya bilateral. Ukuran lesi sangat bervariasi, berbeda antara satu pasien dengan pasien yang lainnya. Adanya kecenderungan bahwa permukaan keratin sering dapat dihapus dengan kasa kering, menyebabkan terjadinya keadaan yang sering didiagnosa sebagai kandidiasis oral dan bahkan dirawat dengan obat antijamur, tetapi hanya lesi yang lembek yang dapat disebut white sponge nevus. Gambaran histopatologis anatomi, lapisan stratified squamous epithelium parakeratinisasi dan akantosis. Lapisan sel prickle mengandung sejumlah besar sel vakuola yang tampak seperti tercuci dan jaringan ikat biasanya bebas dari infiltrasi sel peradangan. Permukaan epithelium biasanya ditutupi oleh mikroorganisme.
KASUS Seorang pria itali berumur 38 tahun datang ke bagian pemerintah Oral Hygiene dan Periodontology di klinik Calabrodental pada bulan April 2011 untuk melakukan evaluasi plak putih bilateral yang berkembang pada mukosa bukal dan gingivanya. Plak putih tersebut sudah ada sejak ia berumur 13 tahun. Kondisi klinis ini sudah diselidiki oleh dokter lain dan menyimpulkan diagnosis sebagai white sponge nevus, patologi lain yang berhubungan dengan aspek klinis pasien tersebut. plak ini biasanya tanpa gejala, namun, 2 bulan terakhir pasien mengeluhkan rasa sensasi terbakar yang ia rasakan sepanjang hari. Jadi dia datang ke klinik tersebut dalam rangka mengurangi keluhannya. Setelah dilakukan investigasi lebih lanjut, pasien diberi buffer oral untuk menanggulanggi kemungkinan adanya infeksi jamur atau bakteri. Hasilnya menunjukkan positif terdapat staphylococcus aureus yang rentan terhadap methicillin. Hasil analisa ini tidak menunjukkan adanya candida albican atau infeksi jamur lain, sehingga rasa sakit yang dirasakan kemungkinan disebabkan oleh oral hygiene yang buruk dan adanya bakteri staphylococcus aureus. Jadi pada pasien dilakukan pembersihan faktor lokal untuk mengurangi infeksi dalam rongga mulutnya. Pada hari berikutnya, pasien diberikan obat kumur klorheksidin diglukonat 0,2% dengan pemakaian 2 kali sehari. Lalu kemudian dilakukan follow up 7 hari kemudian, pasien melaporkan bahwa rasa sakitnya telah hilang. Lalu peneliti ingin mengecek keadaan anak dari pasien tersebut, pada pasien kecil menunjukkan memiliki kondisi klinis intraoral yang sangat mirip dengan ayahnya, apalagi pasien ini memiliki angular cheilitis. Kemudian sampel air liur pasien ini dikirimkan ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan mikrobiologi oral, hasilnya menunjukkan positif adanya bakteri staphylococcus aureus dan tidak ditemukan adanya infeksi jamur. Jenis obat yang sama diberikan pada pasien muda tersebut, yaitu obat kumur klorheksidin diglukonat 0,12% 2 kali sehari untuk mengurangi bakteri dan mencegah kambuhnya angular cheilitis.
Pemeriksaan Subjektif CC : Seorang pasien datang untuk melakukan evaluasi plak putih bilateral yang berkembang pada mukosa bukal dan gingivanya yang mulai terasa sakit PI : Plak putih tersebut sudah ada sejak ia berumur 13 tahun dan tidak pernah terasa sakit, tetapi 2 bulan terakhir pasien mengeluhkan rasa sensasi terbakar yang ia rasakan sepanjang hari PDH : Pasien pernah melakukan pemeriksaan sebelumnya, dan kondisi pasien didiagnosa sebagai white sponge nevus PMH : Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik FH : Anak pasien memiliki kondisi rongga mulut yang sama terhadap pasien Pemeriksaan Objektif Ekstraoral Kepala : Dalam batas normal Pipi : Dalam batas normal Bibir : Dalam batas normal TMJ : Dalam batas normal Limfonodi : Normal Intraoral Mukosa dan Gingiva : plak putih bilateral yang berkembang pada mukosa bukal dan gingivanya,, putih, lembut dan kenyal. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan histopatologis Lapisan stratified squamous epithelium parakeratinisasi dan akantosis, jaringan ikatnya biasanya bebas dari infiltrasi sel peradangan, permukaan epithelium biasanya ditutupi oleh mikroorganisme. Mikrobiologi Oral Hasilnya menunjukkan positif terdapat staphylococcus dan tidak menunjukkan adanya candida albican atau infeksi jamur lain. Diferensial Diagnosis Cheek Bitting Candidiasis
Diagnosis White Sponge Nevus Rencana Perawatan Dalam sebagian besar kasus, WSN tidak memerlukan pengobatan karena termasuk jinak dan tidak memiliki gejala. Walaupun begitu, beberapa kasus penderita WSN merasakan gejala rasa sakit. Treatment antibiotik menggunakan penisilin, ampicillin, dan tetrasiklin bisa dikatakan berhasil untuk mengurangi lesi ini. Beberapa peneliti juga menganjurkan penggunaan obat kumur tetrasiklin. Dari kasus yang diteliti ini, peneliti mendapatkan hasil yang bagus dari treatment menggunakan obat kumur klorheksidin diglukonat 0,2% 2 kali sehari, mengingat kedua pasien terebut positif terinfeksi oleh staphylococcus aureus.