BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menciptakan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus mampumengelola sumber daya yang dimilikinya secara efisien dan efektif. Hal tersebutdapat diwujudkan dengan adanya kebijakan desentralisasi yaitu melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan melalui pemberdayaan dan peran masyarakat.krisis ekonomi yang telah memporakporandakan kehidupan bangsaindonesia membawa hikmah akan kebutuhan reformasi total pada sistempemerintahan yang ada di negara ini. Salah satu unsur reformasi total tersebutadalah menyangkut diberlakukannya otonomi daerah di tiap Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Adapun yang mendorong diberlakukannyaotonomi daerah adalah dikarenakan tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga menyebabkan ketimpangan antara pemerintah pusat danpemerintah daerah. Selain itu campur tangan pemerintah pusat di masa lalumenyebabkan daerah mengalami stagnasi kreativitas dan terhambatnyapengembangan potensi yang dimiliki daerah, sehingga proses pembangunan dankehidupan berdemokrasi di daerah tidak berjalan lancar. 1

2 Akuntansi keuangan daerah merupakan bagian dari akuntansi sektor publik, yang mencatat dan melaporkan semua transaksi yang berkaitan dengan keuangan daerah. Ruang lingkup keuangan negara yang dikelola langsung oleh Pemerintahan Pusat adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan yang dikelola langsung oleh Pemerintahan Daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik APBN maupun APBD merupakan inti dari akuntansi keuangan pemerintahan. Oleh karena itu kedudukan APBN dan APBD dalam penatausahaan keuangan dan akuntansi pemerintahan sangatlah penting. Dalam akuntansi keuangan pemerintahan daerah, jenis transaksi dapat di rinci berdasarkan struktur APBD yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah (Afiah, 2009). Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk propinsi maupun kabupaten dan kota. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintah berdasarkan asas desentralisasi di lakukan atas beban APBD.Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak/retribusi dan mengelola Sumber Daya Alam. Sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK), dan pinjaman Daerah, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

3 Pemerintah daerah baik pemerintahdaerah tingkat I (provinsi) maupun pemerintah daerah tingkat II (kotamadya/kabupaten)juga menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD). APBD merupakan daftar mengenai penerimaan dan pengeluarandaerah untuk jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun.sebelum menyusunapbd terlebih dahulu juga disusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).Apabila RAPBD disetujui maka selanjutnya disahkan menjadiapbd.periode berlakunya APBD dari tanggal 1 Januari sampai 31Desember pada tahun anggaran yang dimaksud (Kusumawardani, 2009). Penyusunan APBD diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda).Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak (incomplete contract), yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban otonom daerah untuk mengurus serta mengatur sendiri urusan pemerintah serta masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota

4 pengelolaan pemerintah daerah dimulai sejak dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 kemudian UU No. 25 tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan ini telah diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kebijakan baru ini dapat menjadi peluang dan tantangan bagi pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif (Afiah, 2009). Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan di tetapkan dengan Peraturan Daerah. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Peraturan Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau kewenangan kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri.permasalahan yang dihadapi daerah pada umumnya berkaitan dengan penggalian sumber-sumber pajak dan retribusi daerah yang merupakan salah satu komponen dari pendapatan asli daerah masih belum memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan.kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah.hal tersebut dapat mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah.peranan pendapatan asli daerah dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu

5 kurang dari 10% hingga 50%.Sebagian besar wilayah Provinsi dapat membiayai kebutuhan pengeluaran kurang dari 10%. Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapatkan kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran disektor publik maka mereka harus mendapatkan sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari pendapatan sah. Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, Belanja Daerah dimaksudkan sebagai semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Dan rinciannya bisa dibagi dalam bentuk yaitu berdasarkan sifat dan berdasarkan fungsinya. Berdasarkan sifat ekonominya belanja daerah terdiri atas belanja pegawai dan belanja barang, subsidi, hibah dan bantuan sosial. Sedangkan berdasarkan fungsinya belanja daerah terdiri dari belanja untuk pembangunan perumahan dan fasilitas umum, peningkatan kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan serta perlindungan sosial. Pendapatan daerah yang diperoleh baik dari pendapatan asli daerah maupun dana perimbangan tentunya digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai belanja daerah (Prastiwi, 2008). Dijelaskan pula dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Dana Perimbangan terdapat berbagai macam, yaitu DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus), dan DBH (Dana Bagi Hasil). Dana

6 perimbangan tersebut digunakan untuk menjamin terciptanya perimbangan secara vertikal di bidang keuangan antar tingkat pemerintahan, menjamin terciptanya perimbangan horizontal di bidang keuangan antar pemerintah di tingkat yang sama dan menjamin terselenggaranya kegiatan-kegiatan tertentu di daerah yang sejalan dengan kepentingan nasional. Dana yang biasanya ditransfer dari pemerintah pusat adalah DAU. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan sumber-sumber di luar pendapatan asli daerah, karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatit daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah (Dewi, 2002). Pendapatan asli daerah adalah pendapatan asli daerah yang terdiri dari pajak daerah, hasil retribusi pajak, pendapatan dari laba perusahaan daerah dan lain-lain pendapatan yang sah, bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Dalam menjamin terselenggaranya otonomi daerah yang semakin mantap, maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni dengan upaya peningkatan penerimaan PAD, baik dengan meningkatkan penerimaan sumber PAD yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber PAD yang

7 baru sesuai dengan ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat (Sari dan Yahya, 2009). Pendapatan asli daerah disetiap daerah berbeda-beda.daerah yang memiliki kemajuan dibidang industry dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya, begitu juga sebaliknya.karena itu terjadi ketimpangan pendapatan asli daerah. Disatu sisi ada daerah yang sangat kaya karena memiliki pendapatan asli daerah yang tinggi dan disisi lain ada daerah yang tertinggal karena memiliki pendapatan asli daerah yang rendah. Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan identifikasi terhadap wilayah perencanaan dan karakteristik wilayah.karakteristik wilayah perencanaan meliputi berbagai permasalahan dan potensi yang dimiliki daerah.rencana pembangunan daerah intensitasnya tiap tahun dapat diketahui melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).Sumber terbesar dari APBD adalah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).Besar kecilnya PAD sangat dipengaruhi oleh intensitas kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi beserta masyarakat daerah (Taufiq dan M. Kosasi Zen, 2004). Dana Alokasi Umum dialokasikan untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. Jaminan keseimbangan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat. DAU suatu

8 daerah ditentukan atas besar besar kecilnya celah fiskal (Fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Konsekuensi akibat penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mengakibatkan perlunya perimbangan keuangan antara pemerintah pusar dan daerah yang menyebabkan terjadinya transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana tersebut untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang mungkin tidak penting (Anggiat, 2009). Pada penelitian terdahulu Rahmawati (2010), tentang Pengaruh PAD dan DAU terhadap Alokasi Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2007-2009. Penelitian ini menyatakan bahwa PAD dan DAU berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki PAD tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tingggi. Dan Pemerintah Daerah yang memiliki DAU tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi. Menurut penelitian Prastiwi (2008) yang meneliti se Jawa memperoleh hasil DAU dan

9 PAD pada tahun berjalan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah tahun berjalan. Berdasarkan penelitian Susanti (2010), tentang pengaruh DAU, PAD dan Pajak Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelitiannya memperoleh bukti bahwa variabel DAU, PAD dan Pajak Daerah secara simultan berpengaruh terhadap Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. DAU secara secara parsial berpengaruh terhadap Belanja Daerah, PAD secara parsial tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah, dan Pajak Daerah secara parsial berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Menurut penelitian Sari dan Yahya (2009), tentang pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Riau menunjukkkan bahwa secara parsial DAU memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Langsung. Sedangkan PAD menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap Belanja Langsung.Dan secara simultan DAU dan PAD secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung. Berdasarkan penelitian Asrofah (2009), tentang pengaruh PAD dan DAU terhadap Belanja Daerah pada kabupaten/kota Se Jawa-Bali. Penelitian ini menyatakan bahwa variabel PAD (X 1 ) dan DAU (X 2 ) secara simultan atau bersama-sama mempunyai pengaruh positif yang kuat dan signifikan terhadap Belanja Daerah (Y).Variabel PAD (X 1 ) secara parsial mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Belanja Daerah (Y). Variabel DAU (X 2 )

10 secara parsial mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah (Y).Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap belanja daerah yaitu variabel DAU (X 2 ). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Asrofah (2009) yang meneliti tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sampel dan tahun penelitiannya. Pada penelitian sebelumnya menggunakan sampel Kabupaten/Kota Se Jawa-Bali. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan sampel Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada periode penelitian tahun 2007, 2008 dan 2009. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam memperbaiki kebijakan desentralisasi fiskal dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan berkesinambungan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas dapat ditarik rumusan sebagai berikut: 1. Apakah rata-rata Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2007-2009 berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah? 2. Apakah rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2007-2009 berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah?

11 1.3 Pembatasan Masalah Agar tujuan dan pembatasan masalah dalam penelitian ini dapat dicapai sesuai yang diharapkan, maka penulis hanya membatasi penelitian mengenai rata-rata dana alokasi umum, rata-rata pendapatan asli daerah dan rata-rata belanja daerah pada kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2007, 2008 dan 2009. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan diantaranya yaitu: a. Untuk memperoleh bukti secara empiris pengaruh rata-rata dana alokasi umum terhadap rata-rata belanja daerah. b. Untuk memperoleh bukti secara empiris pengaruh rata-rata pendapatan asli daerah terhadap rata-rata belanja daerah. 1.4.2 Manfaat Penelitian 1. Bagi aparat pemerintahan a. Sebagai bahan masukan bagi Pemkab/Pemko tentang DAU dan PAD. b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemkab/Pemko di Jawa Tengah dalam penyusunan Anggaran Belanja Daerah. 2. Bagi akademis Dapat digunakan sebagai referensi dan data tambahan dalam melakukan kajian-kajian berikutnya.

12 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu mengenai pengaruh rata-rata Dana Alokasi Umum dan rata-rata Pendapatan Asli Daerah dengan rata-rata Belanja Daerah.