PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES AGING TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MESA JARAK PAGAR SKRIPSI NUR HIDAYAT F

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik Kimia Produk

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SURFAKTAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SURFAKTAN DAN KINERJA SURFAKTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB I PENDAHULUAN I.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

4 Pembahasan Degumming

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERNADETHA RODEKA PINEM F

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Surfaktan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Kelapa Sawit dan Hasil Pengolahan Kelapa Sawit

PENGARUH SUHU INPUT PADA PROSES PEMBUATAN SURFAKTAN METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) DARI METIL ESTER STEARIN RENNY UTAMI SOMANTRI

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Studi Kinetika Reaksi Metanolisis Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Menggunakan Reaktor Batch Berpengaduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak duri (Ricinus communis L.) termasuk dalam famili

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Pelaksanaan Penelitian

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES SULFONASI DALAM PROSES PRODUKSI METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR (STFR)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SURFAKTAN MES DARI JARAK PAGAR

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

Emulsi Metil Ester Sulfonat dari CPO

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari

3 METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES AGING TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MESA JARAK PAGAR SKRIPSI NUR HIDAYAT F34061189 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES AGING TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA SURFAKTAN MESA JARAK PAGAR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh NUR HIDAYAT F34061189 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Skripsi : Pengaruh Suhu dan Lama Proses Aging terhadap Sifat Fisikokimia Surfaktan MESA Jarak Pagar Nama : Nur Hidayat NIM : F34061189 Menyetujui, Pembimbing, (Prof. Dr. Erliza Hambali) NIP 19620821 198703 2 003 Mengetahui : Ketua Departemen, (Prof. Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903 2 001 Tanggal lulus : 7 Februari 2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Suhu dan Lama Proses Aging terhadap Sifat Fisikokimia Surfaktan MESA Jarak Pagar adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2011 Yang membuat pernyataan Nur Hidayat F34061189

THE EFFECT OF TEMPERATURE AND AGING PROCESS DURATION ON THE PHYSICOCHEMICAL PROPERTIES OF MESA JATROPHA CURCAS SURFACTANT Nur Hidayat and Erliza Hambali Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, West Java, Indonesia e-mail: nuru_hidayat@yahoo.co.id ABSTRACT Surfactant is an actives compound which decrease the surface tension (surface active agent) and inter-facial tension of matter with different polarity. MES (Methyl Ester Sulfonate) surfactant was anionic surfactant from jatropha oil which has potential to replace petroleum-based surfactant (petroleum sulfonate) which commonly used. The objectives of this research were to obtain the best condition of aging process (temperature and aging duration) in methyl ester conversion of jatropha oil into Methyl Ester Sulfonate Acid (MESA), and to know the physic-chemical characters of MESA which been produced. Main process of MESA synthesizing was sulfonation, that s the binding of sulfonate clusters by sulfonating reactant in hydrocarbon chain of methyl ester. Used sulfonating reactant in this research was SO 3 gas. Condition of sulfonating process are input temperature of methyl ester at 100 0 C and sample taken after sulfonating process lasting for 120 minutes, then continued by aging process. Studied parameters are aging temperatures at 80, 100, and 120 0 C and aging duration for 30, 45, and 60 minutes. MES was obtained from neutralization of MESA by using NaOH 50%. Result of variance analysis shows that temperature and aging duration has a significant effect to density, acid number, and iod number of MESA. Best condition from temperature and aging duration s combination was at process condition at 80 0 C for 60 minutes. Keywords : metil ester jatropha, aging process, MESA, MES

Nur Hidayat. F34061189. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Aging terhadap Sifat Fisikokimia Surfaktan MESA Jarak Pagar. Dibawah Bimbingan Erliza Hambali. 2011 RINGKASAN Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) dan tegangan antar muka antara zat yang berbeda polaritasnya. Pemakaian surfaktan antara lain untuk aplikasi pencucian dan pembersihan (washing and cleaning applications), produk pangan, pertambangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil, serta produk kosmetika dan produk perawatan diri (personal care products). Surfaktan MES (Metil Ester Sulfonat) merupakan surfaktan anionik dari minyak jarak pagar yang berpotensi menggantikan surfaktan berbasis minyak bumi (petroleum sulfonat) yang selama ini digunakan. Hal ini terkait dengan kelebihan yang dimiliki surfaktan MES, diantaranya bersifat terbarukan, lebih ramah lingkungan, secara alami mudah didegradasi dan memiliki sifat deterjensi yang baik walaupun digunakan pada air dengan tingkat kesadahan yang cukup tinggi (Matheson, 1996). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi proses aging terbaik (suhu dan lama aging) pada konversi metil ester jarak pagar menjadi Metil Ester Sulfonat Acid (MESA), serta mengetahui karakteristik fisikokimia MESA yang dihasilkan. Penelitian ini diawali dengan pengepresan biji jarak pagar untuk mendapatkan minyak. Minyak jarak pagar yang dihasilkan tersebut kemudian diproses melalui tahap esterifikasi dan transesterifikasi untuk mendapatkan metil ester jarak pagar. Proses utama sintesis MESA adalah sulfonasi, yaitu pengikatan gugus sulfonat oleh reaktan pensulfonasi pada rantai hidrokarbon metil ester. Reaktan pensulfonasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gas SO 3. Reaktan gas SO 3 bersifat sangat reaktif, sesuai untuk produksi kontinyu, dan dapat membentuk gugus sulfonat secara optimal. Proses sulfonasi penelitian ini menggunakan Single Tube Falling Film Reactor (STFR) dengan panjang reaktor 6 meter dan kapasitas umpan bahan organik 8 liter. Kondisi proses sulfonasi adalah dengan suhu input metil ester 100 o C dan sampel diambil setelah proses sulfonasi berlangsung selama 120 menit, setelah itu dilanjutkan dengan proses aging. Faktor kajian terdiri dari suhu aging 80, 100, dan 120 o C serta lama proses aging 30, 45, dan 60 menit. MES diperoleh dari proses netralisasi MESA menggunakan NaOH 50%. Berdasarkan tahapan kegiatan yang telah dilakukan, hasil analisis biji jarak pagar yang digunakan dengan kadar air 9.73% dan kadar minyak 40.55%. Hasil pengepresan biji jarak pagar menghasilkan minyak jarak pagar dengan sifat fisikokimia: FFA 32.09%, bilangan asam 63.859 mg KOH/g minyak, bilangan iod 98.29 g iod/g minyak, bilangan penyabunan 197.6 mg KOH/g minyak dan densitas minyak jarak adalah 0.9131 g/ml. Hasil proses esterifikasi dan transeterifikasi minyak jarak pagar menghasilkan metil ester dengan sifat fisikokimia: bilangan asam 0.44 mg KOH/g sampel, bilangan iod 94.917 mg iod/ g sampel, bilangan penyabunan 198.125 mg KOH/g sampel, kadar gliserol total 0.918%(b/b), dan kadar ester alkil 97.70%(b/b). Metil ester yang dihasilkan tersebut kemudian dikonversi menjadi MESA melalui tahapan sulfonasi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama aging berpengaruh nyata terhadap bilangan asam MESA, bilangan iod MESA, dan bilangan iod MES. Kondisi proses terbaik dari kombinasi suhu dan lama aging adalah pada kondisi proses dengan suhu aging 80 o C selama 60 menit. Proses aging pada suhu aging 80⁰ C selama 60 menit memberikan kandungan bahan aktif tertinggi yaitu sebesar 14.83%, ph 1.8, bilangan iod 25.087 mgi/g, bilangan asam 19.788 mg KOH/g, densitas 1.0298 g/ml, dan viskositas 337.5 cp, sedangkan kualitas MES nya pada kondisi yang sama yaitu bahan aktif 15.51%, ph 6.58, serta bilangan iod 23.895 mg Iod/g MES.

Hak cipta milik Nur Hidayat, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

BIODATA PENULIS Nur Hidayat. Lahir di Jakarta, 22 Oktober 1988 dari ayah Harto Pawiro S. dan ibu Legiyem, sebagai putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMAN 42 Jakarta, dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Kemudian penulis memilih Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan organisasi dan keilmiahan. Penulis pernah aktif dalam BEM dan Forum Bina Islami Fateta pada tahun 2007-2008. Penulis pernah tergabung dalam kontingen IPB pada PIMNAS 2009 di Universitas Brawijaya Malang dan PIMNAS 2010 di Universitas Mahasaraswati Denpasar. Penulis melaksanakan praktek lapangan di Pabrik Kelapa Sawit Sinarmas Group, Kampar, Riau pada tahun 2009. Penulis juga tercatat sebagai salah satu Senior Resident Asrama TPB IPB 2008-2010. Beberapa beasiswa yang pernah diterima penulis antara lain adalah LAZ Al Hurriyah, PPA, dan Korean Exchange Bank.

KATA PENGANTAR Puji serta syukur sudah sepantasnya penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan begitu banyak limpahan karunia dalam setiap langkah kehidupan ini. Penulis juga bersyukur karena telah diberikan kekuatan dan kemudahan dalam melaksanakan tugas akhir penelitian sampai terselesaikannya skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu dan Bapak yang telah banyak berdoa dan sabar menunggu kelulusan penulis. 2. Prof. Dr. Erliza Hambali selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. 3. Staff dan laboran SBRC: Mas Anas, Mas Slamet, Mas Gun, Pak Ratno, Pak Heri, Mas Saeful, Mas Otto, Mas Feri, dan Mas Mulyanto di PT. Mahkota Indonesia yang telah membantu dalam pembuatan MESA. 4. Rekan satu bimbingan: Arya, Dini, dan Rere atas motivasi, pembelajaran dan kerjasamanya. 5. Kakak-kakakku S2 TIP IPB: Mba Susi, Mba Reny, Mba Ira, Mba Yeni, Bu Dona, dan Mas Encep yang telah mau berbagi ilmu dan pengalaman. 6. Saudaraku Senior Resident Asrama TPB, terkhusus untuk Diki, Catur, Andi, Erry, Habib, Subhan, Iral, Anto, dan Mas Wahyu, yang sama-sama merelakan waktu kelulusannya sedikit terlambat. 7. Teman-temanku TIN 43 atas kebersamaannya selama ini. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan bagi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat untuk siapapun yang membutuhkannya. Bogor, Januari 2011 Nur Hidayat ix

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jarak Pagar... 3 2.2 Surfaktan dan Kinerja Surfaktan... 4 2.3 Metil Ester... 6 2.4 Metil Ester Sulfonat... 9 2.5 Proses Aging... 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat... 13 3.1.1 Bahan... 13 3.1.2 Alat... 13 3.2 Metode Penelitian... 13 3.2.1 Analisis Biji Jarak Pagar... 15 3.2.2 Pengepresan Biji dan Analisis Minyak Jarak Pagar... 15 3.2.3 Proses Produksi Metil Ester dan Analisis Metil Ester Jarak Pagar... 15 3.2.4 Proses Produksi Surfaktan Methyl Ester Sulfonate Acid... 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar... 17 4.2 Analisis Metil Ester Jarak Pagar... 19 4.3 Proses Sulfonasi dan Aging MESA... 20 4.4 Pengaruh Suhu dan Lama Proses Aging... 21 4.4.1 Viskositas MESA... 21 4.4.2 Nilai ph MESA... 22 4.4.3 Densitas MESA... 23 4.4.4 Bilangan Asam MESA... 24 4.4.5 Bilangan Iod MESA... 26 4.4.6 Kadar Bahan Aktif MESA... 27 4.5 Netralisasi MESA... 28 x

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 31 5.2 Saran... 31 DAFTAR PUSTAKA... 32 LAMPIRAN... 35 xi

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.2 Bahan penyusun biji jarak pagar...... 3 Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak jarak pagar... 4 Tabel 3. Sifat fisikokimia minyak jarak...... 4 Tabel 4. Komposisi asam lemak beberapa jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan MES...... 10 Tabel 5. Hasil analisis biji jarak pagar...... 17 Tabel 6. Hasil analisis minyak jarak pagar... 18 Tabel 7. Hasil analisis metil ester jarak pagar... 19 Tabel 8. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap viskositas MESA... 22 Tabel 9. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap nilai ph MESA... 23 Tabel 10. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap densitas MESA... 24 Tabel 11. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap bilangan asam MESA... 25 Tabel 12. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap bahan aktif MESA... 37 Tabel 13. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap bilangan iod MES... 29 Tabel 14. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap bahan aktif MES... 30 xii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.5 Tarikan antar molekul di permukaan cairan... 5 Gambar 2. Tampilan surfaktan pada media air... 6 Gambar 3. Visualisasi surfaktan yang membentuk satu lapisan... 6 Gambar 4. Reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan metanol... 7 Gambar 5. Mekanisme rekasi esterifikasi antara asam lemak dan metanol dengan katalis asam... 8 Gambar 6. Reaksi transesterifikasi trigliserida dan metanol... 9 Gambar 7. Mekanisme transesterifikasi minyak dengan katalis basa... 9 Gambar 8. Kemungkinan terikatnya pereaksi kimia dalam proses sulfonasi... 10 Gambar 9. Mekanisme reaksi pembentukan MESA... 11 Gambar 10. Reaksi pembentukan MES, disalt dan reesterifikasi... 12 Gambar 11. Diagram alir penelitian yang dilakukan... 14 Gambar 12. Mesin screw press biji jarak pagar... 17 Gambar 13. Reaktor aging dan instalasi pengaduknya... 21 Gambar 14. Grafik hubungan suhu dan lama aging dengan bilangan iod MESA... 26 Gambar 15. Grafik nilai ph MES... 28 xiii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.4 Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar... 36 Lampiran 2. Prosedur Analisis Minyak Jarak Pagar... 37 Lampiran 3. Prosedur Analisis Metil Ester (Biodiesel)... 40 Lampiran 4. Prosedur Analisis Surfaktan MES... 43 Lampiran 5. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Viskositas MESA... 47 Lampiran 6. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Nilai ph MESA... 48 Lampiran 7. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Densitas MESA... 49 Lampiran 8. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bilangan Asam MESA. 50 Lampiran 9. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bilangan Iod MESA... 51 Lampiran 10. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bahan Aktif MESA... 52 Lampiran 11. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Nilai ph MES... 53 Lampiran 12. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bilangan Iod MES... 54 Lampiran 13. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bahan Aktif MES....... 55 Lampiran 14. Gambar Proses Produksi Metil Ester Jarak Pagar... 56 xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu bahan yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi, sehingga seringkali disebut sebagai bahan aktif permukaan (surface active agent). Bahan aktif permukaan ini dapat memodifikasi karakteristik permukaan suatu cairan ataupun padatan, sehingga dapat mencampurkan dua atau lebih senyawa yang berbeda kepolarannya seperti minyak dan air. Surfaktan telah secara luas diaplikasikan pada berbagai bidang industri seperti industri kimia, industri kosmetika, industri pangan, industri pertanian, industri farmasi, industri plastik, industri perminyakan, dan sebagainya. Mengingat banyaknya bidang industri yang dapat mengaplikasikan penggunaan surfaktan, maka pengembangan surfaktan sangat prospektif dilakukan di Indonesia. Surfaktan yang banyak digunakan saat ini adalah surfaktan berbasis petroleum (minyak bumi). Salah satu jenis surfaktan yang disintesis dari petroleum adalah surfaktan LAS (Linear Alkilbenzene Sulfonate). Surfaktan LAS tidak dapat bertahan dalam kondisi air dengan tingkat kesadahan tinggi dan terbuat dari bahan yang tidak dapat diperbaharui serta jumlahnya terbatas, mengingat keberadaan cadangan minyak bumi yang semakin menipis. Penggunaan surfaktan LAS dalam berbagai aplikasi industri ini dapat digantikan oleh surfaktan MES (Methyl Ester Sulfonate) yang berbasis pada minyak nabati. Surfaktan MES merupakan surfaktan anionik yang bersifat terbarukan karena terbuat dari minyak nabati. Minyak jarak pagar adalah salah satu jenis minyak nabati yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES. Mengingat adanya rencana pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan lahan penanaman tanaman jarak pagar di Indonesia, maka potensi minyak jarak pagar untuk dimanfaatkan sebagai surfaktan semakin meningkat. Pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai bahan baku produksi surfaktan MES akan dapat meningkatkan nilai tambah minyak jarak pagar, serta tidak akan berkompetisi dengan kebutuhan pangan. Menurut Watkins (2001), beberapa kelebihan surfaktan MES antara lain mampu mempertahankan deterjensi pada air dengan tingkat kesadahan tinggi, tidak menggumpal pada air dengan salinitas tinggi, dan memiliki laju biodegradasi yang lebih cepat dibandingkan surfaktan berbasis minyak bumi. Menurut Nanewar (2005) komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar terdiri dari 21 % asam lemak jenuh dan 79 % asam lemak tak jenuh. Adapun menurut Gubitz et al. (1999) komposisi asam lemak tersebut adalah sebagai berikut : asam linoleat 29-44.2 %, asam oleat 34.3-45.8 %, asam palmitat 14.1-15.3 %, asam stearat 3.7-9.8 %. Asam lemak C18 yang terkandung pada asam linoleat, oleat, palmitat, dan stearat mempunyai sifat deterjensi yang baik. Proses produksi surfaktan MES dapat dilakukan dengan menggunakan agen pensulfonasi diantaranya H 2 SO 4, NaHSO 3, oleum, dan gas SO 3. Metode sulfonasi yang telah dicoba oleh Hapsari (2003) dengan menggunakan NaHSO 3 dan oleh Abdu (2006) dengan reaktan H 2 SO 4 menghasilkan produk samping berupa surfaktan yang tidak terkonversi sempurna dalam jumlah banyak, yaitu sekitar 30% dari surfaktan yang dihasilkan. Pada penelitian ini dipilih reaktan gas SO 3 sebagai agen pensulfonasi karena sifatnya yang lebih reaktif terhadap metil ester, sehingga proses sulfonasi dapat berlangsung lebih cepat, mempunyai derajat konversi yang lebih tinggi dan menghasilkan limbah yang lebih sedikit. Proses produksi surfaktan MES dengan reaktan gas SO 3 dapat menggunakan Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Metil ester yang masuk ke dalam reaktor memiliki ketebalan film 1

tertentu dan bereaksi dengan gas SO 3 dengan suhu dan waktu yang dapat ditentukan. Foster (1996) menyebutkan bahwa rasio mol adalah salah satu parameter yang berpengaruh dalam proses sulfonasi, yang dapat dikontrol dengan laju alir metil ester. Selain itu Stein dan Bauman (1975) menambahkan bahwa lama reaksi adalah salah satu faktor yang harus dikontrol. Peningkatan lama reaksi akan meningkatkan laju pembentukan MES, namun pada lama reaksi tertentu justru akan menurunkan laju reaksi. Penelitian ini perlu dilakukan karena surfaktan merupakan produk yang dapat diaplikasikan dalam banyak bidang industri, serta akan dapat meningkatkan nilai tambah minyak jarak pagar. Penelitian ini akan menambah informasi tentang proses produksi surfaktan, yaitu dalam hal pengaruh suhu dan lama proses aging terhadap perubahan beberapa sifat fisikokimia Methyl Ester Sulfonate Acid (MESA) minyak jarak pagar. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan kondisi proses aging terbaik (suhu dan lama aging) surfaktan MESA. 2. Mengetahui sifat fisikokimia MESA yang dihasilkan. 3. Mengetahui sifat fisikokimia MES yang dihasilkan setelah proses netralisasi MESA. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas L.) telah lama dikenal oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang sekitar tahun 1942. Ketika itu masyarakat diperintahkan untuk menanam jarak pagar di pekarangan rumahnya. Jarak pagar tersebut kemudian diambil minyaknya untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan untuk perang pada masa itu (Hambali et al. 2006). Jarak pagar merupakan golongan pohon perdu dengan ketinggian mencapai 3 hingga 7 meter, dan memiliki cabang yang tidak teratur. Jarak pagar dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian 0-1,700 m dpl dan suhu 19-38 o C. Kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi antara 200-2,000 mm/tahun, tetapi ada pula yang sampai lebih dari 4,000 mm/tahun. Secara umum jarak pagar dapat tumbuh pada daerah kurang subur (Hambali et al. 2006). Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae. Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Ordo : Euporbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha curcas Linn. Jarak pagar memiliki buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2 4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika sudah masak. Buah terbagi menjadi tiga ruang, masing-masing ruang berisi satu biji. Bahan penyusun biji jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1. Biji jarak pagar berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat kehitaman, dan mengandung banyak minyak (Sinaga 2006). Tabel 1. Bahan penyusun biji jarak pagar Nilai (%) Kandungan bahan (%) a b c Minyak (% b/b) 34.38 56.8 58.4 46.24±0.37 Protein (% b/b) 17.08 22.2 27.2 29.40±1.04 Serat (% b/b) 22.96-2.57±0.35 Abu (% b/b) 3.17 3.6 4.3 4.90±0.26 Air (% b/b) 5.77 3.1 5.8 5.00 ±0.01 Karbohidrat (% b/b) - - 16.89±0.91 Sumber : Winkler et al. (1997) a ; Gubitz et al. (1999) b ; Peace dan Aladesanmi (2008) c Asam lemak dominan pada minyak jarak pagar adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam palmitat. Asam oleat dan asam linoleat merupakan asam lemak tak jenuh, sedangkan asam palmitat merupakan asam lemak jenuh. Asam oleat merupakan asam lemak yang terdapat di 3

sebagian besar minyak atau lemak dengan rata-rata komposisinya 50% dari total asam lemak. Menurut Hamilton (1983) semakin tinggi jumlah asam lemak tak jenuh dalam suatu minyak, maka akan menyebabkan minyak tersebut semakin mudah teroksidasi. Komposisi asam lemak minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak jarak pagar Kandungan asam lemak Sifat dan komponen Presentase (%) Asam miristat Jenuh, C 14 : 0 0 0.1 Asam palmitat Jenuh, C 16 : 0 14.1 15.3 Asam stearat Jenuh, C 18 : 0 3.7 9.8 Asam arachidat Jenuh, C 20 : 0 0 0.3 Asam behenat Jenuh, C 22 : 0 0 0.2 Asam palmitoleat Tidak jenuh, C 16 : 1 0 1.3 Asam oleat Tidak jenuh, C 18 : 1 34.3 45.8 Asam linoleat Tidak jenuh, C 18 : 2 29.0 44.2 Asam linolenat Tidak jenuh, C 18 : 3 0 0.3 Sumber: Gubitz et al. (1999) Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan minyak cukup tinggi, sekitar 30 50%, sehingga sangat prospektif untuk digunakan sebagai bahan baku produk oleokimia seperti surfaktan. Kelebihan minyak jarak pagar apabila dibuat menjadi metil ester antara lain adalah minyak jarak pagar tidak termasuk kategori minyak makan (edible oil) sehingga pemanfaatannya tidak mengganggu penyediaan kebutuhan minyak makan. Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi manusia karena mengandung senyawa forbol ester dan cursin yang bersifat toksik (Hambali et al. 2006). Sifat fisikokimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat fisikokimia minyak jarak Analisis Satuan Nilai Kadar Air c % 0.07 Bilangan Asam a mg KOH/g lemak 3.21±0.21 Bilangan Iod b mg iod/g lemak 96.5 Bilangan Penyabunan a mg KOH/g lemak 198.5±0.5 Densitas a g/cm 3 0.911 Sumber : Peace dan Aladesanmi (2008) a ; Hambali et al. (2006) b ; Gubitz et al. (1999) c 2.2 Surfaktan dan Kinerja Surfaktan Menurut Rieger (1985) surfaktan adalah suatu zat yang bersifat aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension, IFT) minyak-air. Surfaktan memiliki kecenderungan untuk menjadikan zat terlarut dan pelarutnya terkonsentrasi pada bidang permukaan. Sifat-sifat surfaktan adalah mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi (misalnya oil in water (o/w) atau water in oil (w/o). Di samping itu, surfaktan akan 4

terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan (coalescence) dari partikel yang terdispersi. Apabila surfaktan ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Antarmuka adalah bagian dimana dua fasa saling bertemu atau kontak sedangkan permukaan yaitu antarmuka dimana satu fasa kontak dengan gas (biasanya udara). Sebagian besar surfaktan, pada tingkat 0.1% akan mengurangi tegangan permukaan air dari 72 menjadi 32 mn/m (dyne/cm). Hal ini terjadi karena molekul-molekul dalam sebagian besar cairan saling tertarik satu sama lain oleh gaya Van der Walls yang menggantikan ikatan hidrogen air (Hargreaves 2003). Pada Gambar 1 ditunjukkan bagaimana cara kerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka dua cairan yang berbeda kepolarannya. Tarikan antar molekul akan terjadi pada dua cairan, dimana bagian kepala (hidrofilik) akan menarik lapisan air sedangkan bagian ekornya (hidrofobik) akan menarik lapisan minyak, sehingga air dan minyak dapat bercampur. Gambar 1. Tarikan antar molekul di permukaan cairan (Nave 2009) Tegangan permukaan dan tegangan antarmuka merupakan faktor penting pada berbagai aplikasi surfaktan. Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas, contohnya yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi (Hui 1996). Pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan (washing and cleaning applications), namun surfaktan banyak pula digunakan untuk produk pangan, produk kosmetika dan produk perawatan diri, cat dan pelapis, kertas, tekstil, serta pertambangan (Flider 2001). Menurut Shaw (1980) tegangan antarmuka merupakan faktor penting pada proses enhanced oil recovery (EOR) dalam bidang pertambangan. Surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara fluida dengan fluida, fluida dengan batuan, dan fluida dengan hidrokarbon. Di samping itu, surfaktan dapat memecah tegangan permukaan dari emulsi minyak yang terikat dengan batuan (emulsion blocks), mengurangi terjadinya water blocking dan mengubah sifat kebasahan (wettability) batuan menjadi suka air (water wet). Dalam kondisi batuan yang bersifat water wet, minyak menjadi fasa yang mudah mengalir dan dengan demikian water cut dapat diturunkan. Pada umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester dan alkohol lemak. Proses-proses yang dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan diantaranya yaitu asetilasi, etoksilasi, esterifikasi, sulfonasi, amidasi, sukrolisis, dan saponifikasi (Sadi 1993). Produksi surfaktan dengan bahan baku metil ester dapat berasal dari minyak kelapa, stearin sawit, kernel sawit (PKO), dan lemak hewan (MacArthur dan Sheats 2002). Berdasarkan gugus hidrofiliknya, surfaktan dibagi menjadi empat kelompok dan digunakan secara meluas pada hampir semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan 5

tersebut adalah surfaktan kationik, anionik, nonionik, dan amfoterik. Data jumlah konsumsi surfaktan dunia menunjukkan bahwa surfaktan anionik merupakan surfaktan yang paling banyak digunakan yaitu sebesar 50%, kemudian disusul nonionik 45%, kationik 4%, dan amfoterik 1% (Watkins 2001). Pada Gambar 2 dapat dilihat bagaimana tampilan visual orientasi bagian kepala surfaktan pada media air karena sifatnya hidrofilik. Kemudian surfaktan tersebut saling berikatan hingga membentuk satu lapisan seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 2. Tampilan surfaktan pada media air (www.cems.ou.edu 2009) Gambar 3. Visualisasi surfaktan yang membentuk satu lapisan (www.cems.ou.edu 2009) Menurut Matheson (1996) surfaktan anionik mempunyai karakteristik hidrofilik akibat adanya gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa golongan sulfat atau sulfonat. Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu linear alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa olein sulfonat (AOS), parafin (secondary alkalene sulfonate, SAS) dan metil ester sulfonat (MES). 2.3 Metil Ester Metil ester merupakan salah satu bahan oleokimia dasar yang merupakan turunan dari trigliserida (minyak atau lemak). Menurut Freedman et al. (1984) reaksi pembentukan metil ester melibatkan lemak atau asam lemak dengan alkohol rantai pendek seperti etanol atau metanol yang dipercepat dengan menggunakan katalis asam maupun katalis basa. Pada reaksi tersebut terjadi pemindahan alkohol menjadi alkohol lain dalam proses yang sama seperti hidrolisis. Jika pada reaksi ini alkohol yang digunakan adalah metanol, maka reaksinya disebut metanolisis dan ester yang dihasilkan berupa metil ester. Metil ester dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak kedelai, dan lainnya. Transesterifikasi bertujuan untuk menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol. Umumnya katalis yang digunakan adalah NaOH atau KOH. Molekul trigliserida pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan tiga asam lemak. 6

Transformasi kimia lemak mejadi metil ester melibatkan transesterifikasi spesies gliserida dengan alkohol membentuk alkil ester. Di antara beberapa alkohol yang mungkin digunakan, metanol disukai karena harganya lebih murah (Lotero et al. 2004; Meher et al. 2005). Metil ester merupakan suatu senyawa yang mengandung gugus COOR dengan R dapat membentuk alkil suatu ester. Suatu ester dapat dibentuk langsung antara suatu asam lemak dengan alkohol yang dinamakan dengan esterifikasi. Suatu asam karboksilat merupakan suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil COOH. Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil (Fessenden dan Fessenden 1982). Minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi serta mengandung air lebih dari 0.3% dapat menurunkan rendemen transesterifikasi minyak (Freedman et al. 1984). Minyak dengan asam lemak bebas tinggi akan lebih efisien jika melalui dua tahap reaksi. Asam lemak bebas dalam minyak diesterifikasi dahulu dengan melibatkan katalis asam. Selanjutnya, transesterifikasi dapat dilakukan untuk mengkonversi sisa minyak atau trigliserida yang ada dengan melibatkan katalis basa (Canaki dan Gerpen 2001). Reaksi esterifikasi asam lemak dan alkohol mengkonversi asam lemak menjadi metil ester. Reaksi esterifikasi ditunjukkan seperti pada Gambar 4. RCOOH + R OH RCOOR + H 2 O Asam Lemak Alkohol Ester Air Gambar 4. Reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan metanol (Hui 1996) Dari Gambar 4 ditunjukkan bahwa kesetimbangan antara ester dan air akan tercapai pada reaksi esterifikasi apabila asam lemak (asam karboksilat) dan alkohol (metanol) dipanaskan dengan katalis asam. Reaksi kesetimbangan ini dapat digeser ke kanan dengan penambahan alkohol berlebih. Air yang terbentuk berasal dari gugus hidroksil asam dan hidrogen dari alkohol, artinya dalam reaksi esterifikasi tersebut gugus OCH 3 dari alkohol menggantikan gugus OH dari asam. Mekanisme yang terjadi dalam reaksi esterifikasi adalah setahap demi setahap, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Pertama, gugus karbonil dari asam terprotonisasi secara reversibel sehingga meningkatkan muatan positif pada karbon karboksil dan menambah reaktifitasnya terhadap nukleofil. Kedua, alkohol sebagai nukleofil menyerang karbon karbonil dari asam yang terprotonisasi. Inilah langkah yang membentuk ikatan baru C-O (ikatan ester). Dua langkah selanjutnya merupakan kesetimbangan dimana oksigen lepas atau memperoleh proton. Kesetimbangan asam seperti ini bersifat reversibel dan berlangsung cepat dan terus menerus berjalan dalam larutan bersuasana asam dari senyawa yang mengandung oksigen. Kelima, air sebagai salah satu produk pun terbentuk. Agar langkah ini terjadi, gugus OH harus terprotonisasi untuk meningkatkan kapasitas. Langkah akhir, menghasilkan ester dan meregenerasi katalis asam (kebalikan dari langkah pertama) (Hart et al. 2003). 7

Gambar 5. Mekanisme reaksi esterifikasi antara asam lemak dan metanol dengan katalis asam (Hart et al. 2003) Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan sehingga dihasilkan metil ester maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan. Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung kondisi reaksinya (Meher et al. 2005). Faktor tersebut diantaranya adalah kandungan asam lemak bebas dan kadar air minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar antara alkohol dengan minyak dan jenis alkoholnya, suhu dan lamanya reaksi, intensitas pencampuran dan penggunaan cosolvent organik. Bahan cosolvent yang digunakan sebaiknya tidak mengandung air dan semakin banyak jumlah cosolvent yang ditambahkan semakin baik karena akan meningkatkan kelarutan minyak. Contoh cosolvent yang baik adalah eter siklis seperti tetrahidrofuran (THF), 1,4-dioxane, dietil eter, metil tersier butil ester (MTBE) dan diisopropyl eter (Baidawi et al. 2009). Kualitas metil ester dipengaruhi oleh: kualitas minyak (feedstock), komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pascaproduksi seperti kontaminan (Gerpen et al. 2004). Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin bebas, gliserin terikat, alkohol, FFA, sabun, residu katalis (Gerpen et al. 1996). Transesterifikasi (biasa juga disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi penyumbang gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya tinggi. Reaksi transesterifikasi terjadi karena alkohol pada gliserida mengalami substitusi dengan alkohol monohidrit (metanol) sehingga terbentuk metil ester dan gliserol. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester ini dapat dilihat pada Gambar 6. 8

RCOOCH 2 CH 2 OH RCOOCH + 3 CH 3 OH 3 RCOOCH 3 + CHOH RCOOCH 2 CH 2 OH Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol Gambar 6. Reaksi transesterifikasi trigliserida dan metanol (Gerpen et al. 2004) Pada Gambar 7 dapat dilihat bagaimana mekanisme transesterifikasi menggunakan katalis basa yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu diawali dari terjadinya reaksi basa dengan alkohol yang akan menghasilkan alkoksida dan katalis yang terprotonasi. Kemudian nukleofilik akan menyerang alkoksida pada gugus karbonil trigliserida membentuk molekul intermediet tetrahedral (reaksi 2), dari alkil ester dan anion digliserida terbentuk. Tahap selanjutnya protonasi katalis membentuk senyawa aktif (reaksi 4) yang dapat bereaksi dengan molekul alkohol untuk memulai alur proses katalis yang lain. Digliserida dan monogliserida dirubah melalui mekanisme yang sama untuk menghasilkan campuran alkil ester dan gliserol. ROH + B RO + BH (1) R COO CH 2 R COO CH 2 R COO CH + OR R COO CH OR (2) H 2 C OCR H 2 C O C R O O R COO CH 2 R COO CH 2 R COO CH OR R COO CH + ROOCR (3) H 2 C O C R H 2 C O O R COO CH 2 R COO CH 2 R COO CH + BH R COO CH + B (4) H 2 C O H 2 C OH Gambar 7. Mekanisme transesterifikasi minyak dengan katalis basa (Schuchardt et al. 1998) 2.4 Metil Ester Sulfonat Metil ester sulfonat merupakan salah satu jenis surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofilik (bagian kepala) atau bagian aktif permukaan. Minyak yang dapat digunakan untuk produksi MES adalah minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak jarak. Surfaktan MES memiliki kelemahan yaitu gugus ester pada struktur MES cenderung mengalami hidrolisis, baik pada kondisi asam maupun basa. Kecepatan reaksi hidrolisis akan semakin cepat dengan meningkatnya suhu (Ketaren 1986 dan Rosen 2004). Pada Tabel 4 dapat dilihat komposisi asam lemak beberapa jenis minyak dan lemak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan MES. 9

Tabel 4. Komposisi asam lemak beberapa jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan MES Asam Lemak CPO (%) a PKO (%) a Minyak Kelapa (%) a Tallow (%) b Minyak Jarak Pagar (%) c Asam Lemak Jenuh : Kaprat (C 10 ) Laurat (C 12 ) Miristat (C 14 ) Palmitat (C 16 ) Stearat (C 18 ) Asam Lemak Tak Jenuh : Oleat (C 18:1 ) Linoleat (C 18:2 ) Linolenat (C 18:3 ) - - 1 46 5 39 9 0.4 3.6 50 16 8 2 15 1 - Sumber : a Hui (1996), b Watkins (2001), c Setyaningsih (2007) 7 48 17 8 3 6 2 - - - 3 26 23 43 2 - - 0.01 0.06 14.76 51.32 33.15 0.23 - Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan yang dihasilkan melalui proses sulfonasi metil ester (MacArthur et al. 1998). Metil ester dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida yang berasal dari minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak, atau lemak hewan dengan metanol. Proses produksi surfaktan MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dengan agen sulfonasi. Menurut Bernardini (1983) dan Pore (1976), pereaksi yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat (H 2 SO 4 ), oleum (larutan SO 3 di dalam H 2 SO 4 ), sulfur trioksida (SO 3 ), NH 2 SO 3 H, dan ClSO 3 H. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol, suhu reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, lama proses netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, ph dan suhu netralisasi (Foster 1996). Pada Gambar 8 terlihat bahwa peluang terikatnya SO 3 pada molekul asam lemak untuk pembuatan MES dapat terjadi pada tiga sisi yaitu (1) gugus karboksil; (2) bagian α-atom karbon; (3) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap). H H H O H---------C----------C---------CH = CH-------C---------CH 2 ------C 1 H H H OH 3 2 Gambar 8. Kemungkinan terikatnya pereaksi kimia dalam proses sulfonasi (Jungermann 1979) Pemilihan proses sulfonasi yang digunakan bergantung pada beberapa faktor, dan yang terpenting adalah produk yang diinginkan dan kualitas produk yang dihasilkan. Beberapa proses dapat menghasilkan produk yang dapat beragam, sementara proses yang lain hanya mampu menghasilkan beberapa jenis produk. Faktor lain yang diperlukan adalah kapasitas produksi. Proses sulfonasi dengan bentuk batch hanya cocok untuk memproduksi pada kapasitas kecil, sedangkan proses kontinyu untuk skala besar. Selain itu biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan 10

adalah rasio mol reaktan, suhu rekasi, konsentrasi grup sulfat yang dihasilkan (SO 3, NaHSO 3, atau asam sulfit), waktu netralisasi, ph, dan suhu netralisasi (Foster 1997). Mekanisme reaksi yang terjadi selama reaksi sulfonasi dapat dijelaskan pada Gambar 9 berikut. Urutan proses yang terjadi adalah metil ester (I) bereaksi dengan gas SO 3 membentuk senyawa intermediet (II), pada umumnya berupa senyawa anhidrad. Dalam kondisi reaksi yang setimbang, senyawa intermediet (II) tersebut akan mengaktifkan gugus alfa (α) pada rangkaian gugus karbon metil ester sehingga membentuk senyawa intermediet (III). Selanjutnya, senyawa intermediet (III) tersebut mengalami restrukturisasi dengan melepaskan gugus SO 3. Gugus SO 3 yang dilepaskan bukanlah gugus yang terikat pada ikatan alfa. Dengan terlepasnya gas SO 3 selama proses post digestion tersebut, maka terbentuklah MESA (IV). O O R CH 2 C OCH 3 (I) + SO 3 R CH 2 (C OCH 3 ): SO 3 (II) O O R CH 2 (C OCH 3 ): SO 3 (II) + SO 3 R CH (C OCH 3 ): SO 3 (III) SO 3 H O O R CH (C OCH 3 ): SO 3 (III) R CH C OCH 3 (IV)+ SO 3 SO 3 H SO 3 H Gambar 9. Mekanisme reaksi pembentukan MESA (MacArthur et al. 2002) 2.5 Proses Aging Proses aging merupakan proses pemaparan suatu bahan pada kondisi lingkungan tertentu sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat bahan dari kondisi semula. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses aging antara lain faktor kondisi lingkungan, mekanisme degradasi kritis dan akselerasi aging. Kondisi lingkungan antara lain pemanasan dan kelembaban, sedangkan mekanisme degradasi kritis merupakan fakta bahwa semua sistem emulsi rentan terhadap serangkaian faktor lingkungan. Oleh karenanya akselerasi aging merupakan proses yang diperlukan untuk mendapatkan mekanisme tertentu sehingga diperoleh perubahan yang sama dengan kondisi sebenarnya, namun dalam waktu yang lebih singkat. Dalam hal ini yang menjadi pembatas dalam proses aging MESA yaitu mekanisme aging pada kondisi lingkungan tertentu untuk terjadinya perubahan struktur, namun tidak mengarah pada degradasi produk (Gates dan Grayson 1998). Proses aging merupakan tahapan proses yang tidak terlepas dari proses sulfonasi pada reaktor falling film, yaitu kelebihan SO 3 terhadap metil ester harus tetap terjaga untuk penyempurnaan reaksi sulfonasi. Oleh karenanya kondisi reaktor dan proses aging harus mampu menyempurnakan reaksi sehingga tingkat konversi metil ester jarak pagar menjadi MESA akan meningkat. Suhu aging tinggi memungkinkan terjadi pengerakan MESA yang sebagian kecil mengendap pada bagian bawah tangki menyebabkan terjadinya pemisahan MESA semi solid (polimer yang lebih asam) dengan MESA yang cair pada bagian atas. Endapan ini bersifat sangat asam dan bahan aktif yang terukur lebih tinggi dibandingkan pada MES cair di atasnya. Senyawa 11

ini diduga hasil polimerisasi dari senyawa hasil degradasi pada suhu tinggi yang banyak mengandung SO 3. Pada tahapan aging dimana senyawa intermediet bereaksi dan konversi Metil Ester menjadi produk sulfonasi berjalan sempurna. Tahapan aging MESA lebih intensif dibandingkan tahapan aging linier alkylbenzene (LAB) dimana memerlukan suhu sekurang-kurangnya 80 ⁰C. Waktu tinggal (aging) yang diperlukan tergantung pada temperatur yang digunakan, rasio mol SO 3 terhadap Metil Ester, target konversi dan karakteristik reaktor. Pada reaktor batch atau pada PFR ideal dan rasio mol 1.2, membutuhkan 45 menit pada 90 ⁰C atau 3.5 menit pada 120 ⁰C yang memberikan tingkat konversi 98%. Pada tangki reaktor kontinyu berpengaduk (CSTR) ideal, waktu aging memerlukan dua kali lipat. Biasanya tahapan ini dilaksanakan pada reaktor kontinyu yang mempunyai karakteristik antara PFR ideal dan CSTR ideal. Secara teoritis, proses aging menghasilkan sebagian besar produk MESA (RCH(SO 3 )COOCH 3 ) dan sisa campuran anhidrida (RCH(SO 3 )COOSO 3 CH 3 ). MESA jika dinetralkan maka akan menghasilkan MES (reaksi 1). Sedangkan campuran anhidrida ini jika langsung dinetralkan dengan NaOH maka akan menyebabkan terbentuknya disalt dan sodium metil sulfat (reaksi 2). Oleh karena itu untuk meningkatkan yield MES maka campuran anhidrida ini harus direaksikan dengan metanol untuk reesterifikasi membentuk MESA sehingga jika dinetralkan dengan metanol akan dihasilkan MES (reaksi 3). Demikian pula menurut MacArthur et al. (1999) bahwa untuk menghindari terbentuknya disalt dilakukan proses aging pasca sulfonasi pada reaktor falling film dan penambahan metanol sebelum netralisasi. Reaksi selengkapnya mengenai hal tersebut di atas disajikan pada Gambar 10. Reaksi 1... O O R CH C OCH 3 (IV) + NaOH R CH C OCH 3 (VI) + H 2 O SO 3 H SO 3 Na Reaksi 2... O O R CH (C OCH 3 ): SO 3 (III) + 3NaOH R CH C ONa (V) + 2H 2 O + CH 3 OSO 3 Na SO 3 H SO 3 Na Reaksi 3... O O R CH (C OCH 3 ): SO 3 (III) + CH 3 OH R CH C OCH 3 (IV)+ CH 3 OSO 3 H SO 3 H SO 3 H Gambar 10. Reaksi pembentukan MES, disalt dan reesterifikasi (MacArthur et al. 1999) 12

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil ester dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) dan gas SO 3. Bahan kimia yang digunakan untuk netralisasi MESA adalah NaOH 50%. Sedangkan bahan-bahan untuk analisa antara lain larutan kloroform, larutan KI 10%, larutan Na 2 S 2 O 3 0.1 N, indikator phenolphthalein 1%, KOH 0.1 N, NaCl, CaCl 2.2H 2 O, NaOH 0.1 N, campuran 50% toluen 50% etanol 95%, campuran sikloheksan asam asetat glasial, larutan Wijs, indilator methylene blue, N-cetylpyridinium chloride, dan aseton. 3.1.2 Alat Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor sulfonasi jenis Singletube Falling Film Reactor serta reaktor aging untuk mereaksikan metil ester jarak pagar dengan gas SO 3. Peralatan lain yang digunakan adalah spektrofotometer, piknometer, ph meter, hotplate stirrer, termometer, neraca analitik, oven, pipet, labu erlenmeyer, dan peralatan gelas lainnya. 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari analisis biji jarak pagar, ekstraksi serta analisis minyak jarak pagar, esterifikasi dan transesterifikasi minyak jarak pagar menjadi metil ester, proses produksi serta analisis beberapa karakteristik Methyl Ester Sufonate Acid (MESA), netralisasi MESA menjadi MES serta analisis beberapa karakteristik MES. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. 13

Biji Jarak Pagar Analisa Pengepresan Biji Jarak Pagar Bungkil Minyak Jarak Pagar Analisa Metanol H 2 SO 4 KOH Esterifikasi dan Transesterifikasi Metil Ester Jarak Pagar Metanol & Gliserol Analisa SO 3 Sulfonasi: Suhu Input Bahan 100 o C ; Sampling Sample Pada Jam ke-2 Aging: Suhu: 80, 100, 120 ( o C) Waktu: 30, 45, 60 (menit) Methyl Ester Sulfonate Acid Analisa NaOH 50% Netralisasi Methyl Ester Sulfonate Analisa Gambar 11. Diagram alir penelitian yang dilakukan 14

3.2.1 Analisis Biji Jarak Pagar Biji jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PT Wellable Indonesia di daerah Lampung. Sebelum dilanjutkan pada tahapan penelitian berikutnya perlu dilakukan analisis untuk mengetahui data awal biji jarak pagar yang akan digunakan. Analisis yang dilakukan terhadap biji jarak pagar meliputi kadar air dan kadar minyak. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.2.2 Pengepresan Biji dan Analisis Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar tersebut kemudian dipress menggunakan mesin press berulir (screw press) untuk mendapatkan minyak jarak. Minyak jarak pagar yang dihasilkan kemudian ditampung dan diendapkan untuk memisahkannya dengan pengotor berupa padatan. Minyak jarak pagar yang dihasilkan tersebut kemudian dianalisis sifat fisikokimia meliputi kandungan asam lemak bebas, bilangan asam, densitas, bilangan iod, kadar air, dan viskositas. Prosedur analisis minyak jarak pagar dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.2.3 Proses Produksi Metil Ester dan Analisis Metil Ester Jarak Pagar Minyak jarak pagar yang telah diperoleh pada tahapan sebelumnya diproses untuk menghasilkan metil ester. Proses produksi metil ester dilakukan melalui dua tahapan, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi menggunakan metode Setyaningsih et al. (2007), kemudian dilanjutkan dengan proses pencucian dan pengeringan untuk memurnikan metil ester yang dihasilkan. Tahapan esterifikasi diawali dengan memanaskan minyak jarak pagar sampai suhu 60 C, kemudian direaksikan dengan metanol sebanyak 225% dari nilai FFA dan katalis asam sulfat 5% FFA. Kadar asam lemak bebas (free fatty acid atau FFA) diperoleh pada tahap analisis fisikokimia minyak jarak pagar. Selanjutnya dilakukan pengadukan untuk menyeragamkan suhu sampai terbentuk ester. Suhu campuran dipertahankan pada 60 C selama satu jam. Selanjutnya dilakukan dengan proses transesterifikasi. Proses transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak jarak pagar hasil proses esterifikasi dengan 15%-v/v metanol. Reaksi transesterifikasi dipercepat dengan penambahan katalis KOH sebanyak 1%-v/v. Pengadukan dilanjutkan kembali selama 1 jam dengan suhu dipertahankan 60 o C sampai terbentuk warna kecoklatan yang menandai telah terbentuknya gliserol sebagai produk samping. Pada akhir reaksi akan diperoleh dua lapisan. Komponen-komponen yang bersifat polar seperti sisa katalis KOH dan metanol bercampur dengan gliserol menempati bagian bawah hasil reaksi, sedangkan metil ester akan menempati bagian atas hasil reaksi. Setelah diendapkan beberapa saat sampai terpisah sempurna, maka kedua lapisan tersebut dipisahkan. Metil ester selanjutnya dicuci menggunakan air untuk melarutkan dan memisahkan komponen polarnya. Sisa air yang terkandung kemudian diuapkan melalui proses pengeringan sehingga diperoleh hasil metil ester yang mengandung kadar air yang sangat kecil. Metil ester kemudian diuji sifat fisikokimianya, meliputi bilangan penyabunan, bilangan asam, densitas, bilangan iod, kadar air, gliserol total, dan viskositas. Prosedur analisis untuk uji sifat fisikokimia metil ester jarak pagar dapat dilihat pada Lampiran 3. 15

3.2.4 Proses Produksi Surfaktan Methyl Ester Sulfonate Acid Tahapan ini dilakukan untuk mengembangkan proses produksi surfaktan MES berbahan dasar metil ester jarak pagar. Sulfonasi gas SO 3 pada metil ester jarak pagar menggunakan Singletube Falling Film Reactor (STFR) tinggi 6 m diameter tube 25 mm. Kontak Gas SO 3 dan metil ester dilakukan pada laju alir 75 ml/menit dengan suhu input bahan 100 ⁰C selama 120 menit. Setelah itu MESA hasil sulfonasi ditampung untuk dilanjutkan dengan proses aging. Variasi kondisi proses suhu aging adalah 80, 100, dan 120 ⁰C dengan lama aging 30, 45 dan 60 menit serta menggunakan kecepatan pengadukan tetap 150 rpm. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Data setiap ulangan dimasukkan dalam satu kelompok, sehingga akan ada kelompok ulangan 1 dan kelompok ulangan 2. Model rancangan percobaannya adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + K k + εijk Keterangan : Yijk = Hasil pengamatan suhu aging ke-i, lama aging ke-j pada ulangan ke-k µ = Rata-rata yang sebenarnya αi = pengaruh suhu aging ke-i (i = 80, 100, 120) βj = pengaruh lama aging ke-j (j= 30, 45, 60) (αβ)ij K k εijk = pengaruh interaksi suhu aging ke-i dengan lama aging ke-j = Pengaruh ulangan ke-k = Galat percobaan Produk surfaktan MESA yang dihasilkan kemudian dianalisis sifat fisikokimianya meliputi ph, densitas, viskositas, bilangan iod, bilangan asam, dan bahan aktif. Sebagian MESA dilakukan netralisasi dengan NaOH 50% untuk menghasilkan MES (MESA netral). Sampel MES juga dianalisis sifat fisikokimianya meliputi ph, bilangan iod, dan bahan aktif. 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT. Wellable Indonesia di daerah Lampung. Analisis biji jarak dilakukan untuk mengetahui kondisi awal bahan baku serta karakteristik sifat fisikokimia yang digunakan dalam penelitian. Analisis bahan awal meliputi kadar air dan kadar minyak. Hasil analisis terhadap bahan baku biji jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis biji jarak pagar Analisis Nilai (%) Kadar Air 9.73 Kadar Minyak 40.55 Berdasarkan hasil analisis kadar air pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa biji jarak pagar mengandung kadar air sebanyak 9.73%. Nilai tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan literatur, yakni 3.1-5.8% menurut Gubitz et al. (1999) serta kadar air 5% menurut Peace dan Aladesanmi (2008), dan 5.77% (Winkler et al. 1997). Kadar air biji jarak pagar didapatkan dengan pengujian metode oven basis basah. Biji jarak pagar dengan kandungan kadar air yang cukup tinggi ini tidak diberikan perlakuan untuk mengurangi kadar airnya, tetapi langsung diekstraksi untuk mendapatkan minyak jarak. Ekstraksi yang dilakukan adalah menggunakan mesin pres ulir (screw press). Kadar minyak biji jarak pagar didapatkan melalui pengukuran menggunakan ekstraksi pelarut soxhlet. Kadar minyak yang diperoleh sebesar 40.55%, hal ini tidak berbeda jauh dengan beberapa sumber yang menyebutkan kadar minyak biji jarak pagar berkisar antara 30-50% (Hambali et al. 2006). Kadar minyak yang cukup tinggi tersebut menunjukkan bahwa jarak pagar sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber minyak nabati dalam produksi surfaktan Methyl Ester Sulfonate Acid (MESA). Namun, kadar minyak yang tinggi tersebut tidak sepenuhnya dapat diekstraksi dengan baik, karena masih terdapat minyak yang tertinggal dalam bungkil dan kotoran yang mengendap sebagai hasil samping pengepresan. Tahapan selanjutnya setelah dilakukan analisis proksimat biji jarak pagar adalah ekstraksi / pengepresan biji jarak pagar untuk memperoleh minyak jarak. Pengepresan dilakukan dengan tiga kali ulangan menggunakan mesin screw press untuk mendapatkan hasil minyak jarak yang maksimal. Pada Gambar 12 ditunjukkan mesin screw press yang digunakan. Gambar 12. Mesin screw press biji jarak pagar 17

Minyak jarak yang dihasilkan dari proses pengepresan kemudian diendapkan beberapa jam untuk memisahkannya dengan ampas atau kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insoluble). Secara alami akan terbentuk dua lapisan pada saat pemisahan, yaitu minyak di bagian atas, sedangkan ampas akan mengendap di bagian bawah. Cara pemisahan yang sederhana tersebut membuat cukup banyak minyak yang bercampur dan tertinggal di dalam ampas, sehingga tidak semua minyak hasil pengepresan dapat digunakan sepenuhnya untuk membuat metil ester pada tahap selanjutnya. Minyak jarak hasil pengepresan dan telah terpisah dari pengotor kemudian dianalisis sifat fisikokimianya. Analisis sifat fisikokimia dari minyak jarak pagar kasar sebelum diolah menjadi metil ester. Analisis yang dilakukan meliputi kadar abu, FFA, bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan densitas. Hasil analisis minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis minyak jarak pagar Analisis Satuan Nilai FFA % 32.09 Bilangan Asam mg KOH/g lemak 63.85 Kadar Abu % 0.0020 Densitas gr/ml 0.9131 Bilangan Iod mg iod/g lemak 98.29 Bilangan Penyabunan mg KOH/g lemak 197.60 Minyak jarak pagar yang dihasilkan memiliki nilai persentase FFA (asam lemak bebas) dan bilangan asam yang tinggi, yakni berturut-turut sebesar 32.09% dan 63.85 mg KOH/g lemak. Tingginya nilai FFA dan bilangan asam ini dapat dikarenakan oleh lamanya penyimpanan yang dialami biji jarak pagar. Dalam proses penyimpanan ini biji jarak pagar dapat mengalami proses hidrolisis karena adanya kandungan air dan enzim lipase sehingga dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas. Terbentuknya asam lemak bebas tersebut maka akan meningkatkan jumlah asam lemak dalam minyak yang terhitung sebagai bilangan asam. Asam lemak bebas yang terdapat di dalam minyak jarak dapat membentuk sabun yang mengganggu proses pemisahan antara gliserol dan metil ester serta menurunkan rendemen metil ester yang dihasilkan, sehingga mengharuskan minyak jarak melalui proses esterifikasi terlebih dulu sebelum proses transesterifikasi. Hasil analisis terhadap densitas minyak jarak pagar sebesar 0.91311 gr/ml menunjukkan nilai yang tidak berbeda jauh dengan analisa yang dilakukan oleh Peace dan Aladesanmi (2008) sebesar 0.911 gr/ml. Nilai bilangan iod minyak jarak pagar yang didapat sebesar 98.29 mg iod/g lemak. Nilai tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan literatur yaitu sebesar 96.5 mg iod/g lemak (Hambali et al. 2006). Bilangan iod menunjukkan banyaknya gram iodine yang terserap oleh 100 gram minyak atau lemak. Tinggi atau rendahnya bilangan iod tergantung pada asam lemak penyusunnya. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap tidak jenuh (Ketaren 1986). Lebih lanjut Sinaga (2006) menjelaskan bahwa jenis asam lemak dominan pada minyak jarak adalah asam lemak oleat dan linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh. Karakteristik bilangan penyabunan minyak jarak pagar hasil pengujian sebesar 197.6 mg KOH/g lemak, yang menunjukkan nilai lebih kecil dibandingkan pengujian yang dilakukan Peace dan Aladesanmi (2008) yaitu sebesar 198.5 mg KOH/g lemak. Bilangan penyabunan merupakan 18

miligram kalium hidroksida (KOH) yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak atau minyak pada kondisi tertentu. 4.2 Analisis Metil Ester Jarak Pagar Tahapan selanjutnya pada penelitian ini adalah produksi bahan baku utama untuk sulfonasi, yaitu metil ester. Metil ester dipilih sebagai bahan untuk sulfonasi karena kualitas metil ester sebagai bahan sulfonasi lebih baik, dimana sifat metil ester yang tidak mudah teroksidasi dibandingkan jika menggunakan trigliserida dan asam lemak sebagai bahan baku sulfonasi. Proses produksi metil ester dilakukan dengan dua tahap, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Hal ini dilakukan karena FFA minyak jarak pagar lebih dari 2% sehingga perlu dilakukan tahapan esterifikasi terlebih dahulu. Proses esterifikasi perlu dilakukan untuk mereaksikan asam lemak bebas menjadi metil ester. Bila asam lemak bebas tidak direaksikan menjadi metil ester maka asam lemak bebas tersebut akan mengganggu proses transesterifikasi karena bereaksi dengan katalis basa. Proses esterifikasi akan mereaksikan asam lemak bebas terlebih dahulu dengan metanol ditambah bantuan katalis asam. Tahapan selanjutnya adalah mengkonversi trigliserida dengan bantuan katalis basa. Proses produksi metil ester jarak pagar skala 100L/batch dapat dilihat pada Lampiran 14. Adapun hasil analisis sifat fisikokimia metil ester jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis metil ester jarak pagar Parameter Satuan Nilai Kadar air % 0.024 Bilangan asam mg KOH/g lemak 0.44 Bilangan iod mg Iod/g lemak 94.91 Bilangan penyabunan mg KOH/g lemak 198.12 Gliserol total % 0.918 Kadar ester % 97.70 Pengujian kadar air metil ester jarak pagar menggunakan metode Karl Fischer. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar air di dalam metil ester jarak pagar sebesar 0.024%, yang berarti masih berada dalam batas SNI 04-7182-2006 yaitu maksimum 0.1%. Keberadaan air dalam metil ester dapat menyebabkan air bereaksi dengan ester membentuk asam lemak bebas. Air dapat terbentuk selama proses transesterifikasi melalui reaksi antara katalis NaOH atau KOH dengan metanol, atau bahkan dari proses pencucian untuk menghilangkan gliserol. Menurut Sheats dan MacArthur (2002) penggunaan metil ester sebagai bahan baku pembuatan Metil Ester Sulfonat sangat memfokuskan pada tingginya hidrogenasi dan kemurnian bahan baku, hal ini terkait dengan tingkat ketidakjenuhan dan distribusi rantai karbon didalamnya. Kandungan air dalam bahan dapat bereaksi dengan SO 3 saat proses sulfonasi dan membentuk oleum (SO 3 cair). Gas sulfur trioksida berlebih ditambah dengan asam sulfat dalam reaksi dapat menyebabkan desulfonasi surfaktan. Desulfonasi mempengaruhi degradasi surfaktan di kemudian hari dimana surfaktan kehilangan komponen aktifnya. Menurut Rossen (2004) pada 19

surfaktan yang mengandung gugus ester, degradasi berlangsung lebih cepat dimana surfaktan akan terurai menjadi alkohol dan asam. Kedua produk hasil degradasi ini sangat bersifat tidak aktif permukaan. Analisis bilangan asam metil ester dilakukan untuk mengetahui tingkat konversi metil ester. Bilangan asam minyak jarak pagar sebesar 63.859 mg KOH/g lemak dapat turun menjadi 0.44 mg KOH/g lemak setelah dikonversi dalam bentuk metil ester jarak pagar, yang artinya proses esterifikasi berhasil mengurangi keasaman karena asam lemak bebas teresterfikasi menghasilkan metil ester. Nilai bilangan asam tersebut telah sesuai dengan SNI 04-7182-2006 yaitu maksimal 0.5 mgkoh/g lemak. Bilangan asam metil ester setelah proses transesterifikasi lebih rendah karena katalis basa akan memisahkan asam lemak bebas melalui mekanisme pembentukan sabun. Bilangan asam dapat meningkat sejalan dengan waktu penyimpanan karena terjadinya reaksi dengan udara atau air (Gerpen et al. 2004). Hasil analisis untuk bilangan iod metil ester jarak pagar didapatkan nilai sebesar 94.917 mg Iod/g lemak. Nilai tersebut telah sesuai dengan SNI 04-7182-2006 yaitu maksimal 115 mgkoh/g. Bahan baku metil ester yang memiliki bilangan iod tinggi akan sulit untuk dipucatkan dan warna produk yang dihasilkan cenderung warnanya lebih gelap. 4.3 Proses Sulfonasi dan Aging MESA Proses utama dalam produksi surfaktan MESA adalah pada tahapan sulfonasi. Bahan baku utama dalam proses sulfonasi adalah metil ester jarak pagar dan gas SO 3. Proses sulfonasi gas SO 3 terhadap metil ester jarak pagar berlangsung secara cepat pada Singletube Falling Film Reactor (STFR). Falling Film Reactor ini berukuran tinggi 6 meter dengan diameter tube 25 mm. Proses sulfonasi menggunakan umpan metil ester jarak pagar yang dipanaskan pada suhu 100 o C, kemudian dipompakan naik ke head reactor dengan laju alir 75 ml/menit, kemudian masuk ke liquid chamber membentuk lapisan film dengan ketebalan tertentu. Pada jam ke-2 sulfonasi, produk MESA yang dihasilkan ditampung/diakumulasi pada reaktor aging sampai diperoleh volume 1.5 2 L. Tahapan selanjutnya setelah diperoleh produk MESA yang terakumulasi maka dilanjutkan dengan proses aging pada variasi kondisi proses suhu aging 80 ⁰C, 100 ⁰C, dan 120 ⁰C dan lama aging 30, 45, dan 60 menit serta dengan kecepatan pengadukan 150 rpm. Proses aging dilakukan pada campuran reaksi hasil sulfonasi pada reaktor sulfonasi (STFR) yang bertujuan untuk meningkatkan reaksi sulfonasi antara gas SO 3 dan metil ester jarak pagar untuk meningkatkan konversi metil ester jarak pagar menjadi MESA. Proses ini melibatkan penyusunan ulang (rearrengement) struktur molekul intermediet (RCHSO 3 HCOOSO 3 CH 3 ) menjadi methyl ester sulfonic acid atau MESA (RCHSO 3 HCOOCH 3 ). Proses aging dilakukan pada reaktor aging dengan ukuran diameter 20 cm dan tinggi 30 cm dengan kapasitas 6-8 liter. Reaktor aging dilengkapi dengan instalasi pengadukan dengan kecepatan pengadukan maksimum 280 rpm. Dalam penelitian ini proses aging dilakukan pada produk hasil sulfonasi (MESA) dari reaktor falling film (STFR) setelah proses sulfonasi berlangsung 2 jam kemudian dikumpulkan/diakumulasi sampai didapatkan kapasitas 1.5 2 liter MESA sehingga cukup untuk dilakukan pengadukan. Reaktor aging yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13. 20

Gambar 13. Reaktor aging dan instalasi pengaduknya 4.4 Pengaruh Suhu dan Lama Proses Aging 4.4.1 Viskositas MESA Viskositas atau kekentalan dari suatu cairan merupakan sifat fluida yang dipengaruhi oleh ukuran molekul dan gaya antar molekul. Proses penambahan gugus sulfonat pada proses sulfonasi yang kemudian disempurnakan pada proses aging membuat MESA cenderung memiliki ukuran molekul yang lebih besar, sehingga viskositas MESA akan lebih tinggi dibandingkan dengan metil esternya. Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliran fluida yang merupakan gesekan antara molekul-molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan yang mudah mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah dan sebaliknya bahan-bahan yang sulit mengalir memiliki viskositas yang tinggi. Besaran viskositas berbanding terbalik dengan perubahan temperatur. Kenaikan temperatur akan melemahkan ikatan antar molekul suatu jenis cairan sehingga akan menurunkan nilai viskositasnya. Sulfonasi gas SO 3 terhadap bahan organik merupakan reaksi eksotermis yang melibatkan sejumlah transisi dan modifikasi sifat fisik viskositas MESA (Moretti et al. 2001). Ukuran molekul yang besar dapat menyebabkan viskositas cairan lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran molekul yang kecil. Menurut Takeuchi (2008) viskositas yang tinggi disebabkan adanya gaya tarik menarik antarmolekul yang besar dalam cairan, molekul yang besar, rantai molekul yang tidak teratur, serta suhu, sehingga molekul menjadi lebih sukar bergerak dan cenderung berkoagulasi. Pada tahapan ini, MESA yang semakin viskos (kental) menunjukkan tingkat konversi yang makin tinggi. Adanya penambahan gugus SO 3 pada gugus karboksil, akan mengaktivasi Cα sehingga akan mudah diserang oleh SO 3 selanjutnya. Demikian pula dengan semakin lama sulfonasi memungkinkan pengikatan SO 3 pada ikatan rangkap lain. Hal tersebut di atas menyebabkan meningkatkan konsentrasi molekul dan total solid sehingga MESA makin kental. Viskositas MESA pasca aging berkisar antara 130.5 345 cp. Data viskositas MESA pasca aging dapat dilihat pada Tabel 8. 21

Tabel 8. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap viskositas MESA Perlakuan Viskositas (cp) Suhu ( o C) Lama Aging (menit) 30 340.0 80 45 342.5 60 345.0 30 280.0 100 45 285.5 60 292.5 30 130.5 120 45 138.25 60 152.5 Untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama aging terhadap viskositas MESA dilakukan analisis ragam. Tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (α = 0.05). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama aging tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas MESA. Interaksi kedua perlakuan tersebut pun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas MESA. 4.4.2 Nilai ph MESA Nilai ph merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu bahan. Menurut Bodner dan Pardue (1989) nilai ph berkisar antara 0-14. Kisaran nilai ph dari 0-6 menunjukkan bahwa suatu larutan bersifat asam, sedangkan nilai ph 8-14 menunjukkan bahwa suatu larutan bersifat basa, dan larutan dengan nilai ph 7 menunjukkan bahwa larutan bersifat netral. Koefisien ph tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala ph bukanlah skala absolut, bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang ph-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. Nilai ph didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen (Fessenden dan Fessenden 1995). Pengukuran ph MESA yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan alat ph meter Schott Instruments handylab ph11/set. Gas SO 3 sebagai reaktan pada proses sulfonasi bersifat asam kuat, sehingga produk MESA yang dihasilkan bersifat asam. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh ph MESA berkisar antara 1.2 sampai 2.1. Hal ini menunjukkan bahwa MESA yang dihasilkan masih bersifat asam, yang dikarenakan MESA belum melalui tahap netralisasi pada proses pemurnian. Data nilai ph MESA selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. 22

Tabel 9. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap nilai ph MESA Perlakuan ph Suhu ( o C) Lama Aging (menit) 30 1.8 80 45 1.6 60 1.2 30 1.9 100 45 1.7 60 1.5 30 2.1 120 45 1.95 60 1.7 Untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama aging terhadap nilai ph MESA dilakukan analisis ragam atau analisis varians dengan rancangan percobaan acak kelompok, dengan tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (α = 0.05). Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama aging tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ph MESA, demikian pula dengan interaksi suhu dan lama aging tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai ph MESA. Nilai ph MESA yang tidak berbeda nyata diduga karena faktor suhu aging dengan taraf 80 o C, 100 o C, dan 120 o C dan juga lama aging dengan taraf 30, 45, dan 60 menit tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kandungan ion hidrogen di dalam substansi MESA. Ion hidrogen berperan dalam sifat asam suatu senyawa. Arrhenius merumuskan zat asam adalah suatu molekul yang didalamnya mengandung setidaknya satu atom hidrogen yang dapat terdisosiasi di dalam air (Lower 1996). Produk MESA dengan kisaran nilai ph seperti tersebut diatas dikategorikan bersifat asam, hal ini karena jumlah ion hidrogen dari MESA yang terdisosiasi di dalam air lebih banyak dibandingkan ion hidroksida (OH-). 4.4.3 Densitas MESA Densitas merupakan salah satu sifat dasar fluida yang didefinisikan sebagai hasil dari massa per satuan volume. Efek temperatur pada densitas cairan tidak dapat diabaikan karena cairan akan meregang mengikuti perubahan temperatur. Densitas umumnya dikaitkan dengan viskositas dimana cairan lebih padat maka viskositasnya lebih tinggi, hal ini tentunya berkorelasi dengan kandungan total padatan pada bahan. Densitas yang diukur pada penelitian ini merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel pada suhu 25 o C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Data densitas MESA pasca aging dapat dilihat pada Tabel 10. 23

Tabel 10. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap densitas MESA Perlakuan Densitas (g/ml) Suhu ( o C) Lama Aging (menit) 30 1.0312 80 45 1.0306 60 1.0298 30 0.9999 100 45 1.0062 60 1.0026 30 0.9553 120 45 0.9549 60 0.9541 Densitas terendah diperoleh dari MESA pada taraf suhu 120 o C dan lama aging 60 menit, dengan nilai rata-rata 0.9541 g/ml. Densitas tertinggi dimiliki oleh MESA pada taraf suhu 80 o C dan lama aging 30 menit. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa densitas MESA menunjukkan nilai yang cenderung stabil pada satu taraf suhu yang sama, hanya saja pada taraf suhu 100 o C densitas MESA yang dihasilkan mengalami fluktuasi mulai dari menit 30 ke menit 45 yang mengalami kenaikan, kemudian nilai densitas kembali turun pada menit ke 60. Fluktuasi nilai densitas ini dapat menunjukkan bahwa reaksi yang terjadi belum dapat menghasilkan MESA dengan nilai densitas yang stabil. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena mekanisme pembentukan MESA dalam reaktor sulfonasi selama periode tersebut belum sempurna, belum mencapai kesetimbangan. Dalam periode tertentu, hasil reaksi masih dalam bentuk senyawa intermediet yang masih dapat mengalami restrukturisasi melepaskan gugus SO 3 yang dapat mengurangi nilai densitas. Dari Tabel 10 tersebut juga dapat dilihat bahwa ada kecenderungan semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses aging, maka akan semakin kecil densitas MESA yang dihasilkan. Kenaikan suhu aging berpengaruh terhadap gaya kohesi (tarik menarik) antar molekul pada cairan dimana dengan meningkatnya suhu aging akan mengurangi gaya kohesi dan meningkatkan perubahan molekul di dalamnya termasuk melemahnya ikatan C-S sehingga SO 3 terlepas yang mengakibatkan massa per satuan volume berkurang yang menyebabkan densitas menurun. Hasil analisis ragam (α=0.05) menunjukkan bahwa suhu dan lama aging tidak berpengaruh nyata terhadap densitas MESA, begitupun dengan interaksi suhu dan lama aging yang tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis ragam terhadap densitas MESA dapat dilihat pada Lampiran 7. 4.4.4 Bilangan Asam MESA Bilangan asam merupakan jumlah miligram basa yang diperlukan untuk menetralisasi asam lemak bebas dalam 1 gram bahan. Basa yang digunakan dalam hal ini adalah NaOH. Produk MESA bersifat asam karena masih mengandung campuran SO 3, dimana gas SO 3 merupakan salah 24

satu gugus pembentuk asam kuat, sehingga banyaknya gugus SO 3 yang terikat pada suatu bahan akan meningkatkan bilangan asam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bilangan asam MESA jarak pagar berkisar pada 10.55 19.78 mg KOH/g MESA. Tabel 11 menunjukkan grafik hubungan suhu dan lama proses aging terhadap bilangan asam MESA. Tabel 11. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap bilangan asam MESA Suhu ( o C) Perlakuan Lama Aging (menit) Bilangan Asam (mg KOH/g MESA) 30 18.46 80 45 18.85 60 19.78 30 10.55 100 45 12.17 60 13.09 30 13.23 120 45 13.70 60 14.29 Untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama proses aging terhadap bilangan asam dilakukan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (α = 0.05). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu aging berpengaruh nyata terhadap bilangan asam MESA, sedangkan perlakuan lama aging maupun interaksi suhu dan lama aging tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bilangan asam MESA. Hasil analisis ragam selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa taraf suhu aging 80 o C berbeda nyata dengan taraf suhu 100 o C, sedangkan taraf suhu 120 o C menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan taraf suhu 80 o C dan 100 o C. Dari grafik bilangan asam dapat diketahui bahwa adanya kecenderungan semakin tinggi suhu menyebabkan bilangan asam menurun. Hal ini diduga pemanasan pada suhu tinggi menyebabkan ikatan antar molekul makin lemah sehingga SO 3 mudah terlepas, demikian pula pada suhu tinggi terjadi sedikit penggumpalan MESA dengan densitas tinggi yang kemudian mengendap pada bagian bawah reaktor. Proses aging yang dilakukan dengan menggunakan pemanasan dan pengadukan memungkinkan terjadinya proses penyusunan ulang (rearrangement) molekul MESA dan pelepasan SO 3 dari gugus karboksil, terjadinya pelepasan SO 3 yang terikat pada ikatan rangkap internal pada asam lemak, dan sisa SO 3 yang masih terdapat pada permukaan gas/cair akan mudah bereaksi dengan metil ester serta sisa SO 3 yang terakumulasi dari proses sulfonasi akan terlepas. Berkurangnya jumlah SO 3 yang terdapat dalam MESA menyebabkan bilangan asam menurun pula. 25

4.4.5 Bilangan Iod MESA Bilangan iod merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengatur banyaknya ikatan rangkap dalam suatu bahan. Bilangan iod menunjukkan banyaknya gram iodine yang terserap dalam 100 gram minyak atau lemak. Tinggi atau rendahnya bilangan iod tergantung pada komposisi asam lemak penyusunnya. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan bagaimana banyaknya ikatan rangkap tidak jenuh (Ketaren 1986). Banyaknya ikatan rangkap ini diukur dengan melihat berapa miligram iodine yang diikat dalam ikatan rangkap per gram sampel (AOAC 1995). Bilangan iod ini diukur untuk melihat berapa banyak ikatan rangkap dalam asam lemak yang berkurang akibat bereaksi dengan reaktan SO 3. Bilangan iod dari MESA yang dihasilkan berkisar antara 22.48 38.19 mg Iod/g MESA. Nilai tersebut menunjukkan adanya penurunan bilangan iod dari semula metil ester yaitu sebesar 94.917 mg Iod/g minyak. Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa dalam setiap taraf suhu terjadi penurunan bilangan iod seiring dengan semakin lamanya waktu proses aging. Semakin menurunnya bilangan iod, berarti semakin banyak jumlah ikatan rangkap metil ester yang diadisi oleh SO 3 yang kemudian terbentuk molekul-molekul surfaktan dengan gugus sulfonat. Gambar 14. Grafik hubungan suhu dan lama aging dengan bilangan iod MESA Untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama aging terhadap nilai bilangan iod MESA maka dilakukan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama proses aging berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan iod MESA. Interaksi antara suhu dan lama aging tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai bilangan iod MESA. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor lama aging menunjukkan bahwa lama aging 45 menit dan 60 menit tidak berbeda nyata tetapi keduanya berbeda nyata dengan lama aging 30 menit. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap nilai bilangan iod MESA dapat dilihat pada Lampiran 9. Semakin lama proses aging maka akan menurunkan bilangan iod MESA, sedangkan faktor suhu menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka akan menurunkan bilangan iod MESA. Hal ini dikarenakan proses sulfonasi yang dilanjutkan dengan proses aging akan semakin sempurna dengan peningkatan suhu reaksi. Proses yang baik akan memperbanyak reaksi antara molekul SO 3 dengan ikatan rangkap metil ester yang berarti akan menurunkan jumlah iodine yang dapat terserap oleh surfaktan MESA yang dihasilkan. 26

Jungermann (1979) mengemukakan bahwa ikatan rangkap pada metil ester merupakan salah satu tempat terjadinya reaksi sulfonasi. 4.4.6 Kadar Bahan Aktif MESA Kadar bahan aktif merupakan salah satu nilai mutu kinerja surfaktan. Kadar bahan aktif menunjukkan jumlah kandungan bahan aktif permukaan yang terkandung dalam surfaktan. Semakin banyak kadar bahan aktif dalam surfaktan maka diharapkan akan semakin baik kinerja surfaktan. Berdasarkan penelitian ini kadar bahan aktif berkisar antara 5.59-14.83%. Hasil analisis kadar bahan aktif MESA dapat dilihat pada Tabel 12. Kadar bahan aktif dapat ditunjukkan dari jumlah gugus SO 3 yang terikat dalam struktur MESA. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur bahan aktif surfaktan adalah dengan metode visual melalui teknik titrasi dua fasa menggunakan surfaktan kationik sebagai penitran. Semua titrasi surfaktan berdasarkan pada reaksi antagonis dimana surfaktan ionik bereaksi dengan surfaktan yang memiliki muatan yang berlawanan untuk membentuk garam yang tidak larut air (pasangan ion) (Matesic-Puac et al. 2005). Menurut Myers (2006) bahan aktif pada MESA berupa gugus sulfonat yang terikat pada rantai karbon asam lemak MESA. Bahan aktif ini akan berfungsi sebagai polar head atau bahan yang lebih cenderung larut air (hidrofilik). Pada surfaktan anionik gugus ion anionik adalah bahan aktif yang diukur. Analisis kadar bahan aktif yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Epthone. Menurut Stache (1995) prinsip dasar dari uji ini adalah titrasi bahan aktif menggunakan cetylbipiridinum bromide, yang merupakan salah satu jenis surfaktan kationik. Indikator yang digunakan adalah methylen blue. Campuran surfaktan dengan indikator ditambahi klroform sehingga tercipta dua fasa kloroform di bagian bawah dan fasa larutan surfaktan dan methylen blue yang berada di bagian atas. Pada permulaan, warna biru tua berada pada lapisan kloroform, kemudian selama titrasi warna biru akan bergerak menuju lapisan cairan (larutan surfaktan dalam akuades) secara perlahan. Perpindahan warna terjadi secara cepat pada akhir titrasi. Akhir titrasi dicapai ketika warna kedua lapisan memiliki intensitas yang hampir sama. Bila titrasi diteruskan maka fasa kloroform akan menjadi lebih pucat lalu lama-kelamaan akan menjadi bening. Tabel 12. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap bahan aktif MESA Suhu ( o C) Perlakuan Bahan Aktif (%) Lama Aging (menit) 30 9.34 80 45 10.6 60 14.82 30 9.69 100 45 11.81 60 13.78 30 5.59 120 45 10.21 60 11.73 27

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa lama reaksi memberikan pengaruh positif terhadap kadar bahan aktif MESA. Kadar bahan aktif yang semakin tinggi menunjukkan bahwa molekul surfaktan yang terbentuk semakin banyak. Menurut Syam et al. (2009) lama reaksi memberikan pengaruh pada reaksi karena memberikan peluang pencampuran dan pelarutan. Semakin banyak molekul SO 3 yang terlarut, maka semakin tinggi pula reaksi dengan metil ester akibatnya adalah semakin banyak surfaktan yang terbentuk. Untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama aging terhadap kadar bahan aktif MESA dilakukan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama aging serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar bahan aktif MESA. Hasil analisis ragam pengaruh suhu dan lama aging terhadap bahan aktif MESA dapat dilihat pada Lampiran 10. 4.5 Netralisasi MESA Produk MESA kemudian dinetralisasi dengan NaOH 50% untuk menghasilkan MES, selain itu juga karena asam pada MESA bersifat tidak stabil sehingga harus dinetralkan. Tahapan netralisasi dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan NaOH 50%. Titik akhir titrasi ditentukan dengan adanya perubahan warna MESA dari hitam menjadi coklat dan indikator kertas ph menunjukkan warna ph netral antara 6-8. Pada titik tersebut artinya MESA telah berubah menjadi MES karena telah berada pada kondisi netral. Apabila netralisasi tidak dilakukan maka MESA akan menjadi kental dan cenderung memadat tanpa dipanaskan. Ketika proses netralisasi harus dihindarkan pada ph yang ekstrim dalam netralisasi untuk menghindari hidrolisis MES menjadi disalt. Menurut Roberts et al. (2008) pada ph 3-9.5 hidrolisis berlangsung lambat, sementara ph MESA hasil penelitian rata-rata berkisar pada ph 1-2 sehingga memungkinkan terjadi hidrolisis asam yang akan merubah gugus COOCH 3 pada MES menjadi COOH. Sementara jika ph terlalu alkali melebihi 9.5 maka hidrolisis merubah COOCH 3 pada MES menjadi COONa. Nilai ph MES yang disyaratkan oleh Chemiton dan Ballestra yaitu pada kisaran 6-8. Hasil pengukuran nilai ph MES yang dilakukan pada penelitian ini berada pada kisaran 6.34-7.09. Gambar 15 merupakan grafik hasil pengukuran nilai ph MES. Gambar 15. Grafik nilai ph MES Untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama aging terhadap nilai ph MES dilakukan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05). Analisis ragam yang dilakukan 28

menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama aging serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ph MES. Hasil analisis ragam selengkapnya disajikan pada Lampiran 11. Selain nilai ph, analisis MES juga dilakukan pada bilangan iod. Bilangan iod MES berada pada kisaran 22.06-38.91 mg iod/g MES. Dari Tabel 13 dapat dilihat data hasil pengukuran bilangan iod MES. Tabel 13. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap bilangan iod MES Suhu ( o C) Perlakuan Lama Aging (menit) Bilangan Iod (mg iod/g MES) 30 37.47 80 45 25.65 60 23.89 30 36.86 100 45 34.01 60 30.27 30 38.91 120 45 23.53 60 22.06 Untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama aging terhadap nilai bilangan iod MES, selanjutnya dilakukan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor suhu dan lama aging berpengaruh nyata terhadap bilangan iod MES, namun interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Data bilangan iod MES dan hasil analisis ragam bilangan iod MES disajikan pada Lampiran 12. Hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa bilangan iod MES pada lama aging 30 menit berbeda nyata dengan bilangan iod pada perlakuan lama aging 45 dan 60 menit. Adapun bilangan iod hasil uji Duncan pada faktor suhu 100 o C berbeda nyata dengan bilangan iod pada faktor suhu 80 o C dan 120 o C. Hasil Uji Duncan faktor perlakuan lama aging terhadap bilangan iod MES dapat dilihat pada Lampiran 12d. Produk MES yang dihasilkan juga diukur kadar bahan aktifnya. Kadar bahan aktif MES pasca aging berkisar antara 5.91 15.51%, dan data kadar bahan aktif MES selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukkan bahwa suhu dan lama aging tidak berpengaruh nyata terhadap kadar bahan aktif MES. Hasil analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13. 29

Tabel 14. Hasil analisis suhu dan lama aging terhadap bahan aktif MES Perlakuan Bahan Aktif (%) Suhu ( o C) Lama Aging (menit) 30 10.77 80 45 13.06 60 15.51 30 10.24 100 45 12.48 60 14.57 30 5.91 120 45 10.79 60 12.40 Pada Tabel 14 ditunjukkan bahwa pada suhu aging 80 o C, bahan aktif MES cenderung lebih tinggi dibandingkan pada suhu aging 100 o C maupun 120 o C. Hal ini diduga karena proses netralisasi mampu meningkatkan bahan aktif MES pada MESA pasca aging suhu 80 o C. Produk MESA dalam kondisi asam bersifat tidak stabil, netralisasi diperlukan untuk menghindari hidrolisis menjadi sulfonated fatty acid, demikian pula pada produk sulfatasi pada ph rendah dapat terkonversi menjadi asam sulfat dan unsulfatted fatty alcohol (Foster dan Rollock 1997). Proses netralisasi itu sendiri bukan merupakan hal yang simpel seperti halnya netralisasi asam basa, namun perlu pengontrolan yang ketat terhadap pengadukan, penambahan bahan dan temperatur sehingga diperoleh MES dengan bahan aktif tinggi. Sedangkan dalam penelitian ini masih dalam taraf penetralan hingga ph 6-8, sehingga bahan aktif yang diperoleh masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Hovda (1993) proses netralisasi sulfonic acid untuk menghasilkan MES dengan bahan aktif tinggi cukup sulit karena ketidakstabilan MES pada suhu dan ph tinggi. Penambahan metanol dapat mengurangi pembentukan disalt, namun apabila ph turun dibawah 6 maka efek penambahan metanol pun akan turun. Selain itu, penambahan metanol juga menyebabkan penurunan suhu sehingga efek metanol dalam menurunkan disalt turut berkurang. Pemilihan ph dan temperatur yang tepat hanya akan memerlukan metanol 20-30% untuk proses netralisasi. 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kondisi proses aging terbaik didapatkan pada suhu 80 o C dan lama aging 60 menit. Parameter utama penentuan kondisi proses terbaik didasarkan pada kadar bahan aktif tertinggi, nilai bilangan iod terendah, dan bilangan asam tertinggi. Proses aging pada suhu aging 80 o C selama 60 menit memberikan nilai bahan aktif tertinggi sebesar 14.83%, ph 1.2, bilangan iod 25.08 mgi/g MESA, bilangan asam 19.78 mg KOH/g MESA, densitas 1.0298 g/ml, dan viskositas 345 cp, sedangkan kualitas MES yang dihasilkan pada kondisi yang sama yaitu bahan aktif 15.51%, ph 6.58, serta bilangan iod 23.895 mg Iod/g MES. Dari hasil analisa diperoleh nilai ph MESA antara 1.2 sampai 2.1, densitas antara 0.9541 g/ml sampai 1.0312 g/ml, viskositas antara 130.5 cp sampai 345 cp, bilangan asam antara 10.55 mg KOH/g MESA sampai 19.78 mg KOH/g MESA, bilangan iod antara 22.48 mg Iod/g MESA sampai 38.19 mg Iod/g MESA, dan kadar bahan aktif antara 5.59% sampai 14.82%. Adapun dari hasil analisa nilai ph MES antara 6.34 sampai 7.09, bilangan iod antara 22.06 mg Iod/g MES sampai 38.91 mg Iod/g MES, dan kadar bahan aktif antara 5.91% sampai 15.51%. Perubahan sifat fisikokimia MESA dari metil ester jarak pagar pasca aging dipengaruhi oleh kondisi proses dan kondisi reaktor yang digunakan, selain ditentukan juga oleh kontrol laju alir metil ester jarak pagar terhadap konsentrasi SO 3. Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa suhu aging berpengaruh nyata terhadap bilangan asam MESA dan bilangan iod MES, sedangkan lama aging berpengaruh nyata terhadap bilangan iod MESA dan bilangan iod MES. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait kecepatan pengadukan dalam reaktor aging untuk mendapatkan optimasi proses aging MESA. 31

DAFTAR PUSTAKA Abdu, S. 2006. Kajian Proses Produksi MES dari Minyak Kelapa Sawit Menggunakan Reaktan H2SO4. Skripsi Departemen Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bernardini, E. 1983. Vegetable Oils and Fats Processing. Volume II. Interstampa, Rome. Baidawi, A., I. Latif, dan O. Rachmaniah. 2009. Transesterifikasi dengan Co-solvent Sebagai Salah Satu Alternatif Peningkatan Yield Metil Ester pada Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO). Jurnal Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Canaki, M. dan J.V. Gerpen. 2001. Biodiesel from Oils and Fats with High Free Fatty Acid. Journal of American Oil Chemist Society. Automotive Engine 44:1429-1436. Departemen Pertanian. 2008. http://database.deptan.go.id [20 September 2009] Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik 2. Penerbit Erlangga, Jakarta. Flider, F.J. 2001. Commercial Considerations and Markets for Naturally Derived Biodegradable Surfactants. Inform 12 (12) : 1161 1164. Foster NC. 1996. Sulfonation and Sulfation Processes. In : Spitz, L. (Ed). Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaign, Illinois. Foster NC, dan Rollock MW. 1997. Medium to Very High Active Single Step Neutralization. [terhubung berkala].www.chemithon.com.[22 Juli 2009] Freedman, B., E.H. Pryde, dan T.L. Mounts. 1984. Variable Affecting the Yield of Fatty Esters from Transesterification Vegetable Oils. Journal of American Oil Chemist Society. 61:1638-1643. Gates TS dan Grayson, MA. 1998. On The Use of Accelerated Aging Methods for Screening High Temperature Polimeric Composite Materials. Paper AIAA 2 : 925-935. Gerpen JHV, EG Hammond LA, Johnson, Marley SJ, Yu L, I. Li and Monyem A. 1996. Determining the influence of contaminants on Biodiesel Properties. Final report prepared for The Iowa Soybean promotion Board. Iowa state University. 28 p. Gerpen JV, Shanks B, Pruszko R, Clements D, and Knothe G. 2004. Biodiesel Production Technology. National Renewable Energy Laboratory. Colorado. 106 p. Gubitz, G.M., M. Mittelbach., dan M. Trabi. 1999. Exploitation of The Tropical Seed Plant Jatropha curcas L. Bioresource Technology 67(1999): 73-82, Austria. Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I.K. Reksowaedjojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma,. S. Tjitrosenito, T.H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakosa, W. Purnama. 2006. Jarak Pagar: Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar Swadaya. Hamilton, R.J. 1983. The Chemistry of Rancidity in Foods. Applied Science Publisher, London and New York. Hapsari, M. 2003. Kajian Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengadukan pada Psoses Produksi Surfaktan dari metil ester Minyak Inti Sawit dengan Proses Sulfonasi. Skripsi. Fateta IPB, Bogor. Hargreaves, T. 2003. Chemical Formulation: an Overview of Surfactant-Based Preparations Used in Everyday Life. RSC Paperbacks, Cambridge. 32

Hart, H., L.E. Craine, dan D.J. Hart. 2003. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hui, Y.H. 1996. Bailey s Industrial Oil and Fat Products. 5th Edition. Volume 5. John Wiley & Sons, Inc., New York. Jungermann, E. 1979. Fat-Based Surface-Active Agent. Bailey's Industrial Oil and Fat Products. Vol. I 4 editions. John Willey and Son, New York. Kemala, S. 2006. Simulasi Usaha Tani Jarak Pagar (Jathropa curcas L). Jurnal Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. UI-Press, Jakarta. Kirk, R.E. dan D.F. Othmer. 1964. Encyclopedia of Chemical Technology Vol. 3. The Interscience Encyclopedia Inc., New York, USA. Lotero E, Y Liu, D.E. Lopez, K. Suwannakarn, D.A. Bruce dan J.G. Goodwin Jr., 2004. Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis. http://scienzechimiche.unipr.it/didattica/att/5dd4.5996.file.pdf [12 February 2007]. Lower SK. 1996. Introduction to Acid-Base Chemistry.Simon Fraser University. MacArthur, W.B., W.B. Sheats, dan N.C. Foster. 1998. Meeting The Challenge of Methyl Ester Sulphonate. The Chemithon Corporation, USA. MacArthur, B.W. dan Sheats W.B. 2002. Methyl Ester Sulfonate Products. The Chemiton Corporation, USA. Matheson, K. L. 1996. Surfactant Raw Materials: Clasification, Syntesis, Uses. Di dalam Soaps and Detergents, A Theorotical and Practical Review. AOCS Press, Champaign-Illinois. Meher LC, Dharmagadda VSS, dan Naik SN. 2005. Optimization of alkali-catalyzed transesterification of Pongamia pinnata oil for production of biodiesel. Article in press. Nanewar, A. 2005. An Alternative Fuel: Biodiesel, Syntesized by Jatropha Oil. India. Nave, R. 2009. Cohesion and Surface Tension. Diperoleh dari: http://hyperphysics.phyastr.gsu.edu/hbase/surten.html. Diakses pada 9 Maret 2010. Peace, O.E.O dan O. Aladesanmi. 2008. Effect of Fermentation on Some Chemical and Nutritive Properties of Berlandier Nettle Spurge (Jatropha cathartica) and Physic Nut (Jatropha curcas). Pakistan Journal of Nutrition, vol. 7 (2): 292-296. Pore, J. 1976. Oil and Fats Manual. Intercept Ltd, Andover, New York. Prihandhana, R. R. Hendroko, Makmuri. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah. Jakarta: Agromedia Pustaka Rieger, M.M. 1985. Surfactant in Cosmetics. Surfactant Science Series. New York: Marcel Dekker, Inc. Roberts DW, L. Giusti dan A. Forcella. 2008. Chemistry of Methyl Ester Sulfonates. Biorenewable Resources 5 : 2-19. Rosen, J. M. 2004. Surfactant and Interfacial Phenomena. Third Edition. John Wiley & Sons, Inc. Sadi, S. 1993. Penggunaan Minyak Sawit dan Inti Sawit sebagai bahan Baku Surfaktan. Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), 1 (1) : 57 63. 33

Setyaningsih, D. E. Hambali, S. Yuliani, dan J. Sumangat. 2007. Peningkatan Kualitas Biodiesel Jarak Pagar Melalui Sintesis Gliserol Eter sebagai Aditif, Proses Winterisasi dan Isomerisasi. Laporan Akhir Tahun I. Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian antara Perguruan Tinggi dan badan Litbang Pertanian (KKP3T). Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB, Bogor. Shaw, D.J. 1980. Introduction to Colloid and Surface Chemistry. Butterworths-Oxford, England. Sinaga, E. 2006. Jatropha curcas L, Jarak Pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS. Yogyakarta. Sopian, T. 2005. Biodiesel dari Tanaman Jarak. http//:www.beritaiptek.com[5 September 2008] Stein W, dan Baumann H. 1975. E-Sulfonated Fatty Acids and Esters:Manufacturing Process, Properties and Applications. Journal of The American Oil Chemistry Society 50:322-329 Syam, A.M, R. Yunus, T.I.M. Ghazi, dan T.C.S. Yaw. 2009. Methanolysis of Jathropha Oil in The Presence of Potassium Hydroxide Catalyst. Journal of Applied Sciences. 9 (17) : 3161-3165 Takeuchi, Yoshito. 1998. Materi Kimia Dasar Cairan dan Larutan. Diperoleh dari http://www.chemis-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/cairan_dan_larutan/larutan. Diakses pada 9 Maret 2010. Winkler, E., N. Foidl., G.M. Gubitz., R. Staubmann., dan W. Steiner. 1997. Enzyme-Supported Oil Extraction from Jatropha curcas Seeds. Journal Applied Biochemistry and Biotechnology, vol. 63-65. Watkins, C. 2001. Surfactant and Detergent: All Eyes are on Texas.Inform 12: 1152-1159. 34

LAMPIRAN 35

Lampiran 1. Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar a. Kadar Air (SNI) 01-2891-1992), Metode Oven Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1-2 gram pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Untuk contoh yang berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan pengaduk dan pasir kwarsa atau kertas saring berlipat. Sampel dikeringkan dalam oven suhu 105 o C selama 3 jam. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator, lalu sampel ditimbang. Pekerjaan diulangi hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan: Kadar Air = W 1 x 100% W W = bobot sampel sebelum dikeringkan (gram) W 1 = kehilangan bobot setelah dikeringkan (gram) b. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992), Abu Total Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 2 3 gram contoh ke dalam sebuah cawan porselen (atau platina) yang telah diketahui bobotnya. Untuk contoh cairan, sampel diuapkan di atas penangas air sampai kering. Kemudian diarangkan di atas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 o C sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen bisa masuk). Lalu dinginkan dalam desikator kemudian timbang hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan: Kadar Abu = W 1 W 2 x 100% W W = bobot contoh sebelum diabukan (gram) W 1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (gram) W 2 = bobot cawan kosong (gram) c. Kadar Minyak/Lemak (SNI 01-2891-1992), Metode ekstraksi langsung dengan alat Soxhlet Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1 2 gram, lalu dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas berisi contoh disumbat dengan kapas, dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 o C selama lebih kurang satu jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat Soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi baut didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam. Sulingkan heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105 o C. Dinginkan dan timbang. Penegringan diulangi hingga tercapai bobot tetap. Perhitungan: %Lemak = W W 1 x 100% W W = bobot contoh (gram) W 1 = bobot lemak sebelum ekstraksi (gram) W 2 = bobot labu lemak sesudah ekstraksi (gram) 36

Lampiran 2. Prosedur Analisis Minyak Jarak Pagar a. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992), Abu Total Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 2 3 gram contoh ke dalam sebuah cawan porselen (atau platina) yang telah diketahui bobotnya. Untuk contoh cairan, sampel diuapkan di atas penangas air sampai kering. Kemudian diarangkan di atas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 o C sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen bisa masuk). Lalu dinginkan dalam desikator kemudian timbang hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan: Kadar Abu = W 1 W 2 x 100% W W = bobot contoh sebelum diabukan (gram) W 1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (gram) W 2 = bobot cawan kosong (gram) b. Bilangan Iod (AOAC, 1995) Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,5 gram di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi hanus. Semua bahan tersebut dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15%. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak. Perhitungan: (B-S) x N x 12,69 Bilangan Iod = G Keterangan: B = ml Na 2 S 2 O 3 blanko S = ml Na 2 S 2 O 3 contoh N = normalitas Na 2 S 2 O 3 G = berat contoh (gram) 12,69 = berat atom iod/10 c. Bilangan Penyabunan Sebanyak dua gram contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 25 ml KOH alkohol 0,5 N dengan menggunakan pipet dan beberapa butir baut didih. Erlenmeyer yang berisi larutan dihubungkan dengan pendingin tegak dan dididihkan di atas penangas air atau penangas listrik selama satu jam. Lalu ditambahkan 0,5 1 ml fenolftalein ke dalam larutan tersebut dan dititer dengan HCl 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Lakukan juga untuk blanko. 37

Perhitungan: Bilangan Penyabunan = 56,1 x T x (V 0 V 1 ) m Keterangan: V 0 = volume HCl 0,5 N yang diperlukan pada peniteran blanko (ml) V 1 = volume HCl 0,5 N yang diperlukan pada peniteran contoh (ml) M = bobot contoh (gram) d. Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Panaskan contoh uji pada suhu 60 o C sampai 70 o C, aduk hingga homogen. Timbang contoh uji sesuai tabel di bawah ini ke dalam erelnmeyer 250 ml. % Asam Lemak Bebas Berat Contoh ± 10% (g) < 1,8 10 ± 0,02 1,8 6,9 5 ± 0,01 > 6,9 2,5 ± 0,01 Tambahkan 50 ml pelarut yang sudah dinetralkan. Panaskan di atas penangas air atau pemanas dan atur suhunya pada 40 o C sampai contoh minyak larut semuanya. Tambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1 2 tetes. Titrasi dengan larutan titar sambil digoyang-goyang hingga mencapai titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda (merah jambu) yang stabil untuk minimal selama 30 detik. Catat penggunaan ml larutan titar. Lakukan analisa sekurang-kurangnya duplo, perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh melebihi 0,05%. Persentase asam lemak dihitung sebagai asam palmitat berdasarkan rumus di bawah ini dan dinyatakan dalam 2 desimal. % Asam Lemak Bebas = 25,6 x N x V x 100% W Keterangan: V = Volume larutan titar yang digunakan (ml) N = Normalitas larutan titar W = Berat contoh uji (gram) 25,6 adalah konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat e. Pengukuran densitas (bobot jenis) berdasar SNI 01-2891-1992 Bersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton kemudian dengan dietil eter. Keringkan piknometer dan timbang (W 1 ). Masukkan sampel ke dalam piknometer sampai tanda tera. Tutup, kemudian masukkan ke dalam penangas yang suhunya sudah diatur sesuai dengan yang diinginkan. Isi di dalam piknometer harus terendam dalam air. Biarkan 30 menit. Buka piknometer dan bersihkan leher pikno dengan kertas saring. Angkat piknometer. Diamkan pada suhu kamar, keringkan dan timbang (W 2 ). Ulangi prosedur tersebut dengan blanko air. Perhitungan: Densitas = (W 2 W 1 ) (W W 1 ) 38

Keterangan: W 2 = bobot piknometer beserta sampel (gram) W 1 = bobot piknometer kosong (gram) W = bobot piknometer beserta blanko / air (gram) f. Bilangan Asam / Derajat Asam (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 2 5 gram contoh ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan dengan 50 ml etanol 95% netral. Larutan dikocok lalu ditambahkan 3 5 tetes indikator PP dan dititer dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik). Lakukan pekerjaan untuk blanko. Perhitungan: Bilangan Asam = V x T x 56,1 M Derajat Asam = 100 x V x T m Keterangan: V = Volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran (ml) T = normalitas NaOH m = bobot contoh M = bobot molekul asam lemak 39

Lampiran 3. Prosedur Analisis Metil Ester (Biodiesel) a. Metode Analisis Standar Bilangan Asam Biodiesel / Ester Alkil (FBI-A01-03) Timbang 19 21 ± 0,05 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 100 ml campuran pelarut yang telah dinetralkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut. Dalam keadaan teraduk kuat, titrasi larutan isi labu erlenmeyer dengan larutan KOH dalam alkohol sampai kembali berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama seperti pada campuran pelarut yang telah dinetralkan tersebut. Warna merah hambu ini harus bertahan paling sedikitnya 15 detik. Catat volume titran yang dibutuhkan (ml). Perhitungan: Angka Asam (Aa) = 56.1 x V x N mg KOH/g biodiesel m Keterangan: V = Volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi (ml) N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol m = berat contoh biodiesel ester alkil (gram) Nilai angka asam yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang koma) b. Bilangan Iod (AOAC, 1995) Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,5 gram di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi hanus. Semua bahan tersebut dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15%. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak. Perhitungan: (B-S) x N x 12,69 Bilangan Iod = G Keterangan: B = ml Na 2 S 2 O 3 blanko S = ml Na 2 S 2 O 3 contoh N = normalitas Na 2 S 2 O 3 G = berat contoh (gram) 12,69 = berat atom iod/10 c. Metode Analisis Standar untuk Kadar Gliserol Total di dalam Biodiesel Ester Alkil: Metode Iodometri Asam Periodat Timbang 9,9 10,1 ± 0,01 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu Erlenmeyer. Tambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik, sambungkan labu dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan isi labu pelahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi esterester. Tambahkan 91 ± 0,2 ml khloroform (lihat Catatan peringatan) dari sebuah buret ke dalam labu takar 1 liter. Kemudian tambahkan 25 ml asam asetat glasial (lihat Catatan no. 2) dengan menggunakan gelas ukur. Singkirkan labu saponifikasi dari pelat pemanas atau bak kukus, bilas 40

dinding dalam kondensor dengan sedikit akuades. Lepaskan kondensor dan pindahkan isi labu saponifikasi secara kuantitatif ke dalam labu takar pada no. 03 dengan menggunakan 500 ml akuades sebagai pembilas. Tutup rapat labu takar dan kocok isinya kuat-kuat selama 30 60 detik. Tambahkan akuades sampai ke garis batas takar, tutup lagi labu rapat-rapat dan campurkan baik-baik isinya dengan membolak-balikkan dan, sesudah dipandang tercampur intim, biarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna. Pipet masing-masing 6 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400 500 ml dan siapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 50 ml akuades (sebagai pengganti larutan asam periodat). Pipet 100 ml lapisan akuatik yang diperoleh dalam langkah no. 06 ke dalam gelas piala berisi larutan asam periodat dan kemudian kocok gelas piala ini pelahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, tutup gelas piala dengan kaca arloji/masir dan biarkan selama 30 menit (lihat Catatan no. 2). Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, saring dahulu sebelum pemipetan dilakukan. Tambahkan 3 ml larutan KI, campurkan dengan pengocokan pelahan dan kemudian biarkan selama sekitar 1 menit (tetapi tak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Jangan tempatkan gelas piala yang isinya akan dititrasi ini di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. Titrasi isi gelas piala dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan (diketahui normalitasnya). Teruskan titrasi sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium pati persis sirna. Baca buret titran sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus. Ulangi langkah 08 s/d 11 untuk mendapatkan data duplo dan (jika mungkin) triplo. Lakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah 09 s/d 11 pada dua gelas piala berisi larutan blanko (yaitu akuades) tersebut pada no. 07. Perhitungan Hitung kadar gliserol total (G ttl, %-b) dengan rumus : 2,302x(B - C) x N G ttl (%-b) = W Keterangan: C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml. B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml. N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat berat sampel a x ml sampel a W= 900 d. Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1 2 gram pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Untuk contoh yang berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan pengaduk dan pasir kwarsa atau kertas saring berlipat. Sampel dikeringkan dalam oven suhu 105 C selama 3 jam. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator. Lalu sampel ditimbang. Pekerjaan diulangi hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan: Kadar Air = W x 100% W 1 W = bobot sampel sebelum dikeringkan (gram) W 1 = kehilangan bobot setelah dikeringkan 41

e. Metode Analisis Standar untuk Angka Penyabunan (FBI-A03-03) dan Kadar Ester Alkil Timbang 4 5 ± 0,005 gram contoh biodiesel ester alkil ke dalam sebuah labu Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 50 ml larutan KOH alkoholik dengan pipet yang dibiarkan terkosongkan secara alami. Siapkan dan lakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis contoh biodiesel. Langkah-langkah analisisnya persis sama dengan yang tertulis untuk di dalam prosedur analisis ini, tetapi tidak mengikut-sertakan contoh biodiesel. Sambungkan labu Erlenmeyer dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan pelahan tetapi mantap, sampai contoh tersabunkan sempurna. Ini biasanya membutuhkan waktu 1 jam. Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen; jika tidak, perpanjang waktu penyabunannya. Setelah labu dan kondensor cukup dingin (tetapi belum terlalu dingin hingga membentuk jeli), bilas dinding-dalam kondensor dengan sejumlah kecil akuades. Lepaskan kondfensor dari labu, tambahkan 1 ml larutan indikator fenolftalein ke dalam labu, dan titrasi isi labu dengan HCl 0,5 N sampai warna merah jambu persis sirna. Catat volume asam khlorida 0,5 N yang dihabiskan dalam titrasi. Perhitungan Angka penyabunan (As) = mcn - 56,1(B mg KOH/g biodiesel) Keterangan: B = Volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi blanko (ml) C = Volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi contoh (ml) N = normalitas eksak larutan HCl 0,5 N m = berat contoh biodiesel ester alkil (gram) Nilai angka penyabunan yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang koma). Kadar ester biodiesel ester alkil selanjutnya dapat dihitung dengan rumus berikut : Kadar ester (%-b) = 100(As Aa 4,57G A dengan : A s = angka penyabunan yang diperoleh di atas, mg KOH/g biodiesel. A a = angka asam (prosedur FBI-A01-03), mg KOH/g biodiesel. G ttl = kadar gliserin total dalam biodiesel (prosedur FBI-A02-03), %-b. s ttl ) 42

Lampiran 4. Prosedur Analisis Surfaktan MES a. Pengukuran ph (BSI, 1996) Metode ini digunakan untuk menganalisa derajat keasaman (ph) surfaktan anionik, kationik, nonionik dan amfoterik. Nilai ph dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran potensiometrik menggunakan elektroda gelas dan ph-meter komersial. Alat ph-meter disiapkan dan dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan buffer ph 4,0 dan 9,0. Elektroda kemudian dibilas dengan air bebas CO 2 yang memiliki ph antara 6,5 sampai 7,0. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam larutan yang akan diukur. Nilai ph dibaca pada ph-meter, pembacaan dilakukan setelah angka stabil. Elektroda kemudian dibilas kembali dengan air bebas CO 2. Pengukuran dilakukan dua kali. Apabila dari dua kali pengukuran nilai yang terbaca mempunyai selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengulangan pengukuran termasuk kalibrasi. b. Pengukuran Densitas (bobot jenis) berdasar SNI 01-2891-1992 Bersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton kemudian dengan dietil eter. Keringkan piknometer dan timbang (W 1 ). Masukkan sampel ke dalam piknometer sampai tanda tera. Tutup, kemudian masukkan ke dalam penangas yang suhunya sudah diatur sesuai dengan yang diinginkan. Isi di dalam piknometer harus terendam dalam air. Biarkan 30 menit. Buka piknometer dan bersihkan leher pikno dengan kertas saring. Angkat piknometer. Diamkan pada suhu kamar, keringkan dan timbang (W 2 ). Ulangi prosedur tersebut dengan blanko air. Perhitungan: Densitas = (W 2 W 1 ) (W W 1 ) Keterangan: W 2 = bobot piknometer beserta sampel (gram) W 1 = bobot piknometer kosong (gram) W = bobot piknometer beserta blanko / air (gram) c. Analisis Bilangan Asam (FBI-A01-03) Sebanyak 2 5 gram contoh ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan dengan 50 ml etanol 95% netral. Larutan dikocok lalu ditambahkan 3 5 tetes indikator PP dan dititer dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik). Lakukan pekerjaan untuk blanko. Perhitungan: Angka Asam (Aa) = 56,1 x V x N mg KOH/g biodiesel m Keterangan: V = Volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi (ml) N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol m = berat contoh biodiesel ester alkil (gram) Nilai angka asam yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang koma) 43

d. Bilangan Iod (AOAC, 1995) Sampel yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,5 gram di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi hanus. Semua bahan tersebut dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15%. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan sampel. Perhitungan: (B-S) x N x 12,69 Bilangan Iod = G Keterangan: B = ml Na 2 S 2 O 3 blanko S = ml Na 2 S 2 O 3 contoh N = normalitas Na 2 S 2 O 3 G = berat contoh (gram) 12,69 = berat atom iod/10 e. Penentuan Bahan Aktif Surfaktan Anionik Melalui Titrasi Kationik (ASTM D 1681) 1. Pemisahan bahan larut alkohol i. Timbang sampel hingga ketelitian ± 0,01 g ke dalam erlenmeyer 600 ml sebesar Bahan aktif % Jumlah sampel 10 25 30 25 40 15 40 60 10 60 80 7 > 80 5,5 ii. Tambahkan 300 350 alkohol panas. Tutup dengan gelas arloji dan panaskan dalam penangas air sekitar 2 jam, aduk secara seksama untuk memecah padatan. Siapkan erlenmeyer vakum 1 L. iii. Saring larutan menggunakan filter vakum. Tambahkan 50 ml alkohol panas ke dalam residu. Panaskan untuk mendidihkan larutan dalam hotplate sehingga padatan dalam residu pecah dan kemudian saring menggunakan vacuum filter. Ulangi lagi dengan menambahkan 50 ml alkohol panas. iv. Uapkan alkohol sisa dalam residu menggunakan erlenmeyer pada penangas air. Kocok sekali sekali, khusunya pada akhir proses. Larutkan residu menggunakan 10 ml air panas. Panaskan larutan dalam penangas air hingga larut. v. Larutkan larutan air dalam 200 ml alkohol panas, didihkan dalam penangas air dan saring. Pindahkan presipitat dalam filter dengan menambahkan alkohol panas. Cuci erlemeyer dan residu menggunakan alkohol panas 3 4 kali. vi. Pindahkan filtrat ke dalam erlenmeyer 1 L. Cuci erlenmeyer filtrasi menggunakan alkohol dan 10 ml air dan diikuti dengan alkohol. Uapkan filtrat hingga menjadi 400 ml kemudian pindahkan ke dalam labu takar 1 L. Tambahkan air hingga tanda tera. Larutan ini disebut sebagai Larutan I. 44

2. Pemisahan minyak bebas sulfonat i. Pindahkan sejumlah larutan alkohol ke dalam erlenmeyer 1 L dan pekatkan hingga 100 ml dalam penangas air. Pindahkan konsentrat ke dalam corong pemisah 500 ml. Cuci erlenmeyer menggunakan 100 ml air dan masukan air bilasan ke dalam corong pemisah sehingga total volume menjadi 200 ml. ii. Ekstrak larutan alkohol dengan tiga bagian 50 ml petroleum eter. Campurkan ekstrak eter dan cuci dengan 3 50 ml etanol 50%. Tambahkan cucian larutan etanol ke dalam ekstrak larutan alkohol. Pindahkan larutan bebas minyak beralkohol ke dalam erlemeyer 1 L. Cuci labu corong pemisah dengan sedikit air dan masukan air cucian ke dalam erlenmeyer. Panaskan larutan dalam erlenmeyer 400 ml menggunakan penangas air dengan suhu 40 50 o C pada ruang asam untuk membuang asap petroleum eter. Pindahkan larutan bebas eter ke dalam labu takar 1 L. Tambahkan 300 ml alkohol dan tambahkan air hingga tanda tera. Larutan ini disebut larutan II. 3. Prosedur pembuatan larutan indikator standar i. Siapkan larutan 0,0045 0,0050 ± 0,00001 M (sebagai larutan III) dengan cara pipet sejumlah larutan I atau II kedalam erlenmeyer 250 ml, dimana A = (250 x 0,0045)/(M I atau M II ) A : ml larutan yang akan digunakan, mendekati 3 ml, M I : molaritas larutan I, M II : molaritas larutan II. ii. Panaskan larutan hingga volume menjadi 10 ml untuk menghilangkan etanol iii. Pindahkan larutan ke dalam labu takar 250 ml. Bilas erlenmeyer dan masukan air bilasan ke dalam labu takar. Tambahkan 15 ml n-butanol, kocok dengan baik, kemudian tambahkan air hingga tanda tera. Larutan ini disebut sebagai larutan III. iv. Pipet 10 ml larutan masing masing ke dalam dua buah erlenmeyer 100 ml. Tambahkan 25 ml larutan indikator dan 15 ml kloroform. Tambahkan 5 ml CTAB atau Hyamine 1622 dengan menggunakan buret mikro 10 ml. v. Campur larutan. Biarkan dua dua lapisan terpisah dan kemudian lanjutkan titrasi. Penambahan sejumlah CTAB atau Hyamine 1622 diikuti dengan pengocokan hingga diperoleh titik akhir. Tititk akhir titrasi dicapai ketika dua lapisan memiliki dua intensitas warna yang sama. Lakukan perbandingan dengan membiaskan cahaya menggunakan kertas putih sebagai latar. Biarkan silinder selama 1 menit sebelum dilakukan perbandingan kedua lapisan. vi. Sekitar 15-20 ml larutan CTAB atau Hyamine 1622 diperlukan untuk mentitrasi larutan anionik standar. Jika volume yang digunakan lebih kecil, maka perlu digunakan volume larutan sampel lebih banyak dan titrasi dilakukan kembali. Jika volume titran lebih dari 20 ml, maka perlu dilakukan titrasi untuk volume larutan sampel yang lebih kecil. vii. Hitung molaritas larutan III (M III ) menggunakan persamaan sebagai berikut : M III = M I atau M II x A/250 A : ml larutan I atau II yang digunakan, M I : molaritas larutan I, M II : molaritas larutan II. viii. Hitung molaritas larutan CTAB menggunakan persamaan sebagai berikut : M CTAB = M III x A/B A : ml larutan III yang digunakan, B ; ml larutan CTAB yang digunakan, M III : molaritas larutan III. ix. Ketelitian ulangan titrasi adalah sekitar 0,05 ml CTAB. 45

Prosedur pengujian bahan aktif : a) Larutkan sejumlah sampel seperti yang tergambar pada Gambar x (timbang mendekati 1 mg) dalam 100 ml air pada erlenmeyer 250 ml. Pindahkan larutan ke dalam labu takar 250 ml. Bilas erlenmeyer dan tambahkan air bilasan ke dalam labu takar. Tambahkan 15 ml n-butanol dan larutkan bahan dalam labu takar lalu tera dengan air. Campur larutan dengan baik. b) Pipet 10 ml larutan masing masing ke dalam dua buah erlenmeyer 100 ml. Tambahkan 25 ml larutan indikator dan 15 ml kloroform. Tambahkan 5 ml CTAB atau Hyamine 1622 dengan menggunakan buret mikro 10 ml. c) Campur larutan. Biarkan dua dua lapisan terpisah dan kemudian lanjutkan titrasi. Penambahan sejumlah CTAB atau Hyamine 1622 diikuti dengan pengocokan hingga diperoleh titik akhir. Tititk akhir titrasi dicapai ketika dua lapisan memiliki dua intensitas warna yang sama. Lakukan perbandingan dengan membiaskan cahaya menggunakan kertas putih sebagai latar. Biarkan silinder selama 1 menit sebelum dilakukan perbandingan kedua lapisan. d) Sekitar 20 ml larutan CTAB atau Hyamine 1622 diperlukan untuk titrasi. Jika volume yang digunakan lebih kecil, maka perlu digunakan volume larutan sampel lebih banyak dan titrasi dilakukan kembali, atau tambahkan 1 2 ml larutan sampel ke dalam sistem dua fasa dan titrasi dilanjutkan kembali hingga diperoleh titik akhir titrasi baru. Jika volume titran lebih dari 20 ml, maka perlu dilakukan titrasi untuk volume larutan sampel yang lebih kecil. e) Hitung persen SO 3 dalam sampel menggunakan persamaan sebagai berikut : SO 3, wt% = [(A X B X 0,0801 X 250)/(C X D)] X 100 Dimana: A : ml CTAB atau Hyamine 1622 yang diperlukan untuk titrasi B : molaritas larutan CTAB atau Hyamine 1622 C : gram sampel yang digunakan D : ml larutan sampel f) Hitung persen bahan aktif sampel menggunakan persamaan sebagai berikut : Bahan aktif, wt% = AB/80,01 Dimana: A : persen berat SO3 dalam sampel B : berat sampel 46

Lampiran 5. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Viskositas MESA A. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Suhu dan Lama Aging terhadap Viskositas MESA Perlakuan Hasil Analisis Viskositas MESA Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan X1Y1 360 320 340 28.284271 X1Y2 375 310 342.5 45.961941 X1Y3 375 315 345 42,42641 X2Y1 510 50 280 325.269119 X2Y2 515 56 285.5 324.562013 X2Y3 520 65 292.5 321.733585 X3Y1 16 245 130.5 161.927453 X3Y2 16.5 260 138.25 172.180501 X3Y3 25 280 152.5 180.312229 Keterangan : X1 : suhu 80 o C X2 : suhu 100 o C X3 : suhu 120 o C Y1 : waktu 30 menit Y2 : waktu 45 menit Y3 : waktu 60 menit B. Analisa Ragam Sumber Variasi db JK RJK F-Hitung Signifikansi Suhu 2 130448.8611 65224.4306 1.41 0.2998 Waktu 2 527.1944 263.5972 0.01 0.9943 suhu*waktu 4 152.8889 38.2222 0.00 1.0000 Ulangan 1 36585.1250 36585.1250 0.79 0.4004 Error 8 371159.5000 46394.9375 Total 17 538873.5694 Keterangan: nilai signifikansi nilai α (0,05) = berpengaruh nyata C. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Suhu Aging Suhu N Kelompok 80 6 A 100 6 A 120 6 A D. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Lama Aging Waktu N Kelompok 30 6 A 45 6 A 60 6 A Keterangan: Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata. 47

Lampiran 6. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Nilai ph MESA A. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Suhu dan Lama Aging terhadap Nilai ph MESA Perlakuan Hasil Analisis Nilai ph Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan Standar Deviasi X1Y1 1,7 1,9 1,8 0.14142136 X1Y2 1,6 1,6 1,6 0.00000000 X1Y3 0,9 1,5 1,2 0.42426407 X2Y1 1,5 2,3 1,9 0.56568542 X2Y2 1,7 1,7 1,7 0.00000000 X2Y3 0,9 2,1 1,5 0.84852814 X3Y1 2,4 1,8 2,1 0.42426407 X3Y2 2,4 1,5 1,95 0.63639610 X3Y3 2,3 1,1 1,7 0.84852814 Keterangan : X1 : suhu 80 o C X2 : suhu 100 o C X3 : suhu 120 o C Y1 : waktu 30 menit Y2 : waktu 45 menit Y3 : waktu 60 menit B. Analisa Ragam Sumber Variasi db JK RJK F-Hitung Signifikansi Suhu 2 0.44333333 0.22166667 0.70 0.5260 Waktu 2 0.66333333 0.33166667 1.04 0.3959 suhu*waktu 4 0.03333333 0.00833333 0.03 0.9984 Ulangan 1 0.00055556 0.00055556 0.00 0.9677 Error 8 2.54444444 0.31805556 Total 17 3.68500000 Keterangan: nilai signifikansi nilai α (0,05) = berpengaruh nyata C. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Suhu Aging Suhu N Kelompok 80 6 A 100 6 A 120 6 A D. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Lama Aging Waktu N Kelompok 30 6 A 45 6 A 60 6 A Keterangan: Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata. 48

Lampiran 7. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Densitas MESA A. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Suhu dan Lama Aging terhadap Densitas MESA Perlakuan Hasil Analisis Densitas Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan X1Y1 1.0367 1.0257 1.0312 0.00778 X1Y2 1.0369 1.0244 1.03065 0.00884 X1Y3 1.0237 1.0359 1.0298 0.00863 X2Y1 1.046 0.9539 0.99995 0.06512 X2Y2 1.0543 0.9582 1.00625 0.06795 X2Y3 1.0434 0.9618 1.0026 0.0577 X3Y1 0.90749 1.0031 0.9553 0.06761 X3Y2 0.90958 1.00033 0.95496 0.06417 X3Y3 0.9102 0.9981 0.95415 0.06215 Keterangan : X1 : suhu 80 o C X2 : suhu 100 o C X3 : suhu 120 o C Y1 : waktu 30 menit Y2 : waktu 45 menit Y3 : waktu 60 menit B. Analisa Ragam Sumber Variasi db JK RJK F-hitung Signifikansi suhu 2 0.01763512 0.00881756 2.83 0.1178 waktu 2 0.00001276 0.00000638 0.00 0.9980 suhu*waktu 4 0.00003064 0.00000766 0.00 1.0000 Ulangan 1 0.00000260 0.00000260 0.00 0.9777 Error 8 0.02495016 0.00311877 Total 17 0.04263127 Keterangan: nilai signifikansi nilai α (0,05) = berpengaruh nyata C. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Suhu Aging Suhu N Kelompok 80 6 A 100 6 A 120 6 A D. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Lama Aging Waktu N Kelompok 30 6 A 45 6 A 60 6 A Keterangan: Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata. 49

Lampiran 8. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bilangan Asam MESA A. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Suhu dan Lama Aging terhadap Bilangan Asam MESA Perlakuan Hasil Analisis Bilangan Asam Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan X1Y1 21.9649 14.9733 18.4691 4.943808 X1Y2 22.1616 15.5454 18.8535 4.67836 X1Y3 23.1215 16.456 19.78875 4.71322 X2Y1 8.34165 12.7736 10.55763 3.133862 X2Y2 8.59215 15.7522 12.17218 5.06292 X2Y3 9.4669 16.7232 13.09505 5.130979 X3Y1 13.7987 12.6666 13.23265 0.800516 X3Y2 14.6968 12.712 13.7044 1.403466 X3Y3 14.8296 13.7596 14.2946 0.756604 Keterangan : X1 : suhu 80 o C X2 : suhu 100 o C X3 : suhu 120 o C Y1 : waktu 30 menit Y2 : waktu 45 menit Y3 : waktu 60 menit B. Analisa Ragam Sumber Variasi db JK RJK F-hitung Signifikansi suhu 2 163.2252090 81.6126045 4.96 0.0398 waktu 2 8.0656579 4.0328290 0.24 0.7885 suhu*waktu 4 1.5073751 0.3768438 0.02 0.9987 Ulangan 1 1.7496345 1.7496345 0.11 0.7528 Error 8 131.7572811 16.4696601 Total 17 306.3051576 Keterangan: nilai signifikansi nilai α (0,05) = berpengaruh nyata C. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Suhu Aging Suhu N Kelompok 80 6 A 100 6 B 120 6 AB D. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Lama Aging Waktu N Kelompok 30 6 A 45 6 A 60 6 A Keterangan: Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata. 50

Lampiran 9. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bilangan Iod MESA A. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Suhu dan Lama Aging terhadap Bilangan Iod MESA Perlakuan Hasil Analisis Bilangan Iod Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan X1Y1 36,6148 39,7713 38.19305 2,231983 X1Y2 28,738 25,1509 26.94445 2,536463 X1Y3 27,1593 23,0154 25.08735 2,93018 X2Y1 37,6352 31,7202 34.67770 4,182537 X2Y2 32,1547 27,8416 29.99815 3,049822 X2Y3 29,0041 26,5221 27.76310 1,755039 X3Y1 32,9974 38,148 35.57270 3,642024 X3Y2 22,7546 26,1 24.42730 2,365555 X3Y3 19,9047 25,07 22,48735 3,652419 Keterangan : X1 : suhu 80 o C X2 : suhu 100 o C X3 : suhu 120 o C Y1 : waktu 30 menit Y2 : waktu 45 menit Y3 : waktu 60 menit B. Analisa Ragam Sumber db JK RJK F-hitung Signifikansi Variasi suhu 2 36.4012195 18.2006097 1.79 0.2278 waktu 2 414.5216449 207.2608224 20.38 0.0007 suhu*waktu 4 35.9145261 8.9786315 0.88 0.5153 Ulangan 1 0.7293502 0.7293502 0.07 0.7956 Error 8 81.3475359 10.1684420 Total 17 568.9142765 Keterangan: nilai signifikansi nilai α (0,05) = berpengaruh nyata C. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Suhu Aging Suhu N Kelompok 80 6 A 100 6 A 120 6 A D. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Lama Aging Waktu N Kelompok 30 6 A 45 6 B 60 6 B Keterangan: Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata. 51

Lampiran 10. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bahan Aktif MESA A. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Suhu dan Lama Aging terhadap Bahan Aktif MESA Perlakuan Hasil Analisis Bahan Aktif Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan X1Y1 13.9 4.7879 9.34395 6.443228 X1Y2 15.445 5.869 10.657 6.771255 X1Y3 16.989 12.6648 14.8269 3.057671 X2Y1 6.641 12.7421 9.69155 4.314129 X2Y2 8.958 14.6727 11.81535 4.040903 X2Y3 10.811 16.7578 13.7844 4.205023 X3Y1 7.791 3.398 5.5945 3.10632 X3Y2 9.62 10.811 10.2155 0.842164 X3Y3 10.811 12.665 11.738 1.310976 Keterangan : X1 : suhu 80 o C X2 : suhu 100 o C X3 : suhu 120 o C Y1 : waktu 30 menit Y2 : waktu 45 menit Y3 : waktu 60 menit B. Analisa Ragam Sumber db JK RJK F-hitung Signifikansi Variasi suhu 2 25.14882151 12.57441076 0.63 0.5558 waktu 2 82.38292338 41.19146169 2.07 0.1883 suhu*waktu 4 8.10257794 2.02564448 0.10 0.9787 Ulangan 1 2.41831363 2.41831363 0.12 0.7362 Error 8 158.9960572 19.8745071 Total 17 277.0486936 Keterangan: nilai signifikansi nilai α (0,05) = berpengaruh nyata C. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Suhu Aging Suhu N Kelompok 80 6 A 100 6 A 120 6 A D. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Lama Aging Waktu N Kelompok 30 6 A 45 6 A 60 6 A Keterangan: Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata. 52

Lampiran 11. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Nilai ph MES A. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Suhu dan Lama Aging terhadap Nilai ph MES Perlakuan Hasil Analisis Nilai ph MES Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan X1Y1 6.93 6.88 6.905 0.035355 X1Y2 7.02 7.05 7.035 0.021213 X1Y3 6.34 6.82 6.58 0.339411 X2Y1 6.98 6.57 6.775 0.289914 X2Y2 6.36 6.32 6.34 0.028284 X2Y3 6.18 7.02 6.6 0.59397 X3Y1 6.99 7.2 7.095 0.148492 X3Y2 6.73 6.78 6.755 0.035355 X3Y3 6.91 6.94 6.925 0.021213 Keterangan : X1 : suhu 80 o C X2 : suhu 100 o C X3 : suhu 120 o C Y1 : waktu 30 menit Y2 : waktu 45 menit Y3 : waktu 60 menit B. Analisa Ragam Sumber Variasi db JK RJK F-hitung Signifikansi suhu 2 0.40814444 0.20407222 3.23 0.0939 waktu 2 0.19234444 0.09617222 1.52 0.2757 suhu*waktu 4 0.33458889 0.08364722 1.32 0.3404 Ulangan 1 0.07220000 0.07220000 1.14 0.3166 Error 8 0.50610000 0.06326250 Total 17 1.51337778 Keterangan: nilai signifikansi nilai α (0,05) = berpengaruh nyata C. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Suhu Aging Suhu N Kelompok 80 6 A 100 6 A 120 6 A D. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Lama Aging Waktu N Kelompok 30 6 A 45 6 A 60 6 A Keterangan: Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata. 53

Lampiran 12. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bilangan Iod MES A. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Suhu dan Lama Aging terhadap Bilangan Iod MES Perlakuan Hasil Analisis Bilangan Iod MES Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan X1Y1 37,875 37,082 37,4785 0,560736 X1Y2 23,696 27,615 25,6555 2,771151 X1Y3 22,416 25,375 23,8955 2,092329 X2Y1 30,824 42,914 36,869 8,548921 X2Y2 28,074 39,953 34,0135 8,399721 X2Y3 26,925 33,62 30,2725 4,73408 X3Y1 33,759 44,068 38,9135 7,289564 X3Y2 20,166 26,903 23,5345 4,763778 X3Y3 19,8683 24,262 22,06515 3,106815 Keterangan : X1 : suhu 80 o C X2 : suhu 100 o C X3 : suhu 120 o C Y1 : waktu 30 menit Y2 : waktu 45 menit Y3 : waktu 60 menit B. Analisa Ragam Sumber db JK RJK F-hitung Signifikansi Variasi suhu 2 107.2917642 53.6458821 5.66 0.0294 waktu 2 516.2446136 258.1223068 27.24 0.0003 suhu*waktu 4 94.1427995 23.5356999 2.48 0.1273 Ulangan 1 188.1069338 188.1069338 19.85 0.0021 Error 8 75.7991196 9.4748899 Total 17 981.5852307 Keterangan: nilai signifikansi nilai α (0,05) = berpengaruh nyata C. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Suhu Aging Suhu N Kelompok 80 6 B 100 6 A 120 6 B D. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Lama Aging Waktu N Kelompok 30 6 A 45 6 B 60 6 B Keterangan: Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata. 54

Lampiran 13. Data Hasil Analisis Pengaruh Suhu dan Lama Aging terhadap Bahan Aktif MES A. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Suhu dan Lama Aging terhadap Bahan Aktif MES Perlakuan Hasil Analisis Bahan Aktif MES Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan X1Y1 14.6929 6.8567 10.7748 5.54103 X1Y2 16.3255 9.7953 13.0604 4.617549 X1Y3 17.958 13.0634 15.5107 3.461005 X2Y1 7.0199 13.4685 10.2442 4.559849 X2Y2 9.4688 15.5091 12.48895 4.271137 X2Y3 11.4278 17.7131 14.57045 4.444378 X3Y1 8.2352 3.5916 5.9134 3.283521 X3Y2 10.1686 11.4278 10.7982 0.890389 X3Y3 11.4278 13.3869 12.40735 1.385293 Keterangan : X1 : suhu 80 o C X2 : suhu 100 o C X3 : suhu 120 o C Y1 : waktu 30 menit Y2 : waktu 45 menit Y3 : waktu 60 menit B. Analisa Ragam Sumber db JK RJK F-hitung Signifikansi Variasi suhu 2 39.05555360 19.52777680 1.15 0.3645 waktu 2 81.85523636 40.92761818 2.41 0.1520 suhu*waktu 4 5.05589130 1.26397283 0.07 0.9881 Ulangan 1 0.20311813 0.20311813 0.01 0.9157 Error 8 136.0808780 17.0101097 Total 17 262.2506774 Keterangan: nilai signifikansi nilai α (0,05) = berpengaruh nyata C. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Suhu Aging Suhu N Kelompok 80 6 A 100 6 A 120 6 A D. Hasil Uji Duncan terhadap Faktor Lama Aging Waktu N Kelompok 30 6 A 45 6 A 60 6 A Keterangan: Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata. 55

Lampiran 14. Gambar Proses Produksi Metil Ester Jarak Pagar Minyak Jarak + Larutan Metoksida Reaksi Esterifikasi / Transesterifikasi Pemisahan Gliserol Proses Settling Pencucian Pengeringan Metil Ester Jarak Pagar 56